Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan (Mita Suci,2011). Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Gejala paling dini suatu karies email yang terlihat secara makroskopik adalah apa yang dikenal sebagai suatu ‘bercak putih’ (Edwina A.M.K, 1991). Demineralisasi dimulai pada permukaan gigi dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan organiknya (Mita Suci, 2011). Andaikata proses karies mencapai daerah pertautan email-dentin, karies akan menyebar ke lateral sepanjang daerah pertautan tersebut untuk akhirnya meliputi dentin dengan kawasan yang lebih luas. Hal ini akan mengakibatkan mengaungnya email sehat, sehingga lesi akan lebih luas. Email yang mengaung ini cenderung rapuh dan akhirnya akan fraktur karena tekanan oklusal sehingga kavitas akan makin besar (Edwina A.M.K, 1991). Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri (Mita Suci, 2011). Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase limfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin harus dianggap menyatu dengan pulpa karena kedua jaringan itu terikat sangat erat satu sama lain (kompleks dentin-pulpa) (Edwina A.M.K, 1991). Salah satu rangsang yang membangkitkan reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa adalah bakteri dan toksinnya (pada karies). Reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa adalah: 1. Sklerosis tubuler di dalam dentin 2. Dentin reaksioner diantara denti dan pulpa 3. Peradangan pulpa Apabila aktivitas destruksi bakteri pada karies lebih besar daripada reaksi pertahanan, maka toksin maupun bakteri akan mencapai pulpa dan mengakibatkan peradangan pada pulpa (pulpitis) (Edwina A.M.K, 1991). Peradangan pulpa disebut pulpitis, dan seperti layaknya jaringan lain bisa merupakan peradangan yang akut atau kronik. Macam reaksi (respons) pulpa sebagian disebabkan oleh lama dan intensitas rangsang. Pada lesi karies dentin yang berkembang lambat, stimulus yang mencapai pulpa adalah toksin bakteri dan sengatan termis dan osmotis dari daerah sekitarnya. Reaksi terhadap rangsang yang ringan ini akan berupa inflamasi kronis. Akan tetapi pada saat organisme itu akhirnya mencapai sehingga pulpa berkontak dengan karies, maka besar kemungkinan akan terjadi inflamasi akut bersam-sama dengan inflamasi kronik (Edwina A.M.K, 1991). Komponen seluler terlihat jelas pada peradangan kronik, dengan dijumpainya sel-sel limfosit, sel plasma, monosit, dan makrofag. Pada radang akut lebih banyak terjadi perubahan vaskuler termasuk dilatasi pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan eksudat. Eksudat ini kelak akan menyebabkan terlambatnya aliran darah dan akhirnya akan berhenti. Seringkali hasil proses tersebut adalah kematian pulpa (nekrosis pulpa) karena jaringan ikat yang peka tersebut terkurung dalam ruang berdinding keras yang menerima aliran darahnya hanya dari pembuluh darah yang terbatas jumlahnya dan masuknya ke ruang pulpa melalui foramen yang sempit. Diperkirakan, naiknya tekanan dalam ruang pulpa yang menyebabkan terjepitnya vena yang berdinding tipis yang melewati foramen apeks (Edwina A.M.K, 1991). Akibat nekrosis pulpa adalah tersebarnya peradangan ke jaringan periapikal (periodontitis apikalis) (Edwina A.M.K, 1991).
Sumber : Kidd, Edwina A.M. Dasar-dasar Karies. Jakarta : EGC, 1991