Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

RASIONALISASI TERAPI KOMBINASI HIPERTENSI

Oleh :
PUTRI ANDINI
J510170079

Pembimbing :
Dr. SETYO UTOMO, Sp.JP,FIHA.

KEPANITERAAN KLINIK SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS
RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
2017
REFERAT
RASIONALISASI TERAPI KOMBINASI HIPERTENSI

Oleh :
PUTRI ANDINI
J510170079
Telah diajukan dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari .......................tanggal ..............

Pembimbing:
Dr. Setyo Utomo, Sp.JP,FIHA. (..........................................)

Dipresentasikan dihadapan:
Dr. Setyo Utomo, Sp.JP,FIHA. (..........................................)

KEPANITERAAN KLINIK SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS
RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
2017

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah
menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di
negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko
utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat
terjadinya gagal ginjal maupun penyakitserebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab
terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter,
perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja
berbagai organ. Selain itu, hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting terhadap
terjadinya penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak
ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala yang
khas. Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas diIndonesia,
sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai
tingkat fasilitas kesehatan.
Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III);
paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien
yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg. Di
Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang
tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat
kemungkinan lebih besar,
Intervensi hipertensi berupa modifikasi gaya hidup dapat
menghambat progresivitas hipertensi. Akantetapi,sebagianbesar pasien memerlukan obat antihip
ertensi seumur hidup dengan kombinasi lebih dari satu obat. Kondisi inimendasari begitu
banyak jenis obat anti hipertensi yang beredar di pasaran. Dilain pihak hal ini menimbulkan
kompleksitas bagi klinisi dalam pemilihan obatanti hipertensi mana yang paling efektif dan tepat
diberikan berdasarkan kondisispesifik pasien yang dihadapi.

3
B. Tujuan
Adapun penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai rasionalisasi untuk
terapi kombinasi farmakolgis pada penderita hipertensi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi
Menurut PERKI (2015), seseorang dapat dikatakan hipertensi apabila didapatkan
tekanan darah sistolik >140MmHg dan tekanan diastolic > 90 MmHg dengan pemeriksaan
berulang.
2. Etiologi
Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial dan sekunder. Sebanyak 90 %
hipertensi esensial dan hanya 10 % yang penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal,
kelainan pembuluh darah, dan kelainan hormonal. Hipertensi merupakan suatu penyakit
dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak
diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi
sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi
primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus
hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini
telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis
hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah
yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial.
Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,
tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen. Hipertensi primer didefinisikan jika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi. Ketika tidak ada penyebab yang dapat di identifikasi, sebagian besar
merupakan interaksi yang kompleks antara genetic dan interaksi lingkungan. Biasanya
hipertensi esensial terjadi pada usia antara 25-55 tahun dan jarang pada usia di bawah 20
tahun.
5
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau
obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan
kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan
darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau
mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan
hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh sleep apnea, obat-obatan, gangguan ginjal,
coarctation aorta,pheochromocytoma, penyakit tiroid dan paratiroid.
Penyakit Obat
 Penyakit ginjal kronis  Kortikosteroid, ACTH
 hiperaldosteronisme primer  NSAID, cox-2 inhibitor
 penyakit renovaskular  Fenilpropanolamine dan analog
 sindroma Cushing  Cyclosporin dan tacrolimus
 Pheochromocytoma  Eritropoetin
 koarktasi aorta  Sibutramin
 penyakit tiroid atau paratiroid  Antidepresan (terutama
 venlafaxine)
 Estrogen (biasanya pil KB dg
kadar estrogen tinggi)
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi
(depkes, 2006)
3. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang reversible
dan irreversibel. Faktor risiko yang reversibel adalah usia, ras Afrika-Amerika, dan riwayat
keluarga yang memiliki hipertensi. Sedangkan faktor risiko yang bersifat reversible adalah
prehipertensi, berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung
natrium tinggi, merokok, dan sindroma metabolik.
4. Fisiologi Regulasi Darah
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output) dan
resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan hasil
kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi
sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard.
6
Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas pembuluh
darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis, system rennin-angiotensin-
aldosteron (SRAA) dan faktor local berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel
endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu
bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena
menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu
pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosteron
yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang
sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II
local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF),
yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu jantung
terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic
peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung
menurunkan tekanan darah.
5. System renin- angiotensin
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan
karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran sirkulasi darah pada ginjal,
maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Menurut Guyton dan Hall
(1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan
arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan
aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri
ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan
penurunan asupan garam ke tubulus distal.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu angiotensinogen untuk
melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan,
selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang
terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang
7
juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2
menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan
jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase Selama angiotensin II ada dalam
darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan
tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat.
Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi
pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan
arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke
jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau
volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan
asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang
disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II
berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam
beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II
merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut
akan mengurangi jumlah garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah
peningkatan volume darah dan tekanan darah.
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang
terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja
pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion
natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan
memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan
arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui
mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme
vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.

8
6. Epidemiologi
Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita
hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut, dan
kematian. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013, menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan
darah yang dahulu terus meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan
lagi (pola kurva mendatar) dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara maju.
Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan
bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-
31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan

9
15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95%
dari seluruh kasus hipertensi.

7. Patofisiologi
Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan
tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh
setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah
berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah
6(lihat gambar 1 ):
 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
 Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
 Asupan natrium (garam) berlebihan
 Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
 Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron
 Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik
 Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
 Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal
 Diabetes mellitus
 Resistensi insulin
 Obesitas
 Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
 Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik
dari jantung, dan tonus vaskular
 Berubahnya transpor ion dalam sel

10
Gambar 2. Mekanisme patofisiologi hipertensi
(depkes, 2006)

.
8. Klasifikasi
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar
negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang
berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar
penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A
Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013)
Klasifikasi Sistolik Diastolic
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan atau 80-84
Normal tinggi 130-139 Dan atau 84 - 89
Hipertensi 140 159 Dan atau 90 – 99
derajat 1
Hipertensi 160 - 179 Dan atau 100 - 109
derajat 2
Hipertensi >180 Dan atau >110

11
derajat 3
Hipertensi >140 Dan <90
sistolik
terisolasi

Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan
hipertensi derajat 2.
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi


hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang hidupnya memiliki 2 kali
risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskuler daripada yang tekanan
darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg
merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler daripada
tekanan darah diastolik.
 Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat 2
kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
 Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor
risiko lainnya.
9. Tatalaksana
Tujuan faramakologis pada penyakit hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan
dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal
jantung, dan penyakit ginjal). Selain itu juga, mengurangi resiko merupakan tujuan utama

12
terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang
menunjukkan pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII adalah sebagai
berikut :
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
a. Non-Farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang
harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak
didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan
darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan
makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari
kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan
sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis
obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam
tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal
3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak
memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup
yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat
seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,
13
dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan
konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung
dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

b. Terapi Farmakologis
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki
persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum,
yang disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension2013 :

14
Adapun penatalaksanaan hipertensi menurut JNC-8 adalah sebagai berikut :

15
Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium
dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi,
harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti
menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya
diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna
dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat
alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat
alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.

(JNC8)
c. Terapi kombinasi
Rasional kombinasi obat antihipertensi:
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
2. Mempunyai efek sinergisme
3. Mempunyai sifat saling mengisi

16
4. Penurunan efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien
(adherence)
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretic
Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat untuk hipertensi
ini dapat dilihat pada gambardibawah ini dimana kombinasi obat yang dihubungkan dengan
garis tebal adalah kombinasi yang paling efektif.

Penelitian besar membuktikan bahwa obat-obat antihipertensi utama berasal dari


golongan : diuretik, ACE inhibitor, antagonis kalsium, angiotensin receptor blocker (ARB)
dan beta blocker (BB). Semua golongan obat antihipertensi di atas direkomendasikan
sebagai pengobatan awal hipertensi dan terbukti secara signifikan menurunkan TD. Tabel di
bawah ini menunjukkan jenis-jenis obat antihipertensi dan dosis yang disarankan.

17
Tabel 5. Dosis Obat Antihipertensi Berdasarkan Evidence-Based.
Antihypertensive Initial Daily Dose, Target Dose in No, of Doses per
Medication mg RCTs Say
Reviewed,
mg
ACE inhibitors
Captopril 50 150-200 2

Enalapril 5 20 1-
Lisinopril 10 40 12
Angiotensin receptor
clockers
Eprosartan 400 600-800 1-
Candesartan 4 12-32 12
Losartan 50 100 1-
Valsartan 40-80 160-320 12
Irbesartan 75 300 1
-Blockers
Atenolol 25-50 100 1
Metoprolol 50 100-200 1-
Calcium channel blockers 2
Alodipine 2-5 10 1
Diltiazem extended 120-180 360 1
release
Nitrendipine 10 20 1-
Thiazide-type diuretics 2
Bendroflumethiazide 5 10 1
Chlorthalidone 12.5 12.5-25 1
Hydrochlorothiazide 12.5-25 25-100 1-
Indapamide 1.25 1.25-2.5 12

Tujuan utama pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan


target TD. Jika target TD tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, maka
dapat dilakukan peningkatan dosis obat awal atau dengan menambahkan obat kedua dari
salah satu kelas (diuretik thiazide, CCB , ACEI , atau ARB ).

18
Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Esensial, Terapi Awal dan
Kombinasi (Guideline UK. NICE)

Kombinasi dua obat dosis rendah direkomendasikan untuk kondisi TD >20/10


mmHg di atas target dan tidak terkontrol dengan monoterapi. Secara fisiologis konsep
kombinasi 2 obat (dual therapy) cukup logis, karena respon terhadap obat tunggal
sering dibatasi oleh mekanisme counter aktivasi. Sebagai contoh kehilangan air dan
sodium oleh thiazide akan dikompensasi oleh RAAS sehingga akan membatasi
efektivitas thiazide dalam menurunkan tensi. Kombinasi 2 golongan obat dosis rendah
yang direkomendasikan adalah penghambat RAAS+diuretic dan penghambat
RAAS+CCB. Penting harus diingat jangan menggunakan kombinasi ACEI dan
ARB pada 1 pasien yang sama. Jika target TD tidak bisa dicapai menggunakan 2
macam obat antihipertensi dalam rekomendasi di atas atau karena kontra indikasi atau
dibutuhkan lebih dari 3 obat untuk mencapai target TD, obat antihipertensi dari kelas
lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi dapat diindikasikan untuk pasien

19
yang target TD tidak dapat dicapai dengan menggunakan strategi di atas atau untuk
pengelolaan pasien yang kompleks yang memerlukan tambahan konsultasi.

20
Guideline JNC VIII merekomendasikan kombinasi ACE-inhibitor atau ARB
dengan CCB dan atau thiazid. Konsep ini sama dengan guideline UK. yang pertama
merekomendasikan kombinasi ACE-inhibitor atau ARB dengan CCB (A+C).

Mengkombinasikan Penghambat Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS)

Kombinasi beberapa jenis obat dari golongan penghambat RAAS dewasa ini sudah

tidak direkomendasikan. Data dari trial ONTARGET(3) (ACE inhibitor+ARB) dan

ALTITUDE (ARB+Direct Renin Inhibitor)(4) mendapatkan jika kombinasi ini tidak


lebih efektif jika dibandingkan ACE inhibitor tunggal dalam menurunkan risiko penyakit
kardiovaskuler pada populasi berisiko tinggi termasuk dengan diabetes. Di lain pihak
kombinasi tersebut meningkatkan efek samping seperti gangguan fungsi ginjal.

Tabel di bawah ini menunjukkan strategi penentuan titrasi dosis atau kombinasi
obat anti hipertensi.

Tabel 6. Strategi penentuan dosis obat antihipertensi4

Bagan di bawah ini menunjukkan pilihan kombinasi obat anti hipertensi, dimana 4 dasar
dari proses fisiologi dalam pengaturan tekanan darah dan penempatan dari klas utama
obat antihipertensi dihubungkan dengan proses yang bertanggungjawab terhadap efek
primer dari antihipertensinya. Obat kombinasi dalam mengontrol tekanan darah biasanya
lebih efektif dari sisi yang berbeda (misalnya : diuretik + ARB) dan sebaliknya pada sisi
yang sama dari diagram (Misalnya Beta blocker + alfa-2 agonis).

21
5
Gambar 2. Skema terapi kombinasi obat antihipertensi

(ACE-I. Angiotensin converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; CCB, calcium
channel blocker; MRS, mineralcorticoid antagonist).

22
Beberapa tabel obat utama hipertensi menurut Depkes (2013):

23
24
25
26
27
d. Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah
Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh
darah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard, stroke,
pengurangan frekuensi dan durasi iskemia miokard dan memperbaiki tanda dan
gejala. Target tekanan darah yang telah banyak direkomendasikan oleh
berbagai studi pada pasien hipertensi dengan penyakit jantung dan pembuluh
darah, adalah tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik < 90 mmHg. Seperti juga tatalaksana hipertensi pada pasien tanpa
penyakit jantung koroner, terapi non farmakologis yang sama, juga sangat
berdampak positif. Perbedaan yang ada adalah pada terapi farmakologi,
khususnya pada rekomendasi obat-obatannya.

Tabel pemberian obat yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan hipertensi dengan komplikasi
(PERKI, 2015)

28
BAB III
KESIMPULAN

Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan risiko mayor


kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Monoterapi jarang bisa mengontrol
tekanan darah, dan banyak pasien memerlukan lebih dari 1 obat anti hipertensi.
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas seperti diabetes,
dan kerusakan target organ seperti LVH dan CKD mengindikasikan pemilihan klas
obat yang spesifik dalam terapi hipertensi. Pemilihan obat awal terapi hipertensi dan
kombinasi obat antihipertensi memerlukan pemahaman yang menyeluruh baik jenis-
jenis obat antihipertensi, mekanisme kerja maupun efek samping yang bisa timbul.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2013. Pharmatical care untuk hipertensi. Jakarta
2. Depkes RI., 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
3. PERKI. 2015. Pedo
4. man Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Hipertensi. Jakarta
5. James PA. Oparil S, Cushman WC, Dennison-Himmerlfarb C, Handler J,
dkk. 2014.Evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: report form the panel members appointed to the Eight
Joint National Committee (JNC 8). JAMA 2014:311(5):507-20.
6. InaSH, 2014. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2014. Perhimpunan
Dokter Hipertensi Indonesia. Jakarta.

7. Sudoyo, Aru W., setiyohadi, Bambang., alwi, Idrus., simadibrata,


Marcellus., Setiadi, Siti. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI.

30

Anda mungkin juga menyukai