Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

MIGRAINE

Disusun Oleh:

Fathur Tarizky

(21710174)

Pembimbing:

dr. Yahya, Sp.N

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD BANGIL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA

2022

i
PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL
Jl. Raya Raci – Bangil, Telp. (0343) 744900
Fax. (0343) 744940

LEMBAR PENGESAHAN

KEPANITERAAN KLINIK FK-UWKS


RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

Telah dipresentasikan di:

Bangil, ..............................................................2022
Stase Ilmu Penyakit Saraf

Mengetahui,

Kepala Bagian SMF Pembimbing

dr. Azis Abdullah, Sp.S dr.Yahya, Sp.N


NIP NIP

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga referat dengan judul “Migrain” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya
mengucapkan terima kasih kepada dr.Yahya, Sp.N yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Bangil.

Penulis sangat berharap semoga laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi saya sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan laporan kasus ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kasus ini.

Bangil, 2022

Fathur Tarizky

iii
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 2
A. Definisi ............................................................................................................................. 2
B. Epidemiologi .................................................................................................................... 3
C. Patofisiologi ..................................................................................................................... 3
D. Faktor Pencetus .............................................................................................................. 5
E. Gejala-gejala Migren ...................................................................................................... 6
F. Klasifikasi Migren .......................................................................................................... 9
G. Gambaran Klinis dan Kriteria Diagnosis..................................................................... 9
H. Diagnosis Banding ........................................................................................................ 12
I. Penatalaksanaan ........................................................................................................... 12
J. Edukasi .......................................................................................................................... 14
K. Prognosis ........................................................................................................................ 14
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan gejala dan masalah yang cukup sering ditemukan dalam bidang
neurologis. Nyeri kepala terkadang dapat hilang dengan sendirinya saat penderita beristirahat, atau
menghilang saat penderita minum obat yang dapat dibeli bebas di pasaran, dan umumnya hal ini
tidak menimbulkan masalah bagi penderita.1

Nyeri kepala akan menimbulkan masalah bila penderita benar-benar nyeri hingga
mengganggu keadaan dan pekerjaan sehari-hari, atau jika nyeri kepala berlangsung berulang-ulang
atau menahun. Salah satu jenis nyeri kepala yang mengganggu tersebut adalah migren. Istilah
migren telah dikenal cukup luas oleh masyarakat, namun masyarakat belum paham benar apakah
migren sebenarnya. Umumnya jika merasakan nyeri kepala satu sisi maka mereka menganggapnya
sebagai migren.1

Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk Amerika.
Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di Amerika menderita migren. Penelitian yang
dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%)
datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis sebagai migren. Insidensi
migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari
anak-anak menderita migren.1

Seperti jenis nyeri kepala yang lain, migren tidak memberi tanda dan gejala yang obyektif.
Sifat dan intensitasnya selain ditentukan oleh factor penyebab juga ditentukan oleh faktor lain
seperti kepribadian penderita. Penanggulangan migren memerlukan pendekatan yang menyeluruh.
Terapi dengan obat-obatan dapat mengatasi gejala dan mencegah serangan migren, namun
bukanlah hal utama. Penanggulangan yang menyeluruh memerlukan pengetahuan terhadap gejala,
pola serangan, obat-obatan yang tepat, dan terutama faktor pencetus serta faktor yang memperberat
migren.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Istilah migren berasal dari kata migraine yang berasal dari bahasa Perancis;
sementara itu dalam bahasa Yunani disebut hemicrania, sedangkan dalam bahasa Inggris
kuno dikenal dengan megrim.1
Konsep klasik menyatakan bahwa migren merupakan gangguan fungsional otak
dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum yang
terjadi mendadak disertai mual atau muntah.1
Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group on Migraine and
Headache of the World Federation of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat
familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas,
frekuensi dan lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya unilateral, umumnya
disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migren ini didahului atau
bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.1
Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai nyeri
kepala (Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala
unilateral berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka
ragam; serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-
kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan sensorik,
motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan.2
Blau mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala yag berulang-ulang
berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala, harus
berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya. Gejala visual
timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri kepala. Bila tak ada gangguan visual
hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa
serangan.2

2
B. Epidemiologi
Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk
Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di Amerika menderita migren.
Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien
baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis
sebagai migren. Insidensi migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-
laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. Migren lebih sering
menyerang wanita daripada pria, dengan perbandingan 3:1. Pada anak-anak, migren lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki daripada perempuan.1
C. Patofisiologi
1. Teori Vaskular
Pada tahun 1940-an dan 1950-an, teori vaskular diusulkan sebagai
penjelasan patofisiologi nyeri kepala migren. Wolff dan kawan-kawan percaya
bahwa vasokontriksi intracranial bertanggung jawab atas migren dengan aura, dan
rebound vasodilatasi yang berikutnya dan aktivasi nervus nosiseptif perivascular
menyebabkan nyeri kepala. Teori ini berdasarkan observasi bahwa (1) pembuluh
darah ekstrakranial menjadi tegang dan berdenyut selama serangan migren, (2)
stimulasi pembuluh darah intrakranial pada pasien yang sadar menginduksi nyeri
kepala, dan (3) vasokonstriktor seperti golongan ergot dapat meningkatkan nyeri
kepala dan vasodilator seperti golongan nitrogliserin dapat memprovokasi
serangan.2
2. Teori penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas
(spreading depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan terjadinya aura
pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan terhadap kelinci. Ia
menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah
gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan.
Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi saat kita melempar
batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan

3
didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama
dengan perjalanan aura pada migren klasik.2
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen, dan Lauritzen
(1981), dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita
migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang
otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama dengan depresi yang
meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak
regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.9
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren
klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala-gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer
di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.2
3. System trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung:
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptide (CGRP).
Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA, dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh
serotonin (5-hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivascular
menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.2
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar plasma dalam darah
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala
dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin, misalnya cyproheptadine
dan pizotifen bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.2
4. Inti-inti saraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak mempunyai hubungan dengan reseptor
serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih
tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan

4
pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah unilateral dan
vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-
reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah dari sumsum tulang daerah leher. Teori
ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi
pembuluh darah di luar otak.2

Gambar 1. Patofisiologi Migren

D. Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya migren dapat terbagi dalam 2 kelompok
yaitu:
1. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional
maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya
buah jeruk, pisang, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan
pengawetnya. Faktor pencetus lain seperti hawa yang terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak menyenangkan.1

5
2. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri
kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.1
E. Gejala-gejala Migren
Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migren
mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut adalah fase prodromal, aura,
serangan, dan postdromal.3
1. Fase Prodormal
Gejala pada fase prodromal terjadi pada 40-60% penderita migren.
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar atau tidak jelas, yang dapat
mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa
jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan. Gejalanya antara lain:
 Psikologis: depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang
berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif atau iritabel,
gelisah, rasa mengantuk atau malas.
 Neurologis: sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia &
fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitive
terhadap bau (hiperosmia).
 Umum: kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau
nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban,
sering buang air kecil.3
2. Fase Aura
Terjadi pada 20-30% penderita migren yang menderita migren
dengan aura, aura terdiri dari focal neurological phenomena yang
mendahului atau bersamaan dengan serangan. Aura nampak secara
berangsur-angsur 5-20 menit dan biasanya berlangsung kurang dari 60
menit. Fase serangan migren pada umumnya di mulai dalam 60 menit
tahap akhir dari aura, tetapi kadang-kadang tertunda sampai beberapa jam,
dan dapat hilang seluruhnya. Gejala aura dari migren dapat berupa visual,
berhubungan dengan sensorik, atau motorik.3

6
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren.
Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita
migren dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.3
Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk
berpendar yang menutupi tepi lapangan penglihatan. Fenomena ini disebut
juga sebagai scintillating scotoma (scotoma = defek lapang pandang).
Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya menutupi seluruh lapang
pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau
bintang-bintang.3

Gambar 2. Contoh aura positif berupa bentuk berpendar pada salah satu
bagian lapang pandang.

Aura negatif tampak seperti lubang gelap atau hitam atau bintik-
bintik hitam yang menutupi lapangan penglihatannya. Dapat pula
berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi
menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada
bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).4

7
Gambar 3. Contoh aura negatif berupa bayangan gelap yang menutupi
kedua sisi lapang pandang (dilihat dari 1 mata).

Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan


timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara, kesemutan,
rasa baal, rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah, gangguan persepsi
penglihatan seperti distorsi terhadap ruang, dan kebingungan (confusion).4
3. Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara
4-72 jam. Migren yang disertai aura disebut sebagai migren klasik.
Sedangkan migren tanpa disertai aura merupakan migren umum (common
migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:
 Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau
ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai
terasa di seluruh bagian kepala
 Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
 Mual, kadang disertai muntah
 Gejala gangguan penglihatan dapat terjadi
 Wajah dapat terasa seperti baal atau kebal, atau semutan
 Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan
fonofobia)
 Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin

8
 Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang
berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri
kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang
bersamaan.3
4. Fase Postdormal
Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa postdromal,
dimana pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti
berkabut. Selain itu juga pasien mengalami penurunan
konsentrasi, perubahan mood.5
F. Klasifikasi Migren
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren adalah
sebagai berikut:
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal.10
G. Gambaran Klinis dan Kriteria Diagnosis
a) Migren Tanpa Aura
Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan
manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala
unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat disertai mual,
fotofobia, fonofobia. Nyeri kepala diperberat aktivitas fisik. Gejala-gejala
tambahan meliputi nyeri kepala waktu menstruasi dan berhenti pada masa hamil.5
Kriteria diagnosis migren tanpa aura :
1. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati
atau pengobatan tidak cukup).
2. Nyeri kepala yang terjadi dua dari karakteristik sebagai berikut :
 Lokasi unilateral
 Sifatnya berdenyut
 Intensitas sedang sampai berat
 Diperberat oleh kegiatan fisik

9
3. Selama serangan ada satu dari yang tersebut di bawah ini :
 Mual atau dengan muntah
 Fotofobia atau dengan fonofobia
4. Ada satu dari yang tersebut yang di bawah ini :
 Riwayat, pemeriksaan fisik, dan neurologik tidak
menunjukan adanya kelainan organik.
 Riwayat, pemeriksaan fisik, dan neurologik diduga ada
kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan
pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukan kelainan.5
b) Migren Dengan Aura
Nyeri kepala ini masih belum diketahui penyebabnya (idiopatik), bersifat
kronis dengan bentuk serangan dengan gejala neurologis (aura) yang berasal dari
korteks serebri dan batang otak, biasanya berlangsung selama 5-20 menit dan
berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Nyeri kepala, mual dengan atau tanpa
fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas
serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam atau sama
sekali tidak ada.6
Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik,
hemiparesis, disfagia atau gabungan dari gangguan tersebut.
Kriteria diagnosis migren dengan aura:
1. Terdapat 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini:
 Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang
menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak.
 Satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau
lebih gejala aura terjadi bersama-sama.
 Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit;
bila lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama.
 Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas
nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat
terjadi sebelum aura.6

10
2. Terdapat 1 dari yang tersebut dibawah ini:
 Riwayat, pemeriksaan fisik, dan neurologik tidak
menunjukkan adanya kelainan organik.
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga
menunjukkan kelainan organik, tetapi dengan pemeriksaan
neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak
menunjukkan kelainan.6
c) Migren Oftalmoplegik
Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang yang
berhubungan dengan paresis satu atau lebih syaraf okular dan tidak didapatkan
kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari 2 serangan disertai paresis saraf
otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan cairan serebrospinal.7
d) Migren Retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta
tidak lebih dari satu jam, dapat berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Tidak
dijumpai gangguan vaskular dan okular.8
Kriteria diagnosis migren retinal yaitu terdiri dari 2 serangan sebagaimana
tersebut di bawah ini :
 Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih
dari 60 menit dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan
atau penderita menggambarkan gangguan lapangan penglihatan
monokular selama serangan tersebut.
 Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas
nyeri tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60
menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita tersebut
memiliki jenis migren lain atau mempunyai 2 atau lebih keluarga
terdekat yang mengalami migren.
 Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli
dapat disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT Scan,
pemeriksaan jantung, dan darah.8

11
H. Diagnosis Banding
Tabel 1. Diagnosis Banding.6

I. Penatalaksanaan
1. Terapi Abortif Migren
a. Abortif non-spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
b. Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin, diberikan jika
analgetik atau OAINS tidak ada respon.
Risiko medication overuse headache (MOH) harus dijelaskan ke pasien ketika
memulai terapi migren akut.
 Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500 – 1000 mg per 4 – 6 jam (A)
b. Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam (A)
c. Parasetamol 500 – 1000 mg per 6 – 8 jam untuk terapi migren
akut ringan sampai sedang (B).
d. Kalium diklofenak (powder) 50 – 1000 mg per hari dosis tunggal.

12
 Antimuntah
a. Antimuntah oral atau per rektal dapat digunakan untuk
mengurangi gejala mual dan muntah dan meningkatkan
pengosongan lambung (B).
b. Metokloperamid 10mg atau donperidone 10mg oral dan 30mg
rektal.
 Triptan
a. Triptan oral dapat digunakan pada semua migren berat jika
serangan sebelumnya belum dapat dikendalikan dengan
analgesik sederhana (A).
b. Sumtriptan 30mg, Eletriptan 40 – 80 mg atau Rizatriptan 10 mg
(A).
 Ergotamin
Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migren akut (A).6
2. Terapi Profilaksi Migren
 Prinsip Umum :
 Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
 Obat harus diberikan 6 – 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
 Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid
pasien.
 Setelah 6 – 12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
 Beta bloker
 Propranolol 80 – 240 mg per hari sebagai terapi profilaksi lini pertama
(A).
 Timolol 10 – 15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45 – 200 mg/hari,
dapat sebagai obat profilaksi alternatif (A).
 Antiepilepsi
 Topiramat 25 – 200 mg per hari untuk profilaksi migren episodik dan
kronik (A).

13
 Asam valproat 400 – 1000 mg per hari untuk profilaksi migren
episodic (A).
 Antidepresi
 Amitriptilin 10 – 75 mg, untuk profilaksi migren (B).
 Obat antiinflamasi non steroid
 Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari (B).6
J. Edukasi
1. Terapi komprehensif migrain mencakup terapi akut dan profilaksi, menejemen faktor
pencetus dan gaya hidup melalui strategi self-management.
2. Self-management, pasien berperan aktif dalam menejemen migrainnya.
 Self-monitoring untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi
migrennya.
 Mengelola faktor pencetus secara efektif.
 Pacing activity untuk menghindari pencetus migren.
 Menghindari gaya hidup yang memperburuk migren.
 Teknik relaksasi.
 Mempertahankan sleep hygiene yang baik.
 Mampu mengelola stress.
 Cognitive restructuring untuk menghindari berfikir negatif.
 Communication skills untuk berbicara efektif tentang nyeri pada keluarga.
3. Menggunakan obat akut atau profilaksi secara wajar.9
K. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : bonam.8

14
BAB III
KESIMPULAN

Definisi migren yang ditetapkan oleh Ad Hoc Committee on Classification of Headache


adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa
nyeri yang beraneka ragam; serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan
dan kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan sensorik,
motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan. Insidensi migren di Amerika meliputi 10-
20% dari populasi umum penduduk Amerika. Migren lebih sering menyerang wanita daripada
pria, dengan perbandingan 3:1. Empat fase gejala migren, yaitu: fase prodromal, aura,
serangan, dan postdromal. Faktor pencetus migren meliputi faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
Terdapat penatalaksanaan pada migren yaitu terapi abortif dan terapi profilaksi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
2005. hal 289-300.
2. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
2003. hal. 253-262.
3. Bagian Neurologi FKUI. 1986. Nyeri Kepala Menahun. Penerbit Universitas
Indonesia: Jakarta.
4. Bigal, M. dan Lipton, R. 2007. The Differential Diagnosis of Chronic Daily Headaches: An
Algorithm-Based Approach. Journal Headache Pain. Volume 8. Halaman 263-
272. New York.
5. Diagnosis and management headache in adults – a national clinical guideline, Scottish
Intercollegiate Guidelines Network, 2008.
6. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri kepala, Konsensus Nasional V Pokdi Nyeri
Kepala Perdossi, 2016.
7. Dodick, D. 2006. Chronic Daily Headache. The New England Journal of Medicine. Volume
354. Halaman 158-165. Massachusetts.
8. Gilroy, John. Basic Neurology Second Edition. McGraw Hill Inc. Singapore. 1992. hal. 82-
87.
9. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, KNI PP Perdossi, 2015.
10. The International Classification of Headache Disorders 3th. Ed, 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai