Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN GAYA HIDUP

TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA NELAYAN DI


KOTA MEDAN

PROPOSAL

Oleh

KIKI RISMADI
NIM. 187032054

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
i

Judul Proposal : Pengaruh Faktor Sosial Dan Gaya Hidup


Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Nelayan
Di Kota Medan

Nama Mahasiswa : Kiki Rismadi

Nomor Induk Mahasiswa : 187032054

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Epidemiologi

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(Prof.Dr.Ir.Albiner Siagian,M.Si.) (dr. Fazidah Aguslina Siregar, M.Kes, Ph.D)


     NIP. 19670613 199303 1 004 NIP. 19650819 199601 2 001

Ketua Program Studi

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D)

NIP. 19650901 199103 2 003

Tanggal Kolokium :.....................................................


ii

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar iv
Daftar Lampiran v
Daftar Istilah vi

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Tinjauan Pustaka 10
Hipertensi 10
Klasifikasi 10
Penyebab Hipertensi 11
Dampak Hipertensi 16
Pencegahan Hipertensi 18
Nelayan 19
Permasalahan Kesehatan Nelayan 20
Pelayanan Kesehatan Pada Nelayan 21
Gaya Hidup 21
Faktor Sosial 31
Landasan Teori 31
Kerangka Konsep 37
Metode Penelitian 38
Jenis Penelitian 38
Lokasi dan Waktu Penelitian 39
Populasi dan Sampel 39
Teknik Pengambilan Sampel 41
Metode Pengumpulan Data 42
Variabel dan Definisi Operasional 43
Metode Pengukuran 46
Metode Analisa Data 46

Daftar Pustaka 49

41
Lampiran 54
iii

44

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1. Klasifikasi Hipertensi untuk Usia ≥ 18 Tahun 11


2. Daftar Kandungan Natrium Dalam 100 Gram Bahan Makanan 25
3. Tabel Odds Rasio Penelitian Sebelumnya 40
4. Cara ukur, Kategori dan Skala Ukur 45
iv

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka Teori 34
2 Kerangka Konsep 35
3 Rancangan Penelitian Case Control 36
v

Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian 54
vi

Daftar Istilah
AHA American Heart Assosiation
CI Confidence Interval
DM Diabetes Mellitus
FFQ Food Frequency Questionary
HDL High Density Lipoprotein
LDL Low Density Lipoprotein
OR Odds Ratio
PAL Physical Activity Level
PJK Penyakit Jantung Koroner
PPI Pusat Pendaratan Ikan
PTM Penyakit Tidak Menular
SRS Sample Registration System
TDD Tekanan Darah Diastolik
TIA Transient Ischemic Attack
TDS Tekanan Darah Sistolik
WHO World Health Organizati
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan permasalahan kesehatan

masyakarat yang menjadi penyebab utama kematian secara global. Seiring dengan

bertambahnya populasi di dunia maka kematian akibat PTM akan semakin

meningkat. Di tahun 2016 kematian akibat PTM terjadi sekitar 57 juta (71%)

dimana 85 persen diantaranya terjadi di negara-negara dengan berpenghasilan

rendah dan menengah dan 12 persen terjadi di negara dengan berpenghasilan

tinggi. Kematian yang disebabkan oleh PTM seperti diantaranya penyakit

kardiovaskular sebesar 17,9 juta kematian (31%), kanker (16%), diabetes (3%)

dan pernapasan kronis (7%). PTM secara global dipengaruhi oleh berbagai faktor

diantaranya penggunaan tembakau, aktifitas fisik, konsumsi alkohol dan pola

makan yang tidak sehat (WHO, 2018).

Prevalensi kematian akibat PTM menurun dari 22 persen di tahun 2000

menjadi 18 persen di tahun 2016 dimana sebesar 15 persen. PTM menjadi

penyebab paling besar di sebagian besar negara Amerika (15%), Eropa (17%),

Asia Tenggara (23%), Pasifik Barat (16%) dan Mediterania Timur (24%). Resiko

kematian akibat PTM pada laki-kaki lebih besar yaitu 22 persen dibandingkan

pada perempuan yaitu 15 persen (WHO, 2018).


2

Prevalensi PTM di Indonesia tahun selama tahun 2013-2018 mengalami

peningkatan yaitu diantaranya terjadi pada penyakit hipertensi sebesar 34,1

persen, diabetes sebesar 8,1 persen, gagal ginjal kronik sebesar 3,8 persen kanker

sebesar 1,8 persen dan stroke sebesar 10,9 persen (Riskesdas, 2018).

Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang terjadi akibat

adanya peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg dengan dua kali

pengukuran selang waktu lima menit dalam keadaan tenang/istrirahat (Kemenkes,

2014). Peningkatan jumlah penderita hipertensi di dunia terlihat pada tahun 2015

terdapat sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan

pada tahun 2025 terdapat 1,15 miliar orang yang menderita hipertensi. Komplikasi

hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 juta kematian di seluruh dunia setiap

tahunnya. Hipertensi menyebabkan 45 persen kematian akibat serangan jantung

dan 51 persen akibat stroke dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (WHO,

2013).

Di Amerika Serikat hipertensi terjadi 46 persen pada orang dewasa dan

mengakibatkan lebih dari 1.100 kematian setiap harinya. Di kawasan Asia

Tenggara seperti Myanmar sebesar 21,5 persen, Vietnam sebesar 21 persen,

Malaysia sebesar 19,6 persen, Filipina sebesar 18,6 persen, Singapura sebesar 16

persen, dan Brunei Darusalam sebesar 17,9 persen (WHO, 2018).

Di Indonesia hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

pada saat ini dikarenakan prevalensi yang semakin meningkat dan masih banyak

penderita yang belum mendapatkan pengobatan secara teratur. Hipertensi dapat

mengakibatkan berbagai komplikasi penyakit diantaranya yaitu stroke, serangan


3

jantung dan jantung koroner. Pada tahun 2015 terlihat berdasarkan data

Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional terdapat 1,3 juta orang (0,8%) peserta

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memeperoleh pelayanan untuk penyakit tidak

menular, dengan total anggaran sebanyak 13,6 triliun rupiah dimana 11,59 persen

akibat penyakit jantung dan 1,95 persen akibat stroke (Kemenkes, 2017).

Berdasakan data Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi nasional pada

penduduk yang berusia ≥18 tahun yaitu 34,1 persen dengan prevalensi hipertensi

tertinggi di Kalimantan Selatan sebanyak 44,1 persen sedangkan prevalensi

hipertensi terendah di Maluku Utara sebanyak 22,2 persen, sementara di provinsi

Sumatera Utara terdapat sekitar 29,9 persen penduduk yang mengalami hipertensi

(Kemenkes, 2018).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan, sepuluh penyakit

terbanyak pada rawat jalan dimana hipertensi merupakan penyakit terbesar kedua

di kota Medan yaitu sebesar 16,53 persen di tahun 2016 dimana mengalami

kenaikan di tahun sebelumnya di tahun 2015 sebanyak 14,5 persen, tahun 2014

sebesar 12 persen, tahun 2013 sebesar 11,2 persen dan tahun 2012 sebesar 9,8

persen (Dinkes Medan, 2016)..

Hipertensi yang disebut juga dengan Sillent Killer merupakan penyakit

dimana penderita hipertensi tidak menyadari dan merasakan gejala, dimana

ditemukan bahwa kurang dari setengah penderita hipertensi tidak mengontrol dan

memberikan pengobatan rutin dan tepat. Beberapa faktor resiko yang dapat

memengaruhi hipertensi diantaranya sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin,

tingkat pendidikan dan pendapatan rumah tangga. Selain itu gaya hidup juga
4

dikaitkan dengan hipertensi diantaranya asupan konsumsi yang dimakan sehari-

hari termasuk asupan buah dan sayuran yang tidak mencukupi, konsumsi

makanan berlemak dan makanan cepat saji, dan konsumsi gula dan minuman

ringan serta faktor resiko hipertensi lainnya dipengaruhi oleh aktivitas fisik, stress

dan kebiasaan merokok (Peltzer , 2018).

Nelayan adalah pekerjaan sektor informal yang menjadi mayoritas bagi

para masyarakat pesisir yang dalam aktfitas sosial ekonominya berkaitan dengan

sumber daya wilayah pesisir dan laut. Nelayan memiliki kebiasaan mengkonsumsi

makanan dengan natrium tinggi, mengasinkan makanan yang berasal dari laut

sebagai proses pengawetan alami hasil laut, dan mengonsumsi hewan laut dengan

kandungan kadar kolesterol lebih tinggi (Rusliafa, 2014). Dalam penelitian Fatma

(2010) menunjukan adanya hubungan antara kebiasaan nelayan dalam konsumsi

natrium (OR 2,62), konsumsi kalium (OR 2,51), konsumsi kopi (OR 3,65) dan

kebiasaan merokok (OR 3,13) dengan kejadian hipertensi pada nelayan.

Resiko terjadinya hipertensi lebih meningkat pada orang yang

mengkonsumsi makanan berlemak dan kolesterol. Dalam Riskesdas 2018,

proporsi nasional perilaku konsumsi makanan berlemak, kolesterol dan gorengan

≥1 kali per hari yaitu 40,7 persen (Riskesdas, 2013). Menurut penelitian Warsilah

(2013), masyarakat pesisir memiliki kebiasaan makan ikan segar akan tetapi saat

musim angin barat diganti dengan ikan asin atau tempe dan telur yang diolah

dengan cara digoreng dan disantan serta makan makanan tinggi kalori.

Hasil penelitian Manawan (2016) nenyatakan ada hubungan antara asupan

lemak dengan kejadian hipertensi di desa Tandengan Satu Kecamatan Eris


5

(P<0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto

(2007) ada hubungan antara konsumsi lemak jenuh (OR 7,72) dan penggunaan

jelantah (OR 5,34).

Merokok adalah salah satu gaya hidup yang dapat menyebabkan

hipertensi. Berdasarkan data Riskesdas (2018), proporsi terbesar perokok aktif

berdasarkan jenis pekerjaan pada petani/nelayan/buruh yaitu 44,5 persen.

Menurut penelitian Siregar (2012) kebiasaan merokok menjadi salah satu cara

menghangatkan badan pada malam hari, mengurangi rasa kantuk dan stress saat

jumlah tangkapan nelayan tidak banyak saat berlayar.

Kebiasaan merokok pada nelayan erat kaitannya dengan konsumsi kopi,

bagi nelayan merokok tidak lengkap ntanpa adanya segelas kopi, merokok dan

minum kopi bagi nelayan adalah aktifitas yang mendukung agar tetap dalam

kondisi fisik yang prima dalam menghadapi cuaca dingin maupun panas, melawan

rasa kantuk dan rasa lelah membuat nelayan sering mengkonsumsi kopi, teh,

minuman berenergi atau soft drink selama berlayar. Kopi mengandung kafein

yang dapat menstimulasi medulla drenal untuk mengeluarkan epinefrin sehingga

curah jantung meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah (Murti, 2013).

Penelitian oleh Rita (2016) ditemukan ada derajat hubungan sangat kuat antara

kebiasaan minum kopi terhadap tingkat hipertensi (r =0,809). Dalam studi kohort

yang dilakukan oleh Liu (2013) adanya hubungan positif antara konsumsi kopi

dengan hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita di bawah 55 tahun ydengan

mengonsumsi kopi rata rata lebih dari empat cangkir per hari (rasio hazard 1,21).
6

Kebiasaan konsumsi kopi dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi akan

tetapi tergantung dari jumlah konsumsi kopi harian (Nabila, 2016)

Nelayan memiliki kebiasaan istrirahat dan pola tidur dimana yang

mengharuskan nelayan bekerja pada malam hari untuk melaut dan menangkap

ikan, hal tersebut menjadi salah satu pola hidup pada nelayan yang tidak sehat.

Pola tidur pada nelayan dalah salah satu faktor resiko hipertensi yang dapat

dikendalikan, bukan sebatas dalam mengurangi kebiasaan buruk seperti merokok,

minum kopi dan pengaturan pola makan namun melalui optimalisasi kualitas dan

kuantitas tidur. Resiko hipertensi pada orang yang memiliki pola tidur yang

buruk 9,02 kali lebih besar dibandingkan dengan pola tidur yang baik (Roshifanni,

2016). Penelitian lainnya juga menyatakan orang yang memiliki kebiasan tidur

kurang dari tujuh jam setiap harinya beresiko tinggi dalam menyebabkan

hipertensi (OR 1,24) dibandingkan orang yang memiliki kebiasaan durasi tidur

tujuh sampai delapan jam setiap harinya (Li, 2018).

Secara sosiodemografi baik pria maupun wanita yang berusia lebih

muda`lebih rentan terkena hipertensi yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati,

dengan seiring bertambahnya usia maka resiko menderita hipertensi semakin

besar. Selain itu pendidikan dan status sosial ekonomi akan memengaruhi

pengetahuan dan kemampuan nelayan mengenai pencegahan dan mencari

pengobatan sedini mungkin terhadap gejala hipertensi (Hussain, 2016). Dari segi

sosial ekonomis yang dapat dilihat dari pendapatan masyarakat nelayan memiliki

penghasilan yang bergantung pada kegiatan penangkapan hasil laut, pendapatan

nelayan yang tidak tetap dikarenakan penghasilan yang diperoleh bergantung pada
7

musim, cuaca dan tingkat kebutuhan konsumsi pasar terhadap ikan. Kebanyakan

nelayan masih memiliki tingkat pendapatan rendah dan tidak menentu sepanjang

tahun, pendapatan yang diperoleh oeh nelayan digunakan untuk memenuhi

kebutuhan yang sebagian besarnya digunakan untuk belanja harian (Nofelita,

2018). Penelitian Husaain (2016) menyatakan ada hubungan antara pendidikan

dan sosial ekonomi (p<0,05) terhadap kejadian hipertensi pada pria berusia

dewasa muda, dimana berpengaruh dalam memeriksakan diri ke pelayanan

kesehatan sedini mungkin terhadap gejala dan memberikan pengobatan secara

rutin terhadap hipertensi Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2019)

menemukan bahwa ada hubungan antara tingkatan ekonomi yang diukur

berdasarkan jumlah pendapatan dengan hipertensi (p=0,036) di wilayah Palaran

Kalimantan Timur. Penelitian lainnya dilakukan pada nelayan di India secara

signifikan faktor pendidikan, dan status ekonomi berhubungan (p<0,05) dengan

hipertensi (Mukthukrishnan, 2018).

Berdasarkan survei pendahuluan di Puskesmas Pembantu Kelurahan

Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang secara demografi mata pencaharian

terbesar adalah nelayan dan buruh lepas pengolahan hasil laut, jumlah kunjungan

untuk hiperensi merupakan penyakit terbesar kedua selama tahun 2019 mencapai

2.879 orang. Dari hasil pemeriksaan tekanan darah dan melakukan wawancara

dengan kuesioner kepada 30 orang nelayan berusia <50 tahun didapatkan 24

orang (80%) diantaranya terdeteksi memiliki tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

dengan memiliki kebiasaan diantaranya merokok sebanyak 22 orang (91,6%),

minum kopi sebanyak 28 orang (93%), minum minuman berenergi/soda 4 orang


8

(13%), makan tidak teratur sebanyak 28 orang (93%), makan makanan berlemak

dan gorengan sebanyak sebanyak 28 orang (93%), memiliki keluarga dengan

riwayat hipertensi sebanyak 5 orang (17%), memiliki lingkar pinggang >90 cm

sebanyak 4 orang (13%), tidak memeriksakan rutin kesehatan sebanyak 30 orang

(100%), tidak memiliki jaminan/asuransi kesehatan sebanyak 30 orang (100%).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa

masih tingginya angka kejadian hipertensi pada nelayan di Kota Medan serta

belum optimalnya penelitian mengenai determinan yang menyebabkan terjadinya

hipertensi pada nelayan di daerah Kota Medan mendorong peneliti untuk

menganalisis pengaruh faktor sosial dan gaya hidup yang terhadap hipertensi pada

nelayan di kota Medan.

Perumusan Masalah

Nelayan adalah salah satu sektor informal yang memiliki peran yang

cukup penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi penduduk

Indonesia. Dalam proses mencari nafkah para nelayan sangat rentan terhadap

kesehatan dan kecelakaan kerja, nelayan yang juga masyarakat pesisir memiliki

kebiasaan mengonsumsi makanan dengan natrium yang tinggi dengan cara yaitu

mengawetkan kelebihan hasil laut dengan cara diasinkan, selain itu mengonsumsi

hewan laut dengan dara tinggi kolesterol menjadi kebiasaan yang dimiliki oleh

nelayan yang dapat berpotensi dan menjadi salah satu faktor resiko hipertensi

selain kebiasaan lainnya yang menjadi gaya hidup nelayan yaitu merokok, minum

kopi dan minuman bersoda, dan durasi tidur yang tidak cukup
9

Nelayan yang menderita hipertensi tidak merasakan gejala yang cukup

signifikan dan akan disadari menderita hipertensi ketika terjadi gangguan yang

mengakibatkan penyakit komplikasi seperti penyakit jantung dan stroke. Di

Indonesia prevalensi hipertensi sebesar 34,1% di tahun 2018 dimana 27,8 persen

diantaranya terjadi pada nelayan (Kemenkes, 2018), sementara itu angka kejadian

hipertensi penduduk di Kota Medan yaitu sebanyak 59.541 kasus (24.98%)

(Dinkes Medan, 2016) serta berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan

Kecamatan Medan Belawan ditemukan jumlah kunjungan untuk hipertensi selama

tahun 2019 mencapai 2.879 kunjungan dengan jumlah pengunjung terbanyak di

daerah tersebut adalah nelayan dan buruh yang tinggal di pesisir pantai.

Nelayan memiliki kebiasaan sering mengonsumsi makanan berlemak dan

asin, kebiasaan merokok dan kebiasaan minum kopi yang ditambah dengan

kebiasaan istrirahat yang tidak terjadwal saat melaut, nelayan juga harus

dihadapkan pada tuntutan ekonomi yang selalu meningkat namun tidak selalu

didukung dengan kondisi laut dimana yang berfungsi sebagai tempat nelayan

mencari nafkah sehingga berakibat tidak terpenuhinya kebutuhan, hal tersebut

menjadi salah satu faktor pemicu stress pada nelayan yang semuanya itu

berpotensi untuk terjadinya hipertensi. Maka untuk mengetahui faktor apa saja

yang mempengaruhi hipertensi khususnya pada nelayan peneliti ingin meneliti

bagaimana pengaruh faktor sosial (umur, pendidikan dan pendapatan) dan gaya

hidup (pola makan, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, durasi tidur) pada

nelayan di Kota Medan


10

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh faktor

sosial (umur, pendidikan dan pendapatan) dan gaya hidup (pola makan, aktifitas

fisik, kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum kopi) terhadap kejadian

hipertensi pada nelayan di Kota Medan.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini manfaat aplikatif untuk para

stakeholder kesehatan yang dapat menambah wawasan praktis tenaga kesehatan

mengenai strategi pencegahan hipertensi berdasarkan faktor sosial dan gaya hidup

penderita hipertensi sehingga pelayanan dan edukasi yang diberikan kepada

penderita hipertensi lebih tepat dan secara akademisi bermanfaat bagi

pengembangan ilmu yang diharapkan dapat menambah informasi dan referensi

atau rujukan dalam mempelajari pengaruh faktor sosial dan gaya hidup hipertensi

pada nelayan di Kota Medan.


11

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi

Dalam keadaan normal orang dewasa memiliki tekanan darah yaitu

berkisar 120/80 mmHg namun jika tekanan darah berkisar ≥140/90 mmHg disebut

dengan Hipertensi (WHO, 2013). Hipertensi atau Heterogenous Group of

Desease merupakan jenis penyakit yang dapat diderita dengan berbagai

tingkatan kelompok umur maupun sosial ekonomi. Penderita hipertensi tidak

memiliki gejala yang terlalu spesifik dan biasanya diketahui oleh penderita

saat telah terjadi komplikasi sehingga hipertensi dikenal juga dengan sebutan

silent disease.

Gejala yang timbul pada penderita hipertensi antara lain sukar tidur,

mudah lelah, mudah marah, pusing, telinga berdengung, muka pucat, mudah lelah,

sesak nafas, rasa berat ditengkuk, muka pucat, mata tersa berkunang-kunang, suhu

tubuh rendah (Shadine, 2010). Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami

penderita antara lain rasa berat ditengkuk yang mengakibatkan sakit kepala,

kelelahan, nausea, vomiting, ansieta, tremor otot, nyeri dada, palpitasi, epistaksis,

pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), berkeringat secara

berlebihan serta kesulitan tidur (Udjianti, 2010).

Hipertensi berdasarkan World Health Organization-International Society

of Hypertension WHO-ISH memiliki klasifikasi antara lain :


12

Tabel 1

Klasifikasi Hipertensi untuk Usia ≥ 18 Tahun

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Sedang 140 – 159 Atau 90 – 99
Berat > 160 Atau > 100

Penyebab Hipertensi. Hipertensi terjadi disebabkan adanya peningkatan

tekanan darah pada tubuh yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu terdiri dari

faktor yang dapat dikontrol/diubah dan faktor yang tidak dapat dikontrol/diubah

(Kemenkes, 2014).

Faktor yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah adalah

faktor yang menjadi penyebab hipertensi yang melekat pada penderita yang

menderita hipertensi yang tidak dapat diubah secara alami yaitu genetik, jenis

kelamin dan umur.

Umur. Peningkatan hipertensi dapat terjadi seiring dengan bertambahnya

umur, meskipun dapat terjadi di segala umur namun penderita yang berusia 35

tahun atau lebih memiliki resiko yang besar menderita hipertensi. Hal tersebut

merupakan hal yang wajar saat bertambahnya umur maka terjadi peningkatan

tekanan darah pada seseorang, dikarenakan adanya perubahan lamiah yang terjadi

pada pembuluh darah, jantung, dan hormon. Akan tetapi perubahan tersebut

biasanya didukung dengan adanya pencetus dan faktor-faktor yang memengaruhi


13

peningkatan tekanan darah pada seseorang (Jan S.A, 2003, Gunawan 2001).

Dalam penelitiannya Sugiharto (2007) menyatakan resiko hipertensi dua kali lebih

besar terjadi umur 45-55 tahun (OR 2,22) sementara itu resiko akan terjadinya

hipertensi empat kali lebih besar terjadi pada umur 56–65 terkena hipertensi (OR

4,7). Hal yang sama yang dilakukan oleh Artiyaningrum (2016) didapatkan

adanya hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi dimana penderita

hiepretensi yang berumur ≥40 tahun memiliki risiko dua kali lebih besar (OR

2,95) mengalami hipertensi dibandingkan pada penderita berumur 18 – 40 tahun.

Jenis Kelamin. Hipertensi umumnya lebih menyerang jenis kelamin laki-

laki dari pada perempuan dengan OR 2,29 pada peningkatan tekanan darah

sistolik, hal ini disebabkan pria dalam hal ini nelayan sebagai responden memiliki

banyak faktor pendorong untuk terjadinya hipertensi seperti diantaranya gaya

hidup seperti merokok dan konsumsi kopi serta alkohol, kelelahan, perasaan

kurang nyaman teradap pekerjaan, pengangguran serta makan yang tidak

terkontrol. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng

(2009) hipertensi yang terjadi pada laki-laki beresiko lebih tinggi, hal tersebut

kemungkinan dipicu oleh perilaku tidak sehat, stress yang dapat disebabkan akibat

salah satunya rendahnya status pekerjaan yang berpengaruh terhadap penghasilan

yang diterima.

Faktor genetika (keturunan). Adanya faktor keturunan pada keluarga yang

menderita hipertensi mempertinggi resiko untuk mengalami hipertensi. Peran

yang penting dan cukup besar terhadap terjadinya hipertensi ini adalah salah

satunya berkaitan dengan metabolisme tubuh yang mengatur gram dan renin
14

dalam memberan sel. Orang tua yang memiliki riwayat hipertensi akan

menurunkan atau mewariskan hipertensi ke anak-anaknya sekitar 45% dan jika

hanya salah seorang dari orang tua tersebut yang menderita hipertensi maka

peluang untuk mewarsikan hipertensi ke anak-anaknya berkisar 30%. Hal ini juga

terlihat dari lebih banyak didapatinya penderita hipertensi pada kembar monozigot

(berasal dari sel telur) dibandingkan heterozigot (berasal dari sel telur yang

berbeda). Seseorang yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (essensial)

atau hipertensi yang tidak dapat dikontrol dan tidak menjaga gaya hidup yang

sehat maka memiliki kemungkinan terjadinya hipertensi dalam waktu 30 tahun

munculnya gejala atau tanda-tanda hipertensi dan komplikasinya (Sutanto,2010).

Faktor yang Dapat Diubah. Faktor yang dapat diubah/dikontrol adalah

berupa penyebab hipertensi berasal dari perilaku dan gaya hidup seseorang. Pola

Secara tidak sengajat dan disadari nelayan memiliki pola asupan makanan dan

gaya hidup yang tidak seimbang. Pada umumnya nelayan memiliki kebiasan

makan makanan dan minuman cepat saji, minum minuman dengan kafein dan

bersoda tinggi, kebiasaan merokok serta istrirahat yang tidak teratur saat berlayar

atau tidak berlayar. Pada nelayan faktor yangdapat diubah dari terjadinya kejadian

hipertensi antara lain :

Konsumsi garam dan lemak. Garam dapat mengakibatkan penumpukan

cairan di tubuh karena akan menarik cairan dari luar sel sehingga terjadi

peningkatan volume dan tekanan darah, seseorang yang mengonsumsi garam

sekitar 7-8 gram per harinya akan memiliki tekanan darah lebih tinggi (Depkes,

2006). Kebiasaan makan makanan dengan lemak jenuh pada nelayan berhubungan
15

dengan meningkatnya berat badan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko arterosklerosis yang

berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Tekanan darah dapat mengalami

penurunan melalui konsumsi makanan yang mengandung lemak tidak jenuh

seperti yang berasal dari biji-bijian, minyak sayur dan sumber bahan makanan lain

yang berasal dari tanaman serta mengurangi konsumsi makanan yanag berasal

dari hewan (Sheps, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Elvivin (2017) pada nelayan suku bajo

Kabupaten Muna Barat ditemukan kebiasaan konsumsi garam dapat

meningkatkan resiko hipertensi 5 kali lebih besar. Pada nelayan kebiasaan makan

makanan yang mengandung lemak dan garam dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

dimana nelayan harus berlayar berhari-hari membawa perbekalan yang berupa

makanan instan yang dapat diolah dengan prakis, mudah dan cepat di atas kapal,

makanan cepat saji atau instan pada umumnya mengandung zat pengawet

diantaranya natrium benzoat, penyedap rasa dengan kandungan natrium yang

tinggi. Selain itu makanan berlemak yang identik dengan ciri khas masyarakat

pesisir yaitu makanan bersantan juga sebagai salah satu pemicu yang dapat

menyebabkan hipertensi.

Kebiasaan konsumsi minum minuman kafein dan beralkohol. Tekanan

darah akan meningkat secara drastis ketika nelayan minum minuman beralkohol

akan menyebabkan terjadinya peningkatkan trigliserida dalam darah. Dampak

knsumsi alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah diteliti dan dibuktikan

yaitu adanya peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume eritrosit serta
16

kekentalan darah bertugas dalam naiknya tekanan darah. Berbagai penelitia

menyatakan adanya hubungan secara langsung antara tekanan darah dengan

asupan alkohol, dimana diantaranya dilaporkan bahwa adanya efek peningkatan

tekanan darah setelah seseorang minum minuman dengan kandungan alkohol

yaitu 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes, 2006)

Kafein yang terdapat dalam kopi biasanya dikonsumsi oleh nelayan dapat

menyebabkan peningkatan resiko terjadinya hipertensi. Hal ini dibuktikan melalui

penelitian yang dilakukan Firmasyah (2017) ditemukan konsumsi kafein atau kopi

memiliki resiko tiga kali lebih besar (OR 3,5 dan P 0,017) untuk menderita

hipertensi.

Obesitas. Obesitas berhubungan dengan kebiasaan mengkonsumsi

makanan yang mengandungyang memiliki kandungan tinggi lemak, penyebab

terjadinya hipertensi bukanlah terjadinya obesitas. Namun angka kejadian atau

prevalensi hipertensi jauh lebih besar terjadi pada orang yang mengalami obesitas.

Seseorang yang memiliki kelebihan berat badan memiliki risiko relatif lima kali

lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan seseorang dengan berat badan

yang normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20 -33%

memiliki berat badan lebih (overweight). Pada umur dewasa obesitas dapat

ditentukan melalui pengukuran berad badan ideal, pengukuran persentase lemak

tubuh dan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT).

Pada nelayan pola konsumsi yang tidak teratur mempengaruhi IMT yang

berdampak pada kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Mubarok (2011)

dan Ariyanto (2006) yang dilakukan pada responden dengan pekerjaaan sebagai
17

nelayan di Pelabuhan Jepara dan Tegal bahwa terdapat hubungan antara IMT

dengan terjadinya kejadian hipertensi pada nelayan.

Aktifitas Fisik. Aktivitas fisik merupakan gerakan anggota tubuh yang

dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran tenaga atau energi

(pembakaran kalori), dilakukan sebaiknya 30 menit per hari dengan baik dimana

bermanfaat menjadikan tekanan darah dalam keadaan stabil dan batas normal

(Triyanto, 2014). Penelitian Manoppo (2017) aktifitas nelayan yang biasa

dilakukan seperti mengangkat, menahan dan memindahkan beban termasuk

aktifitas fisik berat menunjukan hubungan dengan keluhan muskuloskeletal

(p=0,001). Aktifitas fisik yang dinamis menjadikan sirkulasi darah dan oksigen

berjalan normal ke seluruh anggota tubuh namun jika aktifitas fisik yang

dilakukan terus menerus sama dan statis akan mengakibatkan metabolisme tubuh

melampaui kapasitas energi sehingga kontraksi otot akan berpengaruh yang

mengakibatkan kelelehan pada anggota tubuh (Nurianto, 2004).

Dampak Hipertensi. Seseorang yang apabila memiliki hipertensi yang

tidak ditangani secara tepat dapat mengakibatkan komplikasi sebagai berikut :

Stroke. Stroke terjadi dikarenakan adanya perdarahan tekanan tinggi di

otak, atau embolus yang terlepas dari pembuluh non otak terpajan dengan tekanan

tinggi. Hipertensi kronik dapat mengakibatkan stroke jika arteri memperdarahi

otak mengalami penebalan yang mengakibatkan darah yang mengalir ke organ

tubuh berkurang pasokannya. Gejala terjadi mendadak kebingungan, limbung atau

seperti orang mabuk, sulitnya digerakan pada salah satu bagian anggota tubuh
18

seperti mulut, wajah atau lengan terasa kaku dan yang paling fatal adalah secara

mendadak akan mengalami hilangnya kesadaran.

Infark miokardium. Keadaan saat dimana arteri koroner yang

aterosklerotik tidak mampu mencukupi jumlah oksigen ke miokardium atau

keadaan dimana terjadinya pembentukan trombus yang mengakibatkan

terhambatnya aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Gagal ginjal. Fungsi ginjal adalah sebagai pengontrol tekanan darah

melalui pengaturan jumlah natrium dana air di dalam darah. Seperlima dari darah

yang dipompa ke jantung melewati ginjal. Selain itu ginjal juga berfungsi sebagai

pengatur keseimbangan mineral, derajat asam dan air di dalam darah,

menghasilkan zat kimia dalam fungsinya sebagai pengontrol ukuran pembuluh

darah, akibat adanya tekanan darah yang tinggi maka akan mempengaruhi proses

tersebut.

Pembuluh darah di ginjal berada dalam keadaan arteosklerosis akibat

tekanan darah yang tinggi maka aliran darah ke nefron menurun, mengakibatkan

ginjal tidak mampu membuang semua hasil sisa dalam darah yang secara terus

menerus akan menumpuk sehingga ginjal akan mengalami pengecilan dan fungsi

ginjal akan berhenti. Sebaliknya apabila terjadinya penurunan telanan darah dapat

merangsang untuk terjadinya perlambatan pada laju penyakit ginjal dan mencegah

untuk terjadinya cangkok ginjal, cuci darah ataupun gagal ginjal.

Enselopati (kerusakan otak). Hipertensi terbukti dapat menyebabkan

peningkatan pada seseorang untuk mengalami kemungkinan terserang stroke

(serangan otak) yang dimana adalah cidera otak yang disebabkan tersumbatnya
19

atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu.

Penurunan daya ingat atau dimensia serta kemampuan mental lain meningkat

secara tajam pada usia di atas 70 tahun dengan melakukan pengobatan pada

penyakit hipertensi maka daat menurunkan resiko terjadinya dimensia (Suraioka,

2017).

Kebutaan. Penderita hipertensi lebih beresiko dibandingkan orang lain

untuk terkena penyumbatan peredaran darah di arteri bagian mata (oklusi arteri

vena retina sentral) atau terlepasnya retina mata, kemungkinan terjadinya hal

tersebut akan lebih kecil terjadi jika tekanan darah tinggi dapat dikenadalikan

dengan baik melalui perawatan. Selain itu hipertensi juga mengakibatkan

percepatan proses penuaan yang terjadi di pembuluh darah halus dalam mata yang

dapat mengakibatkan kebutaan (Hart, 2009).

Pencegahan Hipertensi. Dalam mencegah tingginya angka kesakitan dan

kematian akibat penyakit hipertensi maka perlu dilakukan beberapa diantaranya

dengan menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi yaitu dengan menjaga pola

makan, melakukan pemerriksaan kesehatan secara rutin ke fasilitas dan petugas

kesehatan, istirahat yang cukup, hindari dan rutin dalam berolahraga.. Namun jika

sudah terkena hipertensi maka diperlukan pengobatan yang tepat yaitu segera

mendapatkan pengobatan komprehensif, pengobatan melalui terapi dengan

konsumsi obat anti hipertensi terbukti dapat menurunkan tekanan sistolik dan

pencegahan terjadinya stroke pada pasien yang berusia 70 tahun atau lebih.

Pencegahan selanjutnya bagi penderita hipertensi adalah mendapatkan

terapi dan rehabilitasi, hal ini berguna menentukan kemungkinan pengurangan


20

atau penambahan dosisi obat pasien hipertensi. Pada tingkat pencegahan ini

dibutuhkan sumber kekuatan yang ada pada individu, baik dalam bentuk

psikologi, konsep diri, dukungan sosial, kekuatan fisik, edukasi dan pemahaman,

kepercayaan diri dan motivasi dari dalam diri penderita hipertensi tersebut

(Triyanto, 2014).

Nelayan

Menurut UU No.45 Tahun 2009 – Perikanan, nelayan adalah seseorang

dengan kesehariannya memiliki mata pencaharian dengan melakukan

penangkapan ikan. Nelayan adalah salah satu bagian kelompok masyarakat yang

kehidupan perekonomiannya bergantung langsung dari hasil laut dimana mereka

padaumumnya bertempat tinggal di pinggiran pantai yang merupakan lingkungan

terdekat dengan lokasi kegiatan sehari-harinya. Dalam keesehariannya nelayan

rentan terhadap gangguan kesehatan hingga kecelakaan kerja yang kemungkinan

terjadi sewaktu - waktu pada nelayan.

Permasalahan Kesehatan Nelayan. Jumlah penduduk di Indonesia

berjumlah 237,64 juta jiwa dimana diantaranya terdapat 12.827 desa yang berada

di pesisir pantai (BPS, 2014) dengan jumlah nelayan mencapai 2.2 juta jiwa atau

995 persen adalah nelayan tradisional yang tinggal di pedesaan (Kementrian

Kelautan dan Perikanan). Terbatasnya akses fasilitas kesehatan dasar di daerah

pesisir pantai dan tidak tersedianya tenaga kesehatan yang mengetahui tentang

penyakit akibat kerja yang dialami oleh nelayan. Data Riskesdas (2012) di 8

kabupaten lokasi Pusat Pendaratan Ikan (PPI) menunjukan adanya gangguan

kesehatan pada nelayan yang cukup menonjol diantaranya gangguan pencernaan,


21

masalah gizi, kecacingan, kebiasaan buruk seperti minum alkohol, merokok dan

sanitasi personal yang rendah dalam menjaga kebersihan diri.

Berdasarkan data Riskesdas (2018) penyakit menular tertinggi yang

diderita oleh nelayan antara lain ISPA, malaria dan pneumonia, sedangkan untuk

penyakit tidak menular antara lainy hipertensi, sakit sendi, gangguan emosi,

diabetes melitus (DM), stroke dan penyakit jantung koronis (PJK). Sebagian

nelayan dengan latar belakang pendidikan yang rendah, pengetahuan dan

pemahaman tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang dinilai kurang

mengakibatkan nelayan bekerja dalam keadaan yang tidak cukup produktif karena

pola gaya dan kebiasaan hidup terhadap pencegahan kesehatan yang minim.

Disamping itu, status ekonomi nelayan yang mayoritas menengah ke

bawah yang tidak lepas dari anggota keluarga yaitu anak dan istri akan

menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang cukup kompleks diantaranya

masalah gizi, keterbatasan akses pelayanan kesehatan diantaranya pelayanan

untuk penyakit menular dan tidak menular, kesehatan ibu dan anak hingga

rendanya ketersediaan sanitasi kesehatan lingkungan.

Pelayanan kesehatan pada nelayan. Nelayan merupakan kelompok yang

rentan terhadap permasalahan kesehatan untuk itu diperlukan upaya pelayanan

kesehatan yang terpadu dan terjangkau yang meliputi penanggulangan penyakit

akibat kerja, penyakit menular dan tidak menular, promosi kesehatan diri dan

lingkungan. Selain itu diperlukan juga pemberdayaan masyarakat nelayan dan

rujukan pelayanan kesehatan yaitu dengan adanya pos Upaya Kesehatan Kerja

(UKK) di daerah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)/Tempat Pelelangan Ikan (TPI).


22

Diperlukan kualitas kesehatan nelayan dan keluarganya yang baik guna

terciptanya peningkatan kualitas hidup pada nelayan. Untuk itu pelayanan

kesehatan harusnya berada dekat dengan tempat bekerja pada nelayan dalam

aktifitas sehari-harinya sehingga nelayan dapat segera dengan cepat dan mudah

mengaksesnya.

Gaya Hidup

Gaya hidup ialah gambaran secara akumulasi dari diri seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor dan Mowen gaya hidup

merupakan salah satu gambaran yang memperlihatkan kualitas hidupnya yaitu

melalui gambaran mengenai efisiensi dan efektif dalam alokasi waktu dan

pengeluaran yang digunakan dengan penghasilan yang diperoleh (Tamher, 2009).

Kualitas kesehatan seseorang dapat dikatakan baik terilihat dari pola gaya

hidup yang sehat melalui berbagai perilaku yang mengarah kepada pencegahan

timbulnya penyakit. Gaya hidup yang baik dan sehat yang dapat dilakukan oleh

seseorang diantaranya memeriksakan kesehatan rutin secara berkala, melakukan

aktifitas fisik, cukup istrirahat, makan buah dan sayur, menghindari dalam

konsumsi minuman beralkohol, menghindari dan menjauhi rokok dan mengurangi

konsumsi makanan yang tinggi natrium, lemak serta kafein.

Aktifitas Fisik. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dan cukup

dapat menghindari terjadinya obesitas atau kelebihan berat badan pada tubuh

dimana dengan terhindarnya obesitas maka terhindar pula terjadi penyakit tidak

menular seperti penyakit jantung dan tekanan darah menjadi lebih stabil.

Melakukan aktivitas fisik selama 30-60 menit setiap harinya sangat disarankan
23

dimana sebanyak 150 kalori/harinya kalori akan terbakar. Sebagai contoh aktifitas

fisik yang sedang yaitu olahraga aerobik atau aktifitas lainnya yang senilai dengan

olah raga yang dapat meningkatkan kemampuan kinerja jantung, paru-paru, dan

otot-otot (Marliani, 2007).

Bekerja dapat membuat seseorang terhindar dari hipertensi karena aktifitas

fisik akibat kerja sangat baik bagi peredaran darah dimana risiko sebesar 8,9 kali

akan terjadinya hipertensi pada orang tidak bekerja diibandingkan orang yang

bekerja (Kannan 200, Anggara 2012). Belum adanya kebiasaan pada seseorang

dalam mengisi waktu luangnya dengan aktivitas fisik dikarenakan adanya

komputerisasi yang secera cepat dapat mempermudah berbagai kebutuhan dalam

sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh Hardati (2017) menunjukan jenis

pekerjaan seperti nelayan, petani, buruh merupakan faktor protektif terhadap

kejadian hipertensi. Penelitian lainnya juga membuktikan bahwa semakin tinggi

aktivitas fisik maka semakin rendah tekanan darah (Paruntu, 2015).

Perubahan gaya hidup “sedentary” adalah kegiatan dimana segal jenis

gerak tubuh dan aktivitas tubuh yang dilakukan seseorang diluar waktu istrirahat

atau tidur dengan jumlah keluaran kalori yang sangat sedikit. Perilaku sedentary

ini sangat perlu dibatasi karena memiliki pengaruh terhadap tingakt gizi seseorang

dimana dapat menyebabkan gangguan gizi pada seseorang yaitu obesitas dan

menjadi salah satu penyebab penyakit tidak menular. Dalam proses pencegahan

hipertensi dan penyakit jantung maka diperlukan latihan fisik secara rutin dan

teratur (Sunita, 2003).


24

Dalam upaya menghindari berbagai masalah kesehatan maka segala

aktivtas yang kita lakukan haruslah seimbang, dalam pengertian melakukannya

dengan tidak berlebihan yang dapat memperburuk keadaan ataupun sebaliknya.

Maka penting untuk melakukan segala sesuatu aktifitas sesuai dengan kemampuan

dan kebutuhan. (Depkes RI, 2008).

Pola Konsumsi. Pola konsumsi adalah cara individu atau kelompok

masyarakat dalam menentukan dan mengkonsumsi makanan sebagai salah satu

bentuk tanggapan terhadap berbagai macam pengaruh psikologis, budaya, sosial

dan fisiologis. Pola konsumsi yang rutin dan menjadi kebiasaan individu ialah

pola konsumsi individu yang berkaitan dengan rutinitas makan setiap harinya

(Sediaoetama, 2006). Melalui pola konsumsi akan tergambar ciri khas dari satu

kelompok tertentu dengan berbagai informasi berkaitan dengan jenis, frekuensi

dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi setiap harinya oleh individu atau

kelompok masyarakat (Supariasa dkk, 2001).

Pergeseran gaya hidup pada saat ini dengan adanya dampak dari

globalisasi dan urbanisasi yang cukup tinggi dapat mengubah pola konsumsi

masyakarat dengan kebiasaan masyarakat dalam makan makanan instan atau siap

saji, minuman kaleng, makanan tinggi lemak dan kolesterol, serta sayur dan buah

dengan menggunakan bahan pengawet. Dimana dari berbagai jenis makanan

tersebut sebagian besar mengandung tinggi lemak dan garam. Berbagai penelitian

telah dilakukan dan menemukan adanya hubungan anatar konsumsi makanan yang

tinggi mengandung natrium dan lemak berpotensi tinggi mengakibatkan

terjadinya hipertensi (Kemenkes, 2014).


25

Konsumsi natrium. Daerah pesisir pantai merupakan daerah dengan

kandungan natrium yang tinggi pada hasil olahan makan yang tersedia di

masyarakat, kebiasaan dalam mengasinkan hasil tangkapan nelayan mejadikan

pola konsumi terhadap asupan natrium cukup tinggi pada nelayan dan masyakarat

pesisir pantai. Nelayan yang harus pergi melaut selama berbulan bulan

membutuhkan perbekalan makanan yang cukup tahan lama untuk dikonsumsi

selama waktu tertetntu menjadikan makanan olahan yang diasinkan menjadi salah

satu pilihan yang paling utama dikonsumsi bagi para nelayan. Selain makanan

yang diasinkan juga makanan siap saji seperti makana instan dan makanan kaleng

menjadi pilihan yang berikutnya bagi para nelayan (Fatma, 2010).

Natrium bukan hanya terdapat pada makanan yang mengandung garam

namun juga pada makanan dengan penyedap rasa (MSG), pengawet makanan

(natrium benzoat) dan soda kue (natrium bikarbonat), konsumsi natrium yang

cukup tinggi di dalam tubuh akan berdampak meningkatnya konsentrasi natrium

dalam cairan ekstraseluler, sehingga dalam upaya menyeimbangkan maka cairan

tersebut harus ditarik keluar, hal ini mengakibatkan volume airan ekstraseluler

tersebut menigkat yang mengakibatkan volume darah meningkat yang

mengakibatkan hipertensi (Dinkes RI, 2015).

Natrium tidak hanya diperoleh dari bahan pangan nabati namun juga

hewani. Pada umumnya makanan alami mengandung 0,1-0,3 mmol natrium per

100 gr namun selama proses pengolahan banyak natrium ditambahkan dalam

bentuk NaCl. Natrium berhubungan dengan klorida baik sebagai bahan makanan
26

atau fungsinya di dalam sel (Siagian, 1999). Adapun diantara makanan yang

secara alami mengandung tinggi natrium antara lain :

Tabel 2. Daftar Kandungan Natrium Dalam 100 Gram Bahan Makanan

Bahan Makanan mgNa Bahan Makanan mgNa


Corned Beef 1250 Margarin 950
Ginjal Sapi 200 Roti Coklat 500
Hati Sapi 110 Susu kacang kedelai 15
Telur Ayam 158 Kacang merah 19
Telur Bebek 191 Roti Putih 530
Sardene 131 Jambu Monyet, biji 26
Ikan telur kuning 59 Kacang mede 26
Teri keriting 885 Ragi 610
Udang segar 185 Coklat manis 33
Roti coklat 500 Pisang 18
Roti bakar 700 Selada 14
Mentega 987
Sumber : Almatsier, 2001

Konsumsi Lemak. Lemak merupakan satu dari tiga macronutrients yaitu

nutri dalam memberikan tenaga atau energi yakni karbonhidrat, protein dan

lemak. Lemak selain berfungsi sebagai penyedia energi juga berfungsi sebagai

membantu meningkatkan metabolisme tubuh, melindungi organ penting dan vital,

mengontrol kadar gula dalam darah dan mengontrol rasa lapar.

Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang dapat dilihat melalui adanya

kolesterol LOL, kadar kolesterol total dan trigliserida yang mengalami

peningkatan dan/atau adanya kolesterol HOL yang mengalami penurunan dalam

darah. Kolesterol ialah penetu yang sangat penting untuk proses terjadinya

aterosklerosis yang berdampak pada peninggian tahanan perifer pembuluh darah

sehingga terjadi peningkatan pada tekanan darah (Depkes RI, 2006).

Dalam kesehariannya nelayan yang tidak pergi melaut atau berada di darat

biasa mengkonsumsi makanan yang tersedia di rumah yang diolah oleh istri dalam
27

keluarga. Bagi masyarakat pesisir pantai khususnya keluarga nelayan

mengkonsumsi makanan berlemak seperti olahan santan,gorengan dan makanan

berlemak lainnya menjadi salah satu hidangan sehari-hari yang dikonsumsi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prasetyaningrum (2007) di

Karanganyar dinyatakan adanya kebiasaan konsumsi gorengan, jeroan dan lemak

memiliki resiko tujuh kali (OR=7,72 dan P=0,0001) dan penggunaan jelantah

memiliki resiko lima kali (OR=5,34 dan P=0,0001) untuk terjadi hipertensi.

Konsumsi Alkohol dan Kafein. Konsumsi alkohol secara berlebih

mengakibatkan 5-20 persen kasus hipertensi. Tekanan darah akan mengalami

peningkatan 90 persen jika alkohol dikonsumsi lebih dari 3 gelas per hari.

Alkohol sendiri memiliki sifat yang dapat merusak dinding arteri sehingga

pembuluh darah menjadi sempit akibatnya diperlukan tekanan yang besar agar

darah dapat mengalir dalam tubuh, hal ini mengakibatkan tekanan darah menjadi

meningkat dan terjadi hipertensi.

Kafein merupakan salah satu zat dimana yang biasa terdapat dalam bahan

minuman seperti teh, kopi, dan soft drink. Kopi adalah salah satu faktor terjadinya

hipertensi, di dalam kopi terkandung kafein dapat mengakibatkan peningkatan

pada naiknya tekanan darah dan debar jantung. Jumlah konsumsi kafein per hari

berpengaruh terhadap tekanan darah, konsumsi kafein 150 mg atau sekitar 2-3

cangkir dalam waktu 15 menit akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pada

tekanan darah dalam kurun waktu selama 15 menit. Peningkatan tekanan darah

tersebut akan berlangsung selama 2 jam, hal tersebut dikarenakan kafein memiliki

efek yang langsung pada medula adrenal dalam proses mengeluarkan epinefrin
28

sehingga konsumsi kopi yang secara berlebihan per harinya akan megakibatkan

peningkatan denyut jantung atau keadaan dimana sistole lebih besar dari diastole

(Martiani, 2012).

Kafein yang terkandung di dalam kopi memiliki keuntungan dan manfaat

bagi tubuh jika diminum secara tidak berlebihan dimana membantu sebagai salah

satu perangsang dalam melakukan berbagai aktifitas, menghindari kantuk dan

meningkatkan daya pikir serta panca indera, mengurangi rasa lelah dan

mempercepat daya pikir (Martiani, 2012).

Nelayan memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi atau minuman soft drink

saat melaut, hal ini membantu mereka agar tidak mengantuk dan tidak cepat

merasa lelah dalam berkatifitas selama masa melaut di atas kapal dalam mencari

hasil tangkapan di laut. Aktifitas minum kopi atau soft drink yang mengandung

kafein tersebut menjadi kebiasaan pada nelayan meski mereka tidak sedang

melaut, jumlah yang dikonsumsi oleh nelayan per harinya bervariasi, namun pada

nelayan dengan riwayat menderita hipertensi terdata bahwa jumlah konsumi kopi

atau soft drink lebih dari tiga gelas per harinya.

Penelitian yang dilakukan pada nelayan suku Bajo Kabupaten Muna Barat

oleh Elvivie (2017) ditemukan kebiasaan minum kopi di atas 3 gelas per hari

adalah salah satu penyebab terjadinya hipertensi (OR=12,5).

Riwayat Merokok. Merokok adalah perilaku individu telah menjadi

kebiasaan pada laki-laki, kebiasaan merokok yang dilakukan nelayan menjadi

salah satu faktor untuk terjadi hipertensi. Kebiasaan merokok yang dilakukan

nelayan merupakan salah satu hal yang dapat membantu nelayan untuk tetap
29

merasa hangat, terhindar dari rasa kantuk dan sebagai penekan nafsu makan saat

melaut dan kebiasaan tersebut dilakukan meskipun nelayan tidak sedang melaut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Elvivin (2017) pada nelayan yang

menderita hipertensi terdapat 82,6 persen memiliki kebiasaan merokok dengan

faktor resiko sebesar OR= 6,72 yang berarti nelayan yang memiliki kebiasaan

merokok beresiko enam kali mengalami hipertensi daripada yang tidak memilii

kebiasaan merokok.

Kategori Perokok. Berdasarkan ada tidaknya konsumsi rokok, kategori

perokok dibagi atas perokok pasif dan perokok aktif. Menghisap rokok secara

langsung yang memiliki dampak kesehatan terhadap perokok tersebut itu sendiri

disebut dengan perokok aktif, menurut WHO (2013) perokok aktif dibagi menjadi

tiga golongan yakni perokok berat merokok (>20 batang/hari), perokok sedang

(11-20 batang/hari) dan perokok ringan (1-10 batang/hari). Asap rokok yang

dikeluarkan oleh perokok aktif akan dihirup oleh orang yang tidak menrokok

sebcara langsung, mereka disebut dengan perokok pasif.

Kandungan Rokok. Diantara banyak zat berbahaya yang terdapat di dalam

rokok terdapat tiga unsur yang paling berpengaruh terhadap berbagai macam

resiko terjadinya penyakit yaitu tar, karbonmonoksida dan nikotin.

Tar memiliki banyak zat kimiawi dengan sifatnya yaitu karsinogenik

dimana sebagai pencetus untuk terjadinya penyakit kanker. Nikotin yang

berfungsi sebagai merangsang pelepasan katekolamin yang dapat mempercepat

irama denyut jantung. Karbonmonoksida (CO) yang terdapat dalam asapa rokok

berkisar 1-5%, CO membawa oksigen dalam darah merah dan membentuk


30

karboksihemoglobin. Dimana karbonsihemoglobin pada perokok lebih tinggi

dibandingkan orang yang bukan perokok. Di samping itu juga CO dapat merusak

dinding arteri yang pada akhirnya akan menyebabkan atherosklerosis dan penyakit

jantung koroner (Bustan, 2007)

Lama menghisap rokok. Semakin dini seseorang merokok maka semakin

berat dalam upaya untuk proses menjauhi dan berhenti merokok dan menjadi

kecanduan terhadap merokok serta semain besar pula pengaruhnya terhadap

kesehatan. Lamanya seseorang merokok dapat diklasifikasikan menjadi <10 tahun

dan ≥10 tahun (Bustan, 2007).

Mekanisme dampak perilaku merokok terhadap hipertensi. Menghisap

rokok memiliki pengaruh besar terhadap hipertensi. CO yang berasal dari asap

rokok membuat pembuluh darah mengalami “kramp” yang mengakibatkan

tekanan darah semakin meningkat, dinding pembuluh darah pun menjadi robek.

Proses inflamasi terjadinya jumlah protein C- reaktif dan agen inflamasi alami

megakibatka difungsi endotelium, kerusakan pembuluh darah sehingga terjadi

pembetukan plak di dinding arteri, akibatnya darah yang akan mengalir di saluran

pembuluh darah menjadi terhambat akibat arteri kaku dan mengalami plak

tersebut sehingga dibutuhkan dorongan yang kuat agar darah bisa mengalir yang

berujung pada kenaikan tekanan darah dan hipertensi.

Selain CO terdapat nikotin dalam asap rokok. Nikotin menyebabkan

berbagai dampak diantaranya ketagihan merokok, merangsang pelepasan

adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan menggangu

irama denyutan jantung, menggangu sistem saraf tubuh. Trombosist diaktifkan


31

oleh nikotin sehingga timbul penggumpalan ke dindinng pembuluh darah. Baik

nikotin dan CO serta bahan lainnya yang terdapat dalam asap rokok tersebut

merusak dinding endotel yang mengakibatkan penggumpalan pada trombosit yang

berdampak pada rusaknya pembuluh darah perifer (Suparto, 2000).

Pola Tidur. Tidur memiliki fungsi penting dalam fungsi metabolisme,

imunitas tubuh, daya ingat dan fungsi penting lainnya. Kurang tidur yang terjadi

dalam waktu yang lama berhubungan dengan meningkatnya resiko masalah

kesehatan kronis yaitu seperti hipertensi, durasi tidur yang pendek dapat

meningkatkan rata-rata tekanan darah dan denyut jantung, meningkatkan aktivitas

sistem saraf simpatik dan merangsang stress yang akhirnya menyebabkan

hipertensi. Adanya perubahan emosi seperti tidak sabar, mudah marah, cepat

lelah, stress diakibatkan kurangnya durasi tidur dapat meningkatkan potensi

terjadinya kenaikan tekanan darah (Bansil, 2011)

Pola tidur yang baik meliputi durasi tidur yang sesuai dengan kebutuhan

menurut umur, tidur nyenyak tidak terbangun karena suatu hal di sela-sela waktu

tidur. Sedangkan pola tidur yang buruk meliputi durasi tidur yang kurang dari

kebutuhan menurut umur, tidur terlalu larut malam dan bangun terlalu cepat, tidur

tidak nyenyak sering terbangun karena suatu hal. Waktu paling optimal untuk

mulai tidur di malam hari adalah jam 10 malam kebutuhan tidur seseorang

berbeda-beda menurut kelompok umur, untum umur 18-40 tahun kebutuhan tidur

adalah 8 jam perhari , untuk umur 41-60 tahun kebutuhan tidur adalah 7 jam

perhari, dan untuk umur 60 tahun ke atas kebutuhan tidur adalah 6 jam perhari.

Faktor yang dapat memengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur seseorang,


32

diantaranya penyakit yang menyebabkan nyeri atau gangguan fisik, lingkungan,

kelelahan, gaya hidup, stress, emosional, alkohol, merokok, pola konsumsi sehari-

hari (Hidayat, 2008).

Faktor Sosial

Faktor sosial dalam bentuk determinan sosial menurut WHO (2008)

adalah suatu keadaan saat orang dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan tua, dan

termasuk diantaranya kondisi kesehatan. Keadaan ini terbentuk oleh distribusi

uang, kekuasaan, dan sumber daya di tingkat global, nasional dan lokal. Sosial

kesehatan besar kaitannya dalam tanggung jawab mengenai ketidakadilan dalam

kesehatan, berbagai perbedaan yang dipandang tidak merata dan adil yang

semestinya dihindari dalam status kesehatan, baik itu dalam satu kawasan negara

maupun kawasan antar negara. Faktor sosial menurut Anderson dan Gottlieb

adalah hal berbagai hal yang meliputi pendidikan, dan dukungan keluarga

(Kuntjoro, 2002).

Cabang epidemiologi yang mempelajari mengenai distribusi sosial dan

determinan sosial kesehatan adalah epidemiologi sosial. Epidemiologi sosial

mempelajari karakteristik spesifik dari keadaan sosial dan mekanisme dari

keadaan sosial itu yang berpengaruh terhadap kesehatan (Krieger, 2001). Dimana

dalam epidemiologi sosial dipelajari peran variabel di tingkat individu misalnya

umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan status dan kelas sosial, serta posisi

dalam hirarki sosial yang berpengaruh terhadap derajat suatu kesehatan. Adapun
33

ststus kesehatan dipengaruhi berbagai faktor sosial diantaranya yaitu jenis

kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan sosial ekonomi.

Umur. Pola penyakit dapat dilihat berdasarkan gologan umur, misalnya

oada golongan usia balita dan anak-anak banyak terdiagnosa penyakit infeksi

sedangan golongan umur yang lebih tua lebih banyak terserang penyakit

degeneratif seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dll.

Semakin tua seseorang maka pengaturan pada sistem metabolisme kalsium

terganggu yang mengakibatkan kalsium ikut mengalir bersama darah, banyaknya

kalsium yang berada dalam darah berdampak dimana darah semakin lebih padat

sehingga terjadi peningkatan pada tekanan darah. Endapan kalsium pada dinding

pembuluh darah (arteriosclerosis) mengakibatkan penyempitan pembuluh darah

dengan bertambahnya umur menyebabkan elastisitas pembuluh darah arteri

semakin berkurang sehingga volume darah yang mengalir kurang lancar. Agar

kebutuhan darah di jaringan tercukupi sehingga jantung harus memompa lebih

kuat lagi, hal ini juga ditambahnya arteriosclerosis di dalam darah yang dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi (Kuswardhani, 2006).

Jenis kelamin. Perbedaan pada jenis kelamin mempengaruhi jenis

penyakit diderita seseorang, hal tersebut dapat dilihat dari bentuk fisik dan

anatomi seperti perempuan yang banyak terdeteksi memiliki riwayat penyakit

kanker payudara sedangkan laki-laki banyak terdeteksi memiliki kanker prostat.

Hipertensi dapat terjadi baik pada perempuan atau pun laki-laki, yang

membedakannya adalah faktor pencetus terjadinya hipertensi


34

Pekerjaan. Adanya hubungan pekerjaaan dengan pola penyakit. Suatu

pekerjaan memiliki dampak dan resiko yang dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan akibat kerja. Nelayan adalah suatu pekerjaan dimana umumnya

dilakukan oleh seorang laki-laki. Kebiasaan nelayan saat bekerja seperti merokok,

mengkonsumi makanan yang tinggi natrium dan lemak, minuman beralkohol dan

kafein seperti kopi dan soft drink mengakibatkan tingginya angka kejadian

penyakit hipertensi pada nelayan.

Pendidikan. Pendidikan memiliki peran penting dalam proses

mendapatkan pengetahuan dan informasi seputar kesehatan, pendidikan adalah

salah satu bagian penting yang memiliki peran dalam meningkat kualitas hidup.

Dimana tingginya tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik tingkat

pengetahuan dan kualitas sumber daya manusianya. Pendidikan juga adalah

proses dalam memengaruhi berbagai aspek perilaku seseorang khususnya

kesehatan. Pada masyarakat berpendidikan rendah akan berhubungan dengan

rendahnya tingkat kesadaran dalam berperilaku hidup sehat dan rendahnya dalam

proses mendapatkan akses pelayanan kesehatan (Leng, 2015).

Nelayan pada umumnya memiliki pendidikan yang rendah dimana

berdampak pada pengetahuan nelayan akan informasi seputar hipertensi tidak

cukup sehingga berpengaruh terhadap gaya hidup yang mengakibatkan terjadinya

hipertensi seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, asupan tinggi

natrium dan lemak serta kebiasaan minum kopi yang berelebihan (Elvivin, 2012).

Sosial Ekonomi. Keadaan sosial ekonomi yang digambarkan melalui

tingkat pendapatan atau penghasilan seseorang mempengaruhi kesehatan. Tingkat


35

pendapatan adalah pendapatan yang didapatkan masyarakat baik yang berasal dari

sektor formal maupun sektor informal dalam waktu satu tahun yang diukur

dengan rupiah. Tingkat pendapatan juga berkaitan dengan kemampuan daya beli

seseorang. Pendapatan masyarakat yang cenderung rendah mengakibatkan

terbatasnya dalam pemenuhan asupan pangan maka daya beli keluarga khususnya

konsumsi sayur dan buah kurang variatif dan tercukupi sehingga hal tersebut

menjadi faktor tingginya prevalensi.

Nelayan adalah termasuk jenis pekerjaan dengan pendapatan yang rendah,

dimana pendapatan yang diperoleh tidak menentu tergantung hasil tangkapan hasil

laut saat melaut. Pendapatan yang rendah mengakibatkan terbatasnya daya beli

nelayan dalam pemenuhan asupan makanan yang sehat sehari-harinya. Hal

tersebut membuat nelayan memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang

diasinkan yang berasal dari hasil tangkapan laut yang tidak habis terjual dan

makan siap saji dengan harga yang terjangkau bagi mereka seperti mie intan,

makanan kaleng, dll.

Selain itu pendapatan yang rendah juga menjadi faktor pemicu terjadinya

stess dimana dapat menyebabkan peningkatan pada tekanan darah secara

intermiten dan apabila stress terjadi dengan berlangsung cukup lama dapat

mengakibatkan tekanan darah mengalami peningkatan yang menetap (Suyono,

2001).
36

Landasan Teori

Pada penelitian ini sumber landasan teori yang digunakan adalah kerangka

teori determinan sosial kesehatan (WHO, 2007). Salah satu masalah kesehatan

yang mencapai angka tertinggi saat ini adalah angka kejadian penyakit tidak

menular, salah satunya adalah kejadian hipertensi, berbagai faktor penyebab dari

terjadinya hipertensi diantaranya keadaan lingkungan sosial dan ekonomi yang

berhubungan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi peraturan publik,

keadaan sosial dan budaya lingkungan, pendidikan yang memiliki dampak

terhadap pendapatan atau penghasilan dimana penghasilan yang lebih tinggi serta

status sosial yang berhubungan dengan kesehatan yang lebih baik, selain itu

pendidikan memiliki dampak terhadap kesehatan dimana pendidikan rendah

berkaitan dengan kesehatan yang buruk, berdampak pada lebih mudah untuk

terjadinya stress dan menurunya tingkat kepercayaan diri.

Faktor keadaan lingkungan fisik juga memiliki kontribusi terhadap

terjadinya hipertensi diantaranya, ketersediaan pangan yang memadai dan cukup

dalam mendukung kebiasaan untuk makan makanan yang sehat, tempat kerja yang

kondusif, lingkungan rumah yang sehat dan aman yang berkontribusi untuk

keseimbangan kesehatan psikologi pada individu terutama terhindari dari stress

yang merupakan salah satu pencetus hipertensi. Selain itu adanya adat-istiadat,

budaya setempat dari suatu kelompok masyarakat mempengaruhi kebiasaan hidup

diantaranya pemilihan konsumsi pangan yang berpengaruh terhadap kebiasaan

dan pola makan, faktor genetika juga berpengaruh terhadap kejadian suatu

penyakit diantaranya usia dan jenis kelamin yang memungkinan berkembangnya


37

suatu jenis penyakit, selain itu gaya hidup dan kebiasaan yang dimiliki masyarakat

berpengaruh besar terhadap terjadinya hipertensi diantaranya pola makan yang

seimbang, kebiasaan merokok, aktifitas fisik dan kesadaran untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan secara rutin. Gambar 1. menggambarkan kerangga

penyebab hipertensi (Clarke, 2011)

IMPACT ON
EQUITY IN
HEALTH AND
WELL-BEING

IMPACT ON
EQUITY IN
HEALTH AND
WELL-BEING
IMPACT ON
EQUITY IN
HEALTH AND
WELL-BEING
38
39

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Sosial

Umur

Pendapatan/Penghasilan

Pendidikan
Kejadian Hipertensi
Masa Bekerja

Faktor Gaya Hidup

Durasi Tidur

Pola Makan

Kebiasaan Merokok
Gambar 2. Kerangka Konsep
Kebiasaan Minum Kopi
Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh faktor

sosial (umur, pendapatan, pendidikan dan masa bekerja) dan gaya hidup (pola

makan, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi) terhadap

kejadian hipertensi pada nelayan di Kota Medan tahun 2020.


40

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik dengan design studi kasus kontrol untuk menganalisis faktor sosial dan

gaya hidup kejadian hipertensi pada nelayan dengan cara membandingkan

kelompok kasus dan kontrol. Design kasus kontrol, merupakan penelitian

epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan antara efek

(penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor risiko tertentu. Desain

penelitian kasus kontrol dapat dipergunakan untuk menilai berapa besarkah peran

faktor risiko dalam kejadian penyakit (cause-effect relationship) (Sastroasmoro,

2011).

Rancangan penelitian seperti terlihat pada gambar dibawah ini:.

Faktor Risiko +

Kejadian Hipertensi

Faktor Risiko -

Faktor Risiko +
Kejadian Hipertensi

Faktor Risiko -

Gambar 3. Rancangan Penelitian


41

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan dengan

alasan adalah Kota Medan adalah salah satu wilayah di Sumatera Utara memiliki

kawasan pesisir dan pantai yang merupakan tempat tinggal dan sumber mata

pencaharian bagi para nelayan.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilalsanakan dimulai dari bulan Januari

2020 sampai dengan Juli 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi kasus pada penelitian ini adalah seluruh nelayan yang

mempunyai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau pernah didiagnosis hipertensi

oleh petugas kesehatan dan minum obat hipertensi.

Populasi kontrol adalah pada penelitian ini adalah nelayan yang

mempunyai tekanan darah < 140/90 mmHg atau normal 120 mmHg atau tidak

pernah didiagnosis hipertensi oleh petugas kesehatan dan tidak minum obat

hipertensi serta bertempat tinggal berada di sekitar kasus.

Sampel. Sampel adalah bagian dari populasi dimana sampel kasus adalah

adalah nelayan yang mempunyai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau pernah

diagnosis hipertensi oleh petugas kesehatan dan minum obat hipertensi. Sampel

kontrol adalah nelayan yang tidak mempunyai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

atau tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh petugas kesehatan dan tidak minum

obat hipertensi serta bertempat tinggal berada di sekitar kasus.

Besar sampel. Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan

rumus Uji Hipotesis Odds Ratio dalam Sudigdo Sastroasmoro (2011) yaitu :
42

dimana :

P= Q=

n : besar sampel

P1 : Proporsi terpapar kelompok kasus, Q1 = 1- P1

P2 : Proporsi terpapar kelompok kontrol, Q2 = 1- P2

OR : odds ratio penelitian terdahulu

Zα : Tingkat kepercayaan (pada 95 % dengan nilai 1,96)

Zβ : Kekuatan yang diinginkan (sebesar 80 % yakni 0,842)

Tabel 3. Tabel Odds Rasio Penelitian Sebelumnya

Variabel P1 P2 OR N Referensi

Pola Makan 0,28 0,13 4,17 44 Budi Artiyaningrum, 2014


Konsumsi Kopi 0,24 0,8 3,01 44 Budi Artiyaningrum, 2014
Kebiasaan Merokok 0,23 0,9 3,20 48 Lailatun Najmi Raihan, 2014
Umur 0,35 0,25 2,95 44 Budi Artiyaningrum, 2014
Pendidikan 0,35 0,65 1,61 42 Ekowati Rahajeng, 2009
Pendapatan 0,36 1,69 1,71 155 Aris Sugiharto, 2007
43

n = 43,84 = 44, n ditambah 20 persen dan dibulatkan menjadi 53 kasus

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel minimal dengan memilih

variabel penelitian sebelumnya pada pola makan dengan OR (4,17) dari penelitian

Budi Artiyaningrum (2011) sehingga diperoleh jumlah sampel sebesar 44 orang

kemudian ditambah 10 persen dan dibulatkan dari hasil perhitungan sampel maka

besar sampel menjadi 53 kasus hipertensi. Perbandingan kasus dan kontrol adalah

1 : 1 sehingga jumlah keseluruhan sampel kasus dan kontrol adalah 106 orang,

antara kasus dan kontrol dilakukan matching (matching) pada kategori umur.

Dalam penelitian ini sampel penelitian adalah sampel yang telah memenuhi

kriteria inklusi sedangkan kriteria eksklusi adalah sampel yang tidak termasuk

dalam penelitian ini.

Teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel berdasarkan

kriteria sebagai berikut :

Kriteria inklusi kasus. Responden yang sedang atau pernah didiagnosis

hipertensi oleh petugas kesehatan dan minum obat hipertensi dalam waktu 3 bulan

terakhir.

Kriteria inklusi kontrol. Responden yang tidak sedang atau tidak pernah

didiagnosis hipertensi oleh petugas kesehatan dan minum obat hipertensi dalam

waktu 3 bulan terakhir dan bersedia menjadi responden.


44

Kriteria esklusi kasus dan kontrol. Responden dengan penyakit atau

penyerta atau komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal

ginjal dan tidak bersedia menjadi responden.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Semua

subjek yang terdiagnosa hipertensi dan memenuhi kriteria pemilihan sampel

inklusi dimasukkan, sampai terpenuhinya jumlah penelitian. Alasan dilakukannya

purposive sampling adalah dalam penelitian ini subjek penelitian merupakan

nelayan, dimana nelayan pada umumnya bertempat tinggal di daerah pesisir pantai

atau daerah yang berada dekat dengan laut di Kota Medan dimana diantaranya

terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan dan Kecamatan

Medan Labuhan.

Metode Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data primer yang

dilakukan dengan teknik wawancara secara terstruktur dengan menggunakan

kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti kepada subjek penelitian, yakni meliputi

data identitas responden, faktor sosial (umur, pendapatan dan pendidikan) dan

gaya hidup (pola makan, riwayat merokok, kebiaan minum kopi dan aktifitas

fisik).

Sumber data sekunder yang meliputi jumlah penduduk berdasakan

pekerjaan yaitu nelayan diperoleh melalui dokumen dari instansi terkait (Badan

Pusat Statistik Kota Medan tahun 2018) serta penelusuran kepustakaan yang

berkaitan dengan penelitian yang sifatnya ilmiah dan relevan dengan tujuan dan

permasalahan penelitian.
45

Variabel dan Defenisi Operasional

Dalam penelitian ini yang termasuk variabel dependen adalah kejadian

hipertensi sedangkan variabel independen adalah faktor sosial yang meliputi

umur, pendidikan dan pendapatan serta gaya hidup yang meliputi pola makan,

aktifitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi dan aktivitas fisik.

Defenisi operasional. Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik (TDS) lebih besar atau sama

dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah lebih besar atau sama dengan

90 mmHg.

b. Umur adalah lamanya seseorang hidup dalam tahun dihitung dari lahir

hingga saat wawancara.

c. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga dalam satu bulan.

d. Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden.

e. Lama bekerja adalah jangka waktu nelayan dalam menjalani pekerjaan

sebagai nelayan yang mejadi mata pencaharian sehari-harinya

yangdikategorikan menjadi kurang dari sama dengan 10 tahun dan lebih

dari 10 tahun.

f. Pola makan adalah gambaran keseingan makan setiap harinya yang terdiri

dari pola makan beresiko dan tidak beresiko terhadap hipertensi melalui

Semi Food Frequency Quesstionary (FFQ). Adapun jenis makanan yang

beresiko terhadap hipertensi yaitu makanan yang tinggi garam seperti


46

kecap asin dan ikan asin, makanan tinggi karbonhidrat seperti mie instan,

roti kering dan kue bolu, makanan dengan kandungan santan seperti ikan

dan sayur gulai, makanan dengan protein tinggi seperti daging, telur,

cumi-cumi, udang, dan jeroan, makanan dengan tinggi lemak seperti

olahan makanan yang digoreng yaitu ikan goreng, ayam goreng, dan

cemilan yang digoreng. Jika dalam perhitungan semi FFQ didapatkan total

makanan yang beresiko score 30-40 maka disebut sering mengkonsumsi

adalah beresiko sementara jika total score 20-29 disebut kadang-

kadang/jarang adalah tidak beresiko. Sementara jenis makanan yang dapat

mengurangi hipertensi dan tidak beresiko antara lain seperti sayur sayuran

dan buaha-buahan dengan perhitungan semi FFQ didapatkan total

makanan yang tidak beresiko score 14-18 maka disebut sering

mengkonsumsi adalah tidak beresiko sementara jika total score 913

disebut jarang adalah beresiko.

g. Durasi tidur adalah total jumlah dari tidur yang diperoleh dalam 24 jam,

akumulasi dari tidur siang hari dan malam hari. Durasi tidur dikategorikan

menjadi beresiko yaitu total jumlah tidur kurang dari delapan jam dan

tidak beresiko yaitu total jumlah tidur sama dengan atau lebih dari delapan

jam.

h. Kebiasaan merokok adalah kebiasaan responden menghisap rokok secara

rutin minimal satu batang per hari yang dikategorikan menjadi merokok

dan tidak merokok. Untuk melihat distribusi frekuensi dan trend dari

kategori merokok maka kategori jumlah konsumsi rokok dengan rincian


47

perokok ringan < 10 batang per hari, perokok sedang 10-20 batang perhari

dan perokok berat > 20 batang perhari dan lama merokok. Serta lama

merokok dengan rincian kurang dari satu tahun dan lebih dai sama dengan

satu tahun

i. Kebiasaan minum kopi adalah kebiasaan responden minum kopi sehari-

hari yang dilihat dari kebiasaan minum kopi dan tidak minum kopi. Untuk

melihat distribusi frekuensi dan trend dari kategori kategori peminum kopi

dengan rincian peminum kopi ringan yatu konsumsi kopi ≤ 3 gelas/hari

dan peminum kopi berat yaitu konsumsi kopi > 3 gelas/hari

Tabel 4

Cara ukur, Kategori dan Skala Ukur

Variabel Cara Ukur Kategori Skala


Hipertensi Rekam Medis 1. Hipertensi Nominal
0. Tidak Hipertensi
Umur Wawancara 1. 25 - 35 Tahun Ordinal
dengan mengisi 2. 36 - 45 Tahun
kuesioner 3. 46 - 55 Tahun
4. > 55 Tahun
Pendapatan Wawancara 1. Tidak UMK (< Rp.2.969.824) Ordinal
dengan mengisi 0. UMK (≥ Rp.2.969.824)
kuesioner
Pendidikan Wawancara 1. Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP) Ordinal
dengan mengisi 0. Menengah dan Tinggi (SMA,
kuesioner Diploma, Sarjana)
Masa Wawancara 1. ≤ 10 tahun Ordinal
Bekerja dengan mengisi 0. > 10 tahun
kuesioner
Pola Makan Wawancara 1. Selalu dikonsumsi (> 1 kali/hari) Ordinal
dengan mengisi 2. Sering dikonsumsi (1x/hari)
kuesioner 3. Biasa dikonsumsi (3x/minggu)
4. Kadang-kadang dikonsumsi (1-2
kali/minggu)
5. Jarang dikonsumsi (1x/minggu)
6. Tidak Pernah
Kategori
48

1. Berisiko (skor : 44-89)


0. Tidak berisiko (skor : 29-43)
Durasi Wawancara 1. Beresiko (< 8 jam/hari) Ordinal
Tidur dengan mengisi 0. Tidak Beresiko (≥ 8 jam/hari)
kuesioner
Kebiasaan Wawancara Kebiasaan merokok Ordinal
Merokok dengan mengisi 1. Ya Merokok
kuesioner 0. Tidak merokok
Kebiasaan Wawancara Kebiasaan Minum Kopi Ordinal
Minum dengan mengisi 0. Minum Kopi
Kopi kuesioner 1. Tidak Minum Kopi

Metode Pengukuran

Editing. Kuesioner yang telah dikumpulkan lalu dilakukan pengeditan

untuk mengecek kelengkapan data, kesinambungan data dan keseragaman data.

Coding untuk memudahkan dalam pengolahan data termasuk dalam

pengelompokan kategori dan pemberian skor. Entry adalah proses memasukkan

data ke program komputer untuk proses analsis data. Setelah data yang telah

dikumpulkan dilakukan Cleaning data yang berarti sebelum data dilakukan

pengolahan, terlebih dahulu dilakukan pengecekan agar tidak terdapat data yang

tidak perlu.

Metode Analisi Data

Analisa Univariat. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran

pada masing-masing variabel independen yang meliputi faktor sosial (usia,

pendapatan, pendidikan) dan gaya hidup (pola makan, aktifitas fisik, kebiasaan

merokok, dan kebiasaan minum kopi) dan variabel dependen yaitu kejadian

hipertensi. Data yang dalam bentuk kategori akan disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi dengan bentuk ukuran persentase sedangkan data numerik


49

akan dilihat mean dan standar deviasi serta hasil dari analisa data disajikan dalam

bentuk narasi dan tabel.

Analisis Bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik simple

logistik regresion yang digunakan untuk menghubungkan antara beberapa

variabel independen yaitu faktor sosial (usia, pendapatan, pendidikan) dan gaya

hidup (pola makan, aktifitas fisik, kebiasaan merokok dan kebiasaan minum kopi)

dengan variabel dependen terhadap kejadian hipertensi pada nelayan di Kota

Medan. Jika hasil uji bivariat diperoleh nilai p <0,25 maka variabel tersebut

masuk ke dalam model. Beberapa analisa yang berhubungan dengan analisa

bivariat :

1. Odds ratio (OR) , dimana interpretasi data adalah :

a. OR = 1 atau mencakup angka 1 berarti bukan faktor resiko

b. OR > 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti merupakan benar

adalah faktor resiko

c. OR < 1 berarti faktor yang melindungi atau protektif

2. Confidence Interval

Perhitungan Confidence Interval (95% CI) dalam menetukan OR yang

memiliki kriteria bermakna/signifikan bila p<0,05 dan tidak signifikan bila

nilai p>0,05

Analisis Multivariat. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui

pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat, dan

variabel bebas yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat dengan

menggunakan uji multiple regresi logistik. Analisis regresi logistik untuk


50

menjelaskan pengaruh beberapa variabel independen secara bersamaan dengan

variabel dependen.

Tahapan yang dilakukan untuk analisa multivariat antara lain :

1. Apabila masing-masing variabel bebas dengan hasil menunjukkan nilai p<0,25

pada analisis bivariat tetapi secara biologis bermakna, maka variabel tersebut

dapat dilanjutkan dalam model multivariat.

2. Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan metode Enter. Semua

variabel kandidat dimasukkan bersama-sama untuk dipertimbangkan menjadi

model dengan hasil menunjukkan nilai p<0,05.

3. Variabel terpilih dimasukkan ke dalam model dan nilai p yang tidak signifikan

dikeluarkan dari model, berurutan dari nilai p tertinggi. Melalui uji Regresi

Logistik Berganda (Multiple Regression Logistic) akan terlihat variabel yang

memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 maka variabel tersebut merupakan variabel

yang memiliki hubungan paling kuat dengan kejadian hipertensi.

4. Langkah terakhir akan terlihat nilai exp(B) dimana menunjukan bahwa semakin

besar nilai exp (B)/OR maka semakin besar pengaruh variabel tersebut terhadap

variabel dependen yaitu kejadian hipertensi pada nelayan di Kota Medan.


51

Daftar Pustaka

Ariyanto, A. (2006). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Ke Risiko


Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Nelayan di
Pelabuhan Tegal (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Artiyaningrum, B. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
rutin di puskesmas kadung mundu kota semarang tahun 2014 (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS NEGRI SEMARANG)

Badan Pusat Statistika. (2009). Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-


Ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistika, Jakarta.

Bloom, D. E., Cafiero, E., Jané-Llopis, E., Abrahams-Gessel, S., Bloom, L. R.,
Fathima, S., ... & O’Farrell, D. (2012). The global economic burden of
noncommunicable diseases (No. 8712). Program on the Global
Demography of Aging.

Dedullah RF,Malonda NS, Joseph WBS. (2015) Hubungan antara faktor risiko
hipertensi dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di kelurahan
motoboi kecil kecamatan kotamobagu selatan kota kotamobagu.
Jkesmasfkm.;1(3):155-63.

Depkes, R.I. (2006). Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Departemen Kesehatan RI: Jakarta

Doenges, M. E., & Moorhouse, M. F. (2012). Application of nursing process and


nursing diagnosis : an interactive text for diagnostic reasioning. FA Davis.

Elvivin, E., Lestari, H., & Ibrahim, K. (2017). Analisis Faktor Resiko Kebiasaan
Mengkonsumsi Garam, Alkohol, Kebiasaan Merokok dan Minum Kopi
terhadap Nelayan Suku Bajo di Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat
Tahun 2015. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat), 1(3).

Fatma, Y. (2010). Pola konsumsi dan gaya hidup sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi pada nelayan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
tahun 2009 (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Febry, Ayu Bulan, dkk. (2013). Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan . Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Gunawan. (2001). Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia


52

Hardati, A. T., & Ahmad, R. A. (2017). Aktivitas fisik dan kejadian hipertensi
pada pekerja: analisis data Riskesdas 2013. Berita Kedokteran Masyarakat,
33(10), 467-474.

Hart Julian. (2009). Tanya Jawab Seputar Darah Tinggi. Arcan, Jakarta.
Hipertensi pada Pegawai di Wilayah Kecamatan Tomohon Utara. Gizido
2015;7(1).

Husaain, M., A., Al Mamun, A., Reid, C., & Huxley, R, R, (2016). Prevalence
awareness, treatment and control of hypertensiomn in Indonesia adults
aged ≥ 40 years : findings from the Indonesia Family Life Survey (IFLS).
PloS one 11 (8).

Irianto K. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan


Klinis. Alfabeta, Bandung.

Jan, S. A., Wang, J., Bianchi, G., & Birkenhager, W. H. (2003). Essential
Hyppertension. The Lancet, 1629-1635.

Juni U W. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.


Kannan, L., & Satyamoorthy, T. S. An Epidemiological Study of
Hypertension in A Rural

Kemenkes, R. I. (2017, 17 Mei). Hari Hipertensi Sedunia. Direktorat Pencegahan


dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Diakses dari
http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/hari-hipertensi-sedunia

Kemenkes, R. I. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Online) http://www.


depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil
% 20Riskesdas, 202018.

Lestari, Y. I., & Nugroho, P. S. (2019). Hubungan Tingkat Ekonomi dan Jenis
Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Palaran Tahun 2019. Borneo Student Research (BSR), 1(1), 269-273.

Li, M., Yan, S., Jiang, S., Ma, X., Gao, T., & Li, B. (2019). Relationship Between
sleep duration and hypertension in northest China : a cross sectional study.
BMJ open, 9(1).

Litin S C. (2015). Mayo Clinic A to Z Health Guide: Everything You Need to


Know About Signs, Symptoms, Diagnosis, Treatment and Prevention.
Rochester.

Liu, J., Sui, X., Lavie, C. J., Hebert, J. R., Earnest, C. P., Zhang, J., & Blair, S. N..
(2013, October). Association of coffee consumption with all-cause and
53

cardiovascular disease mortality. In Mayo clinic proceedings (Vol. 88, No.


10, pp. 1066-1074). Elsevier

Manoppo, F., Malonda, N. S., & Kawatu, P. A. (2017) Hubungan Antara Aktifitas
Fisik Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Nelayan Desa Kalinaun
Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Kesmas, 6(3).

Marliani dan Tantan, S. (2007). 100 Question & Answer Hipertensi, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.

Medan, K. (2002). Profil Kabupaten/Kota.

Mubarok, K. (2011). Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer Pada
Nelayan di Pelabuhan Jepara (Doctoral dissertation, Diponegoro
University).

Muthukrishnan, G., Uma, S. B. K. P., &Anantharaman, V. V. (2018). A cross


sectional study of hypertension and their risk factors in fisherman Of
Chennai district. International Journal of Community Medicine and Public
Health, 5(6), 2464.

Muttaqin. ( 2009), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler,


Salemba, Jakarta

Nabila. A., & Kurniawaty, F. (2016). Pengaruh Kopi Terhadap Hipertensi. Jurnal
Penelitian Vol. 5 No. 2 Bagian Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

Nofelita. (2018). Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Kota


Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara. (Universitas Riau).

Nurmianto, E. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya : Prima


Ginting.

Peltzer, K., & Pengpis, S. (2018). The prevalence and social determinan of
hypertension among adults in Indonesia : A cross- sectional population-
based national survey. International journal of hypertension. 2018

Prasetyaningrum, E., & Suharsanti, R. (2017). Pengaruh Gaya Hidup Terhadap


Kenaikan Tekanan Darah di Kota Semarang. Media Farmasi
Indonesia, 12(1).

Rabinowitz, Phil et all, 2010. Addressing Social Determinants of Health and


Development Center for Community Health and Development.
Community Tool Box, University of Kansas, Kansas
54

Rahajeng, E., & Tuminah, S. (2009). Prevalensi hipertensi dan determinannya di


Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia,59(12), 580-587.

Raihan, L. N., & Dewi, A. P. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian Hipertensi primer pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas
rumbai pesisir (Doctoral dissertation, Riau University).

Reinfal, Rahmat, Mawar, dkk. (2019). Epidemiologi Hipertensi Berdasarkan


Budaya Konsumsi Garam di Kawasan Pesisir Medan Belawan. BIMKMI
Volume 7 No.1 | Januari – Juni 2019 hal 36-42

RI, Kemenkes. (2014). Infodatin hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI.

Rini F P. (2012) Critical Review : Kajian Pengembangan Desa Pesisir Tangguh


Di Kota Semarang [Internet]. [cited 2017 April 27]. Available
from https://www.academia.edu/18179169/Critical_Review_Jurnal_Perenc
anaan_Pe

Roshifanni, S. (2016). Risiko Hipertensi Pada Orang Dengan Pola Tidur Buruk.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), 408-419.
Rusliafa, J., Amiruddin, R., & Noor, N. B. (2014). Komparatif Kejadian
Hipertensi Pada Wilayah Pesisir Pantai Dan Pegunungan Dikota Kendari.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(2), 201-214.

Satroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitan klinis.


Jakarta : Sagung Seto, 372.

Schröders, J., Wall, S., Hakimi, M., Dewi, F. S. T., Weinehall, L., Nichter, M., ...
& Ng, N. (2017). How is Indonesia coping with its epidemic of chronic
noncommunicable diseases? A systematic review with meta-analysis. PloS
one, 12(6), e0179186. https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/1508030
0001/hipertensi-the-silent-killer.html

Shadine M. (2010). Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, PT.


Gramedia, Jakarta.

Sugiharto, A. (2007). Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat


(studi kasus di kabupaten Karanganyar) (Doctoral dissertation, program
Pascasarjana Universitas Diponegoro).

Suiraoka IP. (2017). Penyakit Degeneratif Mengenal Mencegah dan Mengurangi


Faktor Resiko 9 Penyakit Degenarif. Nuhamedika
55

Sutanto. (2010). Cekal (Cegah dan Tangkal) PENYAKIT Modern : Hipertensi,


Stroke, Jantung, Kolesterol dan Diabetes (gejala-gejala, pencegahan dan
pengendalian). Adi, Yogyakarta.

Sutomo, B. (2009). Menu sehat penakluk hipertensi. DeMedia.

Tedjasukmana, P. (2012). Tata laksana hipertensi. CDK-192,39(4).

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta : Graha ilmu.

Udjianti. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler, Salemba Medika, Jakarta


urbanization on adult occupational physical activity. Soc Sci Med
2007;64(4):858–70.

WHO . (2009). Global health risks: mortality and burden of disease attributable to


selected major risks. Geneva: World Health Organization.

WHO. (2008).  Commission on Social Determinants of Health final report. World


Health Organization

WHO. (2013). A global brief on hypertension: silent killer, global public health
crisis: World Health Day 2013 (No. WHO/DCO/WHD/2013.2). World
Health Organization.

WHO. (2012). Indonesia: WHO statistical profile. http://www.who.int/gho/countri
es/idn.pdf?ua=1.

WHO. (2014). Noncommunicable diseases country profiles. http://apps.who.int/iri
s/bitstream/10665/128038/1/9789241507509_eng.pdf.

Wilkinson, Richard, Michael Marmot (eds). (2003). The Solid Facts; Sosial
Determinants of Health. Second Edition. World Health Organiza_on,
Geneva.

Wiyono, Sugeng. (2015) Buku ajar Epidemiologi Gizi (Konsep dan Aplikasi),
Sagung Seto, Jakarta

World Health Organization. (2018). Source : Global Health Estimates 2016 :


Death by Cause, Age, Sex, by Country and by Region, 2000-2016.
Geneva.WHO.

Anda mungkin juga menyukai