LITERATUR REVIEW
PADA BALITA
Disusun Oleh :
191210003
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia nya
sehingga literature review ini berhasil diselesaikan tepat pada waktu yang telah
kejang demam pada balita”. Literature review ini diajukan sebagai salah satu syarat
tanpa bantuan dari berbagai pihak, proposal ini tidak bisa terwujud. Untuk itu, dengan
rasa bangga perkenankan penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada Bapak Prof.Win Darmanto., M.Si., Med Sci.Ph.D selaku Rektor ITSKes ICMe
Jombang. Ibu Ucik Indrawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Kaprodi D-III Keperawatan,
Bapak Afif Hidayatul Arham, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing utama dan Ibu
Inayatur Rosyidah S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing kedua yang banyak
memberikan saran dan masukan sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Literature
review ini belum sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang dapat
Jombang,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................5
BAB 2..............................................................................................................................18
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................18
2.1 KEJANG DEMAM..........................................................................................................18
2.1.1 Definisi Kejang Demam........................................................................................18
2.1.2 Klasifikasi..............................................................................................................18
2.1.3 Etiologi..................................................................................................................19
2.1.4 Manifestasi Klinis..................................................................................................20
2.1.5 Pathofisiologi........................................................................................................21
2.2 KONSEP PENANGANAN PRE-HOSPITALISASI KEJANG DEMAM................................22
2.2.1 Penanganan pertama kejang demam....................................................................22
2.2.2 Faktor Resiko........................................................................................................24
2.2.3 Pencegahan kejang demam...................................................................................25
2.2.4 Penatalaksanaan kejang demam pre-hospital......................................................28
2.2.5 Komplikasi.............................................................................................................29
BAB 3..............................................................................................................................30
METODE........................................................................................................................30
3.1 STRATEGI PENCARIAN LITERATURE............................................................................30
3.1.1 Kerangka Kerja.......................................................................................................30
3.1.2 Kata Kunci (keyword).............................................................................................31
3.1.3 Database atau Search Engine.................................................................................31
3.2 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI.............................................................................32
3.3 SELEKSI STUDI DAN PENELITIAN KUALITAS..............................................................33
3.3.1 Hasil pencarian dan Literature review...................................................................33
3.3.2 Gambar Alur Diagram Review Artikel....................................................................34
3.3.3 Daftar jurnal hasil pencarian..................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN
Kejadian kejang demam termasuk dari salah satu insiden kegawatdaruratan pada
anak yang sering kali membuat para orang tua atau pengasuh menjadi bingung, panik,
dan tidak tahu apa yang harus dilakukan (Puspitasari et al., 2020). Kejang demam
Kebanyakan ibu tidak menyadari akan bahaya yang ditimbulkan dari kejang demam,
kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen yang dapat memicu terjadinya
kejang demam berulang atau bahkan terjadinya epilepsi atau bahkan komplikasi jika
tidak ditangani dengan cepat dan benar (Hasibuan et al., 2020). Dalam banyak kasus
demam seperti memasukkan sendok ke mulut anak, memberikan kopi saat anak
kejang, memasukkan gula ke dalam mulut anak, menyembur tubuh anak yang kejang,
mengoleskan terasi dan bawang ke tubuh anak, meletakkan jimat di dekat tubuh anak
Padahal hal ini sangat tidak benar karena dapat mengakibatkan dampak buruk pada
kondisi fisik ataupun mental anak yang mengalami kejang demam (Wiharjo, 2019)
Data dari UNICEF tahun 2020 menyatakan bahwa perawatan rumahan pada
balita yang menderita demam disebut care seeking atau cs hanya 68% dari banyaknya
kasus yang telah terjadi, di Asia tenggara care seeking pada balita yang menderita
demam mencapai angka 78% dan selebihnya care seeking di negara yang berkembang
kurang untuk menangani insiden kejang demam yang diprediksi semakin tahun angka
kejadian kejang demam pada balita yang terjadi semakin bertambah. WHO
2
memperkirakan tardapat ≥21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu
diantara meninggal. Selain itu kejang demam adalah tipe demam tinggi yang terjadi
pada anak-anak dibawah lima tahun. Menurut data , penderita kejang demam pada
anak khususnya balita setiap tahun semakin meningkat. Di wilayah Amerika serikat
anak dengan usia 12-13 bulan mengalami insiden kejang demam hingga mencapai
50% dan menurun ke angka 6-15% saat berusia diatas 4 tahun. Di wilayah Jepang
insiden kejang demam pada balita mencapai 6-9% Mayoritas penderita kejang
demam yang meningkat dari tahun ke tahun di dominasi oleh balita (Laino et al.,
2018). Begitu pula angka kejadian anak yang mengalami kejang demam di Indonesia
semakin tahun semakin bertambah menurut penelitian dari Adhar Arifuddin (2019)
5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantara nya akan
tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang demam, dari 62 kasus
sangat umum diderita oleh anak-anak terutama masa dibawah 5 tahun yang
diakibatkan oleh suhu tubuh naik hingga 39˚C atau melebihi suhu normal. Secara
umum kejang demam pada anak terjadi karena sel otak mengalami kerentanan
sehingga saat suhu tubuh meningkat, syaraf pusat didalam otak akan menghantar
listrik ke seluruh tubuh yang menyebabkan anak kehilangan kesadaran dan terjadi
kejang (Leung et al., 2018). Pada saat kejang demam terjadi maka tubuh akan
mengalami kenaikan suhu. Tubuh mengalami kenaikan suhu 1˚C yang mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal (energi yang dipakai untuk beraktivitas saat tubuh dalam
keadaan istirahat) 10-15% dan kenaikan kebutuhan O2 hingga 20%. Pada anak usia
3
balita sirkulasi O2 didalam otak mencapai 65% dari seluruh tubuh lebih banyak dari
orang dewasa oleh karena itu, peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
membran sel neuron dalam waktu singkat dan cepat terjadi difusi dari ion kalium dan
dua kali atau lebih dalam satu hari di antaranya kejang berlangsung dengan kondisi
anak secara sadar, Kejadian kejang demam secara berulang dapat beresiko mengalami
epilepsi dan komplikasi atau bahkan kematian jika tertutupnya jalan yang
al., 2020).
Bentuk pertolongan kejang demam pada balita yang dapat dilakukan oleh
masyarakat secara sederhana menurut IDAI antara lain : Baringkan balita di tempat
aman dan jauhkan dari benda berbahaya atau benda tajam, tidak menahan gerakan
saat kejang demam berlangsung, gunakan bantal atau alas lain untuk menyangga
kepala, tidak memasukkan benda apapun ke dalam mulut balita selama kejang,
longgarkan pakaian terutama di sekitar leher dan bagian yang ketat, miringkan kepala
agar jalan nafas tetap terbuka, apabila muntah posisi miring akan mencegah muntahan
masuk ke dalam paru-paru, segera panggil bantuan medis atau bantuan dari orang lain
di sekitar, temani balita sampai kejangnya berhenti atau sampai petugas medis datang.
Setelah kejang berhenti, baringkan balita pada posisi miring. Kemudian, periksa
Menurut Ami Oetamiati Wiharjo (2019) Pertolongan pertama pada kejang demam
pada balita harus dimengerti dan dipahami oleh masyarakat umum untuk mencegah
terjadinya kematian dan cacat lanjutan yang terjadi akibat kurangnya atau
4
masyarakat masih menggunakan cara sederhana, dengan di dapatkan 4 orang
mengatakan tindakan pertama yang dilakukan saat anaknya kejang demam dengan
berikan obat penurun panas dan 3 orang mengatakan sesegera mungkin anaknya di
bawa ke instalasi kesehatan terdekat (Wiharjo, 2019). Maka dari itu berdasarkan
uraian penulis diatas, penulis tertarik melakukan penelitian atau review dengan judul
1.3 Tujuan
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam umumnya didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada anak-
anak yang biasanya berusia 6 bulan hingga lima tahun disertai demam lebih dari 38°C
trauma kepala, serta epilepsi), penyebab kejang lainnya yang bisa dipengaruhi
penghentian obat), atau riwayat kejang tanpa demam. Secara umum kejang demam
terjadi dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam, anak dengan kejang demam
beresiko terjadi kejang berikutnya. lebih kurang 30%-40% anak dengan kejang
demam mengalami kekambuhan pada masa kanak-kanak atau dibawah lima tahun,
puncak insiden kejang demam biasa terjadi pada anak usia 12-18 bulan sebab masih
mengalami kerentanan sistem saraf pusat pada masa perkembangan dan memproses
terhadap efek demam tinggi. Prognosis penyakit kejang demam tergolong kondisi
yang jinak serta dapat sembuh sendiri, namun masih harus dilakukan pemantauan dan
intervensi lanjutan terkait penyakit kejang demam yang biasa diderita oleh anak-anak
2.1.2 Klasifikasi
18
Kejang demam sederhana biasanya berlangsung secara singkat biasanya
kurang dari 15 menit dan tidak ada kejang yang berulang dalam 24 jam. Bentuk
kesehatan mental. Resiko utama terkait dengan kejang demam sederhana adalah
sebelumnya.
