Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL

LITERATUR REVIEW

PENANGANAN PRE-HOSPITAL KEJADIAN KEJANG DEMAM

PADA BALITA

Disusun Oleh :

Antika Popy Rosalina

191210003

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia nya

sehingga literature review ini berhasil diselesaikan tepat pada waktu yang telah

ditentukan. Judul dalam penelitian ini adalah “Penanganan Pre-Hospital kejadian

kejang demam pada balita”. Literature review ini diajukan sebagai salah satu syarat

dalam penelitian yang dilakukan peneliti untuk menyelesaikan Program Studi

Diploma III Keperawatan ITSKes ICMe Jombang. Penulis menyadari sepenuhnya

tanpa bantuan dari berbagai pihak, proposal ini tidak bisa terwujud. Untuk itu, dengan

rasa bangga perkenankan penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya

kepada Bapak Prof.Win Darmanto., M.Si., Med Sci.Ph.D selaku Rektor ITSKes ICMe

Jombang. Ibu Ucik Indrawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Kaprodi D-III Keperawatan,

Bapak Afif Hidayatul Arham, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing utama dan Ibu

Inayatur Rosyidah S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing kedua yang banyak

memberikan saran dan masukan sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Literature

review ini belum sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang dapat

mengembangkan Karya Tulis Ilmiah sangat penulis harapkan guna menambah

pengetahuan dan manfaat bagi perkembangan ilmu kesehatan.

Jombang,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................5
BAB 2..............................................................................................................................18
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................18
2.1 KEJANG DEMAM..........................................................................................................18
2.1.1 Definisi Kejang Demam........................................................................................18
2.1.2 Klasifikasi..............................................................................................................18
2.1.3 Etiologi..................................................................................................................19
2.1.4 Manifestasi Klinis..................................................................................................20
2.1.5 Pathofisiologi........................................................................................................21
2.2 KONSEP PENANGANAN PRE-HOSPITALISASI KEJANG DEMAM................................22
2.2.1 Penanganan pertama kejang demam....................................................................22
2.2.2 Faktor Resiko........................................................................................................24
2.2.3 Pencegahan kejang demam...................................................................................25
2.2.4 Penatalaksanaan kejang demam pre-hospital......................................................28
2.2.5 Komplikasi.............................................................................................................29
BAB 3..............................................................................................................................30
METODE........................................................................................................................30
3.1 STRATEGI PENCARIAN LITERATURE............................................................................30
3.1.1 Kerangka Kerja.......................................................................................................30
3.1.2 Kata Kunci (keyword).............................................................................................31
3.1.3 Database atau Search Engine.................................................................................31
3.2 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI.............................................................................32
3.3 SELEKSI STUDI DAN PENELITIAN KUALITAS..............................................................33
3.3.1 Hasil pencarian dan Literature review...................................................................33
3.3.2 Gambar Alur Diagram Review Artikel....................................................................34
3.3.3 Daftar jurnal hasil pencarian..................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian kejang demam termasuk dari salah satu insiden kegawatdaruratan pada

anak yang sering kali membuat para orang tua atau pengasuh menjadi bingung, panik,

dan tidak tahu apa yang harus dilakukan (Puspitasari et al., 2020). Kejang demam

termasuk kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan pertama,

Kebanyakan ibu tidak menyadari akan bahaya yang ditimbulkan dari kejang demam,

Setiap kejang yang lama berdampak membahayakan karena dapat menyebabkan

kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen yang dapat memicu terjadinya

kejang demam berulang atau bahkan terjadinya epilepsi atau bahkan komplikasi jika

tidak ditangani dengan cepat dan benar (Hasibuan et al., 2020). Dalam banyak kasus

masih banyak yang mempercayai aturan-aturan kolot dalam menangani kejang

demam seperti memasukkan sendok ke mulut anak, memberikan kopi saat anak

kejang, memasukkan gula ke dalam mulut anak, menyembur tubuh anak yang kejang,

mengoleskan terasi dan bawang ke tubuh anak, meletakkan jimat di dekat tubuh anak

Padahal hal ini sangat tidak benar karena dapat mengakibatkan dampak buruk pada

kondisi fisik ataupun mental anak yang mengalami kejang demam (Wiharjo, 2019)

Data dari UNICEF tahun 2020 menyatakan bahwa perawatan rumahan pada

balita yang menderita demam disebut care seeking atau cs hanya 68% dari banyaknya

kasus yang telah terjadi, di Asia tenggara care seeking pada balita yang menderita

demam mencapai angka 78% dan selebihnya care seeking di negara yang berkembang

hanya mencapai 57% (UNICEF-Child-Health-SOWC2021-EN, n.d.). Angka ini masih

kurang untuk menangani insiden kejang demam yang diprediksi semakin tahun angka

kejadian kejang demam pada balita yang terjadi semakin bertambah. WHO

2
memperkirakan tardapat ≥21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu

diantara meninggal. Selain itu kejang demam adalah tipe demam tinggi yang terjadi

pada anak-anak dibawah lima tahun. Menurut data , penderita kejang demam pada

anak khususnya balita setiap tahun semakin meningkat. Di wilayah Amerika serikat

anak dengan usia 12-13 bulan mengalami insiden kejang demam hingga mencapai

50% dan menurun ke angka 6-15% saat berusia diatas 4 tahun. Di wilayah Jepang

insiden kejang demam pada balita mencapai 6-9% Mayoritas penderita kejang

demam yang meningkat dari tahun ke tahun di dominasi oleh balita (Laino et al.,

2018). Begitu pula angka kejadian anak yang mengalami kejang demam di Indonesia

semakin tahun semakin bertambah menurut penelitian dari Adhar Arifuddin (2019)

menyatakan bahwa, Kejadian kejang demam di Indonesia di sebutkan terjadi pada 2-

5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantara nya akan

mengalami kejang demam berulang. Di Indonesia khususnya di daerah tegal jawa

tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang demam, dari 62 kasus

kejang demam (Intan & Putri, 2020).

Kejang demam (febrile seizures) termasuk kategori penyakit neurologis yang

sangat umum diderita oleh anak-anak terutama masa dibawah 5 tahun yang

diakibatkan oleh suhu tubuh naik hingga 39˚C atau melebihi suhu normal. Secara

umum kejang demam pada anak terjadi karena sel otak mengalami kerentanan

sehingga saat suhu tubuh meningkat, syaraf pusat didalam otak akan menghantar

listrik ke seluruh tubuh yang menyebabkan anak kehilangan kesadaran dan terjadi

kejang (Leung et al., 2018). Pada saat kejang demam terjadi maka tubuh akan

mengalami kenaikan suhu. Tubuh mengalami kenaikan suhu 1˚C yang mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal (energi yang dipakai untuk beraktivitas saat tubuh dalam

keadaan istirahat) 10-15% dan kenaikan kebutuhan O2 hingga 20%. Pada anak usia

3
balita sirkulasi O2 didalam otak mencapai 65% dari seluruh tubuh lebih banyak dari

orang dewasa oleh karena itu, peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan

membran sel neuron dalam waktu singkat dan cepat terjadi difusi dari ion kalium dan

natrium melalui membran listrik (Susanti, 2018). Kejang demam yang

berkepanjangan dapat berakibat serangan kejang berulang, Kejang berulang terjadi

dua kali atau lebih dalam satu hari di antaranya kejang berlangsung dengan kondisi

anak secara sadar, Kejadian kejang demam secara berulang dapat beresiko mengalami

epilepsi dan komplikasi atau bahkan kematian jika tertutupnya jalan yang

mengakibatkan hambatan untuk keluar masuknya oksigen didalam mulut (Hasibuan et

al., 2020).

Bentuk pertolongan kejang demam pada balita yang dapat dilakukan oleh

masyarakat secara sederhana menurut IDAI antara lain : Baringkan balita di tempat

aman dan jauhkan dari benda berbahaya atau benda tajam, tidak menahan gerakan

saat kejang demam berlangsung, gunakan bantal atau alas lain untuk menyangga

kepala, tidak memasukkan benda apapun ke dalam mulut balita selama kejang,

longgarkan pakaian terutama di sekitar leher dan bagian yang ketat, miringkan kepala

agar jalan nafas tetap terbuka, apabila muntah posisi miring akan mencegah muntahan

masuk ke dalam paru-paru, segera panggil bantuan medis atau bantuan dari orang lain

di sekitar, temani balita sampai kejangnya berhenti atau sampai petugas medis datang.

Setelah kejang berhenti, baringkan balita pada posisi miring. Kemudian, periksa

gerakan napas serta denyut nadi balita (Damanik et al., 2021).

Menurut Ami Oetamiati Wiharjo (2019) Pertolongan pertama pada kejang demam

pada balita harus dimengerti dan dipahami oleh masyarakat umum untuk mencegah

terjadinya kematian dan cacat lanjutan yang terjadi akibat kurangnya atau

keterlambatan penanganan kejang demam, penanganan kejang demam pada balita di

4
masyarakat masih menggunakan cara sederhana, dengan di dapatkan 4 orang

mengatakan tindakan pertama yang dilakukan saat anaknya kejang demam dengan

manaruh sendok di mulut anak, 3 orang mengatakan dengan mengkompres lalu di

berikan obat penurun panas dan 3 orang mengatakan sesegera mungkin anaknya di

bawa ke instalasi kesehatan terdekat (Wiharjo, 2019). Maka dari itu berdasarkan

uraian penulis diatas, penulis tertarik melakukan penelitian atau review dengan judul

“Literatur Review : Penanganan Pre-Hospital kejadian kejang demam pada balita”

1.2 Rumusan masalah

Bagaimanakah penanganan Pre-Hospital kejadian kejang demam pada balita

berdasarkan studi literature lima tahun terakhir?

1.3 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penanganan Pre-

Hospital kejadian kejang demam pada balita di lingkungan masyarakat berdasarkan

studi literatur dalam lima tahun terakhir.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejang Demam

2.1.1 Definisi Kejang Demam

Kejang demam umumnya didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada anak-

anak yang biasanya berusia 6 bulan hingga lima tahun disertai demam lebih dari 38°C

(100.4°F), yang tidak mempunyai bukti penyebab intrakranial (misalnya infeksi,

trauma kepala, serta epilepsi), penyebab kejang lainnya yang bisa dipengaruhi

(misalnya ketidakseimbangan elektrolit, hipoglikemia, penggunaan obat, atau

penghentian obat), atau riwayat kejang tanpa demam. Secara umum kejang demam

terjadi dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam, anak dengan kejang demam

beresiko terjadi kejang berikutnya. lebih kurang 30%-40% anak dengan kejang

demam mengalami kekambuhan pada masa kanak-kanak atau dibawah lima tahun,

puncak insiden kejang demam biasa terjadi pada anak usia 12-18 bulan sebab masih

mengalami kerentanan sistem saraf pusat pada masa perkembangan dan memproses

terhadap efek demam tinggi. Prognosis penyakit kejang demam tergolong kondisi

yang jinak serta dapat sembuh sendiri, namun masih harus dilakukan pemantauan dan

intervensi lanjutan terkait penyakit kejang demam yang biasa diderita oleh anak-anak

ini (Leung, Hon, dan Leung 2018).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut penelitian (Hasibuan, Dede, dan Dimyati 2020) . Kejang demam di

Klasifikasikan menjadi 2 bagian, Antaranya :

1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)

18
Kejang demam sederhana biasanya berlangsung secara singkat biasanya

kurang dari 15 menit dan tidak ada kejang yang berulang dalam 24 jam. Bentuk

umum kejang demam sederhana biasanya mengalami kehilangan kesadaran dan

kontraksi otot (kejang tonik-klonik). Kejang demam sederhana memiliki prognosis

yang baik, tidak menyebabkan kejadian kematian, terjadinya kelumpuhan atau

hemiplegia, terhambatnya kemampuan kognitif, dan terjadinya kecatatan pada

kesehatan mental. Resiko utama terkait dengan kejang demam sederhana adalah

terjadinya kekambuhan pada sepertiga anak dengan riwayat kejang demam

sebelumnya.

2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam kompleks berlangsung lebih dari 15 menit, umumnya terjadi

karena adanya kejang fokal dan parsial di salah satu sisi area otak dan

menyebabkan kejang berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang demam

kompleks biasanya didahului oleh kejang parsial dimana otak mengirimkan sinyal

listrik secara tiba-tiba dan berlebihan di salah satu area sisi otak secara tidak

terkendali yang mengakibatkan kehilangan kesadaran dan kontraksi otot dengan

waktu yang lama dan dapat mengakibatkan epilepsi. Meskipun kejang demam

kompleks jarang terjadi namun jenis kejang ini perlu diperhatikan dan diberikan

penanganan secara benar karena memiliki prognosis yang buruk, antaranya :

Resiko tinggi epilepsi, dan terkait dengan lesi struktural atau disfungsi otak

lainnya, Yang dapat menyebabkan kematian dan kelumpuhan.

19
2.1.3 Etiologi

Penyebab kejang demam adalah multifaktorial. Secara umum diyakini bahwa

kejang demam diakibatkan oleh kerentanan sistem saraf pusat (SSP) yang sedang

berkembang terhadap efek demam, dalam kombinasi dengan predisposisi genetik

yang mendasari dan faktor lingkungan. Kejang demam adalah respons yang

bergantung pada usia dari perkembangan sel otak yang belum sempurna menjadi

demam. Selama proses pematangan, ada peningkatan rangsangan saraf yang menjadi

predisposisi balita untuk mengalami kejang demam. Dengan demikian, kejang demam

terjadi terutama pada anak-anak usia balita ketika ambang kejang rendah. Dalam

penelitian menyebutkan bahwa keluarga dan saudara kembar menunjukkan bahwa

faktor genetik memainkan peran penting. Sekitar sepertiga balita dengan kejang

demam memiliki riwayat keluarga yang positif pernah mengalami kejang demam.

Risiko kejang demam akibat riwayat dari keluarga adalah sekitar 20% dengan

saudara kandung yang terkena dan sekitar 33% dengan orang tua yang terkena.

Tingkat kesesuaian adalah sekitar 35-69% dan 14-20% pada kembar monozigot dan

kembar dizigotik (Leung et al., 2018).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pada kebanyakan kasus, kejang demam terjadi dalam hari pertama demam.

Kejang yang terjadi 3 hari setelah timbulnya demam harus dicurigai. Pada saat kejang,

sebagian besar balita memiliki suhu 39°C. Kejang demam dapat diklasifikasikan

sebagai kejang sederhana atau kompleks berdasarkan durasi, karakteristik fisik, dan

pola kekambuhan. Kejang demam sederhana mencapai sekitar 80 –85% dari semua

kejang demam. Hilangnya kesadaran pada saat kejang adalah gambaran yang konstan.

Mulut berbusa, sulit bernapas, pucat, atau sianosis juga dapat terjadi. Biasanya, kejang

demam sederhana bersifat umum dan berhubungan dengan gerakan tonik-klonik

20
anggota badan dan bola mata berguling ke belakang. Kejang biasanya berlangsung

selama beberapa detik sampai paling lama 15 menit (biasanya kurang dari 5 menit),

diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca iktal, dan tidak berulang dalam 24

jam. Otot-otot wajah dan pernapasan sering terlibat.4 Serangan atonik dan tonik juga

telah dijelaskan. Sebaliknya, kejang demam kompleks biasanya berlangsung lebih

dari 15 menit. Kejang biasanya fokal (gerakan terbatas pada satu sisi tubuh atau satu

anggota badan). Ini mungkin berulang dalam hari yang sama. Kejang mungkin

memiliki periode mengantuk pascaiktal yang berkepanjangan atau berhubungan

dengan hemiparesis transien pascaiktal (Todd's palsy) (Leung et al., 2018).

2.1.5 Pathofisiologi

Pada saat kejang demam terjadi maka tubuh akan mengalami kenaikan suhu.

Setiap tubuh mengalami kenaikan suhu 1˚C maka akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal (energi yang dipakai untuk beraktivitas saat tubuh dalam keadaan

istirahat) 10-15% dan kenaikan kebutuhan O2 hingga 20%. Pada anak usia balita

sirkulasi didalam otak mencapai 65% dari seluruh tubuh lebih banyak dari orang

dewasa yang hanya 15% oleh karena itu, peningkatan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan membran sel neuron dalam waktu singkat dan cepat terjadi difusi dari

ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Dengan adanya peningkatan ion

kalium dan natrium akan menimbulkan aktifnya “Neurotransmitter” yang bertugas

merangsang kontraksi otot dan aktivitas hormon, perubahan yang terjadi secara tiba-

tiba ini dapat menimbulkan kejang (Susanti, 2018). Telah ditunjukkan bahwa

ketinggian suhu daripada kecepatan kenaikan suhu adalah faktor risiko yang paling

signifikan untuk pengembangan kejang demam pertama. Secara umum, semakin

tinggi suhu, semakin besar kemungkinan kejang demam. Balita dengan demam kejang

memiliki ambang kejang yang lebih rendah. Infeksi virus adalah penyebab demam

21
pada sekitar 80% kasus kejang demam, Antaranya : Roseola infantum (exanthem

subitum), influenza A, dan human coronavirus menimbulkan risiko tertinggi untuk

kejang demam. Virus saluran pernapasan atas infeksi saluran, faringitis, otitis media,

dan gastroenteritis Shigella adalah penyebab penting lain dari kejang demam (Leung

et al., 2018).

2.2 Konsep Penanganan Pre-hospitalisasi Kejang Demam

2.2.1 Penanganan pertama kejang demam

Penanganan pertama pre-hospital dengan kejadian kejang demam pada anak

dibawah lima tahun menurut penelitian (Wiharjo, 2019). Antara lain :

1. Penanganan pertama pre-hospital dengan sikap tetap tenang dan tidak panik dalam

melakukan tindakan.

Seorang ibu yang bersikap tenang dan tidak panik lebih bisa melakukan

tindakan untuk melakukan penanganan pertama bisa dilakukan dengan baik dan

berjalan dengan tenang. Ketika seseorang berada pada tingkat ansietas yang tinggi

maka tubuhnya akan membentuk respon kognitif yang diantaranya tidak dapat

berpikir logis, gangguan realitas, ketidakmampuan memahami kondisi. Sedangkan

respon perilaku dan emosi yang terjadi antaranya ketakutan dan kehilangan

kontrol/kendali.

Hal ini merupakan kunci penting dalam melakukan pertolongan pertama pada

kejadian kejang demam pada balita. Jika penolong berada dalam kondisi tenang

dan tidak panik maka jalan penanganan akan berlangsung dengan baik dan

berhasil menolong dengan tindakan secara benar dan meminimalisasi kerugian

yang dapat terjadi.

22
2. Penanganan pertama pre-hospital kejang demam pada balita dengan pengaturan

suhu.

Banyak ibu dan penolong tidak melakukan pengukuran suhu karena dianggap

tidak penting. Padahal pengukuran suhu tubuh pada kejadian kejang demam

sangat penting dilakukan untuk pencegahan dan pertolongan yang lebih lanjut.

Monitor suhu harus dipantau pada saat demam terjadi, saat kejang demam terjadi,

dan setelah kejang demam terjadi pada balita. Sehingga sebagai penolong dapat

memantau perkembangan kejang demam untuk tindakan lebih lanjut atau

pencegahan terhadap kejang demam susulan.

Karena masih banyak masyarakat yang kurang pengetahuan mengenai

pentingnya mengukur suhu tubuh pada balita yang mengalami kejang demam

maka tindakan yang dapat dilakukan adalah setelah anak telah sadar setelah

kejang demam, dapat dilakukan kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh.

3. Penanganan pertama pre-hospital dengan kejadian kejang demam pada balita

dengan penanganan pengaturan posisi

Sebagai penolong maka kita harus melakukan tindakan untuk menolong anak

dalam kondisi kejang demam. Karena gerakan balita pada saat kejang tidak dapat

dikontrol maka memposisikan anak ditempat yang aman penting untuk dilakukan.

Posisikan anak pada permukaan yang datar agar tidak membatasi pergerakan saat

kejang berlangsung. Saat balita kejang baiknya menghitung durasi kejang pada

anak untuk pengobatan lanjutan bila kejang berlangsung lebih dari 5 menit,

setelah anak sadar maka posisikan anak dengan posisi menyamping untuk

mencegah lidah anak menutup jalan napas.

4. Penanganan pertama pre-hospital dengan kejadian kejang demam pada balita

dengan menjaga kepatenan jalan napas.

23
Dalam penanganan kejang demam dengan menjaga kepatenan jalan napas terdapat

2 poin penting yang harus dilakukan :

a) Jangan memasukkan/menaruh apapun didalam mulut anak yang mengalami

kejang demam.

Saat kejang demam berlangsung mulut anak akan merapat karena tegangan

yang terjadi, maka tidak perlu untuk membuka paksa mulut hanya untuk

menempatkan/memasukkan benda dalam mulut yang bisa mengakibatkan

dampak buruk pada anak.

b) Poisikan miring kepala balita dengan hati-hati untuk pencegahan tertutupnya

jalan napas.

Normalnya anak yang mengalami kejang demam akan membutuhkan pasokan

oksigen yang adekuat untuk dibawa ke otak agar kadar oksigen dalam tubuh

terpenuhi. Maka dari itu, saat melakukan tindakan hal ini penting dilakukan

untuk meminimalisir terjadinya komplikasi atau kematian yang terjadi akibat

kejang demam. Dengan memiringkan kepala anak saat kejang demam terjadi

maka kemungkinan tersedak dan muntah yang akan terjadi akan lebih kecil.

2.2.2 Faktor Resiko

Menurut penelitian Ismet (2017) menjelaskan faktor-faktor terjadinya kejang

demam pada anak, antara lain :

1) Faktor resiko kejang demam pertama

Resiko terjadinya kejang demam pertama pada anak dapat terjadi dari

beberapa faktor. Faktor keturunan dari keluarga bisa menjadi pencetus terjadinya

kejang demam pada balita, selain itu kejang demam pertama rentan terjadi pada

bayi neonatus saat usia anak masih 0-28 hari. Faktor lain yang dapat

menyebabkan kejang demam pertama pada anak adalah anak dengan perawatan

24
khusus dan memiliki penyakit bawaan, balita yang mengalami masa

perkembangan yang lambat juga rentan terhadap resiko kejang demam karena

pembentukan sistem imun dan antibodi yang terlambat, balita dengan kadar

natrium serum yang rendah juga rentan akan resiko terjadi kejang demam karena

tubuh kekurangan natrium untuk menyerap cairan dan tidak bisa menjaga

keseimbangan cairan didalam tubuh, faktor resiko terakhir yang dapat

menyebabkan kejang demam adalah demam tinggi karena temperatur tubuh yang

terlalu tinggi atau melebihi batas normal suhu tubuh. Bila balita menderita lebih

dari 2 faktor, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.

2) Faktor resiko kejang demam berulang

Resiko terjadinya kejang demam berulang pada balita tergantung dengan

faktor-faktor resiko, di antaranya : adanya riwayat kejang sebelumnya dan riwayat

kejang dari keluarga, usia anak kurang dari 12 bulan sangat rentan mengalami

kejang demam berulang, temperatur tubuh yang rendah saat kejang pertama

berlangsung dan cepatnya waktu kejang setelah demam. Bila balita mengalami

seluruh faktor resiko tersebut, maka kemungkinan terjadinya kejang demam

berulang mencapai 80%. Jiika hanya terdapat satu faktor resiko, maka

kemungkinan balita mengalami kejang demam berulang mencapai 10-20%.

3) Faktor resiko kejang demam menjadi epilepsi

Resiko terjadinya epilepsi pada balita lebih tinggi, terjadi pada anak yang

mengalami kelaninan pada perkembangan yang jelas sebelum terjadi kejang

demam pertama. Faktor lainnya adalah adanya riwayat epilepsi yang terjadi pada

keluarga dan anak yang mengalami kejang demam kompleks. Balita yang

mengalami kejang demam tanpa memiliki faktor resiko epilepsi, kemungkinan

terjadinya epilepsi hanya sekitar 2%. Bila balita memiliki satu faktor resiko

25
epilepsi maka kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 3%, dan kejadian epilepsi

sebanyak 13% jika mengalami 2 hingga 3 faktor resiko.

2.2.3 Pencegahan kejang demam

Pencegahan kejang demam pada balita dapat dilakukan pada saat anak dengan

demam tinggi yang beresiko menjadi kejang demam atau anak dengan riwayat kejang

demam untuk mencegah terjadinya kejang demam berulang. Kejang demam terjadi

karena suhu tubuh anak yang melampaui batas normal atau terlalu tinggi, Cara untuk

mencegah terjadinya kejang demam pada balita adalah dengan melakukan cara

pencegahan yang dapat menurunkan suhu tubuh yang terlalu tinggi. Tindakan

penurunan suhu tubuh anak saat demam tinggi antara lain :

1) Water Tepid Sponge (WTS)

Water Tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan

kontrol kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang dilakukan

pada pasien yang mengalami demam tinggi. Metode konduksi yaitu perpindahan

panas dari suatu objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat

menyentuh yang hangat maka akan terjadi perpindahan panas melalui evaporasi,

sehingga perpindahan energi panas berubah menjadi gas. Contoh dari

metode konduksi dan evaporasi adalah penggunaan water tepid sponge. Pada

balita yang mengalami kejang demam salah satu cara untuk menurukan suhu

tubuh adalah dengan melakukan water tepid sponge atau kompres spoge dengan

air hangat. Dengan melakukan WTS maka suhu tinggi pada tubuh akan berpindah

pada media sponge basah yang direndam dengan air hangat. Jika saat balita

mengalami demam tinggi maka resiko terjadinya kejang demam akan semakin

besar, maka untuk melakukan pencegahan terjadinya kejang demam pertama

ataupun berulang saat mengalami demam tinggi maka tindakan Water tepid

26
sponge adalah salah satu jalan yang bisa dilakukan dirumah. Keefektifan water

tepid sponge terbukti dapat menurunkan suhu tubuh pada balita (Firmansyah,

Andan, 2021).

2) Pemberian obat pada saat demam

a. Pemberian Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko

terjadinya kejang demam, namun antipiretik tetap dapat diberikan saat balita

mengalami demam tinggi yang beresiko terjadinya kejang demam. meskipun

Antipiritek tidak memiliki bukti dapat mencegah terjadinya kejang demam,

namum pemberian obat antipiretik pada anak yang demam mampu untuk

menurunkan suhu tubuh anak dengan baik. Obat antipiretik yang biasa

digunakan adalah paracetamol dan ibuprofen. Dosis parasetamol yang

digunakan 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dengan anak yang

mengalami demam diataas 38˚C. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kg/kali, 3 – 4 kali

sehari, namun tidak dianjurkan untuk diberikan pada balita diusia kurang dari

18 bulan karena kandungan asam asetil pada ibuprofen dapat berdampak

terjadinya sindrom reye (Ismet, 2017).

b. Pemberian Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 – 60% kasus, begitu pula

dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu lebih dari

38,5˚C. Pemberian obat Antikonvulsan diindikasi bila kejang demam

menunjukkan salah satu dari hal berikut : kejang lama > 15 menit, kejangnya

fokal, adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, reterdasi mental ,

27
hidrosefalus. Pengobatan rumat boleh dipertimbangkan bila kejang 2 x/lebih

dalam satu hari , kejang pada umur < 1 tahun, dan kejang sangat sering ≥ 4

kali pertahun . 11,22 Antikonvulsan yang digunakan untuk pengobatan rumat

adalah fenobarbital ( 4 – 5 mg/kg/hari) atau asam valproat (20 – 40

mg/kg/hari) efektif menurunkan risiko berulangnya kejang (Ismet, 2017).

3) Kompres dingin pada Dahi, leher, ketiak dan lipatan paha

Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh pada anak. Kompres dingin

merangsang vasokonstriksi dan shivering sehingga pembuluh darah menjadi lebar

dan keadaan suhu tubuh menjadi normal. Selain itu proses normalnya suhu tubuh

karena pemberian kompres dingin terjadi karena adanya penangkapan sinyal oleh

hypothalamus melalui sumsum tulang sehingga tubuh mencapai normal.

Pemberian kompres dingin pada area lipatan efektif untuk menurunkan suhu anak

jika terjadi panas tinggi (Rahmawati dan Purwanto 2020).

4) Menjaga Hidrasi tubuh dengan asupan makanan

Pemberian asupan makanan dan minuman yang mengandung banyak air

efektif untuk menurunkan suhu tubuh pada balita yang mengalami demam tinggi

yang beresiko terjadi kejang demam pertama maupun berulang. Banyak

mengkonsumsi minum dan makan makanan berkuah atau buah- buahan yang

banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh dan minuman lainnya dapat

membantu menambah asupan cairan dalam tubuh dan menghindari hidrasi pada

balita. Balita yang mengalami panas tinggi akan rentan terjadi hidrasi karena

tubuh mengeluarkan banyak cairan berupa suhu tubuh yang tinggi, pemberian

makanan dan minuman yang mengandung banyak air dapat menjadi salah satu

langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada saat balita mengalami panas

tinggi yang beresiko kejang demam (Evis dan Zahroh 2018).

28
2.2.4 Penatalaksanaan kejang demam pre-hospital

Pada balita yang mengalami kejang demam langkah awal yang dilakukan adalah

tempatkan pada bidang yang datar agar memudahkan untuk pergerakan saat kejang

terjadi, usahakan pinggirkan barang tajam dan yang beresiko melukai. Saat kejang

demam terjadi hindari untuk memeluk atau melakukan tindakan yang meminimalisasi

pergerakan balita, dengan ditempatkan ditempat yang aman. Hal yang dilakukan

selanjutnya adalah memiringkan kepala balita yang mengalami kejang demam hal ini

dilakukan untuk mengatasi terjadinya aspirasi ludah dan lendir didalam mulut

membuka jalan nafas agar suplai oksigen tetap baik, bila perlu bisa gunakan oksigen

untuk membantu agar kejang demam tidak berlangsung lama karena suplai oksigen

yang berjalan ke otak tercukupi. Suhu balita yang terlalu tinggi harus segera

diturunkan dengan kompres atau pemberian obat antipiretik, jenis obat antipiretik

yang cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam. orang tua dapat

menggunakan diazepam rektal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5

mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan

lebih dari 10 kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7.5

mg untuk anak diatas usia 3 tahun (Ismet, 2017).

29
2.2.5 Komplikasi

Kejang demam pada balita dapat menyebabkan komplikasi penyakit jika tidak

diberikan penanganan dengan benar. Komplikasi yang banyak terjadi akibat kejang

demam adalah Sindrom epilepsi yang ditandai sekumpulan gejala dan tanda klinis

yang terjadi bersama-sama, meliputi jenis serangan, etiologi, anatomi, faktor

pencetus, umur onset, berat penyakit, dan kronisitas penyakit. Epilespsi biasanya

terjadi akibat terjadinya kejang demam kompleks dan dalam kondisi yang ditandai

dengan bangkitan berulang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan

interval waktu lebih dari 24 jam, akibat lepasnya muatan listrik berlebihan di neuron

otak (Hasibuan et al., 2020).

30
BAB 3

METODE

3.1 Strategi Pencarian Literature

Penelitian ini dilakukan dengan metode study literature review dengan cara

merangkum dari beberapa penelitian relevan yang dilakukan oleh peneliti lain untuk

mendiskripsikan fakta dari sumber yang terkait dan berkaitan dengan judul yang

diambil.

3.1.1 Kerangka Kerja

Metode yang digunakan dalam pembuatan study literature review ini adalah

dengan mengobservasi dan melaporkan kembali hasil study dengan memanfaatkan

framework PICOS dalam jurnal 5 tahun terakhir. Menurut (Ridwan et al., 2021) study

literature review adalah deskripsi mengenai literatur tertentu yang biasanya

ditemukan di buku ilmiah serta artikel jurnal. Umumnya berisi tinjauan tentang topik

penelitian, teori pendukung, permasalahan serta metode dan metodologi yang sesuai.

Framework PICOS yang digunakan untuk mengobservasi jurnal dijelaskan dengan

urutan sebagai berikut, “P” untuk kata Population, Problem, Patient menjelaskan

mengenai komunitas yang menaglami dampak pada artikel yang diobservasi, “I”

untuk kata Intervention menjelaskan mengenai penatalaksaan dan pengelolaan

masalah yang dapat muncul dalam artikel jurnal yang diobservasi, “C” untuk kata

Comparation dengan menggunakan penatalaksanaan lain sebagai pembeda.,O” untuk

kata Outcome dalam literature review ini merupakan hasil yang diperoleh pada

penelitian, “S” untuk kata Study Design merupakan kerangka penelitian dimanfaatkan

dalam jurnal artikel yang akan direview.

31
3.1.2 Kata Kunci (keyword)

Kata kunci (Keyword) merupakan kumpulan kata yang berupa kunci atau kode

yang digunakan untuk menghubungkan satu kata dengan kata yang lainnya dalam

pengumpulan artikel. Kata kunci (Keyword) bertujuan untuk memperluas dan

menentukam hasil pencarian, sehingga dapat memudahkan penulis untuk melakukan

pencarian artikel. Kata kunci (Keyword) yang digunakan dalam pencarian artikel

internasional penelitian ini adalah : SciencePub “Febrile seizure” , AND “First aid”

, AND “Children”. Sedangkan untuk artikel nasional kata kunci yang digunakan

adalah: Google Scholar, “Kejang demam”, DAN “penanganan”, DAN “Balita”,

DAN“Pre-Hospital”, DAN “Tatalaksana”.

3.1.3 Database atau Search Engine

Data yang digunakan dalam pembuatan Study Literature Review ini

menggunakan data sekunder yang diperoleh bukan dari melakukan penelitian secara

langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti

terdahulu. Sumber data sekunder yang dioeroleh berbentuk sebagai artikel ilmiah

yang relevan dan sesuai dengan topik yang dicari dengan menggunakan database

nasional mapupun internasional melalui Google Scholar, SciencePub.

32
3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Tabel 3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi menggunakan format PICOS

Kriteria Inklusi Eksklusi


Populasi/Problem Artikel dari jurnal nasional Artikel dari jurnal nasional
dan internasional yang dan internasional yang
berhubungan dengan berhubungan dengan
penanganan pre-hospital hosptalisasi penanganan
kejadian kejang demam pada kejadian kejang demam pada
balita. remaja.
Intervensi Tidak adanya intervensi pada Adanya tindakan intervensi
artikel jurnal yang di-review pada artikel jurnal yang di-
review.
Comporation Tidak terdapat faktor Ditemukan faktor
pembanding. pembanding.
Outcome Peningkatan pemahaman dan Peningkatan pemahaman
Penanganan pre-hospital dan Penanganan
kejadian kejang demam pada Hospitalisasi kejadian kejang
balita dilingkungan demam pada balita di Unit
masyarakat. Gawat Darurat.
Study Design Descriptive study, Study Study kualitatif :
Kualitatif, pra-eksperimentala. Book review
study, One-group pra-postb. Encyclopedia
test design c. Book Chapters
d. Conference abstracts
e. Conference info
Tahun terbit Jurnal, artikel atau buku yang Jurnal, artikel atau buku yang
diterbitkan pada tahun 2018- terbit sebelum tahun 2018
2022
Bahasa Menggunakan Bahasa Menggunakan selain Bahasa
Indonesia dan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Inggris.

33
3.3 Seleksi Studi dan Penelitian Kualitas

3.3.1 Hasil pencarian dan Literature review

Berdasarkan pencarian literature review yang diterbitkan oleh PubMed dan

Google Scholar. Untuk SciencePub menggunakan kata “Febrile seizure” , ”AND

“First aid” , AND, “Children”. peneliti menemukan 299 jurnal terkait yang

berkaitan dengan kata kunci tersebut, jurnal observasi yang tertera lantas diskrining

dan didapatkan 17 jurnal yang sesuai dengan topik dan versi 5 tahun terakhir

menggunakan bahasa inggris. Setelah peneliti melakukan skrining mengenai judul dan

abstrak yang sesuai ditemukan (n = 2). Sedangkan pada Google scholar menggunakan

kata kunci “Kejang demam”, DAN “penanganan”, DAN “Balita”, DAN“Pre-

Hospital”, Peneliti menemukan 6.620 artikel yang sesuai dengan kata kunci secara

keseluruhan, setelah dilakukan skrining didapatkan 4620 artikel untuk 5 tahun

terakhir, setalah melakukan skrining menganai judul dan abstrak yang sesuai dengan

judul ditemukan (n = 27). Jurnal yang akan dipublikasikan yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi, sebanyak jurnal yang akan dilakukan untuk literature review.

34
Jumlah penelitian
(n = 6.919)
Excluded (n = 253 )
Science Pub : (n = 299)
Problem/populasi :
Google Scholar : (n = 6.620)
a. Tidak sesuai dengan topik
(n = 113)
Outcome :
Seleksi jurnal dalam 5 tahun terakhir a. Tidak ada hubungan antara
dengan bahasa Indonesia dan bahasa pengetahuan masyarakat dengan
Inggris penanganan pre-hospitalisasi kejang
demam pada balita
(n = 4.637)
(n = 67)
PubMed : (n = 17)
Study design :
Google Scholar : (n = 4.620)
a. Book review

b. Encyclopedia

c. Book Chapters
Seleksi judul dan publikat
N = 265 d. Conference abstracts

Excluded (n = 22 )
a. Hasil penelitian yang tidak
Identifikasi abstrak
menyebutkan hasil secara rinci
N = 27 (n = 15)
b. Tujuan penelitian tidak sesuai
(n = 15)
c. Metode penelitian tidak dijelaskan
secara rinci
Artikel yang dapat dianalisis sesuai (n = 7)
dengan rumusan masalah dan tujuan
penulis
N=5

3.3.2 Gambar Alur Diagram Review Artikel

35
3.3.3 Daftar jurnal hasil pencarian

Study literature review ini menggunakan desain one group present pre test –

post test, descriptive study, quasi experimental research study, dan kuantitaif study

dengan mengumpulkan data hasil ekstrasi yang sesuai dan serupa dengan hasil yang

telah ditentukan untuk menjawab tujuan. Selanjutnya artikel penelitian yang

memenuhi syarat dirangkum sesuai dengankriteria inklusi dan dikumpulkan untuk

dibuat ringkasan artikel yang meliputi, Author penelitian, tahun artikel diterbitkan,

judul artikel, metode penelitian, hasil penelitian, database serta link dari artikel.

36
No. Author Tahun Volume, Judul Metode Hasil Literature Review Database
Angka (Desain,Sampel,Variabe
l,Instrumen, Analisis)
1. Hutri 2020 Volume Gambaran D: Hasil penelitian ditemukan bahwa Google Scholar
Engla 10, Issue 2 Penanganan Descriptive study sebagian responden telah melakukan
Resti, Pertama Kejang S: penanganan pertama kejang demam
Ganis Demam Yang Non probability sampling yang terdiri
Jurnal Ners Indonesia
Indriati, Dilakukan Ibu V: dari :
Arneliwati Pada Balita Pengetahuan tentang 1. Bersikap tetap tenang dan tidak panik
penanganan kejang (90,4%)
demam pada ibu dengan 2. Tidak melonggarkan pakaian anak https://
anak yang mengalami (86,5%)
kejang demam dari 3. Memiringkan kepala anak (69,2%) jni.ejournal.unri.ac.id/
berbagai aspek 4. Memasukkan sesuatu kedalam mulut
index.php/JNI/article/
I: anak (75,0%)
Identifikasi pengetahuan5. Tidak mengukur suhu tubuh anak view/7980
ibu mengenai penanganan (84,6%)
kejang demam pada ibu 6. Tidak mencatat lama kejang (92,3%)
dengan anak yang 7. Menyingkirkan benda tajam (71,2%)
mengalami kejang 8. Tidak memberikan diazepam rektal
demam dari berbagai (82,7%)
aspek 9. Membawa anak ke dokter atau
A : Analisis survey puskesmas (100%).
2. Made 2019 Volume 3, Pengalaman D: Hasil penelitian diperoleh dari Google Scholar
Rismawan Issue 2 Orangtua Study Kualitatif Informan berjumlah 11 orang yang
, Tentang Manfaat S: terdiri dari lima orang orang tua (ayah
IGNM Bawang Merah Purposive Sampling atau ibu). Diperoleh hasil :
Jurnal Riset Kesehatan
Kusuma Pada Anak Yang V: 1. Cara Pemberian Bawang Merah
Negara, Mengalami Pengalaman orang tua Sebagian besar informan pada Nasional
Ni Demam: Studi dalam pemanfaatan penelitian ini menyatakan bawang
Komang Fenomenologi bawang merah khususnya merah diberikan dengan cara

37
Tri untuk menurunkan dicampurkan bahan lain seperti
Agustini, demam anak minyak goreng tradisioanal Bali
I: (minyak tanusan) atau minyak kayu http://ojs.itekes-
Identifikasi pengalaman putih. Setelah dikupas kulit luarnya,
bali.ac.id/index.php/
orang tua terhadap bawang merah lalu diiris tipis-tipis.
pemberian bawang merah Irisan bawang merah inilah yang jrkn/article/view/175/98
pada anak untuk kemudian dicampurkan dengan bahan
menurunkan demam. lain tersebut. Se- lanjutnya, barulah
A: dibalurkan ke seluruh tubuh anak
Analisa Kualitatif in- terutama di daerah badan dan
deepth interview. punggung.
2. Waktu dan Lama Pemberian
Sebagian besar informan pada
penelitian ini menyatakan
memberikan balu- ran bawang merah
selama anak mulai demam sampai
dengan anak sudah tidak demam lagi.
Sebagian besar informan juga
menyatakan baluran dilakukan di
rentang waktu 10-15 menit.
Pernyataan
3. Manfaat yang Diperoleh Semua
informan pada penelitian ini
menyatakan bahwa pemberian
bawang merah bermanfaat
menurunkan demam yang dirasa- kan
oleh anak mereka. Hal inilah ysng
mem- buat para informan ini
melakukan kembali hal yang sama
setiap kali anak-anak mereka
mengalami demam

38
3. Kade Adi 2019 Volume 3, Pengalaman D: Hasil dari penelitian didapatkan dari Google Scholar
Widyas Issue 1 Keluaga Dalam Fenomologi deskriptif 12 orang tua dan keluarga pada anak
Pranata, Penanganan S: yang mengalami kejang demam,
Huang, Pertama Anak Purposive sampling adapun hal yang dilakukan adalah :
Jurnal Riset Kesehatan
Mei-Chih Yang Mengalami V: 1. Tidak melakukan apa-apa
Kejang Demam Penelitian ini bertujuan Hal ini disebabkan oleh dua fenomena Nasional
untuk menggali lebih yang terjadi, pertama karena
dalam tentang kurangnya pengetahuan untuk
pengalaman keluarga menangani kejang demam dan kedua,
dalam melakukan meskipun terdapat keluarga yang http://ojs.itekes-
penanganan pertama pada sudah mendapatkan pengetahuan
bali.ac.id/index.php/
anak yang mengalami kesehatan tentang penanganan kejang
kejang demam. demam baik saat anak mereka jrkn/article/view/146
I: melakukan pemerik-saan, imunisasi,
Mengidentifikasi lebih atau karena riwayat kejang demam
dalam tentang sebelumnya, namun karena kepanikan
pengalaman keluarga yang dialami akhirnya tidak
dalam melakukan terpikirkan untuk melakukan sesuatu.
penanganan pertama pada
anak yang mengalami “Dulu saat anak yang pertama
kejang demam. (kakak pasien) kejang sudah pernah
diberi-kan pengetahuan sama
A: dokternya… namun sudah lupa dan
Analisis survey tidak kepikiran untuk melakukan hal
itu karena saking paniknya…saya
juga tidak tahu kenapa semua itu
men-dadak hilang”
2. Melakukan sesuatu yang
terpikirkan.
Pada poin ini keluarga dapat
melakukan tindakan pertolongan yang

39
semampu mereka pikirkan. Antaranya
langsung membawa anak yang
mengalami kejang demam ke pusat
pelayanan kesehatan, keluarga yang
mencoba membuka tangan
anak yang kaku, melepaskan
pakaiannya dan menaruhnya di lantai
atau memberikan es
pada kakinya, memasukkan jari ke
mulut anak yang mengalami kejang,
membalur tubuh anak dengan bawang
merah dan minyak, menepuk dan
memanggil, membacakan doa-doa,
memasukkan sendok kedalam mulut

4. Hanaa I. 2019 Volume 3, Recognition of D: Hasil dari penelitian didapatkan dari Science Pub
El Sayed Issue 2 Parent’s Deskriptif study wawancara pada 75 orang tua di
Knowledge, S: Birket El Sabah Central Hospital
Attitude and Purposive sampling dengan anak menderita kejang
American Journal of
Practice V: demam. penanganan yang diberikan
Regarding The findings concluded adalah : Nursing Research
Febrile Seizures that there are needs for 1. Menempatkan anak di tempat yang
in Children teaching programs to datar dan aman (100%)
Under-Five enhance the knowledge, 2. Menggunakan termometer untuk
attitude and practice mengukur suhu (46,7%) http://
level of parents 3. Mengeluarkan sekret dari mulut dan
www.sciepub.com/
regarding febrile hidung sebelum dibawa ke rumah
seizures. sakit (13,3%) AJNR/abstract/11279
I: 4. Melakukan pijat jantung pada anak
Observasi pengalaman yang mengalami kejang (32%)
orang tua terhadap 5. Menghitung durasi kejang demam

40
anaknya yang menderita pada anak (86,7%)
kejang demam dan sikap
yang dilakukan saat anak
mengalami kejang
demam.

A:
Analisis Survey
5. Citra Hadi 2018 Volume 8, Pemanfaatan D: Hasil dari penelitian didapatkan Google Scholar
Kurniati,A Nomor Obat Herbal Kualitatif study bahwa minat terhadap pemanfaatan
tika Nur 2018 Penurun Panas S: obat herbal penurun panas sebesar
Azizah Pada Balita Sakit Purposive sampling 80%. Hal tersebut dimanfaatkan oleh
URECOL jurnal
Di Desa Kaliurip V: masyarakat karena faktor kepercayaan
Kecamatan Mengetahui pemanfaatan secara tradisional dan turun-temurun.
Purwojati obat herbal penurun Bahan herbal yang digunakan untuk
Kabupaten panas pada balita sakit di menurunkan demam pada balita http://
Banyumas Desa Kaliurip Kecamatan antara lain:
Purwojati Kabupaten 1. Kencur, digunakan sebanyak 5/6 ruas repository.urecol.org/
Banyumas. dihaluskan lalu dibalurkan ke seluruh
index.php/proceeding/
I: tubuh.
Observasi pemanfaatan 2. Bawang merah, 2 bawang merah article/view/412/403
obat herbal penurun diiris atau ditumbuk kemudian
panas pada balita sakit di dibalurkan ke seluruh badan terutama
Desa Kaliurip Kecamatan perut dan ubun-ubun dan Bawang
Purwojati Kabupaten merah diparut lalu diperas dan
Banyumas dibalurkan ke seluruh tubuh.
3. Dadap sereh, 1 lembar direndam di air
A: kemudian diletakkan di dahi, 3
thematic content analysis lembar direndam di air biasa
kemudian diletakkan di dahi, dan 1
lembar diremas kemudian diletakkan

41
di ubun2 dan perut
4. Buah pace, 1 lembar dicuci lalu
diletakkan di dahi

42
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, S. M., Sitorus, E., & Mertajaya, I. M. (2021). Penerapan Upaya Pencegahan dan

Penanganan Aspirasi Benda Asing dan Kejang Demam pada Anak di Rumah. 3, 653–661.

Evis, & Zahroh. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penanganan Pertama Pada Balita

Kejang Demam. Jurnal Ilmu Kebidanan (Journal of Midwifery Sciences), 7 nomor 2, 7–11.

https://jurnal.stikes-alinsyirah.ac.id/index.php/kebidanan/article/view/64/19

Firmansyah, Andan, D. (2021). Studi Kasus Implementasi Evidence-Based Nursing: Water Tepid

Sponge Bath Untuk Menurunkan Demam Pasien Tifoid. Jurnal Kesehatan, 14(00007).

Hasibuan, Dede, K., & Dimyati, Y. (2020). Kejang Demam sebagai Faktor Predisposisi Epilepsi

pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran, 47(9), Hal 669.

http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1191

Intan, N., & Putri, B. (2020). Literature Review : Pertolongan Pertama Dengan Kejadian Kejang

Demam Pada Anak Literature Review : Pertolongan Pertama Dengan.

Ismet, I. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(1), 41.

https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.2017.41-44

Laino, D., Mencaroni, E., & Esposito, S. (2018). Management of pediatric febrile seizures.

International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(10).

https://doi.org/10.3390/ijerph15102232

Leung, A. K. C., Hon, K. L., & Leung, T. N. H. (2018). Febrile seizures: An overview. Drugs in

Context, 7, 1–12. https://doi.org/10.7573/dic.212536

Puspitasari, J. D., Nurhaeni, N., & Allenidekania, A. (2020). Edukasi Meningkatkan Pengetahuan

dan Sikap Ibu dalam Pencegahan Kejang Demam Berulang. Jurnal Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (JPPNI), 4(3), 124. https://doi.org/10.32419/jppni.v4i3.186

Rahmawati, I., & Purwanto, D. (2020). Efektifitas Perbedaan Kompres Hangat Dan Dingin

Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu. Care : Jurnal

Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(2), 246. https://doi.org/10.33366/jc.v8i2.1665

43
Ridwan, M., Ulum, B., Muhammad, F., Indragiri, I., & Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, U. (2021).

Pentingnya Penerapan Literature Review pada Penelitian Ilmiah (The Importance Of

Application Of Literature Review In Scientific Research). Jurnal Masohi, 02(01), 42–51.

Susanti, S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An.F Dengan Kejang Demam di Ruang Rawat inap

Anak Rumah Sakit Dr.Achmad Mochtar Bukit Tinggi Tahun 2018. Journal of Chemical

Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

UNICEF-4-Child-Health-SOWC2021-EN. (n.d.).

Wiharjo, A. O. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua Pertolongan Pertama Kejang

Demam Pada Anak Usia Balita Di Ruang Aster Rsud Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Wijaya,

11(2), 59–70. https://doi.org/10.46508/jiw.v11i2.57

44

Anda mungkin juga menyukai