Anda di halaman 1dari 26

GAMBARAN PENYAKIT VERTIGO DI POLI RAWAT JALAN

RSUD MIMIKI PADA TAHUN 2019-2021


(USULAN PENELITIAN)

Oleh:
dr. Yos Bungalangan

PROGRAM PENDIDIKAN
DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
UNIVERSITAS UDAYANA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya,
sebagai salah satu syarat untuk pengampilan program pendidikan spesialis Neurologi di
Universitas Udayana.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran
dan segala konsep menyangkut penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian yang
dilaksanakan ini berjudul “Gambaran Penyakit Vertigo di RSUD MIMIKA pada Tahun
2019-2021”.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah terlibat
dalam penyusunan skripsi ini. Terutama kepada:
1. dr. Antonius Pasulu, Sp. THT-KL selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Mimika
2. dr.Johny Kambu, Sp.S, M.Sc, selaku Ketua PERDOSSI cabang Papua
yang telah memberikan banyak arahan dan masukan bagi penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr.Daniel Siagian, Sp.S, selaku pembimbing yang memberikan gambaran
tentang penelitian dan masukan untuk pengembangan penelitian.
4. Teman sejawat dokter dan paramedis yang telah banyak membantu saya
dalam segala hal.
5. Orang tua dan segenap rumpun keluarga dalam memberikan motivasi serta
doa.

Timika Desember 2021


Penulis

dr. Yos Bungalangan

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ....................................................................................... ii


Kata Pengantar ........................................................................................ iii
Daftar Isi.................................................................................................. iv
Abstrak .................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 4
2.1 Struktur dan Fungsi Fisiologis Neuro......................................... 5
2.2 Klasifikasi Vertigo .................................................................... 6
2.3. Etiologi..................................................................................... 6
2.3 Gejala Klinis ............................................................................ 7
2.4 Kerangka Teori ......................................................................... 12

2.7 Kerangka Konsep ...................................................................... 13

iii
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................
3.1 Rancangan Penelitian................................................................ 16
3.2 Lokasi Penelitian....................................................................... 16
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 16
3.4 Metode Pengumpulan Data....................................................... 16
3.5 Definisi Operasional ................................................................. 16
3.6 Metode Analisis Data................................................................ 17

Daftar Pustaka.......................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek


yang digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness)
atau pusing (dizziness). Vertigo dapat dianggap sebagai suatu perasaan hilang
keseimbangan, yang disebabkan karena alat keseimbangan tidak dapat memelihara
keseimbangan tubuh (Mardjono, 2009). Berdasarkan penyebabnya vertigo dibagi
menjadi 2, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Vertigo sentral etiologi umumnya
karena gangguan vaskuler, sedangkan pada vertigo perifer berhubungan dengan
manifestasi patologis di telinga (Dewanto et al., 2009).

Neuhauser (2008) dalam Grill et al. (2013) menyatakan prevalensi vertigo di


Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena
kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi
vertigo 48% (Grill et al., 2013 cit., Bissdorf, 2013). Prevalensi di Amerika, disfungsi
vestibular sekitar 35% populasi dengan umur 40 tahun ke atas (Grill et al., 2013).
Pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75% mendapatkan gangguan vertigo
perifer dan 25% mengalami vertigo sentral (Chaker et al., 2012). Di Indonesia angka
kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar
50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh penderita
yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010
cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan
populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2010).
Pemberian obat dengan fungsi peningkatan aliran darah pada vertigo lebih sering
diberikan. Survey internasional menemukan bahwa betahistin lebih banyak
digunakan dalam pengobatan berbagai jenis vertigo, termasuk 2 Benign Paroximal
Posisional Vertigo (BPPV), penyakit meniere, dan vertigo perifer lainnya (Sokolova
et al., 2014).