karena adanya kejang fokal dan parsial di salah satu sisi area otak dan
menyebabkan kejang berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang demam
kompleks biasanya didahului oleh kejang parsial dimana otak mengirimkan sinyal
listrik secara tiba-tiba dan berlebihan di salah satu area sisi otak secara tidak
waktu yang lama dan dapat mengakibatkan epilepsi. Meskipun kejang demam
kompleks jarang terjadi namun jenis kejang ini perlu diperhatikan dan diberikan
Resiko tinggi epilepsi, dan terkait dengan lesi struktural atau disfungsi otak
19
2.1.3 Etiologi
kejang demam diakibatkan oleh kerentanan sistem saraf pusat (SSP) yang sedang
yang mendasari dan faktor lingkungan. Kejang demam adalah respons yang
bergantung pada usia dari perkembangan sel otak yang belum sempurna menjadi
demam. Selama proses pematangan, ada peningkatan rangsangan saraf yang menjadi
predisposisi balita untuk mengalami kejang demam. Dengan demikian, kejang demam
terjadi terutama pada anak-anak usia balita ketika ambang kejang rendah. Dalam
faktor genetik memainkan peran penting. Sekitar sepertiga balita dengan kejang
demam memiliki riwayat keluarga yang positif pernah mengalami kejang demam.
Risiko kejang demam akibat riwayat dari keluarga adalah sekitar 20% dengan
saudara kandung yang terkena dan sekitar 33% dengan orang tua yang terkena.
Tingkat kesesuaian adalah sekitar 35-69% dan 14-20% pada kembar monozigot dan
Pada kebanyakan kasus, kejang demam terjadi dalam hari pertama demam.
Kejang yang terjadi 3 hari setelah timbulnya demam harus dicurigai. Pada saat kejang,
sebagian besar balita memiliki suhu 39°C. Kejang demam dapat diklasifikasikan
sebagai kejang sederhana atau kompleks berdasarkan durasi, karakteristik fisik, dan
pola kekambuhan. Kejang demam sederhana mencapai sekitar 80 –85% dari semua
kejang demam. Hilangnya kesadaran pada saat kejang adalah gambaran yang konstan.
Mulut berbusa, sulit bernapas, pucat, atau sianosis juga dapat terjadi. Biasanya, kejang
20
anggota badan dan bola mata berguling ke belakang. Kejang biasanya berlangsung
selama beberapa detik sampai paling lama 15 menit (biasanya kurang dari 5 menit),
diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca iktal, dan tidak berulang dalam 24
jam. Otot-otot wajah dan pernapasan sering terlibat.4 Serangan atonik dan tonik juga
dari 15 menit. Kejang biasanya fokal (gerakan terbatas pada satu sisi tubuh atau satu
anggota badan). Ini mungkin berulang dalam hari yang sama. Kejang mungkin
2.1.5 Pathofisiologi
Pada saat kejang demam terjadi maka tubuh akan mengalami kenaikan suhu.
Setiap tubuh mengalami kenaikan suhu 1˚C maka akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal (energi yang dipakai untuk beraktivitas saat tubuh dalam keadaan
istirahat) 10-15% dan kenaikan kebutuhan O2 hingga 20%. Pada anak usia balita
sirkulasi didalam otak mencapai 65% dari seluruh tubuh lebih banyak dari orang
dewasa yang hanya 15% oleh karena itu, peningkatan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan membran sel neuron dalam waktu singkat dan cepat terjadi difusi dari
ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Dengan adanya peningkatan ion
merangsang kontraksi otot dan aktivitas hormon, perubahan yang terjadi secara tiba-
tiba ini dapat menimbulkan kejang (Susanti, 2018). Telah ditunjukkan bahwa
ketinggian suhu daripada kecepatan kenaikan suhu adalah faktor risiko yang paling
tinggi suhu, semakin besar kemungkinan kejang demam. Balita dengan demam kejang
memiliki ambang kejang yang lebih rendah. Infeksi virus adalah penyebab demam
21
pada sekitar 80% kasus kejang demam, Antaranya : Roseola infantum (exanthem
kejang demam. Virus saluran pernapasan atas infeksi saluran, faringitis, otitis media,
dan gastroenteritis Shigella adalah penyebab penting lain dari kejang demam (Leung
et al., 2018).
1. Penanganan pertama pre-hospital dengan sikap tetap tenang dan tidak panik dalam
melakukan tindakan.
Seorang ibu yang bersikap tenang dan tidak panik lebih bisa melakukan
tindakan untuk melakukan penanganan pertama bisa dilakukan dengan baik dan
berjalan dengan tenang. Ketika seseorang berada pada tingkat ansietas yang tinggi
maka tubuhnya akan membentuk respon kognitif yang diantaranya tidak dapat
respon perilaku dan emosi yang terjadi antaranya ketakutan dan kehilangan
kontrol/kendali.
Hal ini merupakan kunci penting dalam melakukan pertolongan pertama pada
kejadian kejang demam pada balita. Jika penolong berada dalam kondisi tenang
dan tidak panik maka jalan penanganan akan berlangsung dengan baik dan
22
2. Penanganan pertama pre-hospital kejang demam pada balita dengan pengaturan
suhu.
Banyak ibu dan penolong tidak melakukan pengukuran suhu karena dianggap
tidak penting. Padahal pengukuran suhu tubuh pada kejadian kejang demam
sangat penting dilakukan untuk pencegahan dan pertolongan yang lebih lanjut.
Monitor suhu harus dipantau pada saat demam terjadi, saat kejang demam terjadi,
dan setelah kejang demam terjadi pada balita. Sehingga sebagai penolong dapat
pentingnya mengukur suhu tubuh pada balita yang mengalami kejang demam
maka tindakan yang dapat dilakukan adalah setelah anak telah sadar setelah
kejang demam, dapat dilakukan kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh.
Sebagai penolong maka kita harus melakukan tindakan untuk menolong anak
dalam kondisi kejang demam. Karena gerakan balita pada saat kejang tidak dapat
dikontrol maka memposisikan anak ditempat yang aman penting untuk dilakukan.
Posisikan anak pada permukaan yang datar agar tidak membatasi pergerakan saat
kejang berlangsung. Saat balita kejang baiknya menghitung durasi kejang pada
anak untuk pengobatan lanjutan bila kejang berlangsung lebih dari 5 menit,
setelah anak sadar maka posisikan anak dengan posisi menyamping untuk
23
Dalam penanganan kejang demam dengan menjaga kepatenan jalan napas terdapat
kejang demam.
Saat kejang demam berlangsung mulut anak akan merapat karena tegangan
yang terjadi, maka tidak perlu untuk membuka paksa mulut hanya untuk
jalan napas.
oksigen yang adekuat untuk dibawa ke otak agar kadar oksigen dalam tubuh
terpenuhi. Maka dari itu, saat melakukan tindakan hal ini penting dilakukan
kejang demam. Dengan memiringkan kepala anak saat kejang demam terjadi
maka kemungkinan tersedak dan muntah yang akan terjadi akan lebih kecil.
Resiko terjadinya kejang demam pertama pada anak dapat terjadi dari
beberapa faktor. Faktor keturunan dari keluarga bisa menjadi pencetus terjadinya
kejang demam pada balita, selain itu kejang demam pertama rentan terjadi pada
bayi neonatus saat usia anak masih 0-28 hari. Faktor lain yang dapat
menyebabkan kejang demam pertama pada anak adalah anak dengan perawatan
24
khusus dan memiliki penyakit bawaan, balita yang mengalami masa
perkembangan yang lambat juga rentan terhadap resiko kejang demam karena
pembentukan sistem imun dan antibodi yang terlambat, balita dengan kadar
natrium serum yang rendah juga rentan akan resiko terjadi kejang demam karena
tubuh kekurangan natrium untuk menyerap cairan dan tidak bisa menjaga
menyebabkan kejang demam adalah demam tinggi karena temperatur tubuh yang
terlalu tinggi atau melebihi batas normal suhu tubuh. Bila balita menderita lebih
kejang dari keluarga, usia anak kurang dari 12 bulan sangat rentan mengalami
kejang demam berulang, temperatur tubuh yang rendah saat kejang pertama
berlangsung dan cepatnya waktu kejang setelah demam. Bila balita mengalami
berulang mencapai 80%. Jiika hanya terdapat satu faktor resiko, maka
Resiko terjadinya epilepsi pada balita lebih tinggi, terjadi pada anak yang
demam pertama. Faktor lainnya adalah adanya riwayat epilepsi yang terjadi pada
keluarga dan anak yang mengalami kejang demam kompleks. Balita yang
terjadinya epilepsi hanya sekitar 2%. Bila balita memiliki satu faktor resiko
25
epilepsi maka kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 3%, dan kejadian epilepsi
Pencegahan kejang demam pada balita dapat dilakukan pada saat anak dengan
demam tinggi yang beresiko menjadi kejang demam atau anak dengan riwayat kejang
demam untuk mencegah terjadinya kejang demam berulang. Kejang demam terjadi
karena suhu tubuh anak yang melampaui batas normal atau terlalu tinggi, Cara untuk
mencegah terjadinya kejang demam pada balita adalah dengan melakukan cara
pencegahan yang dapat menurunkan suhu tubuh yang terlalu tinggi. Tindakan
kontrol kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang dilakukan
pada pasien yang mengalami demam tinggi. Metode konduksi yaitu perpindahan
panas dari suatu objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat
menyentuh yang hangat maka akan terjadi perpindahan panas melalui evaporasi,
metode konduksi dan evaporasi adalah penggunaan water tepid sponge. Pada
balita yang mengalami kejang demam salah satu cara untuk menurukan suhu
tubuh adalah dengan melakukan water tepid sponge atau kompres spoge dengan
air hangat. Dengan melakukan WTS maka suhu tinggi pada tubuh akan berpindah
pada media sponge basah yang direndam dengan air hangat. Jika saat balita
mengalami demam tinggi maka resiko terjadinya kejang demam akan semakin
ataupun berulang saat mengalami demam tinggi maka tindakan Water tepid
26
sponge adalah salah satu jalan yang bisa dilakukan dirumah. Keefektifan water
tepid sponge terbukti dapat menurunkan suhu tubuh pada balita (Firmansyah,
Andan, 2021).
