Anda di halaman 1dari 7

Minggu 4

A. Terminologi
1. Depsos
Kementerian Sosial Republik Indonesia (disingkat Kemensos) dahulu
Departemen Sosial (disingkat Depsos) adalah kementerian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan dan membidangi urusan dalam negeri di dalam pemerintahan
untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di bidang
sosial.
2. Manajemen gawat darurat
Pelayanan cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan kesehatan tentunya
juga tidak terlepas dari sebuah unit yang menangani kegawatdaruratan dan di rumah
sakit biasa kita kenal dengan nama dan istilah Unit Gawat Darurat(UGD).
3. Program kesiapsiagaan
4. Mitigasi
Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana.

5. Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
6. Rehabilitasi dalam bencana
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

B. Identifikasi masalah
1. mengapa dilakukan penjahitan luka?
2. Bagaimana manajemen gawat darurat dalam menghadapi bencana?
3.
2. Bagaimana manajemen gawat darurat dalam menghadapi bencana?
Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun dalam
bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B)
yang harus diterapkan oleh semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam
subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit.
Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali
biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB / Satlak-PB, namun bisa juga
pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan.
Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan transportasi dan
komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaan
bencana yang berhasil.
Tingkat respons atas bencana.
Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian :

Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat
darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.

Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim
gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta
koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.

Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat
darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak
lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.

TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk
menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi
(berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar
prioritas atau penyebab ancaman hidup.
Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung
sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan
oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai
ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi
memburuk atau membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera,
usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang
mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim,
cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang
diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam
satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat
bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk
menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai
hingga berpengaruh pada sistem triase.
Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa
diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus
diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan
sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase.
Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau
sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi
keduanya lebih layak digunakan.

Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.

Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).

Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa
shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).

Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas


Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan

Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.


Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.

Triase Sistim METTAG.


Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.
Resusitasi ditempat.
Triase Sistem Penuntun Lapangan START.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk
memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan
risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Resusitasi diambulans.
Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan
sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area
Tindakan Utama sesuai keadaan.
PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE
Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat
pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda
ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan
*) dst dibawah algoritma

3. REHABILITASI bencana
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan
resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.

Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai
berikut :

Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga


sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan
terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini
serta kegiatan rekonstruksi.
Early recovery dilakukan oleh Rapid Assessment Team segera setelah
terjadi bencana.
Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai
dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri
setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.

1. Ruang Lingkup Pelaksanaan


2. Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk
kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.

Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan
yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem

Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum


Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik yang
menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Prasarana
umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan,
jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah,
dan jaringan irigasi/ pertanian.

Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas
perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas
peribadatan.

Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat


Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang
rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat
bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula.
Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana Pedoman
Teknis (DepPU, 2006) dan/ atau kerusakan pada halaman dan/ atau kerusakan pada
utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi huniannya. Untuk bangunan
rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk rekonstruksi.

Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/ lingkungan


dalam kategori:

Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)


Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
Transmigrasi ke luar daerah bencana

Pemulihan Sosial Psikologis


Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat yang
terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal. Sedangkan
kegiatan psikososial adalah kegiatan mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar
dapat kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan ini dapat dilakukan
oleh siapa saja yang sudah terlatih.

Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas


sosial seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak
psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.

Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala bentuk
pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum terjadi
bencana.

Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk
memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi : SDM
Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan, kepercayaan masyarakat.

Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik


Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak
yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan
resolusi adalah memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran atau
konflik dan menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran atau konflik
tersebut.

Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah bencana


untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi
sosial kehidupan masyarakat.
Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali
kegiatan dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah
bencana.

Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk menghidupkan


kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah
bencana seperti sebelum terjadi bencana.

Pemulihan Keamanan dan Ketertiban


Pemulihan keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat sebagaimana sebelum terjadi bencana dan menghilangkan
gangguan keamanan dan ketertiban di daerah bencana.

Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk membantu memulihkan


kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar kembali
seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas dari rasa tidak aman dan tidak
tertib.

Pemulihan Fungsi Pemerintahan


Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah :

Keaktifan kembali petugas pemerintahan.


Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/lembaga yang saling terkait.

10. Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik

Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai


pelayanan publik yang mendukung kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian
wilayah yang terkena bencana.

Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi : pelayanan kesehatan, pelayanan


pendidikan, pelayanan perekonomian, pelayanan perkantoran umum/pemerintah,
dan pelayanan peribadatan.

Anda mungkin juga menyukai