Betahistin merupakan obat analog histamin dengan fungsi sebagai agonis


reseptor histamin H1 dan antagonis reseptor H3, dengan efek tersebut betahistin
bekerja di sistem syaraf pusat dan secara khusus di sistem neuron yang terlibat dalam
pemulihan gangguan vestibular, dengan mengaktifkan reseptor ini menyebabkan

1
pembesaran pembuluh darah dan peningkatan sirkulasi darah yang membantu
menghilangkan tekanan di dalam telinga dan frekuensi serangan penyebab vertigo
khususnya penyakit meniere (Lacour, 2007). Berdasarkan sebuah penelitian terbuka
menjelaskan bahwa penggunaan dosis harian 32 mg sampai 36 mg paling efektif
dalam pengobatan gejala vertigo (Sokolova et al., 2014). Obat generasi pertama
antihistamin H1 juga sering digunakan untuk anti-vertigo adalah difenhidramin, yaitu
dengan cara meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1 dan tidak
mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2, hal ini
memberi efek seperti peningkatan kontraksi otot polos dan permeabilitas pembuluh
darah (Vaidya, 2009). Menurut Heike et al (2010) prevalensi di Eropa penggunaan
betahistin 26.6%, piracetam 11,5% dan gingko biloba 11.5%. Terapi lainnya
termasuk benzodiazepin, kalsium antagonis, dan difenhidramin yaitu 7,9 %. Studi
epidemiologis didapati penggunaan betahistin lebih banyak daripada difenhidramin,
dan obat vertigo lainnya karena pasien dengan penggunaan betahistin dilaporkan
lebih sedikit mengalami efek samping daripada obat vertigo lainnya walaupun
dengan dosis yang lebih tinggi. Hasil tersebut berbanding terbalik dengan penelitian
yang dilakukan oleh Enrique (2010) bahwa di Amerika Serikat difenhidramin lebih
banyak digunakan dalam pengobatan gangguan vestibular, khususnya vertigo
daripada betahistin.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana gambaran penyakit vertigo di
bangsal rawat jalan RSUD Mimika pada periode 2019-2020 ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 TUJUAN UMUM
Mengetahui gambaran penyakit vertigo di poliklinik rawat jalan RSUD
Mimika Tahun 2019-2021

1.3.2 TUJUAN KHUSUS


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jumlah diagnosis penyakit vertigo di bangsal rawat jalan.

2. Mengetahui jenis diagnosis penyakit vertigo di bangsal rawat jalan.

3. Mengetahui karakteristik pasien rawat inap dengan penyakit vertigo


berdasarkan jenis kelamin.

4. Mengetahui karakteristik pasien rawat inap dengan penyakit vertigo


berdasarkan kelompok usia.
6. Mengetahui karakteristik pasien rawat jalan dengan penyakit vertigo berdasarkan
keikut pesertaannya.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berikut:
1. Bagi peneliti dan tenaga medis

Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang gambaran


penyakit vertigo di poliklinik rawat jalan RSUD Mimika.
2. Bagi rumah sakit

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan RSUD Mimika sebagai sumber


informasi mengenai penyakit vertigo di bangsal rawat jalan.
3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat bahwa

3
penyakit vertigo perlu juga diperhatikan terutama penting untuk menjaga
higienitas dan kelembaban vertigo.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STRUKTUR DAN FUNGSI FISIOLOGIS NEURON


Struktur Neuron Dendrit, badan sel, inti sel, neurit/akson, selubung mielin, sel schwann,
nodus ranvier, oligodendrosit, dan sinapsis. Dendrit merupakan percabangan dari badan sel saraf
yang berupa tonjolan sitoplasma yang pendek dan bercabang-cabang. Fungsi dendrit ialah untuk
menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel. Badan sel merupakan bagian utama dari sel
saraf yang mengandung bagian-bagian yang umumnya dimiliki oleh sel hewan. Di dalam badan
sel terdapat sitoplasma, nukleus (inti sel) dan nukleolus (anak inti sel). Fungsi badan sel ialah untuk
menerima impuls (rangsangan) dari dendrit dan meneruskannya ke neurit (akson). Inti sel
(nukleus) ialah inti sel saraf yang berfungsi sebagai pengatur kegiatan sel saraf (neuron). Di dalam
inti sel juga terdapat kromosom dan DNA yang berfungsi untuk mengatur sifat keturunan dari sel
tersebut. Neurit ialah serabut sel saraf panjang yang merupakan penjuluran sitoplasma badan sel.
Fungsi neurit ialah untuk meneruskan impuls dari badan sel saraf ke sel saraf lainnya. Selubung
mielin ialah selaput pembungkus neurit, selubung mielin banyak mengandung lemak dan
bersegmen-segmen. Fungsi selubung mielin ialah untuk melindungi neurit dari kerusakan dan
mencegah impuls bocor. Fungsi selubung mielin mirip pembungkus kabel listrik yang bersifat
isolator. Sel schwann ialah sel yang mengelilingi selubung mielin. Fungsi sel schwann ialah untuk
mempercepat jalanya impuls, yang membantu menyediakan makanan untuk neurit dan membantu
regenerasi neurit. Nodus ranvier ialah bagian pada neurit yang tidak terbungkus selubung mielin.
Fungsi utamanya sebagai loncatan untuk dapat mempercepat impuls saraf ke otak atau sebaliknya.
Oligodendrosit ialah sebuah sel pendukung yang menyediakan isolasi bagi sel-sel saraf dengan
membentuk selubung mielin di sekitar akson. Fungsi oligodendrosit ialah untuk membentuk
selubung mielin yang sama pada sistem saraf pusat dan sebagai sel penyokong. Sinapsis ialah titik
temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain. Fungsi sinapsis ialah untuk
mengirimkan impuls dari akson ke dendrit di sel saraf lain.

2.2 KLASIFIKASI
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :2

a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada pons, medulla, atau cerebellum.


b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada end organ (utrikulus
maupunkanalis semisirkularis) maupun perifer.

5
2.3 ETIOLOGI

Penyebab perifer

Vertigo

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

merupakan penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia
rata- rata 51 tahun. 5

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan


otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan
mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga
dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-
kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam .
Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan
manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. 9

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat


juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular
sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode. 8

Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
11
dengan keluhan pendengaran . Gangguan pendengaran berupatinnitus (nada
rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi
penuh pada telinga. 10
Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus
vertigo otologik.8

Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini


terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis
semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe.

Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
6
berhubungan dengan infeksi virus pada nervusvestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.

Penyebab Sentral Vertigo


Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering
dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine.. Sebelumnya telah dikenal
sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk
basilar migraine dimana jugadidapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Verigo
pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik
dengan terapi yang digunakan untuk migraine. 10
Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren
dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada
paien yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga
berhungan dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah.
Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal. 9
Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo
dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu
untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering adalah penurunan
pendengaran atau gejala neurologis . Tumor pada fossa posterior yang
melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation sering tidak terdeteksi
di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak
akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan
riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia
lainnya.

2.4 GEJALA KLINIS

7
VERTIGO SENTRAL

Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang


otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak,
apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di batang otak,
misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik,
rasa lemah.5

VERTIGO PERIFER

Lamanya vertigo berlangsung :9

c. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik


Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat
dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa
detik dan kemudian mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik
(tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di
kepala, pembedahan di telinga atau oleh neuronitis vestibular.
Prognosis umumnya baik, gejala menghilang secara spontan.
d. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu
ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
e. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering
datang ke unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan
nausea serta muntah yang menyertainya ialah mendadak, dan
gejala ini dapat berlangsung beberapa

8
hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu pada
neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin dijumpainistagmus.

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral


Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan gangguan
saraf perifer) vaskular (otak, batang otak,
serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak, vertebrobasiler
jinak (BPPV), penyakit maniere, insufisiensi, neoplasma, migren basiler
neuronitis vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,
SSP gangguan sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Jadi cape Ya Tidak

Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli
Nistagmus + -
spontan

 Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan
posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus
yang baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan
dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang
mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien
vertigo bersamaan dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh
fistula perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh
trauma baik langsung ataupun

9
barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga ke
bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistulaperilimfatik.
Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara
bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepadapenyebab perifer.
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan tentang
stress psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang pada anamsesis
tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo manapun. 3
 Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, menire disease, atau yuli
pada usia muda perlu ditanyakan

 Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti obat-obatab
yang ototoksik, obat anti epilepsy, antihipertensi, dan sedative

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher


dan system cardiovascular.

 Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :

- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli


sensorineural, nistagmus. 2
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus
rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign

10
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan.
walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau
propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.
2. Heel-to- toe walking test
3. Unterberger's stepping test (Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan
mata tertutup – jika pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien
memilki lesi labirin pada sisi tersebut). 2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi

11
2.2. . KERANGKA TEORI

Vertigo

Struktur Neuron: Keluhan utama: Penyakit Utama


1. Vestibular 1. Pandangan 1. Penyakit yang
2. Serebellum berputar menimbulkan
gangguan di
3. Korteks cerebri 2. Aktifitas
bagian perifer
terganggu
4. Susunan Optik dari susunan
3. Gangguan vestibularis.
5. Susunan keseimbangan 2. Penyakit yang
p[roprioseptif
4. Pengaruh trauma/ menimbulkan
kecelakaan gangguan di
bagian sentral
dari sistem
vestibularis.
3. Penyakit
sistematik

vertigo dengan
indikasi gawat darurat

vertigo karena komplikasi


penyakit sistemik

vertigo yang dirawat di


bangsal rawat jalan

Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian

12
2.5 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dari
penelitian iniadalah:

Jenis kelamin

Diagnosis utama
Vertigo

Pasien poliklinik rawat Usia


jalan dengan diagnosis
Vertigo
Jenis kelamin

Diagnosis penyerta
Vertigo

Usia

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN


Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan pengumpulan data secara
retrospektif. Deskriptif yaitu penelitian yang melihat gambaran fenomenakesehatan
yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Retrospektif adalah pengumpulan data
dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi.

3.2 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan di instalasi rekam medis RSUD Mimika Kabupaten
Mimika-Papua.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien di
poliklinik rawat jalan dengan diagnosis penyakit vertigo, baik diagnosis utama atau
diagnosis tambahan di RSUD Mimika Tahun 2019-2021
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode total sampling. Ada pun
kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini, yakni:

1. Kriteria inklusi
Rekam medis pasien di poliklinik rawat jalan dengan diagnosis utama
dan/atau diagnosis penyerta berupa penyakit vertigo.

2. Kriteria eksklusi
Data rekam medis yang tidak lengkap memuat informasi yang diperlukan.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data diperoleh melalui pencatatan data sekunder, yaitu data
rekam medis pasien di bangsal rawat inap dengan diagnosis penyakit vertigo di RSUD
Mimika Tahun 2019-2021

3.5 DEFINISI OPERASIONAL


Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari
perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian.
Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

14
1. Kelompok usia adalah usia pasien yang tertera pada rekam medis pada saat
diagnosis ditegakkan.
Alat ukur: data rekam medis

Hasil ukur: 15 – 24 tahun, 25 – 44 tahun, 45 – 64 tahun, > 65 tahun, sesuai


dengan pencatatan dalam pelaporan.
Skala pengukuran: ordinal

2. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan.


Alat ukur: data rekam medis
Hasil ukur: laki-laki, perempuan
Skala pengukuran: nominal
3. Penyakit vertigo adalah penyakit vertigo yang didiagnosis oleh dokter berupa
diagnosis utama dan/atau diagnosis penyerta.
Alat ukur: data rekam medis

Hasil ukur: penyakit vertigo seperti yang tertera pada rekam


medis

Skala pengukuran: nominal

3.6 METODE ANALISIS DATA


Data kemudian dianalisis secara komputerisasi dengan menggunakan program
SPSS (Statistical Product and Service Solutions) kemudian didistribusikan secara
deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi .

15
DAFTAR PUSTAKA

Abraham A., 2014. Peripheral Vertigo – A Study Of 100 Cases: Our Experience.
Journal of Evolution of Medical and Dental Science. Vol 3(27) Arief T.Q,
Mochammad. 2008.

Pengantar Metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan, 1st ed. Surakarta : lembaga
pengembangan pendidikan UNS dan upt penerbitan dan percetakan UNS Bintoro A.
C., 2000.

Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasiler pada Pasien Vertigo
Sentral. Tesis Undip Bisdorff A., 2013.

The Epidemiology of Vertigo, Dizziness, And unsteadiness and its links to co-
mordibities. Frontiers in Neurology. Vol 4 article 2 Brado R. A., et al., 2000.

Management of Acute Vertigo with Betahistne. Indian journal of Otolaryngology and


Head and Neck Surgery.Vol 52 no 2 Chaker Rahul T., Eklare, Nishikant. 2012.

Vertigo in Cerebrovaskuler Disease. Otolaryngology Clinics : An International


Journal. 4 (1): 46-53 Dahlan M.S., 2011.

Besar Sample Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan
Kesehatan. 5th ed. Jakarta: Salemba Medika. Dahlan M.S., 2011.

Statitstik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. 5th ed. Jakarta: Salemba Medika
Dewanto G., 2009.

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Edward
Y., Roza Y., 2014.

Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Ilmu Penyakit


Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 3(1) Enrique S., 2010.
Neuropharmacology of Vestibular System Disorders. Institute of Physiology,
Autonomous University of Puebla. 8, 26-40 Farzin S., 2004.

The effect of diphenhydramine on the neuromuscular transmission of the chick


biventer cervicis muscle preparation. Journal Mazandaran University of Medical
Science. 14(44): 1 - 13 Fildago J.L., 2013.

16
Experimental design for a Benign Paroxysmal Positional Vertigo Model. Theoretical
Biology and Medical Modelling. 10:21 Gunawan S.G., 2011.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI Gbahou F., Davenas E., Morisset S., Arrang
J.M., 2010.

Effect of Betahistine at Histamine H3 Reseptors: Mixed Inverse Agonism/Agonism In


Vitro and Partial Inverse Agonism In Vivo. The Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics. 334:945-954, 2010

Gracia M.N., et al., 2012. Flunarizine is more effective than topiramate in patient with
chronic migraine and medication overuse headache. The Journal of Headache and
Pain. 14 (sup 1) :202

Grill E., Muller M., Brantdt M., 2013.

Vertigo and Dizziness: challenges for epidemiological research. OA Epidemiology.


1(2): 12 Heike et al., 2010.

Effect of Betahistine on Patient – Reported Outcomes in Routine Practice in Patient


with Vestibular Vertigo and Appraisal of Tolerability: Experience in the OSVaLD
Study. International Tinnitus Journal. Vol 16(1) : 14-24 Heike et al., 2013.

The Burden and Impact of Vertigo: findings from the revert patient registry. Frontiers
in Neurology. Vol 4 article 136 Hoan T., 2002.

Obat – Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo Iqbal M., 2005.

Perbandingan Nilai Visual Analog Scale dengan Skala Verbal Derajat Nyeri Kepala
pada Penderita Nyeri Kepala Primer di RSUP H. Adam Malik Medan. Departemen
Ilmu Penyakit Saraf FK USU. Vol 38(4) Lin T. F., 2005.

Antiemetic and analgesic-sparing effects of diphenhydramine added to morphine


intravenous patient-controlled analgesia. British Journal of Anaesthesia. 94 (6): 835–9
Lacour M., H van de Heyning, Paul., Novotny, Miroslav., Tighilet, Brahim., 2007.

Betahistine in the treatment of Meniere’s disease. Neuropsychiatric Disease and


Treatment.3(4) 429 – 440 Luxon, L. M., 2004. Evaluation and Management of the
Dizzy Patient. Journal Neural Neurosurg Psychiatry. 75(Suppl IV):iv45–iv52
17
Mansjoer A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Fakultas Kedokteran UI : Media
Aesculapitus Mardjono M., 2009.

Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT Dian Rakyat Moreno, Jose Luis Ballve, et al.
2014.

Effectiveness of the Epley’s Maneuver Performed in Primary Care to Treat Posterior


Canal Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Study Protocol for a Randomized
ontrolled Trial. Trials Journal. 15:179 Parham K., 2014.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo: An Integrated Perspective. Advances in


Otolaryngology. Article ID 792635, 17 pages, 2014 Purnamasari P., 2010.

Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Universitas


Udayana: Denpasar Ravisankar P., 2013.

Development and Validation of n Improved RP-HPLC Method for the Quantitative


Determination of Flunarizine in Bulk and Tablet Dosage Form. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences.Vol 4 page 666 Singh, Kanchan
Rao., Singh, Manmohan., 2012.

Current Perspectives in the Pharmacotherapy of Vertigo. Otorhinolaryngology Clinics


: An International Journal. 4(2): 81-85 Sjahrir, Hasan. 2008.

Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press Soares, Shirley
Nogueira, et al., 2014.

Influence of Vestibular Rehabilitation on the Quality of Life of Individuals with


Labyrinth Disease. 16 (3):732-738 Sokolova, L., Hoerr R., Mishchenko T., 2014.

Treatment of Vertigo: A randomized, double-blind Trial Comparing Efficacy and


safety of ginkgo biloba extract Egb 761 and Betahistine. International Journal of
Otolaryngology. Article ID 682439, 6 pages Strupp M., Brandt T., 2012.

Central vertigo. Otorhinolaryngology Clinics : An International Journal.4(2):71 – 76


Sumarilyah, E., 2010.

Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap Keseimbangan Tubuh pada


Pasien Vertigo di RS Siti Khodijah Sepanjang. RS Siti Khodijah Sepanjang: Jawa
Timur Vaidya et al., 2009.
18
Cardioactive effects of diphenhydramine and curcumin in daphnia magna. The
Premier Journal for Undergraduate Publications in the Neuroscience. 2(12) Zatonski
T., et al., 2014.

Current Views on Treatment of Vertigo and Dizziness. Journal of Otolaryngology


Head and Neck Surgery.Vol 3

19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai