Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru


Bagian-bagian sistem pernafasan terdiri dari Cavum nasi, faring, laring,
trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis,
bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus
dan alveoli6. Khususunya pada paru-paru terletak pada rongga dada, memiliki
bentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma7. Paru-paru terdapat bagian dextra yang terdiri dari 3 lobus
yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior dan bagian sinistra yang
terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior6.
Pada paru (pulmo) dextra terdapat fissura horizontal yang membagi lobus
superior dan lobus media serta fissura oblique yang membagi lobus media dengan
lobus inferior. Sedangkan pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi
lobus superior dan lobus inferior6.

Gambar 2.1 Anatomi Paru


Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang
disebut cavum pleura 8.
Pada paru terdapat percabangan saluran pernafasan bawah yaitu bronkus,
bronkiolus dan alveolus yang merupakan unit fungsional sebagai tempat
pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida dalam sistem pernafasan.
Trakea akan bercabang dua di belakang arcus costae menjadi bronchus principalis
dextra dan sinistra. Bronkus principalis dextra meninggalkan trakea dengan
membentuk sudut sebesar 25 derajat dengan garis vertikal. Bronkus principalis
sinistra meninggalkan trakea dengan membentuk sudut 45 derajat dengan garis
vertikal. Pada anak-anak dengan usia kurang dari 3 tahun, kedua bronkus
meninggalkan trakea dengan membentuk sudut yang hampir sama 9.

Gambar 2.2 Percabangan Bronkus

Bronkus Principalis Dextra


Pada bronkus principalis dextra memiliki ukuran lebih besar, lebar, lebih
pendek, dan leboh vertikal dari bronkus principalis sinistra serta memiliki panjang
kurang lenih 2,5 cm. bronkus lobaris superior dimulai sekitar 2 cm dari pangkal
bronkus principalis di carina. Kemudian bronkus principalis dextra masuk ke hilus
paru-paru kanan dan bercabang dua menjadi bronkus lobaris medius dan bronkus
lobaris inferior 9.
Bronkus Principalis Sinistra
Bronkus principalis sinistra memiliki ukuran yang lebih sempit, lebih
panjang dan lebih horizontal dibandingkan bronkus principalis dextra serta
memiliki pajang kurang lebih 5 cm. Pada saat masuk ke hilus pulmonalis sinistra,
bronkus principalis sinistra bercabang menjadi bronkus lobaris superior dan
bronkus lobaris inferior 9.
Bronkus akan terus bercabang dua sehingga akhirnya membentuk jutaan
bronkiolus terminalis dan berakhir pada bronkiolus respiratorius. Setiap
bronkiolus respiratorius terbagi lagi menjadi 2 hingga 11 ductus alveolaris yang
masuk ke dalam saccus alveolaris9.

Vaskularisasi
Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu arteri pulmonalis dan
arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama
kanan dan kiri untuk kemudian bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang
memasok darah ke interstisial paru. Perlu diketahui bahwa pembuluh darah
percabangan dari arteri pulmonalis mempunyai ujung akhir. Tekanan darah pada
arteri pulmonalis sangat rendah sehingga memungkinkan pertukaran gas dengan
baik sekali. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis lebih
tinggi dibandingkan tekanan pada arteri pulmonalis. Berbeda dengan percabangan
pembuluh darah arteri pulmonalis, percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak
mempunyai ujung akhir. Darah yang dipasok oleh arteri bronkialis sampai ke
saluran pernafasan, septa interlobular, dan pleura. Sepertiga darah yang
meninggalkan paru melalui vena azigos menuju vena cava sedangkan yang dua
pertiga lagi melalui vena pulmonalis ke atrium kiri11.

Histologi Vaskuler
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri atas tiga lapis berturut-
turut dari dalam keluar yaitu tunika intima, tunika media dan tunika adventisia,
dimana semakin besar pembuluhnya, semakin nyata adanya ketiga lapisan
tersebut 34.
Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah
terdiri dari epitel skuamos simplek yang disebut endothelium diatas membran
35
basement dan lapisan tipis dari jaringan ikat longgar . Pada pembuluh darah
yang lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang
disebut jaringan sub endotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastis.
Tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang
disebut lamina elastica interna, dan dari tunika adventisia oleh lamina elastica
externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut
–serabut tersebut dapat dilewati oleh zat kimia dan sel darah. Tunika adventisia
terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel
lemak, serabut syaraf danpembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh
darah (vasa vasorum) 36.

