Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

A. Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru - paru yang berlangsung
lama yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang berbahaya (Padila, 2012).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekolompok penyakit paru
menahun yang berlangsung lama dan disertai dengan peningkatan resistensi
terhadap aliran udara (Mutaqqin, 2014). Sumbatan udara ini biasanya berkaitan
dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (Ikawati, 2011).
PPOK adalah merupakan penyakit paru kronik yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial ditandai oleh adanya hambatan aliran udara
di saluran napas (Tana, 2016).
Dari beberapa pengertian diatas, PPOK merupakan penyakit paru yang
berlangsung lama bersifat progesif dan perisisten ditandai dengan hambatan
udara di saluran napas akibat terpapar oleh gas atau pratikel berbahaya.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan
kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga
mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang
(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan
itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan
ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek
dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari
9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih
kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan
pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
Bronkus pulmonaris, trakea terbelah menjadi dua bronkus utama : bronkus ini
bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-
paru bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali.
Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea
mempunyai diinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan
dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang
rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus
terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan
disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya: lapisan epitelium bersilia
diganti dengan sel epitelium yang pipih.
Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya
dijumpai kantong-kantong udara itu. kantong udara atau alveoli itu terdiri atas
satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung
bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari
alveoli dan pertukaran gas pun terjadi. Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri
pulmonaris membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel
kanan jantung ke paru-paru; cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran
bronkial, bercabang-cabang lagisampai menjadi arteriol halus; arteriol itu
membelah belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh
dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis dapat dikatakan
sel-sel darah merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak lambat dan
dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membrane yang sangat tipis,
maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi
pernafasan. Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh
darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-
paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan
keseluruh tubuh melalui aorta.
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa darah
berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan
dan menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir
arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari
yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler
ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa
masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru
oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka
dengan demikian paru-paru mempunyai persendian darah ganda.
f. Paru – Paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak
didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan
apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam
dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landau rongga thoraks, diatas
diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh
tulang belakang, dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung. Paru-
paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas
lobula. Jaringan paru-paru elastis, berpori, dan seperti spons.
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung- gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentukan luas
permukaannya lebih kurang 90 m² pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara,
O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

2. Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida. Pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa
didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa
bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses
yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah
tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2
lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-
paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak
darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit
O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah
arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini
mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2. Pernafasan jaringan atau
pernafasan interna, darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan
oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai
kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen
dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah
menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida.
Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang
disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna
atau pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan
mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk
pemanasan udara yang dikeluarkan).
Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah
4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari
udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ),
yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan
tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-
paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paruparu. Diukurnya
dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang
perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit
jantung (yang menimbulkan kongesti paru- paru), dan kelemahan otot pernafasan.

C. Etiologi
Etiologi peyakit ini belum dikatahui. Menurut Muttaqin (2010),penyebab dari
PPOK adalah:
1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronhitis dan emfisea
2. Adanya infeksi: Haepohilus influenzza dan streptoous pneumonia
3. Polusi oleh zat – zat pereduksi.
4. Faktor keturunan
5. Faktor sosial - ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk
Pengaruh dari masing – masing faktor terhadap terjadinya PPOK adalah saling
meperkuatdanfaktor merokok dianggap yang paling dominan.

D. Tanda Gejala
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2015):
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Dispnea atau sesak napas.
4. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
5. Mengi atau wheezing
6. Ekspirasi yang memanjang
7. adalah pernapasan lebih cepat dari keadaan normal dengan frekuensi
lebih dari 24 kali permenit
8. Hipoksia, hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan
atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat
defesiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan
oksigen pada tingkat seluler
9. Penggunaan obat bantu pernafasan
10. Suara nafas melemah
11. Produksi sputum secara kronis
E. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi
yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan
pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi
kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan
nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang
mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat
menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi
lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel daninflamasi.
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan
menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan
leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1
dan reactive oxygen species (ROS). Faktor- faktor tersebut akan merangsang
neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru
sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus.
Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8,
selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan
makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi
anion super oksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen
peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron
dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion
hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat
menginduksi batuk kronisse hingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.
Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas.
Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena
produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
a) Chest X-Ray: dapat menunjukkan hiperinflation paru ,flattened diafragma,
peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan suara bronkovaskuler (bronkitis), normal ditemukan
saat periode remisi (asma).
b) Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau
restriksi, memperkirak
c) an tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek terapi, misalnya
bronkodilator.Total Lung Capacity (TLC): meningkat pada bronkitis berat
dan biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
d) Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema
e) FEV1/FVC: rasio tekanan volume eksperasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada beonkitis dan asma
f) Arterial Blood Gasses (ABGs): menunjukkan proses penyakit kronis sering
kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningat (bronkitis kronis dan
emfisema) tetepi sering kali menurun pada asma, pH normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema
sedang atau asma)
g) Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps
bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronkitis)
h) Darah Lengkap: terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
eosinofil (asma)
i) Kimia Darah: alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer
j) Sputum Kultur: untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menemukan
penyakit kaganasan atau alergi
k) Electrokardiogram (ECG): deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma
berat), artial disritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema) dan aksis QRS ventrikal
(emfisema)
l) Exercise ECG, Stress Test: membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20- 40%
kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang
usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar
7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas
(Davey, 2015).

