Anda di halaman 1dari 34

Clinical Science Session

HIPERTENSI ESENSIAL

Oleh :

Wafya Melosi Ramschie 1740312291


Auzy Yoana Khalisha 1840312305

Preseptor
dr. Armen Ahmad, Sp.PD-KPTI, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul “Hipertensi
Esensial” ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Referat ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Armen Ahmad, Sp.PD-KPTI
sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan
saran, perbaikan dan bimbingan kepada penulis.
Penulis berharap semoga referat ini dapat menambah wawasan,
pengetahuan dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang hipertensi
esensial.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2

BABI. PENDAHULUAN .................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 3

1.2 Batasan Masalah ........................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4

1.4 Metode Penulisan ......................................................................................... 4

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA. ........................................................................ 5

2.1 Definisi. ......................................................................................................... 5

2.2 Klasifikasi. ..................................................................................................... 5

2.3 Epidemiologi. ................................................................................................ 6

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko............................................................................. 7

2.5 Patofisiologi................................................................................................... 9

2.6 Diagnosis ..................................................................................................... 13

2.7 Tatalaksana. ................................................................................................. 18

2.8 Komplikasi .................................................................................................. 27

2.9 Prognosis ..................................................................................................... 27

BAB III. PENUTUP. .......................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 31

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit “silent killer”. Penyakit ini ditandai

dengan meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg merupakan batas normal tekanan darah.

Tekanan darah yang meningkat dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat

meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,

gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.1,2.3

Sampai saat ini hipertensi tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara

lain meningkatnya prevalensi hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun

yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya

penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan

mortilitas. Hipertensi dalam skala global diperkirakan sebanyak 1,13 miliar pada

tahun 2015. Prevalensi di masa depan diperkirakan akan meningkat 10-20% pada

tahun 2025, mencapai 1.5 miliyar orang. World Health Organization (WHO) pada

tahun 2013 memperkirakan angka prevalensi di Indonesia sebesar 38-42% dengan

kejadian pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, yakni sebesar 4-8%. Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi

hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34.1%

dibandingkan 27.8% pada Riskesdas tahun 2013.1,4,5

Hipertensi ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada

stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan

penderitanya dan tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari

3
oleh penderitanya. Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas

dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah

kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.

Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan

risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan

garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai

sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis

hipertensi.

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis hipertensi.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Berdasarkan Join National Committee (JNC) 8, seseorang dikatakan

hipertensi bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik

≥90 mmHg.1,2

2.2. Klasifikasi

Ada dua kelompok besar hipertensi, yaitu hipertensi esensial dan hipertensi

sekunder. Hipertensi esensial merupakan peningkatan tekanan darah yang tidak

ditemukan penyebab yang jelas sementara hipertensi sekunder adalah hipertensi

yang diketahui penyebabnya. Secara epidemiologi, sebesar 90 % kasus hipertensi

merupakan hipertensi esensial.2

Selain itu, hipertensi dapat dikategorikan berdasarkan rentang tekanan darah

menjadi stage 1 dan stage 2 hipertensi.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan diastolk

(mmHg) (mmHg)

Normal <120 dan <80

Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89

Stage 1 hipertensi 140-159 atau 90-99

Stage 2 hipertensi ≥160 atau ≥100

5
2.3 Epidemiologi

Hipertensi secara global diperkirakan sebanyak 1,13 miliar pada tahun 2015,

dengan prevalensi di eropa tengah dan timur sebesar 150 juta. Prevalensi ini hampir

konsisten di seluruh dunia yaitu sebesar 30-45%. Prevalensi di masa depan

diperkirakan akan meningkat 10-20% pada tahun 2025, mencapai 1.5 miliyar orang.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan

prevalensi hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah

34.1% dibandingkan 27.8% pada Riskesdas tahun 2013. Hal tersebut diakibatkan

oleh angka harapan hidup yang meningkat, life style yang tidak sehat, dan

peningkatan berat badan.1

Di Amerika Serikat, angka kejadian hipertensi adalah sebesar 32%, antara

jenis kelamin tidak jauh berbeda laki-laki 31%, perempuan 32%. Di Indonesia

sendiri belum ditemukan prevalensi hipertensi yang terbaru. World Health

Organization (WHO) pada tahun 2013 memperkirakan angka prevalensi di

Indonesia sebesar 38-42% dengan kejadian pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan, yakni sebesar 4-8%.4,5

Tabel 2. Prevalensi Hipertensi di Amerika Serikat

Umur Laki-laki Perempuan

20-44 11% 10%

45-54 33% 27%

55-64 53% 52%

65-74 64% 63%

75+ 71% 78%

6
Ras

Non-Hispanik Putih 31% 30%

Non-Hispanik Hitam 42% 46%

Non-Hispanik Asia 29% 27%

Hispanik 27% 32%

2.4.Etiologi dan Faktor risiko

Penyebab hipertensi saat ini masih belum diketahui dengan pasti, namun

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya hipertensi. Beberapa faktor

yang terbukti berperan dalam munculnya kejadian hipertensi antara lain6 :

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai

risiko terkena hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau

kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan

orang hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.

2. Jenis Kelamin

3. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga

Hipertensi merupakan penyakit poligenik (dipengaruhi oleh banyak gen)

yang umumnya diturunkan dan gejalanya muncul lebih cepat seiring

pertambahan usia

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan)

7
2. Konsumsi alkohol berlebihan

3. Aktivitas fisik kurang

4. Kebiasaan merokok

5. Obesitas

Menurut studi Nurses’ Health Study, Obesitas bertanggung jawab

terhadap 40% kasus hipertensi yang dialami oleh pasien. Namun,

penurunan berat badan ke ukuran normal akan menurunkan faktor

risikonya hingga sama dengan pasien tidak obesitas.

6. Dislipidemia

7. Diabetes Melitus

8. Psikososial dan stress

8
2.5. Patofisiologi

Gambar 2.2 Regulasi tekanan darah sistemik

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah

yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer total

Curah jantung = volume stroke jantung x denyutan jantung

Volume stroke jantung dipengaruhi kontaksi jantung, venous return jantung

(preload) dan resistan ventrikel kiri untuk mengejeksi darah ke aorta (afterload).

Regulasi tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya adalah curah

jantung, tahanan perifer, kondisi ginjal, serta hormon seperti angiotensin II dan

aldosteron.7

9
Gambar 2.3 Faktor penyebab hipertensi

Kombinasi faktor herediter dan faktor lingkungan menyebabkan perubahan

homeostasis kardiovaskular (prehypertension), namun belum cukup meningkatkan

tekanan darah sampai tingkat abnormal; walaupun demikian cukup untuk memulai

kaskade yang beberapa tahun kemudian menyebabkan tekanan darah biasanya

meningkat (early hypertension). Sebagian orang dengan perubahan gaya (pola)

hidup dapat menghentikan kaskade (proses) tersebut dan kembali ke normotensi.

Sebagian lainnya akhirnya berubah menjadi established hypertension (hipertensi

menetap), yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan komplikasi pada target

organ.

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial

curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Peningkatan

curah jantung dan/atau peningkatan tahanan perifer meningkatkan tekanan arterial.8

10
1) Peningkatan volume cairan ekstraselular

Peningkatan volume cairan ekstraselular menyebabkan peningkatan volume

darah sekaligus meningkatkan tekanan pengisian serta venuous return yang

akhirnya akan meningkatkan cardiac output. Peningkatan cardiac output dapat

langsung meningkatkan tekanan arterial atau menggunakan alur kedua yaitu

dengan autoregulasi. Autoregulasi merupakan kondisi dimana jaringan sekitar

konstriksi untuk mengembalikan aliran darah ke kondisi yang normal.

Gambar 2.4 Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat volume.

2) Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh

juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion

atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.

11
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE

memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang

tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah

menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II

berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai

vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume

darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus

ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah.

12
3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan

faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4) Disfungsi Endotelium Pembuluh darah

Sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh

darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul

oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada

kasus hipertensi primer.

2.6. Diagnosis

Penegakan diagnosis hipertensi mencangkup anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama, riwayat

perjalanan penyakit saat ini, riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat keluarga

dengan hipertensi. Pada kebanyakan kasus, hipertensi ditemukan tidak sengaja saat

pasien datang berobat ke klinik atau layanan kesehatan lainnya. Pada hipertensi

primer, pasien sering tanpa gejala sedangkan pada hipertensi sekunder gejala yang

muncul merupakan gejala dari penyakit dasarnya.

Anamnesis lain yang perlu ditanyakan adalah faktor risiko kardiovaskular,

kerusakan organ target dan penyakit komorbid. Tentukan apakah ada penyakit yang

berisiko untuk terjadinya hipertensi seperti penyakit ginjal dan gangguan endokrin.

13
Selain itu, risiko mayor hipertensi adalah onset kejadian di usia muda, derajat

hipertensi, resistensi terhadap terapi. Faktor risiko kardiovaskular dan tekanan

darah pada pasien dapat menentukan risiko total kardiovaskular, seperti pada tabel

berikut.9

Tabel 2.1 Faktor risiko total kardiovaskular pada hipertensi10

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah mengukur tekanan darah dan

pemantauan tekanan darah. Pada awal pasien datang perlu dilakukan pemeriksaan

diseluruh ekstremitas (lengan dan tungkai). Tekanan darah yang labil atau terjadi

hipotensi postural yang disertai palpitasi, pucat dan diaporesis merupakan gejala

freokromositoma. Sedangkan tekanan darah >180/110 mmHg dengan atau tanpa

kelainan organ lain adalah diagnosis untuk krisis hipertensi.11

14
Gambar 2.5 Algoritma diagnosis hipertensi

Pemeriksaan fisik lainnya pada umumnya normal, kecuali pada beberapa

kondisi seperti auskultasi yang dilakukan disepanjang lokasi aorta di daerah

pinggang untuk mendengar adanya bruit pada aorta abdomen. Jika ditemukan

positif bruit, maka curigai ke arah hipertensi sekunder akibat renovaskular.

15
Gambar 2.6 Kriteria pemeriksaan hipertensi12

Laboratorium :

- Darah lengkap : Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), Leukosit,

- Elekrolit darah :

 Natrium

 Kalium : Hipokalemia yang tidak diketahui penyebabnya bisa

disebabkan hiperaldosteronisme. Selain itu, bisa juga disebabkan

karena hipertensi renovaskular, Sindrom Cushing.11

- Kolesterol total, LDL, HDL, Trigliserida

- Kreatinin : Jika ditemukan peningkatan kreatinin, curigai adanya penyakit

ginjal. Peningkatan kreatinin secara signifikan saat terapi dengan ACE-

Inhibitor atau ARB memberikan petunjuk ke arah penyakit renovaskular.11

16
- Ureum

- eGFR : Jika ditemukan penurunan eGFR, curigai adanya penyakit ginjal.11

- OGTT : jika pasien belum diketahui DM HbA1c

- Urinalisa

Pemeriksaan penunjang :

1. EKG : Adanya peningkatan gelombang QRS memberi kesan pembesaran

ventrikel kiri, dimana pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya.


9

2. Holter monitoring pada kasus aritmia

3. Uji latihan

4. Rontgen Toraks

5. Echocardiografi

6. CT- scan kepala

7. Ankle Brachial Index

8. Fundoscopy

9. USG : Pada pasien dengan hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal, perlu

dilakukan pemeriksaan USG Ginjal. Hasil yang diperlukan seperti ukuran,

bentuk, ketebalan korteks, adanya sumbatan traktus urinarius dan massa

ginjal.11

10. Skintigrafi dan CT scan diperlukan pada pasien dengan hipertensi sekunder

akibat freokromositoma.11

17
Tabel 2.3 Organ target pada hipertensi13

Target Organ Damage

Jantung

 Hipertrofi Ventrikel Kiri

 Angina atau Infark Miokard

 Heart Failure

Otak

 Stroke atau Transient Ischemic Attack

Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit Arteri Perifer

Retinopati

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V

2.7 Tatalaksana hipertensi

2.7.1 Tujuan terapi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :

1. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan

hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan

organ target (misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal

jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko merupakan tujuan

utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara

bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko.14

18
14
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.

