OLEH :
SITI KHOFIFAH
NIM : 201030100402
III. Patofisiologi
Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, tuberculosis paru masih
menjadi penyebab utama hemoptisis Infeksi merupakan penyebab
tersering dari hemoptisis, sekitar 60-70%. Dari infeksi tersebut, 26%
berasal dari bronkitis, 10% disebabkan pneumonia, dan 8% akibat
tuberkulosis. Infeksi dapat menyebabkan inflamasi mukosa dan edema
yang menyebabkan ruptur kapiler superfisial. Kanker primer paru sekitar
23%. Perdarahan pada kanker diakibatkan oleh invasi atau erosi pembuluh
darah oleh tumor. Nodul metastasis pada paru biasanya tidak
menyebabkan hemoptisis.6 Hipertensi arteri pulmonal juga dapat
menyebabkan hemoptisis, walaupun jarang. Namun pada pasien dengan
hipertensi arteri pulmonal dengan hemoptisis, angka kesintasannya hanya
sekitar 60%, dan pasien sering mengalami hemoptisis berulang (75%).7 Di
Indonesia itu sendiri, menurut penelitian di RS Persahabatan, etiologi
tersering dari hemoptisis adalah tuberkulosis (76,6%), infeksi jamur 10%,
dan penyakit lainnya 14%.
Perdarahan bisa berasal dari arteri pulmonal maupun arteri bronkial.
Sekitar 90% dari hemoptisis masif disebabkan oleh perdarahan dari arteri
bronkial karena memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan arteri
pulmonal. Hemoptisis dari arteri pulmonal dapat disebabkan oleh penyakit
yang menyebabkan nekrosis, seperti tuberkulosis, abses paru, aspergilosis,
dan karsinoma.
V. Komplikasi
Komplikasi hemoptisis antara lain instabillitas hemodinamik, aspirasi,
penyumbatan saluran napas, hipoksemia, dan kematian. Komplikasi lain
dapat berupa perforasi pembuluh darah, intima robek, pireksia, nyeri dada,
embolisasi sistemik, dan komplikasi neurologis akibat iskemia korda
spinalis. Menurut beberapa peneliti, kejadian iskemia korda spinalis ini
berkisar antara 1.4-6.5%. Iskemia ini terjadi akibat oklusinya arteri
Adamkiewicz yang memberi suplai oksigen ke arteri spinal anterior.
Beberapa komplikasi embolisasi arteri bronkial telah dilaporkan dalam
literatur. Nyeri dada merupakan komplikasi tersering dengan prevalens 24-
91% dan biasanya bersifat sementara. Disfagia disebabkan embolisasi
pada cabang esofagus dengan prevalens 0,7-18,2% dan sembuh spontan.
Diseksi subintimal aorta atau arteri bronkial selama embolisasi merupakan
komplikasi minor lain dengan prevalens 1-6,3%. Komplikasi yang paling
berat yaitu iskemi spinal cord yang disebabkan oklusi arteri spinal dengan
prevalens 1,4-6,5%. hemoptisis masif juga dapat mengganggu pertukaran
gas di alveoli dan menimbulkan komplikasi asfiksia yang tinggi angka
mortalitasnya. Meskipun angka kejadian hemoptisis masif hanya 5 – 15%
dari total kasus, hal ini harus selalu ditanggapi sebagai suatu kasus yang
mengan- cam jiwa dan memerlukan penanganan dan manajemen yang
efektif. Cabang radikuler bronkial atau interkostal yang tervisualisasi pada
angiogram bukan merupakan kontraindikasi absolut embolisasi namun bila
arteri meduler (artery of Adamkiewitcz) tervisualisasi saat angiografi
embolisasi tidak dilakukan. Komplikasi lain yang jarang terjadi adalah
nekrosis aorta dan bronkial, fistula bronkoesofagus, infark paru dan
transient cortical blindness yang disebabkan embolisasi korteks oksipital
melalui bronchial artery-pulmonary veins shunt atau kolateralisasi arteri
bronkial dan vetebralis.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan adalah rontgen
toraks. Jika pada rontgen tampak gambaran infeksi maka rontgen dapat
diulang 6‒8 minggu pasca pemberian antibiotik. Jika tidak ada perbaikan
atau terdapat gambaran dugaan massa, pemeriksaan CT toraks dan
bronkoskopi dapat dilakukan.
Berikut beberapa pemeriksaan penunjang pada Hemoptysis :
Disability : A: sadar penuh, v: ada reaksi thdp perintah, P: ada reaksi thdp
nyeri, U: responsif
2. Fokus Assesment
Keadaan Umum : batuk darah, sesak napas
3. Sekunder Assesment
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Sekarang : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Allergies :-
Medication : -
Pertinent Past History : -
Makan terakhir : 16.00
Event Lead to Injury : -
4. Pemeriksaan Fisik
TD: 120/80 N: 85 RR: 30 S: 36 GDS: -
ANALISA DATA
No Tgl/jam Data Penunjang Masalah Etiologi
1 DS: sesak napas D.00005 Hambatan upaya
Pola napas tidak efektif napas
Prioritas Masalah
1. Pola napas tidak efektif
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
-
DAFTAR PUSTAKA
Conlan AA, Hurwitz SS, Krige L. Massive hemoptysis. Review of 123 cases. J
Thorac Cardiovasc Surg. 1983;85: 120-4
Tjahyono AS. Penanganan hemoptisis masif dan pengalaman penggunaan
bronkoskop fleksibel. Dalam: Rachmad KB, ed. Peranan bedah pada penanganan
TBC di Indonesia. Jakarta: FKUI; 2003.hal.55-62.
Sidipratomo P, Suroyo I, Pandelaki J, Nasution DB. Embolisasi arteri bronkialis
alternatif terapi penatalaksanaan pada batuk darah. Dalam: Jusuf A, Rasmin M.
Batuk darah. Jakarta: FKUI;1996.hal.56-64.
RSU dr. Soedarso Pontianak. Buku Registrasi Pasien Paru Rawat Jalan RSU dr.
Soedarso Pontianak Tahun 2012. Pontianak : RSU dr. Soedarso Pontianak.
Hwang, H.G; Lee, H.S; Choi, J.S; Seo, K.H; Kim, Y.H; Na,J.O. 2013. Risk
Factors Influencing Rebleeding after Bronchial Artery Embolization on the
Management of Hemoptysis Associated with Pulmonary Tuberculosis. Tuberc
Respir Dis 2013;74:111-119.