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan (Doenges, 2011)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan bersinambungan. Sebenarnya, pengkajian adalah
proses bersinambungan yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan.
Misalnya pada fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk melakukan hasil strategi
keperawatan dan mengevaluasi hasil pencapaian tujuan. Semua fase prsoes
keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat dan lengkap (Kozier,
2011).
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk,
peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan, wheezing,
dan nyeri dada (Somantri, 2009).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu pasien
mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien sudah menderita
penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit asma (Ghofur A,
2010).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi penyakit ini,
diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran napas bawah (Somantri,
2009). Perawat dapat juga menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan
pasien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asam sering kali ditemukan didapatkan adanya riwayat penyakit
genetik atau keturunan, tetapi pada beberapa klien lainya tidak ditemukan
adanya penyakit yang sama dengan anggota keluarganya (Somantri, 2009).
e. Pengkajian Fungsional Gordon
1) Pola Metabolik
Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekwensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, pada klien sesak nafas,
sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena
dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami oleh
klien (Muttaqin, 2012).
2) Pola Eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air kecil.
Kebiasan ini akan menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas yang
bersifat meracuni tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit
pernafasan (Mumpuni & Wulandari, 2013).
3) Pola Istirahat Tidur
Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi
berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami oleh klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien (Muttaqin, 2012). Biasanya
pasien asma susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat sesak
nafas (Mumpuni & Wulandari, 2013).
4) Pola Aktivitas
Perlu dikaji juga tentang aktifitas keseharian klien seperti olahraga,
bekerja, dan aktifitas lainya. Aktifitas fisik juga dapat menjadi faktor
pencetus asma yang disebut exercise indiced asma (Mumpuni &
Wulandari, 2013).
5) Pola Persepsi kognitif
Cemas, takut, dan mudah tersinggung, kurangnya pengetahuan pada klien
terhadap situasi penyakit. Merasa tidak nyaman atau takut terhadap
penyakit asma yang dialaminya (Muttaqin, 2012).
6) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Cemas, takut, dan mudah tersinggung, kurangnya penhgetahuan pada klien
terhadap situasi penyakit (Somantri, 2012).
7) Pola Peran dan Hubungan
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupanya secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien, baik dilibgkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan
kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan
asma (Muttaqin, 2012).
8) Pola Seksualitas dan Reproduksi
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan
ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah
ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
(Asmadi, 2010).
9) Pola Toleransi Stress - Koping
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrik pencetus
serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress.
Frekwensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara
penanggulangan terhadap stresor. Kecemasan dan koping yang tidak efektif
didapatkan pada klien dengan asma bronkial (Muttaqin, 2012).
10) Pola Nilai – Keyakinan
Kedekatan klien pada suatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap tuhan dan
mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress
yang konstruktif (Muttaqin 2012).
11) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum klien
Keadaan umum pada klien PPOK yaitu composmentis, lemah, dan
sesak nafas.
b) Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi: Simetris, warna rambut hitam atau putih, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c) Pemeriksaan telinga
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
d) Pemeriksaan mata
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, konjungtiva
merah muda, sclera putih
e) Pemeriksaan Hidung
Inspeksi: simetris, terdapat bulu hidung, tidak ada lesi, tidak ada
kotoran hidung
Palpasi: tidak nyeri tekan
f) Pemeriksaan mulut dan faring
Inspeksi: mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut,
biasanya ada kesulitan untuk menelan
g) Pemeriksaan leher
Inspeksi: simetris, tidak ada peradangan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran vena jagularis
dan kelenjar tiroid
h) Pemeriksaan paru
Inspeksi: batuk produktif non produktif, terdapat sputum yang kental
dan sulit dikeluarkan, bernafas menggunakan otot- otot tambahan, ada
sianosis. Pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, sulit bicara
karena sesak nafas.
Palpasi: bernafas menggunakan otot-otot nafas tambahan Takikardi
akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti dengan sianosis sentral
Perkusi: lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
Auskultasi: respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing)
pada fase respirasi semakin menonjol.
i) Pemeriksaan jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid calvicula
sinistra
Perkusi: suara pekak
Auskultasi: S1 dan S2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan
j) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: Tidak ada lesi, warna kulit merata. Auskultasi: Terdengar
bising usus 12x/menit.
Palpasi: Tidak ada pembesaran abnormal, tidak adanyeri tekan.
Perkusi: tympani
k) Pemeriksaan integument
Inspeksi: struktur kulit halus, warna kulit sawo matang, tidak ada
benjolan