 Kebanyakan pasien < 140/90 mmHg

 Pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg

 Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mmHg

2.7.2 Terapi non farmakologi

Dalam guideline JNC 8 modifikasi gaya hidup tidak dibahas secara detail

mungkin tetap mengacu pada modifikasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa

panduan lain15;

1. Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20 mmHg/

penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria dan <80

cm untuk wanita, indeks masa tubuh <25kg/m2. Rekomendasi penuruan berat

badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga meningkatkan

aktivitas fisik

2. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat

menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah,

sayur- sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh

dan total lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.

3. Retiriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

Konsumsi sodium chloride  6 g/hari (100 mmol sodium/ hari).

Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat.

4. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. lakukan

aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1

minggu yang dapat diakumulasikan.

19
5. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4

mmHg. Maksimum 2 minuman standar/hari : 1 oz atau 30 mL ethanol dan 1

minuman standar/ hari untuk wanita.

6. Berhenti merokok untuk mngurangi risiko kardiovaskuler

Secara keseluruhan Pendekatan non farmakologis dibedakan menjadi

beberapa hal:

 Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi

karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat

meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak

dapat menurunkan risiko aterosklerosis.

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi

asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan

sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah

rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.15

 Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik

teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.

Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.

Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian

dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.

Melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari)

diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai

20
19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio respirasi rendah

pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%.

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan

mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu

diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan

hipertensi.16

I. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan

berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi.

Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan

makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang

banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol

per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak

tanpa garam, menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan

menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit

dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan

mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.16

b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang

berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak

jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari

21
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari

tanaman dapat menurunkan tekanan darah.16

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat

mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan

tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu,

mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan

tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan

mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak

mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung

magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak

kalsium.16

II. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan

sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan

stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan

rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.17

2.7.3 Terapi farmakologi

Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani

hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:

 Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan

jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥90

22
mmHg pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah tekanan

darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.

 Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik mulai

diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah

tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun).

 Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai

diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi adalah

tekanan darah sistolik <140 mmHg.

 Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis

terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan

darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.

 Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus

terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan

darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.

 Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita diabetes

melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide, penghambat

kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau

angiotensin receptor blocker (ARB).

 Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes

melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat

kanal kalsium.

23
 Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis

terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk memperbaiki

outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal

kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun penderita diabetes

melitus atau bukan.)

 Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk

mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila

target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis

obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari golongan

yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB). Jika target

tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan 2 macam

obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh menggunakan

kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target tekanan darah belum

tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari rekomendasi 6 karena

ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat untuk mencapai target

tekanan darah maka terapi antihipertensi dari golongan yang lain dapat

digunakan.15

24
Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa15

25
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta dosisnya

yang dapat digunakan.

Tabel 4. Obat anti hipertensi beserta dosisnya15

Tabel 5. Strategi penggunaan obat anti hipertensi16

26
2.8 Komplikasi

1. Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan

kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan

hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran

jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.18

2. Otak

Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan

hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena

hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan

peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan

pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke

hemorgik.18

3. Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering

terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati,

tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika

ada proteinuria.18

2.9. Prognosis19

Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan

berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ

(TOD). Berawal dari tekanan darah 115/75 mmHg, setiap kenaikan

sistolik/diastolik 20/10 mmHg risiko morbiditas dan mortilitas penyakit

27
kardiovaskular akan meningkat dua kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati

meningkatkan : 35% smua kematian kardiovasukular, 50% kematian stroke ,

25%kematian PJK, 50% penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian prematur

(mati muda), serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit ginjall

kronis dan penyebab gagal ginjal terminal.

Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi akan diikuti

penurunan insiden strok 35% sampai 40% infarkmiokard 20% sampai 25%, dan

lebih dari 50% gagal jantung. Diperkirakan penderita dengan hipertensi stadium

1(TDS, 140-159 mmHg dan/atau TDD, 90-99 mmHg) dengan faktor risiko

kardiovaskular tambahan,bila berhasil mencapai penurunan TDS sebesar 12 mmHg

yang dapat bertahan selama 10 tahun, maka akan mencegah satu kematian dari

setiap 11 penderita yang telah diobati.

28
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg. Terdapat dua

kelompok besar hipertensi, yaitu hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.

Sebesar 90 % kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial. Hipertensi

jugadikategorikan berdasarkan rentang tekanan darah menjadi stage 1 dan stage 2

hipertensi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya hipertensi dibagi atas faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga) dan

yang dapat dimodifikasi (gaya hidup, obesitas, stress).

Terdapat empat sistem yang bertanggungjawab dalam regulasi tekanan darah,

yaitu jantung,tonus pembuluh darah, ginjal, dan hormon serta persarafan otonom.

Gangguan pada regulator-regulator tekanan darah di atas diduga merupakan

penyebab kejadian hipertensi pada seseorang.

Hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari oleh

penderitanya, namun dapat menyebabkan kerusakan lebih parah bila tidak ditangani

sejak dini dan dengan tepat. Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah untuk

menurunkan mortalitas dan morbiditas, dengan menggunakan pendekatan non

farmakologis seperti penurunan berat badan, pengaturan pola makan, pengurangan

garam, aktivitas fisik, tidak mengonsumsi alkohol dan rokok, juga dengan

farmakologis.

29
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan

berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ

(TOD) seperti jantung, otak, dan ginjal.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. The European Society of Cardiology and The European Society of

Hypertension. Guidelines for the management of arterial hypertension.

European Heart Journal. 2018; 39: 3021-104.

2. Drago J, Williams G, Lilly L. Hypertension. Dalam: Lilly L, editor

(penyunting). Pathophysiology of Heart Disease. Edisi ke-6. Philadelphia:

Wolters Kluwer; 2016, hlm. 310-333.

3. Hajjar I, Kotchen TA. 2003. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And

Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA 290:199-

206. Dalam : Muchid A et al. 2006. Pharmaceutical untuk penyakit hipertensi.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan

Alat kesehatan Departemen kesehatan.

4. The American College of Cardiology and American Heart Association.

Guidelines for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High

Blood Pressure in Adults. Journal of the American College of Cardiology.

2018; 71(19): e127-248.

5. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the

Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel

Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA:

2013.

6. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi pertama. IDI. 2017.

7. Lilly, Leonard S. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. Philadelphia,

Lippincott; 2011.

31
8. Guyton, A.C. and Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.

Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders; 2006.

9. Douglas L. Mann, Douglas P. Ziper, Peter Libby, Robert O. Bonow, Eugene

Braunwald. Braunwald’s Heart Disease A Textbook Cardiovascular Medicine.

Tenth Edition. 2015. Philadelphia : 25 dan 477

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman

Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular; 2015.

11. Karo SK, Erwinanto, Firdaus I (2012). Terapi Fibrinolitik pada Infark Miokard

Akut. Dalam: Rilantono, LI. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular PKV. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. P. 235-68.

12. Fuster W, Walsh RA, Hrrington RA. Hurst’s The Heart, 13 ed. The McGraw-

Hill Companies. 2011. p. 30-5.

13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

14. World Health Organization (WHO). International Society of Hypertension

Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992

15. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the

Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel

Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA:

2013.

16. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past

antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med

J Indon. 2001;10(1):29-33.

32
17. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.

18. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th

edition. New York: McGrawHill: 2008.

19. Yogiantoro M.Pendekatan Klinis Hipertensi . Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam:2014;2281

33

Anda mungkin juga menyukai