SIROSIS HEPATIS
Oleh:
Amelinda
Firmansyah 1740312626
Shafrina Irza
Preseptor:
dr. Armen Ahmad, Sp.PD-KPTI, FINASIM
2.3 Epidemiologi
Sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab kematian di seluruh dunia
dan merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita usia 45 – 46
tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Penderita sirosis hati lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, dengan
perbandingan 1,6:1. Golongan usia penderitanya rata-rata 30 – 59 tahun dengan
puncaknya sekitar umur 40 – 49 tahun. 6
Di Amerika Serikat, sirosis hati merupakan penyebab kematian ke-12. Pada
tahun 2007, sirosis hati menyebabkan kematian pada 29.165 individu dengan angka
mortalitas mencapai 9,7 per 100.000 individu. Sirosis hati merupakan salah satu
faktor risiko utama terjadinya keganasan hati dengan angka kejadian meningkat tiga
kali lipat dari tahun 1975 hingga 2005.7
Di Indonesia, data prevalensi sirosis belum ada, hanya terdapat laporan-
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
ditemukan jumlah pasien sirosis hati sekitar 4,1% dari pasien yang di rawat di
Bagian Penyakit Dalam pada tahun 2004. Sedangkan di Medan ditemukan jumlah
pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien yang dirawat di
Bagian Penyakit Dalam selama empat tahun.2 Untuk jumlah penderita sirosis hati
di RSUP Dr. M Djamil Padang ditemukan sebanyak 140 pasien dalam kurun waktu
September 2014 hingga Juni 2015.8
2.4 Etiologi
Penyebab sirosis hati dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu
penyebab hepatoselular, kolestasis, dan obstruksi aliran vena hepatis. Penyebab
hepatoselular sirosis hati diantaranya adalah virus hepatitis (B, C, D), penyakit hati
alkoholik, autoimun, steatohepatitis non alkoholik yang berkaitan dengan DM,
malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid,
dan hepatotoksik akibat obat atau toksin. Penyebab sirosis yang termasuk dalam
kolestasis adalah obstruksi bilier, sirosis bilier primer, sirosis bilier sekunder yang
berhubungan dengan obstruksi saluran empedu ekstrahepar menahun dan kolangitis
sklerosis primer, sedangkan penyebab sirosis karena obstruksi aliran vena
diantaranya karena sindroma Budd-Chiari, penyakit venooklusif, dan sirosis
kardiak (akibat gagal jantung kongestif dan perikarditis konstriksi).9
Di negara barat penyebab tersering dari sirosis hati adalah akibat alkoholik.
Sedangkan di Indonesia penyebab sirosis hati terutama disebabkan oleh infeksi
virus hepatitis B maupun hepatitis C. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
di Indonesia, didapatkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebanyak 40-
50%, dan virus hepatitis C sebanyak 30-40%, dan untuk sisanya 10-20% kasus
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Untuk
alcohol sebagai penyebab sirosis hati, di Indonesia belum didapatkan data yang
lengkap. 2
2.5 Patogenesis
Sirosis hati terjadi melaui beberapa tahap fibrogenesis yang diakibatkan
oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut atau proses lanjutan
dari penyakit hati kronik, dan sirosis hati merupakan stadium akhir dari perjalanan
fibrosis hati. Proses yang terjadi pada fibrosis hati berkaitan dengan respon
inflamasi terhadap hepatic stellate cells dan adanya akumulasi matriks
ekstraselular. 10,11
Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh aktivasi
hepatic stellate cells yang dipicu oleh sitokin seperti TGF-bl yang mengaktivasi
enzim transglutaminase dan sintesis kolagen. Aktivasi dari hepatic stellate cells ini
akan menyebabkan peningkatan ekspresi gen matriks ekstraseluler dan otot polos
serta peningkatan proliferasi pada daerah perisinusoid yang merupakan area
nekrotik sehingga di kemudian hari menjadi area fibrosis melalui pembentukan
kolagen-kolagen. 11
Dalam keadaan normal, hepatic stellate cells merupakan sel penghasil
utama matriks ekstraselular setelah terjadi cidera pada hati. Matriks ekstraseluler
akan diproduksi lebih banyak pada kondisi hepatic stellate cells yang teraktivasi
dan akan mengalami penumpukan di space of Disse dan memacu kapilarisasi
pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal
aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya
dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan
menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan
menimbulkan pembentukan jaringan fibrotik akibat dari ketidakseimbangan antara
sintesis dan penguraian matriks ekstraselular disertai dengan penurunan fungsi
hepatoselular sampai adanya manifestasi klinik dari sirosis hati dan menimbulkan
hipertensi portal. 6
Pada kebanyakan kasus sirosis, ditemukan tiga pola khas yang mendasari
terjadinya sirosis, yaitu : 3
2.5.1 Sirosis Laenec
Sirosis laenec dikenal juga dengan sirosis alkoholik yang berhubungan
dengan penggunaan alkohol yang lama. Perubahan pertama pada hati yang
disebabkan oleh alkohol adalah terjadinya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati
(infiltrasi lemak). Terjadinya akumulasi lemak di dalam sel hati mencerminkan
adanya gangguan metabolism yang mencakup peningkatan produksi trigliserida
yang berlebihan, menurunnya sekresi trigliserida dari hati, dan menurunnya
oksidasi asam lemak. Apabila konsumsi alkohol tetap diteruskan, maka akn
terbentuk jaringan parut yang luas di hati. Penyebab utama kerusakan hati akibat
alkohol lebih banyak ditemui apabila pasien juga mengalami malnutrisi.6
Secara makroskopis hati akan terlihat membesar, rapuh, tampak berlemak,
dan mengalami gangguan fungsional akibat penumpukan lemak yang banyak.
Sedangkan secara mikroskopis ditandai dengan nekrosis hepatoseluler, sel-sel
balon, dan infiltrasi PMN di hati. 6
2.5.2 Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbecak pada jaringan hati.
Hepatosit dikelilingi oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan
diselingi dengan parenkim hati yang normal. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah
sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25-75% kasus memiliki riwayat
hepatitis virus sebelumnya dan kebanyakan pasien memiliki hasil uji HBsAg
positif. Sirosis pascanekrotik merupakan faktor predisposisi terjadinya neoplasma
hati (karsinoma hepatoseluler).6
2.5.3 Sirosis Biliaris
Pola sirosis biliaris dimulai dengan adanya kerusakan sel hati di sekitar
ductus biliaris. Penyebab terseringnya adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Tertahannya empedu di dalam hati menyebabkan terjadinya penumpukan empedu
dan kerusakan sel-sel hati dan pada akhirnya akan terbentuk lembar-lembar fibrosa
di tepi lobules. Cirinya hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna
kehijauan. Ikterus, pruritus, malabsorbsi, dan steatorea merupakan gambaran awal
dari sirosis biliaris. 6
2.7 Diagnosis
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata
bisa ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/ serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium
dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinis biasanya
sudah tampak dengan adanya komplikasi.1
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan
bila secara klinis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi menunjukkan
kecenderungan sirosis hati. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat
berakibat fatal misalna perdarahan dan kematian.1
Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.6
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil
oksaloasetattransaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum
glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST
lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengeyampingkan adanya sirosis.6
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal
atas.Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis billier primer. Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya
seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada
penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal
hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.6
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.6
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin. Prothrombin time mencerminkan derajat/
tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum
menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan
eksresi air bebas.6
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.6
Pemeriksaan Pencitraan
Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi kurang begitu
sensitif namun cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambarannya
memperlihatkan ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen
atau heterogen pada sisi superficial, sedangkan pada sisi profunda ekodensitas
menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan vena
hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan splenomegali, asites tampak
sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal dengan dinding
abdomen.1
Pemeriksaan MRI dan CT kovensional bisa digunakan untuk menentukan
derajat beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral
vaskular. Ketiga alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanya
karsinomahepatoselular.1
Endoskopi dapat dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus dan
gaster pada penderita sirosis hati. Selain digunakan untuk diagnosis juga dapat
digunakan untuk pencegahan dan terapi perdarahan varises.1
2.7 Penatalaksanaan
Sekali diagnosis sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alkohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung
protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
2.7.1 Penatalaksanaan sirosis kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat
mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan
obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid
atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.6
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12
bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan,
namun ternyata juga banyak yang kambuh.6
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan.6
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik
akanmerupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stellata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian.6
2.7.2 Penatalaksanaan sirosis dekompensata
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-
obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200
mg sehari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites
sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.6
Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.6
Varises esophagus, sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis
bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin,
atau aminoglikosida.6
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien
sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.6
2.8 Komplikasi
Komplikasi sirosis hati yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterial spontan, perdarahan varises esofagus, sindroma hepatorena, enselopati
hepatikum, dan kanker hati.1
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus.6
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus, 20 sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan berbagai cara.6
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati.Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.6
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Kelamin : Laki-laki
No.RM : 01.04.54.83
Agama : Islam
Alamat :
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Sesak napas yang semakin meningkat sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit
Sesak napas yang semakin meningkat sejak satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak sudah dirasakan sejak satu minggu sebelum masuk
Demam telah dirasakan sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk
rumah sakit. Demam tidak tinggi, tidak menggigil, dan tidak disertai
Riwayat mual ada, muntah tidak ada. Riwayat muntah darah pada satu
minggu sebelum masuk rumah sakit kurang lebih sebanyak 3-4 gelas air
mineral.
Perut membuncit sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit dan telah
Pasien dengan riwayat penyakit pada hati pada kurang lebih 1 tahun
yang lalu
Riwayat BAB hitam pada lima hari sebelum masuk RS. BAB seperti
BAK pekat seperti teh pada saat masuk rumah sakit (+)
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang serupa seperti
pasien.
a. Umum
Nadi : 85 kali/menit,kuat
Nafas : 26 kali/menit
Suhu : 37,8 0C
Kepala : Normochepal
Torak
Paru
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama, tetapi agak melemah pada
Kiri : sonor
wheezing-/-
Jantung
RIC V
Abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+), Hepar teraba 5 jari bac dan 6 jari bpx, tepi
tidak teraba.
Ekstremitas
Hb : 7,1 gr%
Hematokrit : 21 %
GDS : 72 mg/dl
Ureum : 47 mg/dl
SGOT/SGPT : 124 / 18
HbSAg : reaktif
V. Pemeriksaan Radiologi
Rongent Thoraks
Inspirasi kurang dalam. Tampak infiltrate minimal di perihilar
Kesan : Bronkopneumonia
Hepatitis B kronik
Hipoalbuminemia ec SH
VII. Terapi
Sirosis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronik setelah terjadinya
fibrosis hati yang berlangsung progresif dan ditandai dengan adanya kerusakan dari
struktur hati dan pembentukan nodulus regeneratif. Terjadinya sirosis dapat
mengganggu aliran darah intrahepatik dan pada keadaan lanjut secara bertahap
dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati. Perut yang membesar dapat disebabkan
oleh adanya cairan di dalam ronnga abdomen (asites), adanya massa di abdomen,
ataupun adanya pembesaran pada organ-organ yang ada dalam rongga abdomen.
Sekitar 81% asites disebabkan oleh sirosis. Sekitar 10-30% pasien sirosis dengan
asites dapat mengalami peritonitis bakterialis spontan, akibat migrasi bakteri lumen
usus ke nodus limfe mesentrika serta pengaruh penurunan sistem imun lokal yang
menimbulkan gejala, nyeri perut, demam, dan penurunan kesadaran.
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan BAB hitam sejak 2 hari
sebelum masuk RS. Hal ini terjadi karena adanya perdarahan yang terjadi di saluran
cerna bagian atas. Pada sirosis hepatis terjadi obstruksi aliran darah lewat hati yang
terjadi akibat adanya fibrotik yang mengakibatkan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrointerstinal mengalirkan darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Distensi pembuluh darah akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya
bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan tinggi akibat sirosis, maka
pembuluh darah ini akan mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan.
Penderita dapat mengalami hemoragi massif dan ruptur varises pada esofagus
(muntah darah) dan pada lambung (BAB hitam). Pasien juga sudah dikenal dengan
sirosis hepatis yang memperkuat dugaan BAB hitam akibat pecahnya varises
esophagus.
Pasien juga mengeluhkan perut yang membesar sejak 6 bulan yang lalu.
Asites dapat terjadi karena hipertensi porta, hipoalbuminemia dan retensi air dan
garam. Asites pada kasus sirosis merupakan asites yang disebabkan oleh hipertensi
portal. Sesak nafas yang dirasakan pasien ini dapat berupa akibat dari penekanan
diafragma karena membesarnya abdomen.
Diagnosis sirosis hepatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penumjang. Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien
mengalami BAB hitam 2 jari sebelum masuk rumah sakit, perut semakin
membuncit sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat buang air kecil
berwarna seperti teh pekat ada. Pasien juga mengeluhkan adanya sesak yang
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan asites serta udem tungkai. Hasil
labaratorium menunjukkan anemia, leukopenia, trombositopenia, dan peningkatan
ureum, sedangkan pemeriksaan faal hati belum dilakukan karena alat rusak.
Asites sebagai akibat dari kegagalan fungsi hepar dan juga sebagai
manifestasi dari hipertensi porta yang mengakibatkan terjadi perembesan carian ke
ektraseluler dan penumpukan cairan sehingga timbul asites. Hal ini dibuktikan
dengan pemeriksaan sifting dulness dan undulasi. Hasilnya menunjukkan positif
asites. Asites terjadi pada pasien sirosis terjadi akibat hipertensi porta dan
vasodilatasi splanknikus yang akan berdampak pada: 1) ekstravasasi cairan ke
rongga peritonium secara langsung, 2) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
sehingga terjadi vasokonstriksi arteri renalis dan retensi natrium.
Penatalaksanaan yang terpenting adalah mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut karena penyakit ini bersifat irreversible. Injeksi vit K diberikan untuk
membantu mengatasi perdarahan yang terjadi sehingga dapat menghindari
terjadinya penurunan Hb yang berat. Infus aminofusin hepar diberikan sebagai
nutrisi essensial secara parenteral pada pasien dengan gangguan fungsi hati kronik
yang berat.
Pada pasien juga diberikan lactulac. Lactulac dapat bermanfaat untuk
menjadikan feses pasien menjadi lunak sehingga pencernaannya oleh bakteri usus
lebih cepat. Proses pencernaan makanan oleh bakteri di usus akan menghasilkan
kadar ureum yang tinggi sehinngameninggkatkan resiko terjadinya enchepalopahty
hepatikum. N Acetyl Systein diberikan untuk mencegah pasien tidak batuk terlalu
kuat sehingga menurunkan resiko rupturnya varises pada pembuluh darah
gastrointestunal bagian bawah sehingga mengakibatkan perdarahan pada pasien.
Sedangkan spironolakton diberikan sebagai diuretik untuk mengurangi asites pada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA