Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TBC

A. Konsep Dasar Penyakit TBC

1. Pengertian TBC

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosi


yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri penyebab TBC ini
dapat masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan dan luka yang terbuka
pada kulit, namun paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri penyebab TBC. (Sylvia A. Pierce, 1995)

Tuberculosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosa yang memiliki gejala bervariasi. (Elizabeth J. Corwn, 2001)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TBC adalah sebuah penyakit menular yang
menyerang sistem pernapasan dan hampir seluruh organ tubuh lainnya yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa, TBC paling banyak ditularkan melaui droplet dan penyakit ini
memiliki gejala yang bervariasi.

2. Anatomi Fisiologi Paru

Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak
di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah
besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum. Paru-paru adalah organ
yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada
klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, di atas
diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-ga, permukaan dalam
yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
Lobus paru-paru (belahan paru-paru). Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus
oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus
tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkhial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin
bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang
merupakan kantong-kantong udara paru-paru. Jaringan paru-paru elastis, berpori, dan seperti
spons.

Bronkus pulmonaris. Trakea terbelah menjadi dua bronkus utama: bronkus ini bercabang lagi
sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus
pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan
struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa berotot yang mengandung
bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang
tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus
terminalis masuk ke dalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan di sini membran
pelapisnya mulai berubah sifatnya; lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang
pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan di dalam dindingnya dijumpai kantong-
kantong udara itu. Kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium
pipih, dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara –- suatu jaringan
pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.

Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak
mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru; cabang-cabangnya menyentuh
saluran-saluran bronkhial, bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus; arteriol
itu membelah-belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli
atau gelembung udara.

Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis dapat dikatakan sel-sel darah
merah membuat baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam
dalam alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung
dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.
Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan
akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen
ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteria bronkhial membawa darah berisi oksigen
langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen
ke dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler
yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi
beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan
dari setiap paru-paru oleh vena bronkhialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior.
Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

Hilus (tampuk) paru-paru dibentuk oleh struktur berikut:

Arteri pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam paru-paru untuk diidi
oksigen.

Vena pulmonalis, yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-paru ke jantung.

Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkhial, merupakan jalan udara
utama.

Arteri bronkhialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru.

Vena bronkhialis, mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior.

Pembuluh limfe, yang masuk-keluar paru-paru, sangat banyak,

Persarafan. Paru-paru mendapat pelayanan dari saraf vagus dan saraf simpati.

Kelenjar limfe. Semua pembuluh limfe yang menjelajahi struktur paru-paru dapat menyalurkan
ke dalam kelenjar yang ada di tampuk paru-paru.

Pleura. Setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua, yaitu pleura. Pleura viseralis
erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus satu
dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru-paru dan
membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi
iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah pleura diafgramatika, dan
bagian yang terletak di leher ialah pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran
membran yang kuat bernama membran suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini
terletak arteri subkalvia.

Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki permukaannya
dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yangsewaktu bernapas
bergerak. Dalam keadaan sehat, kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan.
Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak
normal udara atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang di antaranya menjadi jelas.

Fisiologi Pernapasan

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon diaoksida. Pada pernapasan melalui
paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat berhubungan
erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapis membran (membran alveoli-kapiler) yang memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa
ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen
jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus
membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkhial dan
trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna:
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara
luar.

2. Arus darah melalui paru-paru.

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh.

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah
berdifusi daripada O2.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima
jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru
membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit di O2; jumlah CO2 itu tak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernapasan dalam otak untuk meperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan
ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya
dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di
mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan
oksidasi, yaitu karbon diaoksida.

Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan
pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau pernapasan jaringan.

Udara (atmosfer) yang dihirup:

Nitrogen …………………………………………………….. 79 persen

Oksigen ……………………………………………………... 20 persen

Karbon dioksida …………………………………………….. 0-0,4 persen


Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembapan atmosfer.

