Anda di halaman 1dari 17

DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI

1.Diagnosis :
Combustio Grade 2, luas luka bakar 30% e.c air panas.

2.Gambaran Klinis
Luka bakar pada paha kanan & kiri serta kaki kanan & kiri sejak 1 jam SMRS. Pasien datang bersama
istri. Sebelumnya pasien mengaku sedang merebus air yang akan digunakannya untuk membuat kuah
bakso, namun saat air panas akan dituangkan pasien terpeleset dan kejatuhan air panas. Air panas
langsung mengenai kaki dan paha pasien.
3.Riwayat pengobatan:
Sebelum sakit, pasien tidak pernah berobat ke tempat/dokter lain.
4.Riwayat kesehatan / penyakit :
Sebelum sakit, pasien tidak pernah menderita sakit apapun.
5.Riwayat keluarga :
Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. Tidak ada riwayat alergi.
6.Riwayat pekerjaan :
Pasien merupakan penjual bakso
7.Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal di kawasan padat penduduk dengan sanitasi baik.
8.Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) : imunisasi lengkap
9.Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1 Sjamsuhidajat, de Jong. Luka bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran
EGC.2007. Hlm: 103-110.
2 Robert. H, Demling. MD. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty, Gerard M, Way,
Lawrence W (editor). 2006. Hlm: 248
3 Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5. 2008. Hlm: 418-425.
Hasil Pembelajaran :
1.Memahami jenis combustio
2.Memahami manifestasi klinis serta terapi combustio
PORTOFOLIO KASUS BEDAH

Rangkuman Hasil Pembelajaran


1. Subjektif
Luka bakar pada paha kanan & kiri serta kaki kanan & kiri sejak 1 jam SMRS. Pasien
datang bersama istri. Sebelumnya pasien mengaku sedang merebus air yang akan
digunakannya untuk membuat kuah bakso, namun saat air panas akan dituangkan pasien
terpeleset dan kejatuhan air panas. Air panas langsung mengenai kaki dan paha pasien.
Kemudian paha dan kaki pasien yang telah tersiram melepuh dan terasa nyeri hebat. Pasien
merintih kesakitan dan diantar istrinya ke Puskesmas Ampenan untuk diberikan perawatan dan
pengobatan. Pasien sebelumnya belum pernah mengalami hal ini, tidak ada riwayat alergi.

2. Objektif
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada saat pasien masuk ke Puskesmas
mendukung diagnosis Combustio grade II dengan luas luka bakar 32% e.c air panas. Pada kasus
ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Gejala klinis
Adanya keluhan luka bakar pada seluruh paha kanan & kiri dan kaki kanan & kiri atas sejak
1 jam SMRS. Pasien sebelumnya sedang mempersiapkan air panas yang akan digunakannya
untuk merebus kuah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebab luka bakar adaalah air
panas.
- Pemeriksaan fisik :
Primary survey yang paten (ABC (Airway bebas; breathing spontan, regular, 20x/menit,
Circulation nadi 120x/menit) dan kesadaran CMC GCS E4V5M). Pada pemeriksaan fisik
tidak didapatkan kelainan. Status lokalis, pada daerah paha kanan & kiri serta kaki kanan &
kiria terdapat luka bakar dengan bullae yang sudah pecah dan bullae yang masih utuh.
Hiperemis (+), nyeri (+), luas luka bakar 32%

3. Assessment
LUKA BAKAR

Pendahuluan

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka bakar berat
dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh
sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih
250.000 orang mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita
luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan
bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut makin meningkat.

Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbukan efek sistemik yang
sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar,
umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
prognosis.1
Etiologi

Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau
diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga,
cairan cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau
sebagian tebal kulit. Pada anak kurang lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi
pada kecelakaan rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga
mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).

Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi,
denaturasi protein dan rasa nyeri yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai
ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun.
Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan emutih pakaian
(bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan
menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali
menembus jaringan lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel
mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan
sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas. 1

Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

1. Fase akut

Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya cedera
inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan
dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.

2. Fase sub akut

Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit
dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan
tubuh disertai panas/energi.

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi


maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar
berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
Patofisiologi

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak baru lahir sampai
1m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler
dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan
permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi
udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.

Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular. Pada
luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya.
Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejla yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi
urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup. Udem laring yang ditimbulkannya
dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara parau,
dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun
lainnya. Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak mampu
lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat
meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya diuresis.

Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang
baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini
membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain
berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumannya
banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit
sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif.
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granu lasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang bayak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar
yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital,
misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar
derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gagal, kaku dan secara
estetik sangat jelek.

Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini
terjadi di prsendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltis usus
menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis dapat menurun karena kekurngan ion kalium.
Stres atau beban faali setra hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama
dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah
ke lambung berkurang sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul
ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit
perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar
bisa sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat
akibat cacat tersebut., sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia postburn.1

Luas luka bakar

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa
digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong,
ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta
tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak lebih
besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk
bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing 20%,
ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing
15%.

Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder
sebagai berikut:

USIA (Tahun)
LOKASI
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7

LEHER 2 2 2 2 2

DADA & PERUT 13 13 13 13 13

PUNGGUNG 13 13 13 13 13

PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

KELAMIN 1 1 1 1 1

LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4

LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4

LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3

LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3

TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

TUNGKAI BAWAH KA 5 5 5,5 6 7

TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7


KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Rules of Nine

Rumus Lund - Browder

Derajat luka bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi.
Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar.
Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon
dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehigga
memperberat kedalaman luka bakar.

Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari;
misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagau eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitivitas setempat.

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat
tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga
minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh karena permeabilitas dindingnya meningkat.

Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ
yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka; biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang
merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan kesembuhan harus dilakukan skin grafting. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau
hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan
tidak terasa nyeri.1
Beratnya luka bakar

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar.
Walaupun demikian beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.

Selain dalam dan luasnya luka bakar, prognosis dan penanganan ditentukan oleh letak luka,
usia, dan keadaan kesehatan penderita. Perawatan daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit,
antara lain karena mudah mengalami kontraktur. Bayi dan orang usia lanjut daya kompensisanya lebih
rendah, maka bila terbakar digolongkan ke dalam golongan berat. 1

Petunjuk klasifikasi beratnya luka bakar menurut ABA


Luka Bakar Berat

25 % pada orang dewasa

25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun

20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun

Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang

mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.


LB karena listrik voltage tinggi

Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.

Luka Bakar Sedang

15-25 % mengenai orang dewasa

10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun

10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun

Luka Bakar Ringan

Tidak ada resiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.

< 10 % pada anak usia kurang dari 10 tahun

<10 % pada dewasa usia lebih 40 tahun

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini untuk menunjang
tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan
gangguan keseimbangan metabolisme tubuh yang berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi
secepat mungkin.Pemeriksaan yang dapat dilakukan :Hemoglobin, hematokrit, elektrolit, gula darah,
golongan darah, kadar COHb dan kadar sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan). 1,2

Penatalaksanaan

Non medikamentosa

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti
dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian
yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin, atau melepaskan baju
yang tersiram panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar
dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan
menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi. Yang akan terus
berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Oleh karena itu,
merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk
menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil, luka yang sebenarya
menuju derajat dua dapat berhenti pada derajat satu, atau luka yang akan menjadi tingkat tiga
dihentikan pada tingkat dua atau satu. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa
saja yang dingin, tidak usah steril.

Pada luka bakar ringan prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang terbakar
dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan
menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau terbuka.

Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar ringan, kalau perlu,
dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala syok. Bila penderita menunjukkan
gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem
laring, dipasang pipa endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan napas dari lendir atau
kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen murni.

Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyak-banyaknya dan diberi gel
kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik juga diperlukan karena asam hidrofluorida
mengendapkan kalsium pada luka bakar.

Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan membiarkannya terbuka
untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan pembalut sterila untuk perawatan tertutup. Kalau
perlu, penderita dimandikan dahulu.

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC (airway,
breathing, Circulation)

Airway and breathing

Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwarna jelaga (black sputum),
gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan
leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang
tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap.

Circulation

Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila luas luka
bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen
penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang
berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari
pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan
(edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan
dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan
mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

Pemberian cairan intravena

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti.
Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung
kebutuhan cairan ini.

Cara Evans

1 Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam.


2 Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.
Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma diperlukan untuk
mengganti plasma yang keluar dari pembuluh da meninggikan tekanan osmosis sehingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar.
3 Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000 cc glukosa 5% per
24 jam.

Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat
pada keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau
diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat dikurangi, bahkan dihentikan.

Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus Baxter, yaitu
luas luka bakar dalam % x BB dalam kg x 4mL larutan Ringer. Separuh dari jumlah cairan ini
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan
kristaloid yaitu larutan ringer laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam keadaan syok,
atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat penting , karena fluktuasi
perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal luka bakar.

Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-menerus. Keberhasilan
pemberian cairan dapat diihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24jam
atau 1 mL/kgBB/jam dan 3mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan
apakah sirkulasi normal atau tidak.

Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang tidak betul dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hionatremia sebagai gejala keracunan air dapat
menyebabkan udem otak dengan tanda-tanda kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan
sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelomabang U.
Ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.

Tindakan bedah

Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga yang melingkar
pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan pembengkakan yang terus berlangsung
dapat mengakibatkan penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati.
Tanda dini penjepitan adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung
distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng
sampai jepitan terlepas.

Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi
tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah keadaan penderita menjadi stabil karena
eksisi tangensial juga menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3
sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan
lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak. Luka
bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan skin graft yang umumnya
diambil dari kulit penderita sendiri (skin grafting autologus). Penutupan luka bakar dengan bahan
biologis seperti kulit mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat
keterbatasan luas kulit penderita atau terlalu payah. Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut
dapat berfungsi sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegah infeksi yang lebih
parah, dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan
kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin
grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Skin grafting dapat
dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.

Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang dapat digunakan
jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin subtitute ini antara lain integra, aloderm, dan dermagraft.
Aloderm adalah dermis manusia yang elemen-elemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis
bersifat bebas antigen, dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil
pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon, kolagen babi, dan jaring
(mesh) nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas dan digantikan dengan STTG (split
thickness skin graft). Integra merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan
kondroitin ditambah lapisan silikon tipis.

Nutrisi

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen
yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-3.000 kalori sehari dengan kadar protein
tinggi.

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukan fisioterapi untuk memperlancar
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu, sendi diistirahatkan dalam posisi
fungsional dengan bidai.1,3

Medikamentosa

Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak dipakai
adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik
diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.

Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui intravena dalam dosis serendah
mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi.

Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid.

Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen
epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan
infeksi. Pada luka lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati
dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati.
Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.

Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang
terbaru MEBO (moist exposure burn ointment). Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan,
salep atau krim. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai
adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2
jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfida
atau klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1%
sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap
semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat
dibersihkan dan diganti setiap hari.

Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu
terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya, bila digunakan
obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluarga pun merasa
kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang tampak kotor.
Sedapat mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.

Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup
luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedeikian rupa sehingga masih cukup longgar
untuk berlangsungnya penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi,
terlindung, dan enak bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan
antiseptik. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang
biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya jangan
dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri. 1

Indikasi Rawat Inap


Pasien luka bakar diindikasikan untuk rawat inap harus mengikuti pedoman dari American
Burn Association.

1 Pasien yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 50 tahun mengalami luka bakar
parsial atau dengan luka bakar seluruh lapisan lebih besar dari 10%.
2 Luka bakar parsial atau luka bakar sampai lebih dari 20% pada usia lainnya.
3 Khusus daerah, termasuk sendi, tangan, kaki, perineum, alat kelamin, wajah, mata, atau
telinga.
4 Luka bakar seluruh lapisan lebih besar dari 5%.
5 Luka bakar akibat aliran listrik (termasuk petir), disebabkan kerusakan jaringan dalam tubuh
dapat terjadi akibat aliran listrik yang masuk ke dalam tubuh.
6 Luka bakar kecil pada pasien dengan permasalahan sosial, termasuk pada anak yang berisiko
tinggi.3

Komplikasi Luka Bakar


- Fase Akut: syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Fase Subakut: infeksi dan sepsis
- Fase Lanjut: parut hipertropik4

Mortalitas
Mortalitas pada luka bakar disebabkan oleh:
- Syok karena kehilangan cairan
- Gagal jantung karena Myocardial Depressing Factor
- Sepsis
- Gagal ginjal akut
-
Komplikasi lain seperti pneumonia4

Anda mungkin juga menyukai