Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TN. T DENGAN


GASTROENTERITIS AKUT DI PUSKESMAS PONDOK
BETUNG KOTA TANGERANG SELATAN

OLEH :
SITI KHOFIFAH
NIM : 201030100402

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
2024
I. Definisi
Hemoptisis didefisinikan sebagai ekpetorasi dari darah yang berasal dari
paru atau trunkus bronkotrakeal sedangkan hemoptisis masif adalah batuk
darah dengan volume 100-1000 mL (jumlah yang digunakan masih
beragam pada beberapa pusat pendidikan). Belum ada volume spesifik
yang dapat digunakan secara universal untuk definisi hemoptisis masif.
Volume cairan yang bisa ditampung di dalam saluran nafas sebesar 100-
200 ml. Olehkarena itu, hemoptisis dapat dikatakan non-masif bila
perdarahan kurang dari 200 ml. Batuk darah biasanya terjadi karena
adanya masalah pada sistem pernapasan dari mulai paru-paru sampai
salurannya. Batuk darah bisa menjadi anda akan adanya masalah
kesehatan seperti infeksi, masalah paru paru, masalah pembuluh darah dan
kehadiran sebuah kanker, sehingga batuk darah sangat membutuhkan
perhatian medis (Wibisono, 2010).
Hemoptisis atau batuk darah merupakan gejala yang tidak jarang
ditemukan pada praktek sehari-hari dan berpotensi menyebabkan
kematian. Kasus hemoptisis ini bervariasi, dapat berupa batuk darah yang
self limiting sampai ke hemoptisis masif yang mengancam nyawa.
Mortalitas dari hemoptisis masif ini berkisar antara 50%, dengan
prevalensi sekitar 5% dari seluruh kasus hemoptisis. Sedangkan mortalitas
dari hemoptisis itu sendiri antara 7-30%.x Kematian pada hemoptisis dapat
terjadi akibat banyaknya darah pada saluran pernafasan sehingga
menyebabkan asfiksia dan diikuti oleh gagal system kardiovaskular.
II. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dari hemoptisis ini bervariasi, namun secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu penyakit saluran nafas, penyakit parenkimal, dan
penyakit vaskuler. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah besar
maupun kecil. Perdarahan dari pemburuh darah kecil biasanya bersifat
fokal atau difus alveolar, paling sering disebabkan oleh penyakit
imunologi, vaskulitis, kardiovaskular, dan gangguan koagulasi. Penyebab
perdarahan dari pembuluh darah besar biasanya disebabkan oleh infeksi,
kardiovaskular, kongenital, neoplasma, dan penyakit vaskulitis.
Pada penelitian Hwang et al., DM dianggap secara bermakna merupakan
satu faktor resiko hemoptisis berulang.22 Dari 16 pasien hemoptisis
dengan DM, rekurensi hemoptisis terjadi pada 10 pasien (62,5%). Baghaei
et al., menyebutkan bahwa kejadian hemoptisis pada TB paru dengan DM
lebih tinggi daripada pasien TB paru tanpa DM.35 Hal ini disebabkan
tingginya frekuensi kavitas yang ditemukan pada foto radiologi thoraks.
Koziel dan Koziel menyatakan bahwa pada pasien diabetes mellitus
terdapat penurunan aktivitas limfosit dan penyusutan jumlah monosit dan
makrofag.

III. Patofisiologi
Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, tuberculosis paru masih
menjadi penyebab utama hemoptisis Infeksi merupakan penyebab
tersering dari hemoptisis, sekitar 60-70%. Dari infeksi tersebut, 26%
berasal dari bronkitis, 10% disebabkan pneumonia, dan 8% akibat
tuberkulosis. Infeksi dapat menyebabkan inflamasi mukosa dan edema
yang menyebabkan ruptur kapiler superfisial. Kanker primer paru sekitar
23%. Perdarahan pada kanker diakibatkan oleh invasi atau erosi pembuluh
darah oleh tumor. Nodul metastasis pada paru biasanya tidak
menyebabkan hemoptisis.6 Hipertensi arteri pulmonal juga dapat
menyebabkan hemoptisis, walaupun jarang. Namun pada pasien dengan
hipertensi arteri pulmonal dengan hemoptisis, angka kesintasannya hanya
sekitar 60%, dan pasien sering mengalami hemoptisis berulang (75%).7 Di
Indonesia itu sendiri, menurut penelitian di RS Persahabatan, etiologi
tersering dari hemoptisis adalah tuberkulosis (76,6%), infeksi jamur 10%,
dan penyakit lainnya 14%.
Perdarahan bisa berasal dari arteri pulmonal maupun arteri bronkial.
Sekitar 90% dari hemoptisis masif disebabkan oleh perdarahan dari arteri
bronkial karena memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan arteri
pulmonal. Hemoptisis dari arteri pulmonal dapat disebabkan oleh penyakit
yang menyebabkan nekrosis, seperti tuberkulosis, abses paru, aspergilosis,
dan karsinoma.

IV. Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala Hemoptysis:
a. beberapa gejala umum yang kerap menyertai hemoptisis adalah:
b. Demam dan nyeri dada.
c. Nyeri kepala.
d. Nyeri otot dan sendi.
e. Mengalami batuk selama berminggu-minggu sebelum akhirnya muncul
darah ketika batuk.
f. Merasa letih dan lemah.
g. Berkeringat di malam hari.
h. Nafsu makan dan berat badan menurun.

V. Komplikasi
Komplikasi hemoptisis antara lain instabillitas hemodinamik, aspirasi,
penyumbatan saluran napas, hipoksemia, dan kematian. Komplikasi lain
dapat berupa perforasi pembuluh darah, intima robek, pireksia, nyeri dada,
embolisasi sistemik, dan komplikasi neurologis akibat iskemia korda
spinalis. Menurut beberapa peneliti, kejadian iskemia korda spinalis ini
berkisar antara 1.4-6.5%. Iskemia ini terjadi akibat oklusinya arteri
Adamkiewicz yang memberi suplai oksigen ke arteri spinal anterior.
Beberapa komplikasi embolisasi arteri bronkial telah dilaporkan dalam
literatur. Nyeri dada merupakan komplikasi tersering dengan prevalens 24-
91% dan biasanya bersifat sementara. Disfagia disebabkan embolisasi
pada cabang esofagus dengan prevalens 0,7-18,2% dan sembuh spontan.
Diseksi subintimal aorta atau arteri bronkial selama embolisasi merupakan
komplikasi minor lain dengan prevalens 1-6,3%. Komplikasi yang paling
berat yaitu iskemi spinal cord yang disebabkan oklusi arteri spinal dengan
prevalens 1,4-6,5%. hemoptisis masif juga dapat mengganggu pertukaran
gas di alveoli dan menimbulkan komplikasi asfiksia yang tinggi angka
mortalitasnya. Meskipun angka kejadian hemoptisis masif hanya 5 – 15%
dari total kasus, hal ini harus selalu ditanggapi sebagai suatu kasus yang
mengan- cam jiwa dan memerlukan penanganan dan manajemen yang
efektif. Cabang radikuler bronkial atau interkostal yang tervisualisasi pada
angiogram bukan merupakan kontraindikasi absolut embolisasi namun bila
arteri meduler (artery of Adamkiewitcz) tervisualisasi saat angiografi
embolisasi tidak dilakukan. Komplikasi lain yang jarang terjadi adalah
nekrosis aorta dan bronkial, fistula bronkoesofagus, infark paru dan
transient cortical blindness yang disebabkan embolisasi korteks oksipital
melalui bronchial artery-pulmonary veins shunt atau kolateralisasi arteri
bronkial dan vetebralis.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan adalah rontgen
toraks. Jika pada rontgen tampak gambaran infeksi maka rontgen dapat
diulang 6‒8 minggu pasca pemberian antibiotik. Jika tidak ada perbaikan
atau terdapat gambaran dugaan massa, pemeriksaan CT toraks dan
bronkoskopi dapat dilakukan.
Berikut beberapa pemeriksaan penunjang pada Hemoptysis :

1. Tes dahak, untuk melihat ada atau tidaknya bakteri yang


menyebabkan batuk bercampur darah.
2. Tes pencitraan dengan foto rontgen atau CT Scan, untuk melihat
kondisi paru-paru pasien
3. Bronkoskopi, untuk melihat kondisi saluran pernapasan bagian
dalam.
4. Tes darah, untuk melihat ada tidaknya kelainan pembekuan darah.

Sedangkan Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam tatalaksana


hemoptisis masif adalah foto toraks, Computed tomography scanning (CT-
scan) dan bronkoskopi.
VII. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama tatalaksana hemoptisis adalah menjaga keamanan dari
saluran nafas. Darah dalam jumlah banyak di bronkial dapat mengganggu
fungsi paru dalam pertukaran gas. Saturasi oksigen sebaiknya dipantau
pada pasien dengan hemoptisis. Pasien sebaiknya tidak diberikan obat
supresi batuk karena dapat menyebabkan retensi darah di paru. Kultur
sputum sebaiknya dilakukan sesegera mungkin untuk melihat adanya
bakteri atau jamur, dengan melihat Gram, dan bakteri tahan asam.
Sedangkan pada tatalaksana hemoptisis non-masif, untuk membedakan
apakah perdarahan dari saluran nafas atau saluran cerna
(pseudohenoptisis), maka dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan
kertas litmus. Bila litmus berubah menjadi merah (acidic) maka
perdarahan berasal dari saluran cerna. Jika kertas litmus menjadi biru,
maka darah kemungkinan dari saluran nafas. Bila sudah dipastikan darah
berasal dari saluran nafas, yang pertama kali dilakukan adalah foto polos
toraks. Bila ditemukan massa, maka dapat dilakukan CT scan toraks dan
dilanjutkan oleh bronkoskopi. Bila foto polos toraks normal, maka
dilakukan anamnesis mengenai factor risiko kanker paru, seperti kebiasaan
merokok aktif/ pasif, riwayat keluarga dengan kanker paru, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan, dan riwayat lainya. Bila pasien
memiliki faktor risiko kanker paru, maka dapat dilakukan bronkoskopi.

Penatalaksanaan Keperawatan/ Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Data Umum


Tanggal Pengkajian : 31/01/2024
Oleh : Riyan Alip Firmansyah
Sumber Data :
Metode Pengumpulan Data :
Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 20
Status Perkawinan : blm kawin
Agama : islam
Pendidikan : SMA
No. RM :
Dx. Medis : Hemoptysis
Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Alamat : SB 7/2
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan pasien : Orang tua
B. Pengkajian Data Dasar
1. Primary Assesment (ABCDE)
Airway : Jln napas tidak paten, lidah tidak jatuh, benda asing (+), edema (-)

Breathing : Takipneu, wheezing (+), ronchi (+)

Circulation : N: 85x/m, turgor kulit elastis, akral hangat

Disability : A: sadar penuh, v: ada reaksi thdp perintah, P: ada reaksi thdp
nyeri, U: responsif

Exposure : tidak ada trauma lain

2. Fokus Assesment
Keadaan Umum : batuk darah, sesak napas

Tingkat Kesadaran : Compos MEntis

3. Sekunder Assesment
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Sekarang : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Allergies :-
Medication : -
Pertinent Past History : -
Makan terakhir : 16.00
Event Lead to Injury : -

4. Pemeriksaan Fisik
TD: 120/80 N: 85 RR: 30 S: 36 GDS: -

- Kepala : simetris, luka (-), nyeri tekan (-), hidrochepalus (-)


Leher : simetris, luka (-), nyeri tekan (-), peradangan (-), pembesaran
vena (-), pembesaran kelenjar (-)
Thoraks  Inspeksi : Bentuk (+), susunan (+), pola napas takipneu
Palpasi : getaran kanan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : wheezing, ronchi, area vesikuler kasar, area
bronchial kasar
- Abdomen Inspeksi : simetris, benjolan (-)
Auskultasi : peristaltik usus 30x/m
Palpasi : nyerei tekan (-)
Perkusi : tynpani
- Genital : perempuan, normal
- Ekstremitas: simetris, edema (-)