a. Pemberian Antipiretik
terjadinya kejang demam, namun antipiretik tetap dapat diberikan saat balita
namum pemberian obat antipiretik pada anak yang demam mampu untuk
menurunkan suhu tubuh anak dengan baik. Obat antipiretik yang biasa
sehari, namun tidak dianjurkan untuk diberikan pada balita diusia kurang dari
b. Pemberian Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu lebih dari
menunjukkan salah satu dari hal berikut : kejang lama > 15 menit, kejangnya
fokal, adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
27
hidrosefalus. Pengobatan rumat boleh dipertimbangkan bila kejang 2 x/lebih
dalam satu hari , kejang pada umur < 1 tahun, dan kejang sangat sering ≥ 4
Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh pada anak. Kompres dingin
dan keadaan suhu tubuh menjadi normal. Selain itu proses normalnya suhu tubuh
karena pemberian kompres dingin terjadi karena adanya penangkapan sinyal oleh
Pemberian kompres dingin pada area lipatan efektif untuk menurunkan suhu anak
efektif untuk menurunkan suhu tubuh pada balita yang mengalami demam tinggi
mengkonsumsi minum dan makan makanan berkuah atau buah- buahan yang
banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh dan minuman lainnya dapat
membantu menambah asupan cairan dalam tubuh dan menghindari hidrasi pada
balita. Balita yang mengalami panas tinggi akan rentan terjadi hidrasi karena
tubuh mengeluarkan banyak cairan berupa suhu tubuh yang tinggi, pemberian
makanan dan minuman yang mengandung banyak air dapat menjadi salah satu
langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada saat balita mengalami panas
28
2.2.4 Penatalaksanaan kejang demam pre-hospital
Pada balita yang mengalami kejang demam langkah awal yang dilakukan adalah
tempatkan pada bidang yang datar agar memudahkan untuk pergerakan saat kejang
terjadi, usahakan pinggirkan barang tajam dan yang beresiko melukai. Saat kejang
demam terjadi hindari untuk memeluk atau melakukan tindakan yang meminimalisasi
pergerakan balita, dengan ditempatkan ditempat yang aman. Hal yang dilakukan
selanjutnya adalah memiringkan kepala balita yang mengalami kejang demam hal ini
dilakukan untuk mengatasi terjadinya aspirasi ludah dan lendir didalam mulut
membuka jalan nafas agar suplai oksigen tetap baik, bila perlu bisa gunakan oksigen
untuk membantu agar kejang demam tidak berlangsung lama karena suplai oksigen
yang berjalan ke otak tercukupi. Suhu balita yang terlalu tinggi harus segera
diturunkan dengan kompres atau pemberian obat antipiretik, jenis obat antipiretik
yang cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam. orang tua dapat
menggunakan diazepam rektal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7.5
29
2.2.5 Komplikasi
Kejang demam pada balita dapat menyebabkan komplikasi penyakit jika tidak
diberikan penanganan dengan benar. Komplikasi yang banyak terjadi akibat kejang
demam adalah Sindrom epilepsi yang ditandai sekumpulan gejala dan tanda klinis
pencetus, umur onset, berat penyakit, dan kronisitas penyakit. Epilespsi biasanya
terjadi akibat terjadinya kejang demam kompleks dan dalam kondisi yang ditandai
dengan bangkitan berulang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan
interval waktu lebih dari 24 jam, akibat lepasnya muatan listrik berlebihan di neuron
30
BAB 3
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan metode study literature review dengan cara
merangkum dari beberapa penelitian relevan yang dilakukan oleh peneliti lain untuk
mendiskripsikan fakta dari sumber yang terkait dan berkaitan dengan judul yang
diambil.
Metode yang digunakan dalam pembuatan study literature review ini adalah
framework PICOS dalam jurnal 5 tahun terakhir. Menurut (Ridwan et al., 2021) study
ditemukan di buku ilmiah serta artikel jurnal. Umumnya berisi tinjauan tentang topik
penelitian, teori pendukung, permasalahan serta metode dan metodologi yang sesuai.
urutan sebagai berikut, “P” untuk kata Population, Problem, Patient menjelaskan
mengenai komunitas yang menaglami dampak pada artikel yang diobservasi, “I”
masalah yang dapat muncul dalam artikel jurnal yang diobservasi, “C” untuk kata
kata Outcome dalam literature review ini merupakan hasil yang diperoleh pada
penelitian, “S” untuk kata Study Design merupakan kerangka penelitian dimanfaatkan
31
3.1.2 Kata Kunci (keyword)
Kata kunci (Keyword) merupakan kumpulan kata yang berupa kunci atau kode
yang digunakan untuk menghubungkan satu kata dengan kata yang lainnya dalam
pencarian artikel. Kata kunci (Keyword) yang digunakan dalam pencarian artikel
internasional penelitian ini adalah : SciencePub “Febrile seizure” , AND “First aid”
, AND “Children”. Sedangkan untuk artikel nasional kata kunci yang digunakan
menggunakan data sekunder yang diperoleh bukan dari melakukan penelitian secara
langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti
terdahulu. Sumber data sekunder yang dioeroleh berbentuk sebagai artikel ilmiah
yang relevan dan sesuai dengan topik yang dicari dengan menggunakan database
32
3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Tabel 3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi menggunakan format PICOS
33
3.3 Seleksi Studi dan Penelitian Kualitas
“First aid” , AND, “Children”. peneliti menemukan 299 jurnal terkait yang
berkaitan dengan kata kunci tersebut, jurnal observasi yang tertera lantas diskrining
dan didapatkan 17 jurnal yang sesuai dengan topik dan versi 5 tahun terakhir
menggunakan bahasa inggris. Setelah peneliti melakukan skrining mengenai judul dan
abstrak yang sesuai ditemukan (n = 2). Sedangkan pada Google scholar menggunakan
Hospital”, Peneliti menemukan 6.620 artikel yang sesuai dengan kata kunci secara
terakhir, setalah melakukan skrining menganai judul dan abstrak yang sesuai dengan
judul ditemukan (n = 27). Jurnal yang akan dipublikasikan yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, sebanyak jurnal yang akan dilakukan untuk literature review.
34
Jumlah penelitian
(n = 6.919)
Excluded (n = 253 )
Science Pub : (n = 299)
Problem/populasi :
Google Scholar : (n = 6.620)
a. Tidak sesuai dengan topik
(n = 113)
Outcome :
Seleksi jurnal dalam 5 tahun terakhir a. Tidak ada hubungan antara
dengan bahasa Indonesia dan bahasa pengetahuan masyarakat dengan
Inggris penanganan pre-hospitalisasi kejang
demam pada balita
(n = 4.637)
(n = 67)
PubMed : (n = 17)
Study design :
Google Scholar : (n = 4.620)
a. Book review
b. Encyclopedia
c. Book Chapters
Seleksi judul dan publikat
N = 265 d. Conference abstracts
Excluded (n = 22 )
a. Hasil penelitian yang tidak
Identifikasi abstrak
menyebutkan hasil secara rinci
N = 27 (n = 15)
b. Tujuan penelitian tidak sesuai
(n = 15)
c. Metode penelitian tidak dijelaskan
secara rinci
Artikel yang dapat dianalisis sesuai (n = 7)
dengan rumusan masalah dan tujuan
penulis
N=5
35
3.3.3 Daftar jurnal hasil pencarian
Study literature review ini menggunakan desain one group present pre test –
post test, descriptive study, quasi experimental research study, dan kuantitaif study
dengan mengumpulkan data hasil ekstrasi yang sesuai dan serupa dengan hasil yang
dibuat ringkasan artikel yang meliputi, Author penelitian, tahun artikel diterbitkan,
judul artikel, metode penelitian, hasil penelitian, database serta link dari artikel.
36
No. Author Tahun Volume, Judul Metode Hasil Literature Review Database
Angka (Desain,Sampel,Variabe
l,Instrumen, Analisis)
1. Hutri 2020 Volume Gambaran D: Hasil penelitian ditemukan bahwa Google Scholar
Engla 10, Issue 2 Penanganan Descriptive study sebagian responden telah melakukan
Resti, Pertama Kejang S: penanganan pertama kejang demam
Ganis Demam Yang Non probability sampling yang terdiri
Jurnal Ners Indonesia
Indriati, Dilakukan Ibu V: dari :
Arneliwati Pada Balita Pengetahuan tentang 1. Bersikap tetap tenang dan tidak panik
penanganan kejang (90,4%)
demam pada ibu dengan 2. Tidak melonggarkan pakaian anak https://
anak yang mengalami (86,5%)
kejang demam dari 3. Memiringkan kepala anak (69,2%) jni.ejournal.unri.ac.id/
berbagai aspek 4. Memasukkan sesuatu kedalam mulut
index.php/JNI/article/
I: anak (75,0%)
Identifikasi pengetahuan5. Tidak mengukur suhu tubuh anak view/7980
ibu mengenai penanganan (84,6%)
kejang demam pada ibu 6. Tidak mencatat lama kejang (92,3%)
dengan anak yang 7. Menyingkirkan benda tajam (71,2%)
mengalami kejang 8. Tidak memberikan diazepam rektal
demam dari berbagai (82,7%)
aspek 9. Membawa anak ke dokter atau
A : Analisis survey puskesmas (100%).
2. Made 2019 Volume 3, Pengalaman D: Hasil penelitian diperoleh dari Google Scholar
Rismawan Issue 2 Orangtua Study Kualitatif Informan berjumlah 11 orang yang
, Tentang Manfaat S: terdiri dari lima orang orang tua (ayah
IGNM Bawang Merah Purposive Sampling atau ibu). Diperoleh hasil :
Jurnal Riset Kesehatan
Kusuma Pada Anak Yang V: 1. Cara Pemberian Bawang Merah
Negara, Mengalami Pengalaman orang tua Sebagian besar informan pada Nasional
Ni Demam: Studi dalam pemanfaatan penelitian ini menyatakan bawang
Komang Fenomenologi bawang merah khususnya merah diberikan dengan cara
37
Tri untuk menurunkan dicampurkan bahan lain seperti
Agustini, demam anak minyak goreng tradisioanal Bali
I: (minyak tanusan) atau minyak kayu http://ojs.itekes-
Identifikasi pengalaman putih. Setelah dikupas kulit luarnya,
bali.ac.id/index.php/
orang tua terhadap bawang merah lalu diiris tipis-tipis.
pemberian bawang merah Irisan bawang merah inilah yang jrkn/article/view/175/98
pada anak untuk kemudian dicampurkan dengan bahan
menurunkan demam. lain tersebut. Se- lanjutnya, barulah
A: dibalurkan ke seluruh tubuh anak
Analisa Kualitatif in- terutama di daerah badan dan
deepth interview. punggung.
2. Waktu dan Lama Pemberian
Sebagian besar informan pada
penelitian ini menyatakan
memberikan balu- ran bawang merah
selama anak mulai demam sampai
dengan anak sudah tidak demam lagi.
Sebagian besar informan juga
menyatakan baluran dilakukan di
rentang waktu 10-15 menit.
Pernyataan
3. Manfaat yang Diperoleh Semua
informan pada penelitian ini
menyatakan bahwa pemberian
bawang merah bermanfaat
menurunkan demam yang dirasa- kan
oleh anak mereka. Hal inilah ysng
mem- buat para informan ini
melakukan kembali hal yang sama
setiap kali anak-anak mereka
mengalami demam
38
3. Kade Adi 2019 Volume 3, Pengalaman D: Hasil dari penelitian didapatkan dari Google Scholar
Widyas Issue 1 Keluaga Dalam Fenomologi deskriptif 12 orang tua dan keluarga pada anak
Pranata, Penanganan S: yang mengalami kejang demam,
Huang, Pertama Anak Purposive sampling adapun hal yang dilakukan adalah :
Jurnal Riset Kesehatan
Mei-Chih Yang Mengalami V: 1. Tidak melakukan apa-apa
Kejang Demam Penelitian ini bertujuan Hal ini disebabkan oleh dua fenomena Nasional
untuk menggali lebih yang terjadi, pertama karena
dalam tentang kurangnya pengetahuan untuk
pengalaman keluarga menangani kejang demam dan kedua,
dalam melakukan meskipun terdapat keluarga yang http://ojs.itekes-
penanganan pertama pada sudah mendapatkan pengetahuan
bali.ac.id/index.php/
anak yang mengalami kesehatan tentang penanganan kejang
kejang demam. demam baik saat anak mereka jrkn/article/view/146
I: melakukan pemerik-saan, imunisasi,
Mengidentifikasi lebih atau karena riwayat kejang demam
dalam tentang sebelumnya, namun karena kepanikan
pengalaman keluarga yang dialami akhirnya tidak
dalam melakukan terpikirkan untuk melakukan sesuatu.
penanganan pertama pada
anak yang mengalami “Dulu saat anak yang pertama
kejang demam. (kakak pasien) kejang sudah pernah
diberi-kan pengetahuan sama
A: dokternya… namun sudah lupa dan
Analisis survey tidak kepikiran untuk melakukan hal
itu karena saking paniknya…saya
juga tidak tahu kenapa semua itu
men-dadak hilang”
2. Melakukan sesuatu yang
terpikirkan.
Pada poin ini keluarga dapat
melakukan tindakan pertolongan yang
39
semampu mereka pikirkan. Antaranya
langsung membawa anak yang
mengalami kejang demam ke pusat
pelayanan kesehatan, keluarga yang
mencoba membuka tangan
anak yang kaku, melepaskan
pakaiannya dan menaruhnya di lantai
atau memberikan es
pada kakinya, memasukkan jari ke
mulut anak yang mengalami kejang,
membalur tubuh anak dengan bawang
merah dan minyak, menepuk dan
memanggil, membacakan doa-doa,
memasukkan sendok kedalam mulut
4. Hanaa I. 2019 Volume 3, Recognition of D: Hasil dari penelitian didapatkan dari Science Pub
El Sayed Issue 2 Parent’s Deskriptif study wawancara pada 75 orang tua di
Knowledge, S: Birket El Sabah Central Hospital
Attitude and Purposive sampling dengan anak menderita kejang
American Journal of
Practice V: demam. penanganan yang diberikan
Regarding The findings concluded adalah : Nursing Research
Febrile Seizures that there are needs for 1. Menempatkan anak di tempat yang
in Children teaching programs to datar dan aman (100%)
Under-Five enhance the knowledge, 2. Menggunakan termometer untuk
attitude and practice mengukur suhu (46,7%) http://
level of parents 3. Mengeluarkan sekret dari mulut dan
www.sciepub.com/
regarding febrile hidung sebelum dibawa ke rumah
seizures. sakit (13,3%) AJNR/abstract/11279
I: 4. Melakukan pijat jantung pada anak
Observasi pengalaman yang mengalami kejang (32%)
orang tua terhadap 5. Menghitung durasi kejang demam
40
anaknya yang menderita pada anak (86,7%)
kejang demam dan sikap
yang dilakukan saat anak
mengalami kejang
demam.
A:
Analisis Survey
5. Citra Hadi 2018 Volume 8, Pemanfaatan D: Hasil dari penelitian didapatkan Google Scholar
Kurniati,A Nomor Obat Herbal Kualitatif study bahwa minat terhadap pemanfaatan
tika Nur 2018 Penurun Panas S: obat herbal penurun panas sebesar
Azizah Pada Balita Sakit Purposive sampling 80%. Hal tersebut dimanfaatkan oleh
URECOL jurnal
Di Desa Kaliurip V: masyarakat karena faktor kepercayaan
Kecamatan Mengetahui pemanfaatan secara tradisional dan turun-temurun.
Purwojati obat herbal penurun Bahan herbal yang digunakan untuk
Kabupaten panas pada balita sakit di menurunkan demam pada balita http://
Banyumas Desa Kaliurip Kecamatan antara lain:
Purwojati Kabupaten 1. Kencur, digunakan sebanyak 5/6 ruas repository.urecol.org/
Banyumas. dihaluskan lalu dibalurkan ke seluruh
index.php/proceeding/
I: tubuh.
Observasi pemanfaatan 2. Bawang merah, 2 bawang merah article/view/412/403
obat herbal penurun diiris atau ditumbuk kemudian
panas pada balita sakit di dibalurkan ke seluruh badan terutama
Desa Kaliurip Kecamatan perut dan ubun-ubun dan Bawang
Purwojati Kabupaten merah diparut lalu diperas dan
Banyumas dibalurkan ke seluruh tubuh.
3. Dadap sereh, 1 lembar direndam di air
A: kemudian diletakkan di dahi, 3
thematic content analysis lembar direndam di air biasa
kemudian diletakkan di dahi, dan 1
lembar diremas kemudian diletakkan
41
di ubun2 dan perut
4. Buah pace, 1 lembar dicuci lalu
diletakkan di dahi
42
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, S. M., Sitorus, E., & Mertajaya, I. M. (2021). Penerapan Upaya Pencegahan dan
Penanganan Aspirasi Benda Asing dan Kejang Demam pada Anak di Rumah. 3, 653–661.
Evis, & Zahroh. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penanganan Pertama Pada Balita
Kejang Demam. Jurnal Ilmu Kebidanan (Journal of Midwifery Sciences), 7 nomor 2, 7–11.
https://jurnal.stikes-alinsyirah.ac.id/index.php/kebidanan/article/view/64/19
Firmansyah, Andan, D. (2021). Studi Kasus Implementasi Evidence-Based Nursing: Water Tepid
Sponge Bath Untuk Menurunkan Demam Pasien Tifoid. Jurnal Kesehatan, 14(00007).
Hasibuan, Dede, K., & Dimyati, Y. (2020). Kejang Demam sebagai Faktor Predisposisi Epilepsi
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1191
Intan, N., & Putri, B. (2020). Literature Review : Pertolongan Pertama Dengan Kejadian Kejang
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.2017.41-44
Laino, D., Mencaroni, E., & Esposito, S. (2018). Management of pediatric febrile seizures.
https://doi.org/10.3390/ijerph15102232
Leung, A. K. C., Hon, K. L., & Leung, T. N. H. (2018). Febrile seizures: An overview. Drugs in
Puspitasari, J. D., Nurhaeni, N., & Allenidekania, A. (2020). Edukasi Meningkatkan Pengetahuan
dan Sikap Ibu dalam Pencegahan Kejang Demam Berulang. Jurnal Persatuan Perawat
Rahmawati, I., & Purwanto, D. (2020). Efektifitas Perbedaan Kompres Hangat Dan Dingin
Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu. Care : Jurnal
43
Ridwan, M., Ulum, B., Muhammad, F., Indragiri, I., & Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, U. (2021).
Susanti, S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An.F Dengan Kejang Demam di Ruang Rawat inap
Anak Rumah Sakit Dr.Achmad Mochtar Bukit Tinggi Tahun 2018. Journal of Chemical
UNICEF-4-Child-Health-SOWC2021-EN. (n.d.).
Demam Pada Anak Usia Balita Di Ruang Aster Rsud Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Wijaya,
44