Anda di halaman 1dari 10

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah suatu tahapan terakhir siklus kehidupan pada saat

seseorang sudah mulai berkurang peran sosialnya (Basford, 2006).

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998

tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres

lingkungan (Pudjiastuti, 2009).

2.1.2 Batasan – Batasan Lansia

Menurut WHO (2010), batasan umur untuk lansia dibedakan lagi

menjadi :

1. usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

2. usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun

3. usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

6  
 
7

2.1.3 Perubahan – Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu

perubahan biologis, psikologis, sosiologis.

2.1.3.1 Perubahan biologis

a. Penurunan Fungsi Indra

Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga

dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan

gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar

Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi

karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.

b. Penurunan Fungsi Pencernaan

Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran

pencernaan seperti perut kembung serta nyeri yang menurunkan nafsu makan

usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air

besar yang dapat menyebabkan wasir.

c. Penurunan Fungsi Motorik

Kemampuan motorik yang menurun menyebabkan usia lanjut menjadi

lambat, kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan. Gangguan tersebut

dapat mengganggu aktivitas atau kegiatan sehari-hari.

d. Penurunan Fungsi Kognitif

Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan

penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan

berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas


8

bertujuan apraksia, dan ganguan dalam menyusun rencana yang mengakibatkan

kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau

pikun.

2.1.3.2 Perubahan psikologis

Pada usia lanjut juga terjadi ketidak mampuan untuk mengadakan

penyesuaian – penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain

sindroma lepas jabatan serta sedih yang berkepanjangan.

2.1.3.3 Perubahan sosiologi

Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status sosial seseorang sangat

penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status sosial usia

lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan

persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut. Aspek sosial ini

sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat

mempersiapkan diri sebaik mungkin.

2.2 Konsep Kognitif Lansia

2.2.1 Pengertian Kognitif

Konsep kognitif (dari bahasa Latin cognosere, untuk mengetahui atau

untuk mengenali) merujuk kepada kemampuan untuk memproses informasi,

menerapkan ilmu, dan mengubah kecenderungan (Nehlig, 2010).

Kognisi adalah suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-

kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan

fungsi psikomotor. Malah, setiap aspek ini sendiri adalah kompleks. Bahkan,
9

memori sendiri meliputi proses encoding, penyimpanan dan pengambilan

informasi serta dapat dibagikan menjadi ingatan jangka pendek, ingatan jangka

panjang dan working memory. Perhatian dapat secara selektif, terfokus, terbagi

atau terus-menerus, dan persepsi meliputi beberapa tingkatan proses untuk

mengenal objek yang didapatkan dari rangsangan indera yang berlainan (visual,

auditori, perabaan, penciuman). Fungsi eksekutif melibatkan penalaran,

perencanaan, evaluasi, strategi berpikir, dan lain-lain. Pada sisi lain, aspek

kognitif bahasa adalah mengenai ekspresi verbal, perbendaharaan kata,

kefasihan dan pemahaman bahasa. Fungsi psikomotor adalah berhubungan

dengan pemrograman dan eksekusi motorik. Tambahan pula, semua fungsi

kognitif di atas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti suasana hati (sedih

atau gembira), tingkat kewaspadaan dan tenaga, kesejahteraan fisik dan juga

motivasi (Nehlig, 2010).

Kognisi sangat sulit untuk diartikan secara definitif karena konsep ini

digunakan secara meluas dalam berbagai konteks (neurokognitif, sains kognitif,

psikologi kognitif, dan sebagainya) yang memberikan beberapa definisi yang

khusus tetapi tidak ada satu pun yang umum. Oleh sebab itu, secara

sederhananya fungsi kognitif ini dapat disimpulkan sebagai semua proses mental

yang digunakan oleh organisme untuk mengatur informasi seperti memperoleh

input dari lingkungan (persepsi), memilih (perhatian), mewakili (pemahaman) dan

menyimpan (memori) informasi dan akhirnya menggunakan pengetahuan ini

untuk menuntun perilaku (penalaran dan koordinasi output motorik) (Bostrom &

Sandberg, 2009).
10

2.2.2 Perubahan Kognitif pada Lansia

Pada lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering

mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Kemunduran

fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa (forgetfulness). Bentuk gangguan

kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang

berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80

tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit

mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada

orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif

Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia sebagai bentuk

klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat

dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas sehari -

hari seseorang (Wreksoatmodjo, 2012).

2.2.3 Faktor Resiko Penurunan Fungsi Kognitif

beberapa faktor resiko yang bisa menyebabkan adanya penurunan fungsi

kognitif yaitu :

a. Usia

Hasil penelitian scanlan et al dalam Saragih, 2010, menunjukkan adanya

hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif. Hasil dari

pengukuran fungsi kognitif pada lansia adalah 16% pada kelompok umur 65-69

tahun, 21% pada 70-74 tahun, 30% pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80 tahun

keatas.
11

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari

pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen

dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area

otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus.

Penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya

level estradiol dalam tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu

dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel

saraf dari toksisitas amiloid pada pasien alzheimer (Yaffe, dkk dalam Myers,

2008).

c. Penyakit yang diderita

Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan

kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat

meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi penurunan substansia

putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan

hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis ( Raz, Rodrigue, & Acker dalam

Myers, 2008). Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan

penyakit vaskuler lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif

(Briton & Marmot dalam Myers, 2008).

d. makanan yang dikonsumsi

faktor makanan juga mempengaruhi fungsi kognitif. Kekurangan vitamin

D sekitar 25% - 54% pada orang berusia 60 keatas dan 74% ditemukan pada

wanita penderita alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh metabolisme vitamin D


12

yang kurang efisien pada orang tua. Karena sumber utama vitamin D adalah

sinar matahari, untuk mempertahankan tingkat serum normal diet saja mungkin

tidak cukup tanpa suplementasi. Hasil dari penelitian vitamin D dalam fungsi otak

adalah adanya reseptor vitamin D pada hippocampus dan merupakan pelindung

dari saraf vitro (Wilkins et al, dalam Myers, 2008).

2.2.4 Penilaian Kognitif

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kognitif adalah

Mini-Mental State Examination (MMSE). MMSE adalah alat pengukur paling

umum yang digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan kognitif pada lansia.

MMSE diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975 dan telah banyak dipakai di

dunia dan di Indonesia juga telah direkomendasikan oleh kelompok studi fungsi

luhur PERDOSSI. Pemeriksaan MMSE meliputi penilaian orientasi, registrasi,

perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Pasien dinilai secara

kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut dan nilai sempurna adalah 30.

2.3 Konsep Permainan Nintendo (Brain Age)

2.3.1 Pengenalan Game Brain Age

Permainan latihan otak Brain Age adalah permainan yang ditujukan untuk

mengasah daya pikir dari pemainnya. Game ini diciptakan terinspirasi oleh

penelitian Dr. Ryuta Kawashima dan dipublikasikan oleh Nintendo. Game ini

diciptakan untuk para lansia dimana bertujuan untuk membantu lansia melatih

fungsi kognitif mereka. Beberapa game yang ada di dalam Brain Age terdiri dari
13

penyelesaian soal aritmatika yang mudah dan kemampuan untuk mengingat.

(Uchida, 2008).

Dalam penelitian ini untuk memainkan game Brain Age yang sudah

dijelaskan tersebut kami menggunakan Nintendo portable games yang bernama

Nintendo DS. Nintendo DS adalah game portable yang diciptakan oleh

perusahaan Nintendo dimana alat ini berkonsep portable sehingga mudah untuk

di bawa dan bisa menjadi teman saat bepergian. Nintendo DS adalah salah satu

game portable terfavorit di negara-negara asia. (Uchida, 2008).

2.3.2 Kerja Brain Age

Di dalam game yang bernama Brain Age ini terdapat sembilan latihan

game. Dalam penelitian ini jumlah game yang akan digunakan adalah empat.

Pada latihan pertama adalah latihan dengan nama Calculation X 20, dimana di

latihan ini peserta diminta untuk menyelesaikan perhitungan aritmatika sebanyak

20 soal. Perhitungan aritmatika ini termasuk penjumlahan, pengurangan dan

perkalian. Kedua, Calculation X 100. Di latihan ini peserta diminta untuk

menyelesaikan 100 soal aritmatika. Ketiga adalah In Low to High. Di latihan ini

peserta diminta untuk mengurutkan angka dari yang terrendah hingga yang

tertinggi. Keempat, In Head Count. Latihan ini memerintahkan peserta untuk

menghitung jumlah orang yang masuk ke dalam rumah dan keluar rumah.

(Nouchi et all., 2012).


14

2.4 Pengaruh Permainan Terapi Latihan Otak Brain Age terhadap

peningkatan fungsi kognitif pada lansia

Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab

terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal sehari-

hari, dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya

ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care

dependence) pada lansia (Reuser et all., 2010). Penurunan fungsi kognitif pada

lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan

kalkulasi, memori dan juga kecepatan berpikir.

Penurunan ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori panjang

dan proses informasi, dalam memori panjang lansia akan kesulitan dalam

mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik

perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang seseorang.

Dalam menghadapi persoalan menurunnya tingkat kognitif pada lansia

sudah ada beberapa penelitian yang membuktikan bisa menjaga atau

meningkatkan fungsi kognitif pada lansia. Seperti melakukan latihan senam otak,

memori ( Smith et all.,2009: Mahncke et all.,2006), kecepatan berpikir (Ball et

all.,2007), fungsi eksekutif (Uchida et all., 2008), atensi (Mozolic et all., 2011) dan

permainan game (Lustig, 2009).

Terapi latihan permainan otak adalah salah satu tipe latihan kognitif pada

lansia (lustig et all.,2009). Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa

bermain permainan otak dapat meningkatkan beberapa fungsi kognitif pada

lansia yang sehat. Salah satu permainan yang terkenal adalah Brain Age yang di

luncurkan oleh Nitendo (Nouchi et all., 2012). Permainan ini berisikan kalkulasi

aritmatika dasar yang dapat menstimulus otak bagian depan (prefrontal cortex).
15

Stimulus tersebut akan merangsang dan mengembangkan jaringan saraf

dibagian tersebut. Prefrontal cortex adalah bagian dari otak yang salah satu

fungsinya adalah mengatur sistem kerja kognitif (transfer effect). Jadi dengan

adanya rangsangan yang ditimbulkan oleh permainan Brain Age pada bagian

prefrontal cortex diharapkan fungsi saraf pada bagian tersebut menjadi baik dan

dapat meningkat fungsi kerjanya. Dengan meningkatnya sistem kerja maka akan

terjadi peningkatan kognitif pada lansia. Oleh karna itu lansia didorong untuk rajin

dan aktif dalam berlatih permainan Brain Age. Sehingga diharapkan setelah

diberikan intervensi latihan Brain Age terdapat perubahan tingkat kognitif pada

lansia.

Anda mungkin juga menyukai