5. Terapi yang didapat : cipro, pct, vit k, GG

6. Data Penunjang : DS : batuk darah sejak kemarin tidak berdahak, sesak


napas

ANALISA DATA
No Tgl/jam Data Penunjang Masalah Etiologi
1 DS: sesak napas D.00005 Hambatan upaya
Pola napas tidak efektif napas

DO: rr : 30x/m, N: 85, TD :


120/80, S: 36, Spo2 : 95
2 DS: batuk darah sejak kemarin D.0001 Spasme jalan
Bersihan jalan napas napas
tidak efektif

DO: terdapat darah di mulut dan


saat batuk, terdengar
wheezing dan ronchi

Prioritas Masalah
1. Pola napas tidak efektif
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil

D.00005 Duharapkan klien Observasi


1 Pola napas tidak efefktif dapat bernapas - Monnitor pola
secara efektif napas
kembali dalam - Monitor bunyi
1x24jam napas
Terapeutik
- Pertahankan
kepatenan jalan
napas
- Posisikan semi
fowler/fowler
- Lakukan
penghisapan
lendur
Edukasi
- Ajarkan teknik
batuk efektif
2 D.0001 Diharapkan jalan Observasi
napas klien kembali - Identifikasi
Bersihan jalan napas tidak efektif dalam kemampuan
efektif 1x24jam batuk
- Monitor benda
dan gejala infeksi
saluran napas
- Monitor input dan
output cairan
Terapeutik
- Atur posisi semi
fowler/fowler
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
batuk efektif
CATATAN PERKEMBANGAN
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
- Memonitor pola S : klien mengatakan pola
1 D.00005 napas napas sudah membaik
Pola napas tidak efektif B.D - Memonitor bunyi
hambatan upaya napas napas tambahan O : TTV :
- Mempertahankan - Td : 120/80
kepatenan jalan - Rr : 20
napas - N : 80
- Memposisikan - S : 36
semi
fowler/fowler A : masalah pola napas tidak
- Melakukan efektif belum sepenuhsnya
penghisapan teratasi
lendir
- Mengajarkan P: lanjutkan intervensi cipro,
teknik batuk vit k, pct, GG
efektif
2 D.0001 - Mengidentifikasi S : klien mengatakan sudah
Bersihan jalan napas tidak kemampuan batuk mulai bisa batuk efektif
efekif B.D spasme jalan - Memonnitor
napas tanda dan gejala O : TTV :
infeksi saluran - Td : 120/80
napas - Rr : 20
- Memonitor input - N : 80
dan output cairan - S : 36
- Mengatur posisi
semi A : masalah bersihan jalan
fowler/fowler napas tidak efektif belum
sepenuhsnya teratasi

P: lanjutkan intervensi cipro,


vit k, pct, GG

-
DAFTAR PUSTAKA

Conlan AA, Hurwitz SS, Krige L. Massive hemoptysis. Review of 123 cases. J
Thorac Cardiovasc Surg. 1983;85: 120-4
Tjahyono AS. Penanganan hemoptisis masif dan pengalaman penggunaan
bronkoskop fleksibel. Dalam: Rachmad KB, ed. Peranan bedah pada penanganan
TBC di Indonesia. Jakarta: FKUI; 2003.hal.55-62.
Sidipratomo P, Suroyo I, Pandelaki J, Nasution DB. Embolisasi arteri bronkialis
alternatif terapi penatalaksanaan pada batuk darah. Dalam: Jusuf A, Rasmin M.
Batuk darah. Jakarta: FKUI;1996.hal.56-64.
RSU dr. Soedarso Pontianak. Buku Registrasi Pasien Paru Rawat Jalan RSU dr.
Soedarso Pontianak Tahun 2012. Pontianak : RSU dr. Soedarso Pontianak.
Hwang, H.G; Lee, H.S; Choi, J.S; Seo, K.H; Kim, Y.H; Na,J.O. 2013. Risk
Factors Influencing Rebleeding after Bronchial Artery Embolization on the
Management of Hemoptysis Associated with Pulmonary Tuberculosis. Tuberc
Respir Dis 2013;74:111-119.

Anda mungkin juga menyukai