Udara yang diembuskan:

Nitrogen …………………………………………………….. 79 persen

Oksigen ……………………………………………………... 16 persen

Karbon dioksida …………………………………………….. 0-0,4 persen

Udara yang diembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan
(20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).

Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml –
1 1
5.000 ml atau 42 – 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 10 nya atau 500

ml adalah udara pasang-surut (tidal air), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar
pada pernapasan biasa dengan tenang.

Kapasitas vital. Volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan
napas paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru. Diukur dengan alat spirometer. Pada laki-
laki, normal 4-5 liter dan pada perempuan 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit
paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru), dan kelemahan otot
pernapasan.

3. Etiologi TBC

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosi. Basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam
mikobakteria tuberkulosis yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam
susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak
ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan
terinfeksi bila menghirupnya, (Wim de Jong).
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar
ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada
organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey).

Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase: (Wim de Jong)

1. Fase 1 (Fase Tuberculosis Primer)

Masuk ke dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh.

2. Fase 2

3. Fase 3 (Fase Laten)

Fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi
perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba
fallopi, otak, kelenjar limfe hilus, leher dan ginjal.

4. Fase 4

Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ yang lain dan yang
kedua ke ginja setelah paru.

4. Tanda dan Gejala

Tabel frekuensi gejala dan tanda TB paru sesuai kelompok umur.

Kelompok umur Bayi Anak Akil balik


Gejala

- Demam Sering Jarang Sering

- Keringat malam Sangat jarang Sangat jarang Jarang

- Batuk Sering Sering Sering


- Batuk produktif Sangat jarang Sangat jarang Sering

- Hemoptitis Tidak pernah Sangat jarang Sangat jarang

- Dispnu Sering Sangat jarang Sangat jarang

Tanda

- Ronki basah Sering Jarang Sangat jarang

- Mengi Sering Jarang Jarang

- Fremitus Sangat jarang Sangat jarang Jarang

- Perkusi pekak Sangat jarang Sangat jarang Jarang

- Suara nafas berkurang Sering Sangat jarang Jarang

5. Patofisiologi

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru- paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari
5 mikromilimeter.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya.
Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat
infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas
(lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri
dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria
namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan
oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20
hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi
didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau
terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat
dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus
sehingge menjadi peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang
dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Penyebab ini disebut limfohematogen yang
biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang
dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme yang masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar
keorgan-organ lainnya.

6. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

-Rifampisin

Dosis 10mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/minggu atau

BB > 60 kg : 600mg

BB 40 – 60 kg : 450mg

BB < 40 kg : 300 mg

Dosis intermitten 600 mg/kali

-INH
Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali
seminggu atau 300 mg/har

Untuk dewasa. Intermitten: 600 mg/kali

-Pirazinamid

Dosis fase intensif 25 mg/kg BB 3 kali seminggu, 50 mg/kg BB dua kali seminggu atau

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40 – 60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

-Streptomisin

Dosis 15 mg/kg BB atau

BB > 60 kg : 1000 mg

BB 40 – 60 kg : 750 mg

BB < 40 kg : sesuai BB

-Etambutol

Dosis fase intensif 20mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3x seminggu, 45
mg/kg BB 2x seminggu atau

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40 – 60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

Dosis intermitten 40 mg/kg BB/ kali


b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:

- Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
piraziamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

- Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, dan
pirazinamid 400 mg

- Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya
minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan
kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan.

c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

-Kanamisin

-Kuinolon

-Obat lain masih dalam penenelitian; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

-Derivat rifampisin dan INH

Efek Samping OAT:

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain
yaitu:

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa
terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).

Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang lebih
0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah: Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut
berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit
seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah:

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini
terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya
telah menghilang.

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.

- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini
harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan
reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta


warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran.

Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan
fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba- tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi)
seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah
suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.

Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita
hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan TBC

1. Pengkajian

1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.

3. Riwayat penyakit sekarang:

Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat- tempat kelenjar
seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu

5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.

 Riwayat keluarga.

Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.

 Aspek psikososial.

Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.

Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak. Tidak bersemangat dan putus harapan.
 Lingkungan:

Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang
kurang sehingga pertukaran udara kurang, daerah di dalam rumah lembab tidak cukup sinar
matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.

1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.

Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota keluarga banyak,
lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak
dapat masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita
keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.

Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan
kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan

Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas, mudah lelah,
tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat

Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat pada malam
hari.
6) Pola kognitif – perceptual

Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, sedangkan dalam hal
daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang
ditemukan adanya gangguan.
7) Pola persepsi diri

Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan kecemasan akan
muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya
yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan

Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal hubungan dan peran yang
dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang
lain. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
 Aktivitas/istirahat

Gejala: Kelemahan dan kelelahan.


Tanda: Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan berkeringat pada
malam hari.
 Makanan/cairan

Gejala: Kehilangan nafsu makan.


Tanda: Penurunan BB.

 Nyeri/kenyamanan

Gejala: Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam hari.
Tanda: Pasien meringis, tidur tidak nyenyak.

 Pernapasan

Gejala: Batuk berdarah, batuk produktif, sesak nafas, takipnea.

 Cardiovaskuler
Gejala: Takikardia.

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun. Bila
mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi

Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi
memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa rhonci
basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
 Palpasi
Badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum: Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.

 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah):
Positif untuk basil asam-cepat.

 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer): Reaksi positif (area indurasi

10 mm atau lebih besar), terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit
berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.

 Anemia bila penyakit berjalan menahun.

 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit.

LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal

pada tahap penyembuhan.

 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.

 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.

 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;

contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan
pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan
TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.

 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan


bronchus atau kerusakan paru karena TB.

 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan


pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio
lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

Data Subyektif

 Pasien mengeluh panas

 Batuk/batuk berdarah

 Sesak bernafas

 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan

Data Obyektif

 Ronchi basah, kasar dan nyaring.

 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada


auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub


mandibula.
 Kadang terjadi abses.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman


tuberkulosis.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronchial.

3. Rencana Tindakan

Diagnosa ke-1

Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman


tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.

Kriteria Hasil:

- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran infeksi.


- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam melakkan
lingkungan yang nyaman.

- TB yang diderita klien berkurang/sembuh.

Intervensi

1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama
batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi. Untuk membantu pasien
menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah
pengaktifan berrulang. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran
kemungkinan tranmisi membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah
mencegah infeksi ke orang lain. 2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh
anggota rumah, sahabat karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu, menghindari
meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan
yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).

Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator adanya infeksi
lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis, contoh
tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan
menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga/penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil dan
makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap
proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.

Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.

Diagnosa ke-2

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, diharapkan


bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil:
-Pasien melaporkan sesak berkurang

-Pernafasan teratur

-Ekspansi dinding dada simetris

-Ronchi tidak ada

-Sputum berkurang atau tidak ada

-Frekuensi nafas normal (16-24)x/menit


Intervensi

Mandiri

1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal

Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi jalan


napas.
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan Untuk menentukan
intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan.
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang

Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak.

4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan

Untuk mengetahui keadaan umum pasien.

5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi

Meningkatkan ekspansi paru optimal

6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan nafas
klien kembali efektif.
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran sekret.

8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi

Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi yang dapat
membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali efektif.
9) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali
efektif secara mekanik.
10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan napas.

Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik, antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi.

Diagnosa ke-3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan kerusakan


membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan pertukaran gas kembali
efektif dengan kriteria:
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang

 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas

 Napas teratur

 Tanda vital stabil

 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2: 35-45 mmHg, PO2 : 95-

100 mmH

Intervensi:
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam. Sianosis
cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan
adanya hipoksemia sistemik.
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi, pucat, cyanosis,
perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi
infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan
kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi

1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien.
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan.

Anda mungkin juga menyukai