Gambar 2.3 Lapisan pembuluh darah

Sirkulasi Pulmonal
Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang
berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui vena cava superior dan vena
cava inferior kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan,
meninggalkan jantung kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan
dan kiri). Di dalam paru, darah mengalir ke kapiler paru dimana terjadi pertukaran
zat dan cairan, sehingga menghasilkan darah yang teroksigenasi. Oksigen diambil
dari udara pernapasan. Darah yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan melalui
vena pulmonalis (kanan dan kiri), menuju ke atrium kiri dan selanjutnya
memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis). Darah dari ventrikel
kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke seluruh tubuh (dan dimulai lagi
sirkulasi sistemik).

Gambar 2.4 Sirkulasi pulmonal

Tekanan Vaskuler Paru


Tekanan normal pada arteri pulmonalis sekitar 22/8 mmHg, dengan
tekanan arteri pulmonalis rata-rata 13 mmHg. Tekanan kapiler paru rata-rata
sekitar 10 mmHg, dan tekanan rata-rata pada Vena pulmonal sekitar 4 mmHg,
sehingga gradien tekanan pada sirkulasi pulmonari hanya 9 mmHg. Tahanan
terhadap aliran darah dalam sirkulasi pulmonal kira-kira sepersepuluh tahanan
dalam sirkulasi sistemik. Tekanan arteri pulmonalis biasanya tidak dipengaruhi
oleh tekanan atrium kiri pada tekanan kurang dari 7 mmHg. Namun, bila tekanan
atrium kiri melebihi kira-kira 7 mmHg, pembuluh darah paru yang robek akan
melebar, dan tekanan arteri pulmonal meningkat bersamaan dengan peningkatan
tekanan atrium kiri. Dengan tidak adanya kegagalan ventrikel kiri, bahkan
peningkatan resistensi vaskular sistemik tidak menyebabkan tekanan pada atrium
kiri meningkat secara signifikan. Akibatnya, ventrikel kanan terus mengeluarkan
volume curahnya terhadap tekanan arteri pulmonalis normal meskipun beban
kerja meningkat pada ventrikel kiri. Dengan demikian, volume curah ventrikel
kanan tidak terubah dengan perubahan resistansi vaskular sistemik kecuali
ventrikel kiri gagal12.
Apabila ventrikel kiri gagal, tekanan atrium kiri bisa meningkat hingga
lebih dari 15 mmHg. Tekanan arteri pulmonal rata-rata juga meningkat,
menempatkan beban kerja yang meningkat pada ventrikel kanan. Jika ini terjadi
secara akut, ventrikel kanan juga bisa gagal karena mungkin tidak dapat
menghasilkan volume stroke yang memadai karena strukturnya (lihat diskusi
sebelumnya). Jika tekanan arteri pulmonalis meningkat secara bertahap dari waktu
ke waktu, ventrikel kanan mungkin beradaptasi dengan remodeling dan dilatasi
walaupun pada akhirnya akan mulai terjadi kegagalan12.

Inervasi
Paru diinervasi oleh saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis.
Otot polos saluran napas diinervasi oleh nervus vagus aferen, nervus vagus
eferen( kolinergik posganglionik). Pleura parietalis diinervasi oleh nervus
interkostalis dan nervus frenikus, sedangkan pada pleura viseralis tidak terdapat
inervasi 11.

2.2 Fisiologi Paru-Paru


Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki
struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan
dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer 8.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembunggelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis 10.

2.3 Hipertensi Pulmonal (Pulmonary Hypertension/PH)


2.3.1. Definisi Hipertensi Pulmonal
Tanpa memperhatikan asalnya, hipertensi pulmonal didefinisikan
sebagai tekanan arteri pulmonal (mean pulmonary artery pressure / mPAP)
rata-rata ≥ 25 mmHg1,13.Berdasarkan data yang tersedia telah menunjukkan
bahwa nilai mPAP yang normal saat istirahat adalah 14 ± 3 mmHg dengan
batas atas normal sekitar 20 mmHg13.
Hipertensi pulmonal adalah kondisi hemodinamik dan patofisiologis
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan paru rata-rata (lebih dari
atau sama dengan 25 mmHg saat istirahat5.