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien yang kemungkinan muncul berdasarkan
NANDA (2017) , yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelebihan /
berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi.
4. Gangguan Pola Tidur
5. Intoleransi Aktivitas

C. Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan Respiratory status : Airway suction
Ventilation
nafas tidak 1. Pastikan kebutuhan
Respiratory status :
efektif Airway patency oral/tracheal suctioning
Aspiration Control ,
berhubungan 2. Auskultasi suara nafas sebelum
Kriteria Hasil:
dengan  Mendemonstrasikan dan sesudah suctioning.
batuk efektif dan
bronkokontriksi, 3. Informasikan pada klien dan
suara nafas yang
peningkatan bersih, tidak ada keluarga tentang suctioning
sianosis dan dyspneu
produksi 4. Gunakan alat yang steril setiap
(mampu
sputum, batuk mengeluarkan melakukan Tindakan
sputum, mampu
tidak efektif, 5. Monitor status oksigen pasien
bernafas dengan
kelebihan / mudah, tidak ada Airway Management
pursed lips)
berkurangnya 1. Buka jalan nafas, guanakan
 Menunjukkan jalan
tenaga dan nafas yang paten teknik chin lift atau jaw thrust
(klien tidak merasa
infeksi bila perlu
tercekik, irama nafas
bronkopulmonal  frekuensi pernafasan 2. Posisikan pasien untuk
dalam rentang
. memaksimalkan ventilasi
normal, tidak ada
suara nafas 3. Identifikasi pasien perlunya
abnormal)
 mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor
yang dapat 4. Keluarkan sekret dengan batuk
menghambat jalan atau suction
nafas
5. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan

2. Pola napas tidak Respiratory status :


Ventilation NOC 1. Ajarkan klien latihan bernapas
efektif diafragmatik dan pernapasan
Respiratory status :
berhubungan Airway patency bibir dirapatkan.
Vital sign Status
dengan napas 2. Berikan dorongan untuk
Kriteria Hasil :
pendek, mucus,  Mendemonstrasikan menyelingi aktivitas dengan
batuk efektif dan suara periode istirahat.
bronkokontriksi
dan iritan jalan nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan 3. Biarkan pasien membuat
napas dyspneu (mampu keputusan tentang
mengeluarkan sputum, perawatannya berdasarkan
mampu bernafas tingkat toleransi pasien.
dengan mudah, tidak
ada pursed lips) 4. Berikan dorongan penggunaan
 Menunjukkan jalan latihan otot- otot pernapasan
nafas yang paten jika diharuskan.
(klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas
abnormal)
 Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan
diastole 70-90mmHg),
nad (60-
100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))

D. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan.
Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Evaluasi merupakan
tahap akhir dari proses keperawatan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu
proses formatif dan hasil sumatif. Proses Formatif berfokus pada aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan, evaluasi
proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan dilaksanakan dan terus
menerus dilaksanakan sampai tujuan tercapai.
Hasil sumatif berfokus pada perubahan prilaku/status kesehatan pasien pada
akhir tindakanperawatan pasien, tipe ini dilaksanakan pada akhir tindakan secara
paripurna. Disusun menggunakan SOAP (Donsu, 2017), dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara objektif oleh
pasien setelah diberikan implementasi keperawatan
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjek dan objektif apakah
telah tertasi, teratasi sebagian atau belum teratasi
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis ada tiga
kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan
tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan
sesuai kriteria hasil yang telah ditentukan,tujuan tercapai sebagian
apabila jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria hasil
yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika klien menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai