KEJANG DEMAM
Oleh:
Ichlazul Ma’ruf 2002612039
I Kadek Meidi Antika 2002612065
Pembimbing:
dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, M.Sc., Sp.A(K)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya, laporan responsi kasus yang mengambil topik “Kejang Demam” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Responsi kasus ini disusun sebagai salah
satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa laporan responsi kasus ini masih jauh dari
sempurna, sehingga saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan responsi kasus ini. Semoga laporan
responsi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1 Definisi ............................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi .................................................................................... 2
2.3 Etiologi ............................................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ..................................................................................... 3
2.5 Klasifikasi......................................................................................... 4
2.6 Diagnosis .......................................................................................... 5
2.7 Diagnosis banding ............................................................................ 7
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 8
2.9 Prognosis .......................................................................................... 10
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................. 11
3.1 Identitas Pasien ................................................................................. 11
3.2 Anamnesis ........................................................................................ 11
3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang .................................................... 11
3.2.2 Riwayat Penyakit Terdahulu .................................................. 12
3.2.3 Riwayat Penyakit dalam Keluarga ......................................... 12
3.2.4 Riwayat Pengobatan ............................................................... 12
3.2.5 Riwayat Pribadi, Sosial, dan Lingkungan .............................. 12
3.2.6 Riwayat Persalinan ................................................................. 12
3.2.7 Riwayat Imunisasi .................................................................. 12
3.2.8 Riwayat Nutrisi ....................................................................... 13
3.2.9 Riwayat Tumbuh Kembang .................................................... 13
3.2.10 Riwayat Alergi ...................................................................... 13
iii
3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 13
3.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 16
3.5 Diagnosis .......................................................................................... 16
3.6 Penatalaksanaan ............................................................................... 16
3.7 Prognosis .......................................................................................... 16
3.8 KIE ................................................................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 18
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Algoritma tatalaksana kejang akut dan status epilepptikus ............. 8
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38oC,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
2
3
2.3. Etiologi
Demam dengan suhu tinggi melampaui ambang batas suhu kejang pada
anak adalah penyebab dari kejang demam. Kejang terjadi ketika suhu tubuh pasien
meningkat lebih dari 380C akibat demam.4 Demam pada anak dapat disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya infeksi mikroorganisme (bakteri,virus), vaksinasi,
dehidrasi, sunburn, dan kondisi medis tertentu (penyakit metabolik, penyakit
rematik, dan alergi).6 Pada kejang demam, kejadian demam paling banyak
disebabkan oleh infeksi virus yang mencapai 80% dari kasus kejang demam. Infeksi
yang sering berkaitan dengan kejang demam adalah otitis media, infeksi saluran
napas atas dan bawah (seperti tonsilitis, pneumonia,bronkitis dan sinusitis), infeksi
gigi, dan gastroenteritis (terutama yang disebabkan oleh rotavirus).7
2.4. Patofisiologi
Demam juga dapat memicu kejang demam melalui jalur inflamasi. IL-1α
dan IL1β, TNF-α, IL-6, dan Interferon (IFN) adalah semua sitokin dari jalur
pirogenik, dengan IL-10 adalah sitokin anti-inflamasi diproduksi sebagai respons
terhadap IL-1β, IL-6, dan TNF-α dimana IL-1β dan IL-10 meningkat pada kejang
demam. Mutasi pada gen IL-1α dan IL-1β dapat memproduksi variasi pemicu
kejang dalam sitokin inflamasi. Timbulnya kejang demam pada dasarnya terjadi
secara multifaktorial dengan adanya kondisi hipereksitabilitas pada neuronal
disertai adanya sitokin inflamasi dapat menyebabkan kejang.9
2.5 Klasifikasi
Bentuk kejang umum (tonik dan atau Bentuk kejang fokal atau parsial satu
klonik) sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
Tidak berulang dalam waktu 24 jam Berulang atau lebih dari 1 kali dalam
waktu 24 jam
Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit
dan berhenti sendiri.
3. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
4. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang
mengalami kejang demam.
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pilar utama dalam penegakkan diagnosis dari kejang demam adalah dengan
anamnesis. kejang demam sebagian besar dapat didiagnosis hanya dengan
anamnesis saja. Anamnesis dilakukan secara sistematis menggunakan basic
four dan sacred seven. beberapa aspek yang penting digali adalah terkait
gejala kejang tersebut, baik frekuensi, durasi, serta tipe kejang yang terjadi.
berikutnya adalah penelusuran riwayat demam, adapun yang digali seperti
riwayat mulai demam, suhu tubuh ketika demam, respon terhadap
pemberian antipiretik. berikutnya penelusuran kemungkinan penyebab
kejang demam, dapat ditemukan infeksi saluran nafas, pencernaan yang
menyertai. Serta penelusuran terkait faktor risiko lain seperti riwayat
kehamilan.2
2. Pemeriksaan Fisik
6
6. Pemeriksaan Radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang dilakukan pada kasus kejang
demam diantaranya seperti CT-Scan dan MRI. Pemeriksaan pemeriksaan
tersebut sejatinya kurang dianjurkan oleh karena manfaat yang didapat tidak
sebanding dengan risiko yang mungkin timbul. Pada CT Scan, paparan
radiasi yang diterima oleh pasien sangat besar, sedangkan prosedur MRI
sendiri dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan sedatif sebelum prosedur
pemeriksaan MRI. Pemeriksaan CT Scan dan MRI sendiri digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab kejang oleh karena proses
intrakranial apabila sebelumnya ditemukan tanda-tanda infeksi SSP pada
pemeriksaan fisik.2
2.8 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan kasus kejang demam meliputi tatalaksana saat
kejang, pasca kejang, serta profilaksis jangka panjang. 1
Gambar 2.1 Algoritma Tata Laksana Kejang Akut dan Status Epileptikus
1. Saat Kejang
• Ketika kejang terjadi di rumah, maka tatalaksana awal yang bisa
dilakukan adalah pemberian diazepam per rectal, dengan dosis 5mg
untuk BB <12Kg dan 10mg untuk BB >12Kg. Maksimal 2 kali
pemberian dengan jarak 5 menit antar pemberian. Total penanganan di
rumah 10 menit.
9
2.9 Prognosis
Sekitar 30% anak dengan riwayat kejang demam sebelumnya tetap memiliki
peningkatan risiko kejang demam berulang. Anak-anak kurang dari 12 bulan pada
saat kejang demam pertama memiliki kemungkinan 50% mengalami kejang kedua
dalam tahun pertama. Risiko ini akan turun menjadi 30% pada tahun berikutnya.
Selain pengaruh usia muda selama kejang demam pertama terjadi, riwayat kejang
demam pada keluarga, demam rendah selama kejang, dan interval yang lebih
pendek antara demam dan kejang dapat mengindikasikan kemungkinan kejang
demam berulang yang lebih tinggi. Namun, gambaran yang terkait dengan kejang
demam kompleks tidak serta merta meningkatkan risiko berulangnya kejang
demam. Sekitar 1-2% anak dengan kejang demam sederhana memiliki risiko yang
hanya sedikit lebih tinggi daripada populasi umum, namun dapat berkembang
menjadi epilepsi berikutnya. Anak-anak dengan kejang demam kompleks, kelainan
perkembangan saraf, atau dengan riwayat keluarga epilepsi memiliki risiko epilepsi
yang lebih tinggi yakni sekitar 5-10%. Saat ini belum ada bukti bahwa kejang
demam terkait dengan ketidakmampuan belajar atau kecerdasan yang lebih rendah
ketika pasien tumbuh dewasa.4
BAB III
LAPORAN KASUS
3. 1 Identitas Penderita
Nama : MZB
Tanggal Lahir/Umur : 3 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kuta Selatan, Badung
No. RM : 058165
Tanggal MRS : 14 November 2022
Tanggal Pemeriksaan : 16 November 2022
11
12
Buang air kecil dikatakan tidak ada keluhan. Keluhan muntah tidak ada.
Makan dan minum masih baik
Hepatitis B : 5 kali
Polio : 4 kali
BCG : 1 kali
13
DPT : 4 kali
MR : 2 kali
JE : 1 kali
Kesan : Imunisasi lengkap
3.5 Diagnosis
- Kejang Demam Kompleks
- Tonsilofaringitis akut
3.6 Tatalaksana
1. Kebutuhan cairan 1250 ml/hari ~ mampu minum 600 ml ~ IVFD D5 ½ NS
30 ml/jam
2. Paracetamol 10-15 mg/kgBB/hari ~ 150 mg, jika suhu > 38 oC
3. Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari ~ 1200 mg tiap 24 jam IV
4. Ambroxol 0,5 mg/kgBB/hari ~7,5 mg tiap 8 jam oral
3.7 Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad sanationam : Bonam
3. Ad functionam : Bonam
17
3.8 KIE
1. Menjelaskan kepada orangtua pasien tentang penyakit kejang demam yang
sedang diderita pasien.
2. Menjelaskan kepada orangtua pasien bahwa kejang demam umumya
mempunyai prognosis baik.
3. Memberitahukan kepada orangtua pasien bagaimana cara penanganan
kejang:
- Tetap tenang dan tidak panik
- Longgarkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher
- Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung
- Walaupun terdapat kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu kedalam mulut
- Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang
- Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang
- Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5
menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti.
- Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung > 5 menit,
suhu > 40 C, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang
fokal atau satu sisi, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat
kelumpuhan
4. Memberikan informasi kepada orangtua pasien mengenai kemungkinan
berulangnya kejang demam
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan temuan kasus pada pasien MZB yang saat ini mengalami kejang
pada usia 3 tahun 6 bulan. Berdasarkan literatur yang ada, secara epidemiologi sebagian
besar kasus kejang demam terjadi diantara rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun. Pasien
MZB mengalami kejang yang berulang hingga saat ini yakni ketika usia 8 bulan, 3
tahun, serta 3 tahun 6 bulan, jika dibandingkan dengan literatur yang ada maka data
temuan kasus yang ada maka sudah sesuai secara epidemiologi baik dari onset pertama
hingga onset saat ini.
Pasien MZB didiagnosis dengan kejang demam kompleks. jika dibandingkan
manifestasi klinis yang ada berdasarkan literatur yang ada maka didapatkan beberapa
kesesuaian antara kasus dengan literatur. Pasien MZB mengalami demam dengan suhu
39,7 C 1 hari SMRS, dimana sesuai dengan literatur yang ada, gejala demam yang
dialami oleh pasien sudah sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam karena
terdapat riwayat demam yang mendasari sebelum terjadinya kejang. Berdasarkan
frekuensi kejang pasien yakni dengan frekuensi 2 kali dalam sehari (14 November
2022) maka diagnosis cenderung mengarah ke kejang demam kompleks yaitu terjadi
kejang berulang dalam 24 jam terakhir.
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien yakni pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit, pada pasien MZB didapatkan kadar natrium normal (Na
136) serta kadar kalium normal (K. 3,9). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
RSUP Dr. M. Djamil, dimana didapatkan bahwa hasil pemeriksaan elektrolit memiliki
pengaruh terhadap sebagian besar kasus kejang demam yang dirawat di bangsal anak
rumah sakit tersebut, sebagian besar didaptkan hasil hiponatremia, kadar kalium
normal, dan hipokalsemia. Jika dibandingkan hasil pemeriksaan elektrolit MZB maka
terdapat kesesuaian pada hasil pemeriksaan kadar kalium. Jika dilihat dari pemeriksaan
darah lengkap, pasien MZB mengalami peningkatan neutrofil baik secara persentase
maupun jumlah absolut, ini menandakan pasien memiliki kecendrungan mengalami
18
19
infeksi bakteri, dimana infeksi ini terkait dengan manifestasi demam pasien yang
berujung pada timbulnya kejang.
Terapi farmakologi yang diberikan kepada pasien di RS Unud yakni
paracetamol 10-15mg/KgBB/hari, ceftriaxone 80 mg/KgBB/hari, ambroxol 0,5
mg/kgBB/hari, diazepam 10 mg suppositoria. Jika dibandingkan dengan literatur yang
ada maka sudah sesuai pilihan terapi ketika kejang dengan kasus MZB baik pilihan
obat, rute pemberian, serta dosis, yakni diazepam 10 mg (BB 15 kg) suppositoria.
Untuk pengobatan pasca kejang yang diberikan sesuai dengan literatur yakni diberikan
paracetamol sebagai antipiretik, ceftriaxone sebagai antibiotik untuk mengobatin
penyakit yang mendasari, serta ambroxol sebagai mukolitik untuk mengatasi gejala
dari penyakit yang mendasari pasien. Untuk profilaksis kejang pasien saat ini tidak ada.
Dilihat dari prognosis kejang pasien berdasarkan onset pertamanya, dimana
onset awal kejang demam pada pasien yakni ketika usia 8 bulan, Berdasarkan literatur
yang ada, terjadi peningkatan kemungkinan mengalami kejang ulangan yakni sebesar
50% pada tahun pertama, dan semakin menurun menjadi 30% pada tahun berikutnya.
jika dibandingkan antara kasus dengan literatur, maka terdapat kesesuaian terjadinya
kejang ulangan pasca kejang demam pertama (usia 8 bulan), dan kejang demam onset
saat ini kemungkinan disebabkan oleh risiko kejang demam ulangan pasca kejang
demam pertama.
BAB V
KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu > 38ºC, dengan metode pengukuran
apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang demam
diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang terjadi ketika suhu tubuh pasien meningkat lebih dari 38OC akibat demam.
Demam pada anak dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya infeksi
mikroorganisme (bakteri, virus), vaksinasi, dehidrasi, sunburn, dan kondisi medis
tertentu (penyakit metabolik, penyakit rematik, dan alergi). Timbulnya kejang demam
pada dasarnya terjadi secara multifaktorial dengan adanya kondisi hipereksitabilitas
pada neuronal disertai adanya sitokin inflamasi dapat menyebabkan kejang. Pada
kejang demam pasien yang ditemukan sedang mengalami kejang akan memiliki suhu
tubuh ≥39°C. Bentuk kejang dapat berupa kejang fokal maupun kejang umum
tergantung jenis kejang demam. Dalam kasus kejang dibutuhkan anamnesis serta
pemeriksaan fisik terkait tipe, durasi, dan frekuensi demam yang kemudian disesuaikan
dengan kriteria. Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak wajib pada kejang
demam sederhana selain untuk melihat sumber penyebab dari demam. Namun apabila
anak memiliki kejang demam kompleks, defisit neurologis, atau tanda dan gejala
penyakit lain (seperti meningitis atau gangguan metabolisme), maka diperlukan
penunjang lebih lanjut. Diagnosis banding dari kejang demam adalah gangguan
intrakranial (meningitis, ensepalitis), infantile spasm, dan epilepsi. Tatalaksana kejang
demam dibagi menjadi pada fase saat kejang, pasca kejang, dan profilaksis
anticonvulsant jangka panjang.
20
DAFTAR PUSTAKA
21