2.3.2. Etiologi dan Klasifikasi Hipertensi Pulmonal


Hipertensi pulmonal diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder,
dimana hipertensi pulmonal primer digambarkan sebagai sebuah vaskulopati
hipertensi dari arteri pulmonal yang bersifat idiopatik sedangkan PH
sekunder merujuk pada sekelompok penyakit yang bersifat heterogen
dengan peningkatan PAP2.Pada klasifikasi klinis PH dimaksudkan untuk
mengkategorikan beberapa kondisi klinis menjadi lima kelompok menurut
presentasi klinis yang serupa, temuan patologis, karakteristik hemodinamik
dan strategi perawatan dengan penjabaran sebagai berikut13.

a. Klasifikasi Fungsional
Berdasarkan ringkasan eksekutif simposium dunia mengenai Hipertensi
Paru Primer di Evian, Perancis, pada tahun 1998, hipertensi paru mungkin
dibagi menjadi beberapa kelas fungsional berikut:27:
1) Kelas I : Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan dispnea yang atau kelelahan, nyeri dada,atau
sinkop.
2) Kelas II: Pasien dengan hipertensi pulmonal yang memiliki sedikit
keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.mereka
merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas fisik biasa
menyebabkan dispnea atau kelelahan, nyeri dada, atau
hampir sinkop
3) Kelas III: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukan
aktifitas ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang
hilang setelah beristirahat.tetapi bahkan aktivitas yang
biasa dapat menyebabkan dispnea atau kelelahan, nyeri
dada, atau hampir sinkop. Pasien memerlukan pembatasan
yang nyata dalam melakukan aktifitas fisik
4) Kelas IV: Pasien dengan hipertensi pulmonal yang tidak mampu
melakukan aktifitas apapun (aktifitas ringan akan
merasakan sesak), dengan tanda dan gejala gagal jantung
kanan, dispnea atau kelelahan bahkan mungkin ada saat
istirahat, dan ketidaknyamanan meningkat dengan aktivitas
fisik apa pun.

b. Klasifikasi Klinis Komprehensif


Klasifikasi modern untuk hipertensi pulmonal didirikan pada tahun
1998. Maksud dari klasifikasi ini adalah untuk mengelompokkan pasien
yang tampaknya memiliki mekanisme penyakit yang umum.sehingga
muncul skema yang mengklasifikasikan diagnosis hipertensi pulmonal
menjadi 5 kelompok berbeda yaitu: PAH (Grup 1); PH sekunder untuk
penyakit jantung kiri (Grup 2); PH sekunder dari penyakit paru-paru (Grup
3); PH tromboemboli kronis (Grup 4); dan PH sekunder karena mekanisme
yang tidak jelas atau multifaktorial (Grup 5). Sejak itu, modifikasi pada
klasifikasi tersebut dilakukan setiap 5 tahun, dan meskipun 5 klasifikasi
Grup tetap sama, namun apabila terdapat beberapa sub kelompok yang
kurang dipahami maka akan dipindahkan dalam kategori yang berbeda17.
Gambar 2.5 Tabel klasifikasi klinis secra komprehensif
pada PH

1) Hipertensi Arteri Pulmonal


Istilah hipertensi arteri pulmonal (PAH) didefinisikan secara
hemodinamik sebagai kondisi dimana nilai mPAP ≥ 25 mm Hg, pulmonary
arterial wedge pressure (PAWP) ≤ 15 mm Hg dan pulmonary vascular
resistance (PVR) > 3 Wood Unit (WU), serta tidak adanya penyebab
lainnya pada PH pre-kapiler, seperti PH karena penyakit paru-paru, chronic
ThromboemboliPH (CTEPH) atau penyakit lainnya18. Penyakit ini tergolong
progresif yang dapat mengakibatkan gagal jantung dan kematian dini.
Gejala khas yang ditimbulkan seperti dyspnea saat latihan, nyeri dada dan
sinkop. Serta tanda-tanda klinis yang lebih lanjut berupa gagal jantung
kanan19.
Pada hipertensi arteri pulmonal, terjadi peningkatan tekanan paru yang
berawal dari sistem pembuluh darah paru pre-kapiler. Perubahan histologis
terdiri dari hipertrofi tunika intima dan media, penggumpalan pembuluh
darah, trombosis in-situ dan perkembangan lesi pleksiformes. Perubahan
histologis yang tampak serupa pada semua kondisi (secara klinis sangat
berbeda) akan digabungkan dalam grup hipertensi arteri pulmonal19.
PAH idiopatik adalah kondisi yang sangat jarang terjadi dengan kejadian
2-6 / juta populasi dewasa / tahun. Sebagian besar pasien adalah wanita pada
dekade ketiga hingga keempat kehidupan. PAH idiopatik merupakan
penyakit progresif dan dikhawatirkan apabila tidak diobati maka
kelangsungan hidup diprediksi hanya sekitar 2,8 tahun19.
Ketika mutasi germ-line hadir dalam PAH idiopatik, maka hal ini disebut
dengan PAH yang diwariskan (heritable). PAH yang diwariskan juga dapat
termasuk dalam kasus dengan atau tanpa mutasi germ-line yang
teridentifikasi.Mutasi diidentifikasi pada reseptor transforming-growth-
factor-β (TGF-β), seperti gen BMPR II, gen Alk 1 dan gen endoglin. Mutasi
pada gen BMPR II telah ditemukan pada 20% pasien Idiopatik PAH dan
pada 70% kasus keluarga. Maka dari itu screening echocardigraphic dari
anggota keluarga tingkat pertama sangat disarankan.Pasien dengan heritable
PAH memiliki hasil yang lebih buruk daripada pasien IPAH19.
PAH dapat dikaitkan dengan paparan obat dan racun, terutama obat
anorektik seperti aminorex dan fenflur-amine. Selain itu, ada juga dugaan
hubungan dengan penggunaan kokain, (met-) amfetamin, L-tryptophan,
mitomycin C dan selective serotonin reuptake inhibitor19.
Yang sangat umum terjadi adalah hubungan PAH dengan penyakit
jaringan ikat. Insiden tertinggi perkembangan PAH diketahui pada pasien
scleroderma, terutama dengan sindrom CREST sebagai skleroderma
subentity (10-20% ), diikuti oleh systemic lupus erythematosus (SLE, 10%).
Pasien-pasien dengan PAH pada jaringan ikat memiliki perjalanan klinis
yang buruk dan dapat mengalami perburukan. Pada mereka dengan
skleroderma disarankan untuk melakukan skriningechocardiographics
setiap setahun sekali19.
Infeksi HIV adalah salah satu faktor risiko yang diperkirakan untuk PAH.
Adanya antigen virus yang ditemukan di dinding endothial dapat
menginduksi pertumbuhan patologis dan proliferasi yang dapat menginduksi
keadaan inflamasi kronis dan aktivasi kekebalan pada infeksi HIV.
Keberlangsungan seseorang dengan HIV didapatkan sekitar 3,6 tahun
setelah diagnosis PAH19.
Hipertensi paru pulmonal memiliki hubungan dengan hipertensi portal
dengan insiden 2-9% pada semua pasien dengan penyakit hati struktural
hingga 16% pada pasien dengan penyakit hati lanjut. Namun, tidak ada
hubungan yang jelas antara tekanan vena porta, fungsi hati dan
perkembangan pada PAH. Didapatkan prognosisnya buruk dengan tingkat
kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 14%. Kombinasi mPAP> 35 mmHg
dengan peningkatan tekanan pulmonal (PVR) dianggap sebagai faktor
risiko penting untuk transplantasi yang lebih cepat19
PAH umum terjadi pada penyakit jantung bawaan (PJK) dan membentuk
sub kelompok khusus dengan perbedaan esensial dari kondisi PAH lainnya,
terutama mengenai perjalanan klinis, prognosis, dan heterogenitas
kelompok.Peningkatan aliran darah pada pembuluh darah paru yang
disebabkan oleh adanya shunt sistemik ke pulmonalis merupakan syarat
untuk pengembangan CHD-PAH.Kelebihan tekanan, seperti pada post-
tricuspid shunts (VSD, aorto-pulmonary window, persistent ductus botalli)
mempercepat perkembangan ini. Pada tahap pertama perubahan vaskular
bersifat reversibel dan karena itu dapat disembuhkan dengan penutupan
pintasan (shunt) tersebut.Pasien dengan pintasan tertutup mungkin
memiliki prognosis yang serupa dengan IPAH sedangkan pasien dengan
pintasan terbuka akhirnya dapat mengalami pembalikan pintasan, yang
disebut fisiologis Eisenmenger, suatu kondisi dengan kelangsungan hidup
yang relatif baik pada orang dewasa tetapi memilki banyak risiko19.
PAH yang terkait dengan schistosomiasis (insidensi sekitar 4-5%)
dimasukkan dalam kelompok PAH dalam pedoman terakhir karena dalam
penelitian terbaru karakteristik klinis dan histologis mirip dengan kondisi
PAH lainnya.PAH yang terkait dengan schistosomiasis (insidensi sekitar 4-
5%) dimasukkan dalam kelompok PAH dalam pedoman terakhir karena
dalam penelitian terbaru karakteristik klinis dan histologis mirip dengan
kondisi PAH lainnya. Mekanisme yang terjadi berupa hipertensi portal pada
hepatos-plenic dan inflamasi lokal pada pembuluh darah paru akibat telur
schistosomiasis19.

a) Subgrup 1’ Pulmonary Veno-Occlusive Distance (PVOD) and


Pulmonary Capillary Haemangiomatosis
Beberapa penyebab PVOD telah diidentifikasi baru-baru ini seperti
faktor genetika, obat-obatan dan terapi radiasi. Diagnosis ini termasuk
menantang karena tidak ada tes non-invasif untuk memberikan diagnosis
yang pasti. Pemeriksaan standar emas adalah biopsi paru-paru terbuka,
prosedur yang sangat berisiko tinggi pada pasien PAH 19,20.
b) Subgrup 1’’ Persistent Pulmonary Hypretension of The New Born
PH persisten pada bayi baru lahir adalah suatu sindrom klinis di mana
sistem vaskular paru gagal beradaptasi dengan sirkulasi ekstra-uterus19.

2) Hipertensi Pulmonal Karena Penyakit Jantung Kiri


Pulmonary hypertension due to left heart disease atau hipertensi
pulmonal karena penyakit jantung kiri termasuk dalam kelompok 2 dalam
klasifikasi secara klinis, yang terdiri dari PH yang disebabkan oleh penyakit
jantung kiri, termasuk disfungsi sistolik ventrikel kiri, disfungsi diastolik
ventrikel-kiri, penyakit valvular, obstruksi aliran darah masuk/keluar pada
jantung kiri yang berasal dari bawaan atau didapat, serta kardiomiopati
kongenital. Umumnya kelompok PH jenis ini ini ditemukan pada pasien
heart failure with preserved or reduced ejection fraction (masing-masing
HFpEF dan HFrEF)21.
PH merupakan komplikasi paling umum dari penyakit jantung kiri,
sebagai respond peningkatan tekanan pada pengisian atrium kiri secara
pasif. Secara hemodinamik, saat ini didefinisikan sebagai PH post-kapiler
yang ditandai dengan kombinasi mPAP ≥25 mm Hg,PAWP atau left
ventricularend-diastolic pressure (LVEDP)> 15 mm Hg, dengan curah
jantung normal atau berkurang.Patofisiologi pada kelompok ini melibatkan
transmisi balik (backward transmission) secara pasif pada tekanan
pengisian yang meningkatkan mPAP. (mis., Hilangnya compliance pada
atrium kiri, disfungsi diastolik, regurgitasi mitral), peningkatan lebih lanjut
pada mPAP (misalnya Disfungsi endotelial, vasokonstriksi), dan akhirnya
memperburuk remodeling vaskular paru, kegagalan ventrikel kanan, dan
kematian21,22.
Diketahui bahwa kelompok pasien PH dengan HFpEF memiliki lebih
banyak komorbiditas kardiovaskular, kapasitas dan fungsi ginjal yang lebih
buruk, frekuensi pembesaran atrium kiri yang lebih tinggi, frekuensi
pembesaran atrium kanan yang lebih rendah, dan PH yang lebih ringan21.
Patofisiologi pada PH dengan penyakit jantung kiri berawal dari adanya
peningkatan tekanan vena pulmonal mengakibatkan gangguan dinding
alveolar-kapiler yang disebut kegagalan stres alveolar-kapiler, yang
mengakibatkan kebocoran kapiler dan edema alveolar akut. Tahap akut ini
reversibel. Namun dengan peningkatan tekanan vena paru secara kronis ada
remodeling ireversibel dari membran alveolar-kapiler sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan edema paru
yang berpotensi mengancam jiwa.Proses remodelling mempengaruhi kedua
vena paru dan sistem arteri dengan penebalan kapiler sel epitel endotel dan
sel epitel membran alveolar dan vena paru. Perubahan ini mengurangi
permeabilitas pada kapiler alveolarterhadap cairan, dan mencegah
perkembangan edema paru. Proses ini juga menghasilkan muskularisasi
arteriol dan neointima bersamaan dengan hipertrofi medial dari arteriol
paru-paru distal yang mengarah ke peningkatan resistensi pembuluh darah
paru . Dengan lamanya penyakit, edema paru akan berkurang dan gambaran
klinis didominasi oleh perkembangan PH dan gagal jantung kanan 23.

Gambar 2.6 Patofisiologi pada PH karena penyakit jantung kiri

Faktor-faktor risiko yang paling berbeda dengan PH dengan HFpEF dari


PAH adalah usia tua, adanya hipertensi dan penyakit arteri koroner, tidak
adanya pembesaran atrium kanan, tekanan sistolik aorta yang lebih tinggi,
tekanan atrium kanan yang lebih tinggi, dan output kardiak yang lebih
tinggi. Meskipun tidak ada pengobatan yang divalidasi untuk Grup PH 2 ,
tujuan utamanya adalah untuk merawat kondisi jantung yang
mendasarinya21.

3) Hipertensi Pulmonal Karena Penyakit Saluran Pernafasan/Hipoksia


Pulmonary hypertension due to lung disease and/or hypoxiaKondisi yang
terkait dengan Grup 3 PH termasuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
diketahui bahwa, saat ini hipertensi paru berkembang perlahan pada PPOK,
penyakit paru interststitial (ILD) (mis., Fibrosis paru idiopatik, sarkoidosis),
penyakit paru lain dengan pola restriktif dan obstruktif campuran, gangguan
pernapasan saat tidur, gangguan hipoventilasi alveolar, dll. Pada kasus ini
seringkali sulit untuk membedakan antara PAH idiopatik dengan penyakit
pada Grup 3 PH.Namun, pasien Grup 3PH sering memiliki fungsi ventilasi
sedang hingga berat, cadangan pernapasan berkurang, dan abnormalitas
pada jalan udara dan / atau kelainan parenkim21.
Kelompok 3 pasien PH umumnya memiliki peningkatan mPAP dari
kategori ringan-sedang yang berkorelasi dengan tingkat keparahan
gangguan yang mendasarinya.PH diikuti ILD memiliki prognosis yang lebih
buruk, dengan fibrosis paru idiopatik yang memiliki lima kali lipat
peningkatan mortalitas 1 tahun dibandingkan dengan PAH21.
Dua kunci patofisiologis utama mendasari PH yang dikaitkan dengan
hipoksia dan PPOK adalah vasokonstriksi hipoksik dan penghancuran
pembuluh darah paru. Hipoksia menginduksi kerusakan sel endotel,
menyebabkan pelepasan molekul seperti endotelin yang menyebabkan
vasospasme dan proliferasi sel otot (vasokonstriksi paru akut di beberapa
daerah paru-paru dan vasodilatasi di tempat lain) 21,24.Hipoksia menyebabkan
vasokonstriksi paru sehingga terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah
paru. Perubahan akhirnya secara biologis termasuk neo-muskularisasi
arteriol, penebalan intimal, hipertrofi medial, dan deposisi kolagen
adventitia.Meskipun vasokonstriksi awal yang diinduksi hipoksia adalah
proses reversibel, remodeling paru akibat hipoksia kronis sebagian besar
tidak dapat dipulihkan. manajemen untuk Grup 3 PH biasanya mencakup
pengobatan proses penyakit yang mendasarinya21.
Peradangan yang terkait dengan penyakit paru yang mendasari mungkin
bertanggung jawab untuk berkembangnya dalam keadaan hipoksia. Sel-sel
radang telah terdeteksi di pembuluh darah lokal pada pasien PPOK, selain
bukti peradangan sistemik dengan peningkatanpenanda inflamasi, seperti
CRP dan TNF-α24 .
4) Hipertensi Pulmonal Tromboembolitik Kronis dan Obstruksi Arteri
Pulmonalis Lainnya
Chronic thromboembolic pulmonary hypertension and other pulmonary
artery obstruction termasuk ke dalam Kelompok 4 terdiri dari PH karena
tromboemboli kronis penyakit yang mengarah pada oklusi pembuluh darah
paru yang berkepanjangan. Selama bertahun-tahun sudah jelas bahwa
CTEPH dapat terjadi sebagai komplikasi dari emboli paru akut (PE) setelah
tromboemboli vena (VTE). Mekanisme hipertensi paru pada CTEPH
bersifat multifaktorial25.
Pasien-pasien ini sering kurang terdiagnosis dan mungkin memiliki
mekanisme abnormal fibrinolisis atau kelainan hematologis atau autoimun
yang mendasarinya yang berkontribusi pada kondisi hypercoagulasi dan
resolusi trombi yang buruk.Adanya arteriopati paru atau in situ trombosis
kemungkinan berkontribusi pada perkembangan CTEPH. Proses remodeling
vaskular dapat terjadi di arteri dan arteriol di lokasi oklusi pembuluh darah.
Mekanisme mengapa hanyasebagian kecil pasien dengan emboli paru akut
dapat berkembang menjadi CTEPH hingga kini kurang dipahami.Sebuah
prospektif, studi longitudinal baru-baru ini memperkirakan kejadian
kumulatif CTEPH pada pasien dengan emboli paru akut tanpa riwayat
tromboemboli vena lainnya menjadi 3,8% setelah 2 tahun21.

5) Hipertensi Pulmonal dengan Mekanisme yang Belum Jelas dan/atau


Multifaktorial
Kelompok 5 PH mencakup semua kasus PH lain yang tidak jelas,
mekanisme multifaktorial meliputi gangguan hematologi (penyakit sel sabit
[SCD], beta-thalassemia, anemia hemolitik kronis, kelainan
mieloproliferatif, splenektomi), kelainan sistemik (sarkoidosis, limfangi-
oleiomiomatosis, histiositosis paru), dan gangguan metabolisme (penyakit
penyimpanan glikogen, penyakit gaucher). Selain itu, penyebab obstruksi
tumor, mediastinitis fibrosis, gagal ginjal kronis, dan PH segmental juga
dimasukkan. SCD menjadi penyakit yang ditandai dengan paling baik
terkait dengan Grup 5 PH. PH post kapiler dalam SCDmerupakan
mekanisme sekunder dari disfungsi ventrikel kiri, sedangkan PH pra-kapiler
dapat disebabkan oleh vasculopathy dari hemolisis intravaskuler,
tromboemboli paru kronis, atau peningkatan respons hipoksik21.

c. Karakteristik Hemodinamik
Hipertensi Arterial Paru (PAH) (juga disebut PH pre-kapiler)
didiagnosis ketika PAWP (pulmonary artery wedge presure) adalah ≤15
mmHg. PH post kapiler didefinisikan sebagai hipertensi pulmonal yang
dikarenakan adanya disfungsi ventrikel kiri (baik miokard dan / atau katup)
dengan nilai yang didapat pada PAWP> 15 mmHg14.

Gambar 2.7 Gambar skematik hipertensi pulmonal

Isolasi post kapiler pada Hipertensi pulmonal (Ipc-PH) dikatakan


ketika Diastolic Pressure Gradient (DPG = Diastolic PAP - PCWP) <7
mmHg dan pulmonary vascular resistance (PVR) ≤ 3 WU14.
Sedangkan pada kombinasi hipertensi pulmonal postcapillary dan
precapillary (BPK-PH) merupakan keadaan dimana PAWP> 15 mmHg dan
DPG ≥ 7 mmHg dan / atau PVR> 3 wood unit (WU). Kelompok ini
sebelumnya disebut dengan Peningkatan “tidak proporsional” pada PAPm.
Gambar 2.8 Tabel definisi hemodinamik

Hipertensi pulmonal pra-kapiler terdiri dari kelompok klinis 1


(pulmonary arterial hypertension), 3 (hipertensi pulmonal akibat penyakit
paru atau hipoksia), 4 (hipertensi pulmonal dengan tromboemboli kronis)
dan 5 (hipertensi pulmonal dengan penyebab yang tidak jelas dan/atau
mekanisme multifaktorial). Pada hipertensi pulmonal post-kapiler meliputi
kelompok klinis 2 ( hipertensi pulmonal karena penyakit jantung kiri) dan
kelompok 5 (hipertensi pulmonal yang tidak jelas dan.atau mekanisme
multifaktorial)16.
Contoh klasik dari suatu penyakit yang ditandai dengan hipertensi
pulmonal pre-kapiler adalah hipertensi arteri pulmonal idiopatik (idiopatic
pulmonary arterial hypertension), yang disebabkan oleh vasculopathy paru
obliteratif yang dominan mempengaruhi arteriol paru yang berukuran kecil.
Sebaliknya, penyakit jantung kiri seperti heart failure with preserved
ejection fraction (HFpEF) akan menyebabkan hipertensi pulmonal post-
kapiler karena terjadi backward transmission pada peningkatan tekanan
pengisian sisi kiri menuju ke sirkulasi pulmonal. Selanjutnya yang terakhir
dapat berupa hipertensi pulmonal post-kapiler terisolasi atau kombinasi
antara hipertensi pulmonal post-kapiler dengan komponen pra-kapiler,
seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan gradien tekanan diastolik dan /
atau peningkatan resistensi pembuluh darah paru (PVR)15.
2.3.3. Prevalensi dan Epidemiologi
Prevalensi pasti PH di Amerika Serikat dan dunia tidak diketahui
secara pasti . Penyebab paling umum dari PH di Amerika Serikat adalah
gagal jantung kiri (termasuk gagal jantung keduanya dengan fungsi sistolik
yang dipertahankan atau berkurang).PH dapat ditemukan di atas 83%
penderita gagal jantung 17. Sejalan dengan penelitian di Amerika Serikat,
penelitan yang telah dilakukan di jerman juga mendapatkan bukti salah satu
penyebab hipertensi pulmoner yang paling sering adalah adalah penyakit
jantung kiri, yang mempengaruhi 1.3 juta orang. Sekitar 50% dari mereka
dengan penyakit jantung kiri telah diketahui mengalami hipertensi paru,
yang pada 10% dari kasus tersebut merupakan gabungan post dan
precapillary. Oleh karena itu, hingga 50.000 pasien di Jerman diduga
menderita hipertensi pulmonal berat yang berhubungan dengan penyakit
jantung kiri26.

Gambar 2.9 Tabel prevalensi hipertensi pulmonal karena penyakit jantung


kiri

Kelompok pasien terbesar kedua terdiri dari penyakit paru-paru,


terutama obstruktif kronis dan penyakit fibrosis. Secara keseluruhan,
prevalensi hipertensi paru yang berhubungan dengan penyakit paru mirip
dengan yang terkait dengan penyakit jantung kiri26.
Hipertensi arteri pulmonal awalnya dianggap sebagai penyakit yang
paling banyak menyerang wanita muda, namun usia rata-rata pasien yang
didiagnosis dengan hipertensi arteri paru di Jerman meningkat terus dalam
beberapa tahun terakhir dan saat ini dapat terjadi pada usia 65 tahun. Pada
saat yang bersamaan, banyak pasien dengan usia tua yang didiagnosis
memiliki penyakit hipertensi paru juga memiliki penyakit jantung 26.
Registri NIH dilakukan pada 1980-an juga mendapatkan data bahwa
insiden Kasus PAH didominasi pada kelompok usia muda (usia rata-rata 36
tahun) dan berjenis kelamin perempuan (1,7: 1) yang diketahui memiliki
riwayat PAH yang terkait dengan idiopatik, familial, atau anorexigen. The
registry to evaluate early And long-term pulmonary arterial hypertension
disease management (REVEAL)dari Amerika Serikat melaporkan
ditemukan populasi pasien yang lebih tua (usia rata-rata 53 tahun) dapat
menderita PAH tetapi ditemukan proporsi wanita yang lebih tinggi(4.1: 1)17.

2.3.4. Faktor Risiko


Orang-orang dari segala usia, ras dan latar belakang etnis dapat
didiagnosis dengan hipertensi paru (PH). Meskipun siapa pun dapat
didiagnosis menderita PH, beberapa faktor risiko membuat beberapa orang
lebih mungkin terkena penyakit ini30:
a. Sejarah keluarga, Jika dua atau lebih anggota keluarga memiliki PAH
atau jika anggota keluarga dalam garis keturunan diketahui memiliki
gen yang terkait dengan PAH, risiko terkena PAH bisa lebih besar
kemungkinannya30.
b. Obesitas dan obstructive sleep apnea, Secara terpisah, obesitas bukan
merupakan faktor risiko. Namun, jika obesitas dikombinasikan dengan
obstructive sleep apnea (artinya kadar oksigen turun saat seseorang
sedang tidur), PH ringan dapat terjadi30.
c. Jenis kelamin, PAH idiopatik dan PAH yang diwariskan (juga dikenal
sebagai PAH keluarga) setidaknya dua setengah kali lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria. Wanita usia subur juga lebih rentan30.
d. Kehamilan, Wanita yang sudah memiliki PH dan hamil memiliki risiko
kematian yang jauh lebih tinggi30.
e. Ketinggian, Hidup di ketinggian selama bertahun-tahun dapat membuat
lebih cenderung mengalami PH. Saat bepergian ke dataran gejala PH
dapat diperburuk oleh ketinggian30.
f. Penyakit lainnya, termasuk penyakit jantung bawaan, penyakit paru-
paru, penyakit hati dan gangguan jaringan ikat seperti scleroderma dan
lupus, dapat menyebabkan perkembangan hipertensi paru30.
g. Obat-obatan, Obat-obatan tertentu, seperti metamfetamin dan obat diet
“fen phen,” diketahui menyebabkan hipertensi paru30.

Anda mungkin juga menyukai