Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemoptisis atau batuk darah merupakan masalah kesehatan yang
berpotensi menyebabkan kematian karena sulit diprediksi tingkat keparahan dan
perkembangan klinisnya (Wibisono dan Alsagaff, 2010; Swidarmoko, 2010).
Hemoptisis dalam jumlah yang banyak (masif) termasuk kegawatan medis yang
harus mendapatkan penanganan intensif dengan terapi yang tepat. Selain dapat
mengganggu kestabilan hemodinamik akibat kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak, hemoptisis masif juga dapat mengganggu pertukaran gas di alveoli
dan menimbulkan komplikasi asfiksia yang tinggi angka mortalitasnya (Rasmin,
2009; Swidarmoko, 2010).
Penyebab hemoptosis berbeda-beda tergantung letak geografis, terutama
dipengaruhi tingginya angka kejadian tuberkulosis di suatu negara (Ashraf,
2006). Penyebab utama hemoptisis di negara-negara barat adalah keganasan
dan kelainan non tuberkulosis lainnya. Berbeda halnya dengan di negara-negara
berkembang yang sebagian besar endemik tuberkulosis, penyakit tersebut masih
menjadi penyebabutama yang mendasari hemoptisis (Abal et al., 2001; Ashraf,
2006; Prasad et al., 2009)
Penelitian Prasad et al. (2009) di India menunjukkan dari 476 kasus
hemoptisis, sebanyak 79,2% disebabkan tuberkulosis paru. Hasil yang sedikit
berbeda dilaporkan Sahasranaman et al. (2012), dimana dari penelitiannya di
Libanon, etiologi utama hemoptisis adalah Community Acquired Pneumonia
(CAP) sebanyak 30%, tuberkulosis paru 9,6%, namun sebagian besar masih
merupakan penyakit infeksi.
Di Indonesia, berdasarkan studi yang dilakukan pada pasien rawat inap dan
IGD RS Persahabatan, tuberkulosis paru merupakan penyakit terbanyak yang
mendasari hemoptisis. Indonesia termasuk ke dalam 22 negara yang
dikategorikan oleh WHO sebagai High Burden Countries (HBCs) yang sebagian
besar adalah negara-negara di Asia dan Afrika dengan endemisitas tuberkulosis
(TB) yang tinggi.Diperkirakan setiap tahun di Indonesia terdapat 528.000 kasus
TB baru pada lebih dari 70% usia produktif, dengan kematian sekitar 91.000
orang. Pengendalian tuberkulosis di Indonesia telah mendekati target Millenium
Development Goals (MDGs), yaitu 222 per 100.000 penduduk pada tahun 2015.
Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam penanggulangan TB di
Indonesia, tetapi tantangan masalah TB ke depan masih besar, terutama dengan
meningkatnya perkembangan HIV dan Multi Drugs Resistancy
(MDR).Berdasarkan penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang, sejak tahun 2005
– 2009 setiap tahunnya tuberkulosis paru tetap menjadi penyebab utama
hemoptisis.
( (Irfa, Intan et.al 2014)
Sementara di Sumatera Barat, berdasarkan penelitian di RSUP Dr. M. Djamil
Padang, sejak tahun 2005 – 2009 setiap tahunnya tuberkulosis paru tetap
menjadi penyebab utama hemoptisis, dan untuk penyebab tersering kedua
adalah bekas tuberkulosis (Russilawati et al., 2011).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kegawatan hemoptoe
2. Untuk mengetahuiasuhan keperawatan kegawatan hemaptoe
Bab II

Tinjauan Teori

2.1 Anatomi dan Vaskularisasi paru

Paru merupakan sepasang organ berbentuk seperti kerucut pada rongga


thorax. Keduanya di pisahkan oleh jantung dan struktur lainnya di mediastinum,
yang membagi rongga thorax menjadi dua ruang anatomi yang berbeda. Paru
memanjang dari diafragma hingga menjadi sedikit diatas klavikula dan di batasi
oleh costae pada bagian anterior dan posterior.Paru kanan terdiri atas 3 lobus,
sedangkan paru kiri terdiri dari atas 2 lobus. Pada tiap lobus menerima cabang
bronkus sekunder (lobar). Bronkus primer kanan vercabang menjadi 3 cabang
yaitu bronkus sekunder superior, media dan inferior. Bronkus primer kiri
bercabang menjadi bronkus sekunder superior dan inferior. Bronkus sekunder
selanjutnya bercabang menjadi bronkus tersier (segmental) yang asal usulnya
dan distribusinya konstan terdapat 10 bronkus tersier pada masing-masing paru.
Bagian jaringan paru yang disuplai oleh masing-masing bronkus tersier disebut
sebagai segmen bronkopulmoner. Tiap segmen bronkopulmoner memiliki
banyak kompartemen kecil yang disebut lobulus yang di bungkus oleh jaringan
ikat dan mengandung pembuluh limfe, arteriole, venula dan cabang dari
bronkiolus terminal. Bronkiolus terminal dibagi menjadi bronkus mikroskopik
yang disebut bronkiolus respiratorik. Bronkiolus respiratorik menembus lebih
dalam kedalam paru, sehingga lapisan epitel berubah dari kurboid selapis
menjadi skuomosa selapis.Bronkiolus respiratorik di bagi lagi menjadi beberapa
duktus alveolaris.

Gambar 1. Anatomi paru


Paru menerima darah melalui dua perangkat arteri yaitu arteri pulmonalis dan
arteri bronkialis. Darah yang terdeoksigenasi mengalir melalui trunkus
pulmonalis yang kemudian terbagi menjadi arteri pulmonalis kiri yang masuk ke
paru kiri, dan arteri pulmonalis kanan yang masuk ke paru kanan, Darah yang
teroksigenasi kembali ke jantung melalui empat buah vena pulmonalis yang
kemudian disalurkan ke atrium kiri. Arteri bronkialis yang merupakan cabang
dari aorta mengantarkan darah teroksigenasi ke paru. Darah ini terutama
mengalir dinding muskularis bronkus dan bronkiolus . Terdapat hubungan
antara cabang arteri bronkialis dan cabang arteri pulmonalis. Sebagian darah
mengalir ke vena bronkialis, cabang dari system azigoos dan kembali ke jantung
melalui vena cava superior.

Gambar 2 .skema sirkulasi bronchial dan anastomase sirkulasi bronchial dan


sirkulasi pulmonal

Arteri bronkialis merupakan sumber utama hemoptisis. Mencari asal arteri


bronkialis sebelum terapi cukup membantu sebelum dilakukan terapi
hemoptosis, karena sekitar 30% arteri bronkialis ini memiliki asal yang abnormal
yang dapat memincu kegagalan terapi endovaskuler. Arteri bronkialis umumnya
berasal dari bagian atas aorta torakal desenden . Sumber arteri bronkialis
dikatakan ortotopik (normal) apabila terletak setinggi aorta desenden pada level
corpus vertebrae T5-T6 (atau pada carina). Ketika arteri bronkialis terletak pada
tempat lain, maka disebut ektopik. Cauldwel et al. melaporkan tipe paling sering
arteri bronkialis ortotopik berasal. Biasanya dua atau tiga cabang dari arteri
bronkialis berjalan pararel dengan bronkus dan membentuk pleksus pararel di
submukosa bronchial. Pada kondisi normal, diameter arteri bronchial <1,5 mm
pada tempat asalnya dan 0,5 mm pada bagian distalnya. Arteri ini biasanya
mengalami hipertrofi dan merupakan sumber potensial terjadinya hemoptosis
jika diameternya > 2mm pada tempat asalnya

Hemoptosis juga dapat berasal dari arteri pulmonalis. Hemoptosis yang


persisten walaupun telah di lakukan embolisasi arteri sistemik yang sesuai
mengindikasikan bahwa sumber perdarahan adalah arteri pulmonalis Khalil
et,al mengidentifikasikan penyebab potensial hemoptisis arteri pulmonal
meliputi penyakit yang menyebabkan terjadinya nekrosis (tuberculosis aktifin,
abses pulmoner, aspergilosis, dan karsinoma pada nekrotik), vaskulitis,
traumaoleh kateter Swan Ganz dan malformasi arteriovena pulmoner.

Gambar 3. Empat tempat asal perdarahan tersering dan tipe percabangan

2.2 Pengertian

Hemoptoe/ hemoptysis/batuk darah adalah ekspektorasi darah yang


jumlahnya bervariasi dari minimal hingga masif berasal dari saluran pernapasan
bawah (paru, percabangan bronkus) atau saluran cerna yang menunjukkan
tanda gejala dari suatu penyakit infeksi (Kusmiati, 2011)

2.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan penyebabnya yaitu
a. Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui
penyebabnya insiden 0,5-58%. Dimana perbandingannya antara pria
dan wanita 2:1. Biasanya terjadti pada umur 30-50 tahun kebanyakan
40-60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi
b. Batuk darah sekunder penyebabnya dapat di pastikan bersal dari
- Saluran nafas yang sering adalah tuberculosis, bronkiestasis, tumor
paru, pneumonia dan abses paru
- Menurut Banet (82-86) batuk darah disebabkan oleh tuberculosis
paru, karsinoma paru dan bronkiektasis. Yang jarang di jumpai adalah
penyakit jamur (aspergilus), silikolisis, penyakit oleh cacing
- System kardiovaskuler yang sering adalah stenosis mitral dan
hipertensi. Yang jarang kegagalan jantung, infark paru, aneurisma
aorta
- Lain-lain, disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah
seperti hemophilia, hemosiderosis, erimatous lupus sistemikdiatesis
hemoragik dan pengobatan dengan antikoagulan
2. Di dasarkan dari perkiraan jumlah darah yang di batukkan
a. Bercak (Streaking)
Darah bercampur dengan sputum merupakan hal yang sering terjadi,
paling umum pada bronchitis. Volume darah kurang dari 15-20 ml/jam
Hemoptisis
b. Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah di batukkan 20-600mL di
dalam 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini
berarti perdarahan dari pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena
kanker paru, pneumonia (necroctizing pneumonia), TB paru atau emboli
paru
c. Hemoptisis massif
Darah yang di batukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 mL biasanya
kanker paru, kavitas pada TB paru atau bronkiektasis. Batuk darah
massif adalah batuk darah lebih dari 100mL, hingga lebih dari 600,L
darah dalam 24 jam.
Kriteria hemoptasis massif menurut RS. Persahabatn
- Batuk darah sedikitnya 600 mL/ 24 jam
- Batuk darah < 600mL/ 24 jam, tapi >250 ml/ 24 jam , Hb < 10 g% dan
masih terus berlangsung
- Batuk darah < 600mL/ jam, tapi 250 mL/jam, Hb > 10g%, dalam 48
jam perdarahan belum berhenti
d. Pseudohemoptisis
Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian
atas (diatas laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal
ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).Perdarahan yang terakhir
biasanya karena luka di sengaja di mulut, faring atau rongga hidung.
(Dwi,2014)
3. Klasifikasi menurut Pusel:
a + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis
dalam sputum
b ++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
c +++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
d ++++ : batuk dengan perdarahan>150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisissedang,
positif empattermasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
4. Klasifikasi menurut Johnson berdasarkan darah yang di keluarkan
a Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari
b Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7
haridengan interval 2-3 hari
c Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak
2.4 Etiologi

Hemoptosis memiliki kausa yang multiple, yang biasanya dapat di


kategorikan menjadi penyakit parenkim, penyakit jalan nafas dan penyakit
vaskuler. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah kecil ataupun
pembuluh darah besar di paru-paru .Perdarahan pembuluh darah kecil biasanya
menyebabkan perdarahan alveolar fokal atau difus dan terutama akibat
penyebab imunologik, vaskulitis, kardiovaskuler, dan koagulasi.
Penyebabperdarahan dari pembuluh darah besar meliputi akibat penyakit
infeksius, kardiovaskuler, congenital, neoplastik, dan vaskulitis. Namun, penyakit
tersering yang menyebabkan hemoptisis adalah bronkiestasis, tuberculosis,
infeksi jamur dan kanker.
Table 1.penyebab hemoptysis dari pembuluh darah kecil

Table 2 penyebab hemoptysis dari pembuluh darah besar


2.5 Manifestasi Klinis

- Batuk darah keluar bersama riak (bukan bersama makanan)


- Warna darah merah segar, tampak bercampur lendir dan tampak berbusa
karena adanya gelembung-gelembung udara
- Kuantitas mungkin berbeda dengan jumlah yang kecil karena iritasi
tenggorokan atau jumlah yang besar dalam kasus kanker.
- Jika batuk disertai dengan demam tinggi, sesak napas, pusing, nyeri dada
dan darah dalam urin atau feses, pasien harus mendapatkan perhatian
medis yang mendesak tanpa penundaan
2.6 Patofisiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi


dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi
pada jaringan paru, jugabila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam
melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas

Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kavena tuberculosis yang


merupakan adala dari perdarahan hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut,
akan tetapi beberapa laporan autopsy membuktikan bahwa terdapat
hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis
lebih banyak merupakan asaldari perdarahan pada hemoptosis Sehingga
komplikasi yang dikibatkan oleh hemoptisis adalah berikut :

1. Asfiksia
Walaupun presentase kematian akibat asfiksia belum diketahui dengan pasti,
namun kematian yang disebabkan oleh asfiksia cukup tinggi dan dapat dibagi
dalam empat hal :
a. Pengaruh perdarahan yang terjadi
b. Pengaruh susunan saraf pusat
c. Pengaruh pada respirasi
d. Perubahan pada tekanan darah
2. Aspirasi
Aspirasi adalah suatu keadaan dimana masuknya bekuan darah maupun
sisa-sisa darah ke dalam jaringan paru bersamaan dengan inspirasi, dimana
mempnyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Meliputi bagian yang luas dari paru
b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih halus
c. Selain darah dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke
dalam paru oleh karena penutupan epiglotis yang tidak sempurna
d. Dapat diikuti dengan infeksi sekunder
3. Rejatan Hipovolemik
Rejatan hipovolemi adalah salah satu bentuk daripada rejatan hemoragik
yang disebabkan oleh perubahan metabolisme sebagai berikut :
a. Asidosis metabolik, dimana kadar asam laktat meningkat lebih dari nilai
normal
b. Terjadinya penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang disebabkan
oleh kontraksi dari vasa aferen dan vasa eferen, dimana ditandai dengan
retensi natrium dari tingginya ureum darah
c. Terdapatnya vasokontriksi sebagai usaha untuk memobilisasi darah
d. Pada jangka panjang dapat terjadi reaksi kompensasi
Mekanisme terjadinya batuk berdarah adalah sebagai berikut :
- Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah
cukup untuk menimbulkan batuk darah
- Infrak paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme
pada pembuluh darah seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh
jamur
- Pecahnya pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah
intraluminar seperti pada dekompensasi cords kiri akut dan mitral
stenosis
- Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap mebran, seperti pada
goodpasture’s syndrom
- Perdarahan kavitas tuberkulosis
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen, pemekaran pembuluh darah ini
berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada
bronkiestasis disebabkan pemekaran bronkial. Diduga hal ini
terjadidisebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif
- Invasi tumor ganas
- Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi kedalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya
batuk darah
2.7 Pathway

B.stafilocco Mycobacterium tuberkulosis Kecelakaan lalu lintas


cus aureus (trauma pada thorak
Masuk melalui pernafasan atas/
dan abdomen)
inhalasi droplet
Rusaknya dinding
Kolonisas bakteri pada saluran pembuluh darah
pernapasan bawah (Bronkus dan
alveolus) Hemothorax

Infeksi
Berlangsung <terpajaninformasi
Menghalangi proses difus oksigen
secara terus
menerus Deficit pengetahuan
Edema/ hiperventilasi antara kapiler
Penurunan & alveoli
Kekuranga jumlah cairan Mekanisme individu
Alveoli pecah
n volume intravaskuler koping tidak efektif
cairan
dalam jumlah
Perdarahanjaringan intra alveoli
yang banyak Gelisah

Kolaps arteri dan kapiler


Rejatan System s.simpatis
hipovolemi Tekanan darah paru naik merespon keadaan ini

Resiko syok Batuk darah Menstimulus


hormone adrenalin
Penurunan jumlah cairan
intravaskuler
TD ↿, nadi ↿
Jumlah hemoglobin dlm darah
Hipoksia
menurun Anxietas
jaringan
Suplai Oksigen ke jaringan menurun
Sesak
5 L mukosa
) Metabolisme menurun
pucat, akral Penggunaan otot-
dingin, Energi menurun otot bantu
pernapasan
konjungtiva
lemah
anemis , nadi Pernapasan cuping
cepat tapi hidung
Keletihan
lemah
Ketidak efektifan
Ketidak efektifan perfusi
pola nafas
jaringan perifer
2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan darah tepi lengkap. Peningkatan hemoglobin dan
hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang akut. Jumlah sel
darah putih yang meninggi mendukung adanya infeksi. Trombositopenia
mengisyaratkan kemungkinan koagulopati, trombositosis
mengisyaratkan kemungkinan kanker paru.
 Kajian koagulasi, pemeriksaan hemostase berupa waktu protombin (PT)
dan waktu tromboplastin parsial (aPTT) dianjurkan apabila dicurigai
adanya koagulopati atau apabila pasien tersebut menerima warfarin/
hepatin
 Analisis gas darah arterial harus diukur apabila sesak yang jelas dan
sianosis
 Pemeriksaan dahak. Pasien dengan darah yang bercampur dengan
dahak, pewarnaan gram, BTA atau preparasi kalium hidroksida dapat
mengungkapkan penyebabinfeksi dan pemeriksaan sitopatologik untuk
kanker
2. Pencitraan Imaging
 Radiografi dada akan menunjukkan adanya kelainan pada pleura
misalnya massa paru, pneumonia, penyakit paru kronis, atelaktasis, lesi
kavitas atau infiltrate yang mungkinmenjadi sumber perdarahan dan
penyebab perdarahan. Keuntungannya pengguanaan lebih cepat,
murah dan mudah
 Arteriografi bronchial selektif dilakukan bila bronkoskopi tidak dapat
menunjukkan lokasi perdarahan massif. Emboli arteri bronchial selektif
untuk mengendalikan perdarahan dapat berfungsi sebagai terapi yang
definitive atau sebagai tindakan antara hingga torakotomi dapat
dilakukan.
 Pemeriksaan ct scan dapat memberikan informasi yang jelas dari foto
thoraks, misalnya gambaran bronkiektasis atau karsinoma bronkus yang
berukuran kecil. Pemeriksaan ct scan dengan resolusi tinggi merupakan
metode pilihan dalam diagnosis bronkoskopi, kecuali dalam keadaan
kegawat daruratan.

3. Pemeriksaan bronkoskopi
Pemeriksaan broncoskopi digunakan untuk membantu
mengidentifikasi perdarahan aktif dan memeriksa saluran perdarahan pada
penderita hemoptisis massif. Bronkoskopi ini bersifat kaku peranannya
dalam hemoptosis massif untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
Pemeriksaan bronkoskopi sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan
berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
- Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
- Batuk darah yang berulang – ulang
- Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis,


lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat
untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial,
mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan
batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan
disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop
fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk
menentukan lokasi perdarahan. Dalam mencari sumber perdarahan pada
lobus superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan
bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari
bekuan darah serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan
penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan. Esuai

2.9 Penatalaksanaan
 Hemoptisis non-masif
Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar. Penyebab tersering
hemoptisis non massif terutama yang terjadi akut adalah bronchitis, risiko
pasien ringan dengan gambaran radiologi yang normal. Penatalaksanaan
kondisi pasien seperti ini dapat dengan monitoring airway, breathing, dan
circulation serta pengobatan terhadap penyebabnya misalnya dengan
pemberian antibiotic bila diperlukan, tetapi bila batuk darah ini cenderung
makin lama, berlangsung terus atau sulit dijelaskan dianjurkan untuk evaluasi
oleh ahli paru.
1. Terapi dasar.
Pasien harus istirahat total, dengan posisi paru yang mengalami
perdarahan di bawah. Refleks batuk harus di tekan dengan kodein fosfat
30 – 60 mg intramuskular setiap 4 – 6 jam selama 24 jam.
2. Terapi spesifik.
Terapi spesifik adalah pengobatan atas penyakit dasar penyebab
perdarahan tersebut.
 Hemoptisis massif
Prinsip penatalaksanaan hemoptisis massif terdiri dari beberapa langkah
yaitu menjaga jalan nafas dan stabilisasi penderita, menentukan lokasi
perdarahan dan memberikan terapi. Langkah pertama merupakan prioritas
tindakan awal. Setelah penderita lebih stabil, langkah kedua ditujukan untuk
mencari sumber dan penyebab perdarahan. Langkah ketiga dimulai setelah
periode perdarahan akut telah teratasi, dan ditujukan untuk mencegah
berulangnya hemoptisis dengan memberikan terapi spesifik sesuai
penyebabnya, bila memungkinkan. Penderita dengan hemoptisis massif
harus di monitor dengan ketat di instalasi perawatan intensif.

Langkah I. Menjaga jalan nafas dan stabilisasi penderita


Setelah diagnosis hemoptisis ditegakkan, upaya pembebasan jalan nafas
dilakukan untuk menghindari resiko aspirasi. Aspek lain yang harus di ingat
meliputi resusitasi cairan, suplementasi oksigen, koreksi gangguan
pembekuan darah, pemberian antitusif ringan, laksan dan sedasi ringan
diberikan sesuai indikasi. Langkah tahap ini merupakan upaya konservatif
dalam penatalaksanaan hemoptisis di RS Persahabatan, yaitu:
- Menenangkan dan mengistirahatkan penderita sehingga perdarahan lebih
mudah berhenti. Penderita perlu diberitahu agar tidak takut membatukkan
darah yang ada di saluran nafasnya.
- Menjaga jalan nafas tetap terbuka. Apabila terdapat tanda sumbatan jalan
nafas perlu dilakukan penghisapan (suction). Suction dengan bronkoskop
akan lebih baik, tetapi memerlukan keterampilan khusus. Pemberian
suplementasi oksigen lebih banyak menolong kecuali bila jalan nafas
dibebaskan.
- Resusitasi cairan dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid.
- Transfusi darah diberikan bila hematokrit turun di bawah nilai 25 – 30%
atau hemoglobin (Hb) dibawah 10% dan perdarahan masih berlangsung.
- Laksan (stool softener) dapat diberikan untuk menghindari kemungkinan
mengedan.
- Bila batuk mencetuskan terjadinya perdarahan lebih lanjut dapat diberikan
obat sedasi ringan untuk mengurangi kegelisahan penderita dan tirah
baring. Obat antitusif ringan hanya diberikan bila terdapat batuk yang
berlebihan dan merangsang timbulnya perdarahan yang lebih banyak.
- Manipulasi dinding dada yang berlebihan harus dihindari seperti perkusi
dinding dada dan spirometri. Pemberian obat supresi reflex batuk seperti
kodein dan morfin harus dihindari.
- Hipoksemia yang mengalami perburukan merupakan tanda bahwa
perdarahan mengganggu pertukaran gas dan harus diberikan
suplementasi oksigen.
- Bila terjadi serangan batuk darah, tergantung dari keadaan penderita:
 Penderita dengan keadaan umum dan reflex batuk baik, maka
penderita duduk dan diberikan instruksi cara membatukkan darah
dengan benar.
 Penderita dengan keadaan umum berat dan reflex batuk kurang
adekuat, maka posisi penderita Trendelenbreg ringan dan miring ke
sisi yang sakit (lateralisasi) untuk mencegah aspirasi darah kesisi
yang sehat.
- Bila batuk berdarah tetap berlanjut dan terjadi perburukan hipoksemia,
maka penderita perlu diintubasi dengan pipa endotrakeal berdiameter
besar agar memungkinkan penggunaan bronkoskopi serat optic lentur
untuk evaluasi, melokalisir perdarahan dan tindakan penghisapan
(suctioning).
- Intubasi paru unilateral dapat dilakukan untuk melindungi paru yang sehat
dari aspirasi darah. Bila sumber perdarahan dari paru kanan, bronkoskop
dimasukkan ke bronkus utama kiri dan paru kiri di intubasi dengan
bantuan bronkoskopi. Bila sumber perdarahan dari paru kiri, trakea
diintubasi dengan bantuan bronkoskop, dan penderita dalam posisi lateral
kiri untuk meminimalisasi aspirasi. Kemudian kateter forgarty nomer 14F
dimasukkan di samping pipa endotrakeal sampai beberapa sentimeter di
bawah cuff. Kateter forgarty diarahkan ke bronkus utama kiri dengan
bantuan bronkoskop dan balon dikembangkan di brokus utama kiri,
sehingga kateter fogarty berada di paru kanan. Intubasi selektif di paru
kanan tidak disarankan karena memiliki resiko menutupi orifisium lobus
atau paru kanan.
- Intubasi dengan kateter lumen ganda (double lumen endotracheal tubes)
juga dapat digunakan untuk mengisolasi paru yang tidak mengalami
perdarahan, sehingga mengurangi resiko aspirasi. Setelah sumber
perdarahan diketahui ujung pipa endotrakea di paru yang mengalami
perdarahan ditutup (clamped), sedangkan ujung pipa endotrakea disisi
yang tidak berdarah dihubungkan dengan ventilator untuk menjamin
ventilasi. Menunjukkan pipa endotrakeal lumen ganda yang memiliki
lumen trakeal dan lumen broncial, yang dimasukka ke bronkus utama kiri.
Lumen trakeal tetap berada di suprakarina dan memberikan ventilasi
untuk paru kanan dan menghindari tertutupnya orifisium lobus atas paru
kanan. Pemasangan pipa endrotrakea lumen ganda harus di pasang oleh
operator berpengalaman karena kemungkinan dapat terjadi obstruksi
karena pipa endotrakea lumen ganda tersebut sehingga menghalangi
penghisapan jalan nafas dan evaluasi dengan bronkoskop.

Langkah II. Mencari sumber dan penyebab perdarahan

Jika penderita telah stabil, perlu dicari sumber dan penyebab perdarahan
secepat dan setepat mungkin. Lokasi perdarahan dan penyebabnya perlu
diketahui untuk dapat memberikan terapi spesifik. Langkah ini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan radiologi ( foto thoraks, ct-scan, angiografi)
dan dengan bronkoskopi (BSOL maupun bronkoskop kaku).
Langkah IIIPemberian Terapi Spesifik

Pemberian terapi spesifik dilakukan untuk menghentikan perdarahan


dan mencegah berulangnya perdarahan. Pemberian terapi spesifik dapat
dilakukan melalui bronkoskopi dan terapi non brokoskopik.

1. Bronkoskopi terapeutik
a) Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis dingin (iced saline
lavage) pemberian larutan garam fisiologis dingin dimaksudkan untuk
meningkatkan hemostasis dengan menginduksi vasokontriksi. Suatu
study tanpa kontrol mengamati 23 penderita yang diberi pembilasan
dengan aliquot 50ml sekuansial dengan suhu 40c (total 500ml) melalui
bronkoskop kaku. Ternyata kontrol perdarahan dicapai pada 21
penderita.
b) Pemberian obat topical
Pemberian epinefrin topikal dengan konsentrasi 1/20.000
dimaksudkan untuk vasokontriksi pembuluh darah, namun
efektifitasnya masih dipertanyakan. Terutama pada hemoptisis masif.
Tsukomoto dkk melakukan study pemberian trombin topikal dan
larutan fibrinogen –trombin namun terapi masih perlu penelitian lebih
lanjut.
c) TamponadeEndobronkial
Isolasi pendarahan menggunakan kateter balon tamponade dapat
mencegah aspirasi darah keparuh kontra lateral dan menjadi
pertukaran gas pada hemoptisis masif
d) Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser)
Fototerapi menggunakan laser neodimium-yetrium-aluminium-garnet
(Nd-YAD) telah digunakan sebagai terapi paliatif dengan hasil
bervariasi pada penderita hemoptisis masif. Terapi ini digunakan
pada penderita dengan pendarahan endobronkial karna kemampuan
koagulasinya
2. Terapi non Bronkoskopi
a) Pemberian terapi medicamentosa
b) Fasopresin iv merupakan vasokonstriktor sistemik dengan dosis 0,2-
0,4 unit per menit telah digunakan untuk mengatasi hemoptisis masif
c) Pemberian asam traneksamat (anti fibrinolitik) untuk mengahambat
aktivasi plasminogen dilaporkan dapat mengontrol hemoptisis pada
penderita fibrosis kistik yang tidak dapat terkontrol oleh embolisasi
arteri bronkial
d) Pemberian kosteroit sistemik dengan obat sitotoksik dan
plasmaveresis mungkin dapat bermanfaat pada penderita hemoptisis
masif akibat pendarahan alveolar penyakit autoimun.
e) Pemberian gonadotropin relesing hormon agonis ( GnRH) atau
danasol mungkin bermenfaat pada terapi jangka panjang penderita
hemoptisis katamenial
f) Hemoptisis karena penyakit infeksi TB,infeksi jamur atau kuman lain
maka diberikan anti tuberkolosis, anti jamur ataupun antibiotik.
g) Radioterapi untuk mengatasi hemoptisis masif dilaporkan penderita
astergiloma yang gagal terapi dengan embolisasi. Mekanisme adalah
melalui mengurangi pembekakan dan induksi nekrosis sumber
perdarahan sehingga menghasilkan trombisis vaskuler dan kompresi
edema perivaskuler.

3. Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner


Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang menjadi
sumber perdarahan denganembolisasasi transkateter. Embolisasi dapat
dilakukan pada arteri bronkialis dan sirkulasi pulmonal. Teknik ini dipilih
untuk penderita dengan penyakit bilateral. Fungsi paru sisa yang minimal,
menolak operasi ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi. Terapi
ini dapat dilakukan beberapa kali untuk mengontrol perdarahan.
Embolisasi memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol pendarahan
(jangka pendek) antara 64-100%. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu
akibat oklusi arteri bronkialis yaitu nyeri dada, demam,maupun emboli
etopik.
4. Bedah
Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita hemoptisis
masif yang sumber pendarahannya telah diketahui dengan pasti. Fungsi
paru adekuat,tidak ada kontraindikasi bedah, ada kontraindikasi emboli
arteri atau kecurigaan perforasi arteri pulmonel dan ruptur misetoma
dengan kolateral arteri yang banyak.
Resiko utama hemoptisis masif adalah asfeksi dari darah didalam
saluran nafas.
Terapi umumnya :
a) Mempertahankan terbukanya saluran nafas,pemasangan selang
endotrakeal memungkinkan kita melakukan penghisapan darah dari
saluran napas dan kemudian menghubungkannnya dengan suatu
ventilator. Yang ideal adalah selang endotrakeal dengan lumen
ganda.
b) Apabila diketahui lokasi pendarahan, maka pasien harus ditempatkan
dengan paru yang mengalami pendarahan dibawah untuk melindungi
paru yang baik.
c) Menekan batuk dengan kodeinfosfat 36-60mg secara intramuskular.
d) Mempertahankan tekanan darah dengan darah segar dan plasma
ekspander apabila dicurigai terjadi koagulopati,maka dapat diberika
plasma segar beku (fresh frozenplasma)
Penanganan Awal Pada Hemaptoe
hemaptoe

 Pernapasan, tindakan pencegahan kontak


 Suplementasi oksigen, oksimetri pulsa
 CBC, elektrolit, BUN, ABG, profil koagulasi, D-dimer, urinalisis
 Jenis dan lintas, permintaan minimal 6 U dari dikemaseritrosit
 Dua jalur intravena berdiameter besar
 Rontgen dada
 Meminta tempat tidur ICU
 Paru berkonsultasi

Koagulopati benar, jika ada

tanda-tanda vital dan oksigenasi


Lemah adekuat

Intubasi, transfusi Dada CT dengan kontras

Pendarahan lokal oleh Pendarahan tidak lokal lesi kavitas:


bronkoskopi oleh bronchoscopy mempertimbangkan TB,
infeksi jamur, abses;
lembaga isolasi
tamponade pengobatan
pernapasan
endobronkial konservatif
atau double / single-
lumen Massal atau nodul:
intubasi bronchial pertimbangkan
neoplasma

infiltrat:mulai antibiotik

Algoritma untuk pengelolaan hemoptisis di


departemen darurat. gas ABG =arteri darah; Interstitial atau reticular

BUN = urea darah nitro-gen; count = darah pattern:pertimbangkan

lengkap CBC; CT = computed tomography; Unit Goodpasture,vaskulitis,

ICU = perawatan intensif; PE = emboli paru; TB penyakit paru-

= tuberculosis.((Jean 2005)) paruinterstitial

penyakit pembuluh
darah:aneurisma,
PE,malformasi arteri
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan
oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi,yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
2.11 Prognosis
Hemopthosis merupakan suatu gejala dari suatukelainan
dasar.Kebanyakan penderta memiliki prognosisyang baik. Namun penderita
hemoptosis akibat keganasan dan gangguan pembekuan darah memiliki
prognosis yang lebih buruk.
Keberhasilan terapi diartikan sebagai berhentinya perdarahan dan tidak
terjadi kekambuhan. Hasil terapi konservatif mengalami perbaikan sejak
berkembangnya teknik pengendalian perdarahan secara endobrakial dan
emboli artei. Angka kekambuhan pada embolisasi arteri setelah 6 bulan
pengamatan di dapat sebesar 23 %.
Pengamatan terapi konservatif yang pernah di lakukan di RS
Persahabatan Jakarta adalah terapi noninvasive (medikamentosa). Kematian
akibat asfiksia terjadi pada 16 penderita dari 18 orang penderita yang
meninggal, sedangkan 2 penderita lainnya mengalami perdarahan yang hebat.
Bab III

Case Study

3.1 Kasus
Seorang pasien laki-laki berusia 17 tahun datang ke RSPAD dengan keluhan
sejak empat hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh batuk
berdarah dan mimisan. Batuk disertai dahak yang bercampur dengan darah
bewarna merah segar. Batuk disertai dengan nyeri dada sehingga pasien terasa
sulit bernafas. Nyeri dada terasa diseluruh bagian dada dan tidak dapat
ditunjuk. Nyeri datang tiba-tiba dan membaik dengan sendirinya dengan skala
nyeri 6 dari 10.Awalnya pasien datang dengan mengeluh batuk kering sekitar
satu bulan sebelumnya.Batuk kering disertai dengan demam dan pilek. Demam
dirasakan naik turun dan lebih panas bila malam hari. Demam terjadi setiap hari
disertai dengan menggigil dan keringat malam membaik bila diberi obat penurun
panas.Pasien sudah berobat ke puskesmas tetapi keluhan tidak kunjung
membaik.Menurut pasien tidak ada keluarga yang memiliki seperti ini karena
ibunya dan keluarganya hanya memiliki riwayat tekanan darah tinggi, hanya
saja ada salah satu guru disekolahnya memiliki riwayat batuk lama dengan
tubuh kurus, tetapi pasien tidak mengetahui penyakit yang diderita gurunya.
Untuk keluhan mimisan dimulai sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya mimisan hanya pada hidung sebelah kanan, Kemudian menjadi
kedua hidung, darah yang keluar berupa darah segar disertai dengan gumpalan
darah. Pasien sering mengeluh hidungnya tersumbat, ketika mencoba
mengeluarkan ingus terdapat gumpalan darah kemudian terjadi mimisan.
Mimisan terjadi 4-5 hari, dalam sehari darah keluar kira-kira ¼ gelas aqua yang
keluar setiap kali mimisan.Pasien kelihatan cemas menghadapi keadaannya,
pasien mengatakan tidak mengerti mengapa beberapa hari ini mudah
mimisandan merasa lemah. Sebelumnya padahal tidak pernah mengalami
mimisan .
Penangung jawab pasien adalah ibunya yang berusia 40 tahun, pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga yang beragama islam. Menurut ibu pasien
pasienmengalami penurunan berat badan . Awalnya berat badan pasien 39 kg
sekarang 38 kg mengalami penurunan 1 kg selama sakit dan memiliki riwayat
trauma pada bagian perut saat latihankarate satu minggu sebelum masuk
rumah sakit. Selain itu saat pasien lahir pernah terdiagnosa memiliki kelainan
septum, tetapi menutup dengan sendirinya sehingga tidak dilakukan tindakan
operasi.Dari pemeriksaan di dapat data sebagai berikut keadaan umum : lemah
TD: 130/100 mmhg,suhu 39,3 c, N: 115x/ menit, nafas : 28x/menit. CRT > 2
detik. Pemeriksaan terfokus Hidung : Inspeksi : simetris, deviasi septum (-),
nafas cuping hidung (+), perdarahan (+), secret (-), penciuman normal, Mulut :
Inspeksi : simetris, bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips
breathing (+), gusi : hiperemis (-), perdarahan (-), lidah : glositis (-), atrofi papil
lidah (-), gigi : caries (-), mukosa normal, Thorax : Inspeksi : bentuk dan ukuran
dada normal, pergerakan dinding dada kiri tertinggal, fossa intra dan
supraklavikul cekung simetris, fossa jugularis normal permukaan dinding dada :
massa (-), scar(-), iga dan sela iga tak tampak kelainan, iga dan sela iga tak
tampak kelainan, otot bantu pernapasan tidak aktif, respiratory ratenya, palpasi :
edema (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-), denyutan (-), posisi
mediastinum di tengah, ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra,
pengembangan dinding dada tidak simetris, kiri tertinggal, vocal veremitus dada
kiri menurun, perkusi : sonor lapang paru kanan, perkusi redup pada paru kiri
setinggi ICS 2-3, batas paru kanan : ICS II parasternal dextra , batas paru kiri
ICS V midclavicula sinistra, batas paru hepar : ekspirasi ICS VI, inspirasi ICS
VII, auskultasi: cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-), pulmo :
vesicular (+/+), ronki (-), wheezing (-) Pemeriksaan lab : Uji tuberlin positif
dengan ukuran 2x1,5cm, pemeriksaan BTA sputum negative

Parameter 01 /12/16 Normal


HGB 10 11,5 -16,5 g/dl
HCT 31 37-45 %
WBC 13,29 4,0-11,0 (10 ^3/𝜇𝐿)
MCV 96,6 82,0-92,0 (fL)
MCH 31,2 27,0-31,0 (pg)
MCHC 32,3 32,0-37,0(g/dL)
PLT 323 150-400 (10^3 𝜇𝐿)
GDS 128 < 160
Kreatinin 0,9 0,9-1,3
Ureum 32 10-50
SGOT 29 <40
SGPT 33 <41

3.2 Asuhan Keperawatan


1. Analisa Data

Data Penunjang Etiologi Problem


Ds: Mycobacterium Kekurangan
tuberculosis
 Pasien mengatakan volume cairan
sejak empat hari yang Batasan
Masuk melalui pernafasan
lalu sebelum masuk karakterikstik :
atas/ inhalasi droplet
rumah sakit pasien  Peningkatan
mengeluh batuk ferkuensi nadi
Kolonisas bakteri pada
berdarah dan  Peningkatan
saluran pernapasan
mimisan. suhu tubuh
bawah (Bronkus dan
 Pasien mengatakan  Penurunan
alveolus)
batuk disertai dahak berat badan
yang bercampur  kelemahan
Infeksi
dengan darah
bewarna merah
Menghalangi proses difus
segar. oksigen
 Pasien mengatakan
batuk kering disertai Edema / hiperventilasi
dengan demam dan antara kapiler dan alveoli
pilek.
 Pasien mengatakan Alveoli pecah
hidungnya tersumbat,
ketika mencoba Perdarahan jaringan intra
alveoli
mengeluarkan ingus
terdapat gumpalan
darah kemudian Kolaps arteri dan kapiler
terjadi mimisan kira-
kira ¼ gelas aqua Tekanan darah paru naik
yang keluar setiap
kali mimisan. Batuk darah
 Menurut pasien tidak
ada keluarga yang Penurunan jumlah cairan
intravaskuler
memiliki keluhan
serupa, ibunya hanya
Berlangsung secara terus
memiliki riwayat
tekanan darah tinggi,
Penurunan jumlah cairan
hanya saja ada salah
intravaskuler dalam jumlah
satu guru
yang banyak
disekolahnya memiliki
riwayat batuk lama
Kekurangan volume
dengan tubuh kurus, cairan
tetapi pasien tidak
mengetahui penyakit
yang diderita
gurunya.
 Menurut ibu pasien,
pasien mengalami
penurunan berat
badan . awalnya
berat badan pasien
39 kg sekarang 38 kg
mengalami
penurunan 1 kg
selama sakit
 Pasien merasa lemah
DO:
 TD: 130/100 mMHg
 Suhu 39,3oc
 N: 115/ menit
 Respirasi pernafasan:
28x/menit
 CRT >2 Detik
 BB awal 39 kg , bb
sekarang 38 kg
 Pemeriksaan
penunjang
laboratorium :
- Uji tuberlin positif
dengan ukuran
2x1,5cm
- Hb 10 g/dl
- HCT 31 %
- WBC 13,29(10
^3/𝜇𝐿)
- MCV 96,6 (fL)
- Pemeriksaan
BTA sputum
negative
DS: Mycobacterium Ketidak efektifan
tuberculosis
 Pasien mengatakan pola nafas
batuk disertai dengan Masuk melalui pernafasan Batasankarakteris
nyeri dada sehingga atas/ inhalasi droplet tik :
pasien terasa sulit - Takipnea
bernafas, Kolonisas bakteri pada - Pernapasan
 Menurut pasien skala saluran pernapasan cuping hidung
nyerinya 6 dari 10 bawah (Bronkus dan - Pernapasan
DO : alveolus) bibir
 Inspeksi : pasien
tidak dapat menunjuk Infeksi
lokasi nyeri , nafas
cuping hidung (+),
Menghalangi proses difus
perdarahan hidung oksigen
(+), pursed lips
Edema / hiperventilasi
breathing (+), antara kapiler dan alveoli
pergerakan dinding
Alveoli pecah
dada kiri tertinggal
Perdarahan jaringan intra
 Palpasi: vocal alveoli
veremitus dada kiri
Kolaps arteri dan kapiler
menurun
 Perkusi : sonor Tekanan darah paru naik
lapang paru kanan, Batuk darah
perkusi redup pada
Penurunan jumlah cairan
paru kiri setinggi ICS intravaskuler
2-3
Jumlah hemoglobin dlm
 Auskultasi : vesicular darah menurun
(+/+),
Suplai Oksigen ke jaringan
 CRT >2detik menurun

Sesak

Penggunaan otot-otot
bantu pernapasan

Pernapasan cuping hidung

Ketidak efektifan pola


nafas
DS: Mycobacterium Anxietas
tuberculosis
 Pasien mengatakan Batasan
hidungnya tersumbat, Masuk melalui pernafasan karakteristik :
ketika mencoba atas/ inhalasi droplet - Gelisah
mengeluarkan ingus - Peningkatan
terdapat gumpalan Kolonisas bakteri pada denyut nadi
darah kemudian saluran pernapasan - Peningkatan
terjadi mimisan kira- bawah (Bronkus dan frekuensi
kira ¼ gelas aqua alveolus) pernafasan
yang keluar setiap - Peningkatan
kali mimisan. Infeksi tekanan darah
 Pasien sering
bertanya tentang Menghalangi proses difus
oksigen
keadaanya
DO:
Edema /hiperventilasi
 TD: 130/100 mMHg antara kapiler dan alveoli
 Suhu 39,3oc
 N: 115/ menit Alveoli pecah
 CRT > detik
 Respirasi pernafasan: Perdarahan jaringan intra
28x/menit alveoli

 Inspeksi : tampak
Kolaps arteri dan kapiler
gelisah

Tekanan darah paru naik

Batuk darah

Kurang terpajan informasi

Mekanisme koping tidak


efektif
gelisah

System s.simpatis
merespon keadaan ini

Menstimulus hormone
adrenalin

TD ↿, nadi ↿

ansietas

DS: Mycobacterium Resiko syok


tuberculosis
 Pasien mengatakan Batasan
sejak empat hari yang Masuk melalui pernafasan karakterikstik :
lalu sebelum masuk atas/ inhalasi droplet Hipovolemia
rumah sakit pasien Hipoksia
mengeluh batuk Kolonisas bakteri pada Sepsis
berdarah dan saluran pernapasan
mimisan. bawah (Bronkus dan
 Pasien mengatakan alveolus)
hidungnya tersumbat,
ketika mencoba Infeksi
mengeluarkan ingus
terdapat gumpalan Menghalangi proses difus
oksigen
darah kemudian
terjadi mimisan kira- Edema / hiperventilasi
antara kapiler dan alveoli
kira ¼ gelas aqua
yang keluar setiap Alveoli pecah
kali mimisan. Perdarahan jaringan intra
 Menurut pasien tidak alveoli
ada keluarga yang Kolaps arteri dan kapiler
memiliki keluhan
serupa, ibunya hanya Tekanan darah paru naik
memiliki riwayat
tekanan darah tinggi,
Batuk darah
hanya saja ada salah
satu guru
Penurunan jumlah cairan
disekolahnya memiliki intravaskuler
riwayat batuk lama
Berlangsung secara terus
dengan tubuh kurus,
tetapi pasien tidak
Penurunan jumlah cairan
mengetahui penyakit
intravaskuler dalam jumlah
yang diderita
yang banyak
gurunya.
DO: Rejatan hipovolemi
 TD: 130/100 mMHg
 Suhu 39,3oc Resiko syok
 N: 115/ menit
 CRT > detik
 Respirasi pernafasan:
28x/menit
2. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan hiperventilasi
3. Anxietas b/d perubahan besar (status kesehatan)
4. Resiko syok
Prioritas diagnose : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
hiperventilasi
5. Intervensi keperawatan
Diagnosa Noc Nic
1. Kekurangan Noc : Nic :
volume cairan - Fluid balance  Pertahankan catatan
b/d kehilangan - Hydration intake dan output
cairan aktif - Nutrition status : yang akurat
food and fluid  Monitor hasil lab, yang
intake sesuai retensi cairan
setelah (Bun, Hmt,
dilakukan osmolalitas urin,
tindakan albumin, total protein)
keperawatan  Monitor vital sign
selama 1x8jam setiap 15 menit -1jam
kekurangan Kolaborasi
volume cairan  Kolaborasi
teratasi dengan pemberian cairan iv
criteria hasil :  Berikan nasogastrik
 Tekanan darah, sesuai output (50-
nadi, suhu 100cc/jam )
tubuh dalam
batas normal
 Elektrolit, Hb,
hmt dalam
batas normal
 Intake oral dam
intravena
adekuat
2.Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola nafas - Respiratory Airway management
berhubungan status : - Posisikan pasien
hiperventilasi ventilation untuk
- Respiratory memaksimalkan
status airway ventilasi
patency - Lakukan fisioterapi
- Vital sign status dada jika perlu
Setelah - Keluarkan secret
dilakukan dengan batuk atau
tindakan suction
keperawatan 1x - Auskultasi suara
8 jam diharap nafas, catat adanya
pasien mampu suara tambahan
memenuhi - Monitor respirasi dan
Kriteria Hasil : status O2
 Menunjukkan Terapi oksigen
jalan nafas yang - Atur peralatan
paten (irama oksigenasi
nafas, frekuensi - Monitor aliran
pernapasan oksigen
dalam rentang - Pertahankan posisi
normal) pasien
 Tanda –tanda - Monitor adanya
vital dalam kecemasan pasien
rentang normal terhadap oksigenasi
Vital sign monitor
- Monitor TD, suhu,
dan rr
- Monitor kualitas nadi
- Monitor pola
pernafasan
- Monitor suhu, warna
dan kelembapan
kulit

3. Anxietas b/d Noc : Nic


perubahan - kontrol kecemasan Anxiety reduction
besar (status - koping (penurunan
kesehatan) Setelah di lakukan kecemasan)
asuhan keperawatan  Gunakan pendekatan
selama 1x8 jam yang menenangkan
kecemasan teratasi  Temani pasien untuk
dengan criteria hasil memberikan
 Klien mampu keamanan dan
mengidentifikasi mengurangi takut
dan  Berikan informasi
mengungkapkan factual mengenai
gejala diagnosis, tindakan
kecemasan prognosis
 Mengidentifikasi,  Libatkan keluarga
mengungkapkan untuk mendampingi
dan menunjukkan klien
teknik untuk  Dengarkan dengan
mengotrol cemas penuh perhatian
 Vital sign dalam  Identifikasi tingkat
batas normal kesemasan
 Postur tubuh,  Dorong pasien untuk
ekspresi wajah, mengungkapkan
bahasa tubuh persaan, ketakutan,
dan tingkat persepsi
aktifitas  Kelola pemberian obat
menunjukkan anti cemas
berkurang
kecemasan
-

4. resiko syok Noc : Nic:


Oxygen therapy
 Pastikan jalan nafas
bersih dari secret
 Mempertahankan
jalan nafas
 Monitor aliran oksigen

BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan
Hemoptoe/ hemoptysis/ batuk darah adalah ekspektorasi darah yang
berasal dari saluran pernapasan bawah (paru, percabangan bronkus) atau
saluran cerna yang menunjukkan tanda gejala dari suatu penyakit infeksi.
Klasifikasi berdasarkan penyebabnya yaitu batuk darah idiopatik, batuk darah
sekunder. Di dasarkan dari perkiraan jumlah darah yang di batukkan : bercak
(Streaking), Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah di batukkan 20-
600mL di dalam 24 jam. Hemoptisis massif darah yang di batukkan dalam
waktu 24 jam lebih dari 600 mL biasanya kanker paru, pseudohemoptisis,
Klasifikasi menurut Pusel: + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam
bentuk garis-garis dalam sputum, ++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml,
+++ : batuk dengan, Klasifikasi menurut Johnson berdasarkan darah yang di
keluarkan : Single hemoptysis repeated hemoptysis, Frank hemoptysis. Untuk
etiologinya bisa disebabkan dari pembuluh darah kecil, besar , jamur dll.
Manifestasi Klinis :batuk darah keluar bersama riak (bukan bersama
makanan), warna darah merah segar, tampak bercampur lendir dan tampak
berbusa karena adanya gelembung-gelembung udara,kuantitas mungkin
berbeda dengan jumlah yang kecil karena iritasi tenggorokan atau jumlah yang
besar dalam kasus kanker, jika batuk disertai dengan demam tinggi, sesak
napas, pusing, nyeri dada dan darah dalam urin atau feses, pasien harus
mendapatkan perhatian medis yang mendesak tanpa penundaan.
Pemeriksaan Penunjang : pemeriksaan Lab, pemeriksaan radiologi ,
pemeriksaan bronkoskopi. Untuk penanganannya ada yang menggunakan
terapi konsevasi, penanganan awal hempotoe.
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan
oleh tiga faktor :Terjadinya asfiksia, renjatan hipovolemik, aspirasi,yaitu
keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan
paru yang sehat bersama inspirasi.
4.2 Saran

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa askep ini jauh dari kata sempurna
oleh sebab itu, kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun agar
askep selanjutnya bisa lebih baik.Kami harap dengan askep ini pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Hemoptoe.

Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih banyak kepada bapak Abdul
Qodir.S.Kep selaku dosen Emergency Nursing yang telah membantu kami
dalam penyusunan tugas ini untuk memenuhi tugas kelompok Emergency
Nursing yang berjudul Asuhan Keperawatan Hemoptoe.
Daftar Pustaka

- Dwi,Mulya.2014.ReferatHemoptisis.https://www.scribd.com/doc/249394028
- Arief,Nirwan.2009.Kegawatan Paru. Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI RS PERSAHABATAN. Universitas Indonesia.
- Irfa,Intan et all.2014.Gambaran Kejadian Hemoptisis pada Pasien di Bangsal
Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2011 – Desember 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas
- Eddy,Baptiste. 2005.Management of Hemoptysis in the Emergency
Departement. NY : Hospital Physician
- Ana,Larici.2014. Diagnosis and Management of Hemoptysis.USA: turkish society
of radiologi
- M, Rasmin.2009.Journal Hemoptisis.
- Marleen, Fitriah Sherly et.al.2011.Embolisasi Arteri Bronkial pada Hemoptisis.
Tugas Emergency

Asuhan Keperawatan Hemoptoe

Di susun oleh :

1. Desy Christiani (1305.14201.206)


2. Dewi Restyani (1305.14201.208)
3. Rista Ayu Biyanita (1305.14201.248)
4. Zenobius lewo werang (1305.14201.262)
5. Imelda Ambu Kaka (1305.14201.263)
6. Moch. Kholil (1305.14201. 271)
7. Wahyu Miftahul Huda (1304.14201.149)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
TAHUN 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai