MIGRAINE
Disusun Oleh:
Fathur Tarizky
(21710174)
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
SURABAYA
2022
PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL
Jl. Raya Raci – Bangil, Telp. (0343) 744900
Fax. (0343) 744940
LEMBAR PENGESAHAN
Bangil, ..............................................................2022
Stase Ilmu Penyakit Saraf
Mengetahui,
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga referat dengan judul “Migrain” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
saya mengucapkan terima kasih kepada dr.Yahya, Sp.N yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Bangil.
Penulis sangat berharap semoga laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi saya sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan laporan kasus ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Bangil, 2022
Fathur Tarizky
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan gejala dan masalah yang cukup sering ditemukan dalam bidang
neurologis. Nyeri kepala terkadang dapat hilang dengan sendirinya saat penderita beristirahat,
atau menghilang saat penderita minum obat yang dapat dibeli bebas di pasaran, dan umumnya
hal ini tidak menimbulkan masalah bagi penderita.
Nyeri kepala akan menimbulkan masalah bila penderita benar-benar nyeri hingga
mengganggu keadaan dan pekerjaan sehari-hari, atau jika nyeri kepala berlangsung berulang-
ulang atau menahun. Salah satu jenis nyeri kepala yang mengganggu tersebut adalah migren.
Istilah migren telah dikenal cukup luas oleh masyarakat, namun masyarakat belum paham benar
apakah migren sebenarnya. Umumnya jika merasakan nyeri kepala satu sisi maka mereka
menganggapnya sebagai migren.
Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk Amerika.
Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di Amerika menderita migren. Penelitian yang
dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%)
datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis sebagai migren. Insidensi
migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4%
dari anak-anak menderita migren.
Seperti jenis nyeri kepala yang lain, migren tidak memberi tanda dan gejala yang
obyektif. Sifat dan intensitasnya selain ditentukan oleh factor penyebab juga ditentukan oleh
faktor lain seperti kepribadian penderita. Penanggulangan migren memerlukan pendekatan yang
menyeluruh. Terapi dengan obat-obatan dapat mengatasi gejala dan mencegah serangan migren,
namun bukanlah hal utama. Penanggulangan yang menyeluruh memerlukan pengetahuan
terhadap gejala, pola serangan, obat-obatan yang tepat, dan terutama faktor pencetus serta faktor
yang memperberat migren.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah migren berasal dari kata migraine yang berasal dari bahasa Perancis;
sementara itu dalam bahasa Yunani disebut hemicrania, sedangkan dalam bahasa Inggris
kuno dikenal dengan megrim.
Konsep klasik menyatakan bahwa migren merupakan gangguan fungsional otak
dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum
yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.
Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group on Migraine and
Headache of the World Federation of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat
familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas,
frekuensi dan lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya unilateral, umumnya
disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migren ini didahului atau
bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.
Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai nyeri
kepala (Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala
unilateral berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka
ragam; serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan
kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan
sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan.
Blau mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala yag berulang-ulang
berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala, harus
berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya. Gejala visual
timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri kepala. Bila tak ada gangguan visual
hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada
beberapa serangan.
B. Epidemiologi
Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk
Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di Amerika menderita migren.
Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien
baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis
sebagai migren. Insidensi migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-
laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. Migren lebih sering
menyerang wanita daripada pria, dengan perbandingan 3:1. Pada anak-anak, migren lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki daripada perempuan.
C. Patofisiologi
1. Teori Vaskular
Pada tahun 1940-an dan 1950-an, teori vaskular diusulkan sebagai
penjelasan patofisiologi nyeri kepala migren. Wolff dan kawan-kawan percaya
bahwa vasokontriksi intracranial bertanggung jawab atas migren dengan aura, dan
rebound vasodilatasi yang berikutnya dan aktivasi nervus nosiseptif perivascular
menyebabkan nyeri kepala. Teori ini berdasarkan observasi bahwa (1) pembuluh
darah ekstrakranial menjadi tegang dan berdenyut selama serangan migren, (2)
stimulasi pembuluh darah intrakranial pada pasien yang sadar menginduksi nyeri
kepala, dan (3) vasokonstriktor seperti golongan ergot dapat meningkatkan nyeri
kepala dan vasodilator seperti golongan nitrogliserin dapat memprovokasi
serangan.
2. Teori penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas
(spreading depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan terjadinya
aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan terhadap kelinci. Ia
menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah
gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan.
Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi saat kita
melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per
menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat.
Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen, dan Lauritzen
(1981), dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita
migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang
otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama dengan depresi yang
meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak
regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren
klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala-gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer
di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.
3. System trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung:
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptide
(CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA, dan
CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan
oleh serotonin (5-hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivascular
menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar plasma dalam darah
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan
bahwa serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan
rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin,
misalnya cyproheptadine dan pizotifen bekerja pada sistem ini untuk mencegah
migren.
4. Inti-inti saraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak mempunyai hubungan dengan reseptor
serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih
tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan
pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah unilateral dan
vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-
reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah dari sumsum tulang daerah leher. Teori
ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi
pembuluh darah di luar otak.
D. Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya migren dapat terbagi dalam 2 kelompok
yaitu:
1. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional
maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya
buah jeruk, pisang, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada
bahan pengawetnya. Faktor pencetus lain seperti hawa yang terlalu panas, terik
matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak
menyenangkan.
2. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri
kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.
E. Gejala-gejala Migren
Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migren
mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut adalah fase prodromal, aura,
serangan, dan postdromal.
1. Fase Prodormal
Gejala pada fase prodromal terjadi pada 40-60% penderita migren.
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar atau tidak jelas, yang dapat
mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa
jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan. Gejalanya antara lain:
Psikologis: depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang
berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif atau iritabel,
gelisah, rasa mengantuk atau malas.
Neurologis: sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia
& fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan,
sensitive terhadap bau (hiperosmia).
Umum: kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau
nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban,
sering buang air kecil.
2. Fase Aura
Terjadi pada 20-30% penderita migren yang menderita migren
dengan aura, aura terdiri dari focal neurological phenomena yang
mendahului atau bersamaan dengan serangan. Aura nampak secara
berangsur-angsur 5-20 menit dan biasanya berlangsung kurang dari 60
menit. Fase serangan migren pada umumnya di mulai dalam 60 menit
tahap akhir dari aura, tetapi kadang-kadang tertunda sampai beberapa
jam, dan dapat hilang seluruhnya. Gejala aura dari migren dapat berupa
visual, berhubungan dengan sensorik, atau motorik.
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren.
Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif.
Penderita migren dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.
Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk
berpendar yang menutupi tepi lapangan penglihatan. Fenomena ini
disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma = defek lapang
pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya menutupi seluruh
lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-garis zig-
zag, atau bintang-bintang.
Gambar 2. Contoh aura positif berupa bentuk berpendar pada salah satu
bagian lapang pandang.
Aura negatif tampak seperti lubang gelap atau hitam atau bintik-
bintik hitam yang menutupi lapangan penglihatannya. Dapat pula
berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi
menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya
pada bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).
Gambar 3. Contoh aura negatif berupa bayangan gelap yang menutupi
kedua sisi lapang pandang (dilihat dari 1 mata).
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Abortif Migren
a. Abortif non-spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
b. Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin, diberikan jika
analgetik atau OAINS tidak ada respon.
Risiko medication overuse headache (MOH) harus dijelaskan ke pasien ketika
memulai terapi migren akut.
Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500 – 1000 mg per 4 – 6 jam (A)
b. Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam (A)
c. Parasetamol 500 – 1000 mg per 6 – 8 jam untuk terapi migren
akut ringan sampai sedang (B).
d. Kalium diklofenak (powder) 50 – 1000 mg per hari dosis
tunggal.
Antimuntah
a. Antimuntah oral atau per rektal dapat digunakan untuk
mengurangi gejala mual dan muntah dan meningkatkan
pengosongan lambung (B).
b. Metokloperamid 10mg atau donperidone 10mg oral dan 30mg
rektal.
Triptan
a. Triptan oral dapat digunakan pada semua migren berat jika
serangan sebelumnya belum dapat dikendalikan dengan
analgesik sederhana (A).
b. Sumtriptan 30mg, Eletriptan 40 – 80 mg atau Rizatriptan 10 mg
(A).
Ergotamin
Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migren akut (A).
2. Terapi Profilaksi Migren
Prinsip Umum :
Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
Obat harus diberikan 6 – 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid
pasien.
Setelah 6 – 12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
Beta bloker
Propranolol 80 – 240 mg per hari sebagai terapi profilaksi lini
pertama (A).
Timolol 10 – 15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45 – 200 mg/hari,
dapat sebagai obat profilaksi alternatif (A).
Antiepilepsi
Topiramat 25 – 200 mg per hari untuk profilaksi migren episodik
dan kronik (A).
Asam valproat 400 – 1000 mg per hari untuk profilaksi migren
episodic (A).
Antidepresi
Amitriptilin 10 – 75 mg, untuk profilaksi migren (B).
Obat antiinflamasi non steroid
Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari (B).
J. Edukasi
1. Terapi komprehensif migrain mencakup terapi akut dan profilaksi, menejemen
faktor pencetus dan gaya hidup melalui strategi self-management.
2. Self-management, pasien berperan aktif dalam menejemen migrainnya.
Self-monitoring untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi
migrennya.
Mengelola faktor pencetus secara efektif.
Pacing activity untuk menghindari pencetus migren.
Menghindari gaya hidup yang memperburuk migren.
Teknik relaksasi.
Mempertahankan sleep hygiene yang baik.
Mampu mengelola stress.
Cognitive restructuring untuk menghindari berfikir negatif.
Communication skills untuk berbicara efektif tentang nyeri pada keluarga.
3. Menggunakan obat akut atau profilaksi secara wajar.
K. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : bonam
BAB III
KESIMPULAN