Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIK PROFESI

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI, BALITA DAN ANAK


PRA SEKOLAH

“PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TEPID SPONGE


PADA IBU TERHADAP PENANGANAN DEMAM PADA
BALITA DENGAN DIAGNOSI OBSERVASI FEBRIS
DI PUSKESMAS SUKAMERINDU (KOTA)“

DISUSUN OLEH :

MITA HERAWATI
NPM. 2126060020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


PROGRAM PROFESI STIKES TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021/2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK PROFESI READING JOURNAL TENTANG

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TEPID SPONGE


PADA IBU TERHADAP PENANGANAN DEMAM PADA
BALITA DENGAN DIAGNOSI OBSERVASI FEBRIS
DI PUSKESMAS SUKAMERINDU (KOTA)
TAHUN AKADEMIK 2021/ 2022

Bengkulu, Juli 2022

Mengetahui

Perseptor Akademik Perceptor Lahan Mahasiswa

Metha Fahriani, SST, M.Kes Mita Herawati

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wa barakaatuh


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu WaTta’ala
yang telah memberikan berkah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan reading journal berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tepid
Sponge Pada Ibu Terhadap Penanganan Demam Pada Balita Dengan
Diagnosi Observasi Febris Di Puskesmas Sukamerindu (Kota)”. Penulis
menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan laporan reading journal ini
tidak lepas dari bantuan, bimbingan, partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Metha Fahriani, SST, M.Kes selaku pembimbing reading journal yang telah
membimbing dan memberikan saran dalam pembuatan reading journal.
2. ………………., selaku perseptor lahan yang telah memberikan saran dan
kritik dalam perbaikan laporan praktik ini
3. Sumber literature dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam
pembuatan reading journal.
Penulis menyadari dalam penyusunan reading journal ini masih belum
sempurna, sehingga saran dan masukan untuk perbaikan ini sangat penulis
harapkan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh

Bengkulu, Juli 2022

Penulis

DAFTAR ISI

iii
Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................v
LAMPIRAN..............................................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Skala 2
C. Kronologi.......................................................................................................3
D. Solusi 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuhan Kebidanan........................................................................................4
B. Tabel Reading Journal.................................................................................6
C. Hasil Asuhan Kebidanan dan Reading Journal............................................7
D. Teori..............................................................................................................8
BAB III. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan....................................................................................................10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

iv
Halaman

Tabel 1 Reading Jurnal.................................................... 6

DAFTAR LAMPIRAN

v
Lampiran 1 Jurnal

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomis (Kemenkes RI, 2019).

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan

pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan, termasuk perbaikan gizi terutama

melalui percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi, mendorong peran

serta peduli terhadap lingkungannya, didukung oleh sarana kesehatan yang

cukup memadai (Kemenkes RI, 2019)

Pada masa balita pertumbuhan mental dan intelektual berkembang

pesat dan sering dikatakan balita adalah masa Gold Period dimana terbentuk

dasar-dasar kemampuan keinderaan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan

mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Penyakit yang

umum diderita balita hampir dipastikan pada suatu saat menyerang, antara lain

demam, infeksi saluran napas, dan diare. Namun yang sering membuat orang

tua khususnya ibu segera membawa anaknya berobat adalah demam dan diare

(Wong, 2018). World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah

kasus demam di seluruh Dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu

1
2

kematian tiap tahunnya (Setyowati, 2013). Data kunjungan ke fasilitas

kesehatan pediatrik di Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa

karena menderita demam. (Kemenkes RI, 2019)

Penelitian oleh Setiawati (2019) menunjukkan bahwa sebagian besar

anak usia 3 bulan sampai 36 bulan mengalami serangan demam rata- rata

enam kali pertahunnya (Setiawati, 2019). Balita yang mengalami demam di

Asia sekitar 10-15% yang berhubungan dengan gejala-gejala atau tanda dari

suatu penyakit (Graneto, 2020). Kejadian ini terjadi pada rentang usia 1 bulan

sampai 5 tahun dimana insiden kejadiannya paling banyak terjadi pada usia 14

– 18 bulan. Insidensi dan prevalensi kejadian demam tiap-tiap Negara

berbeda. Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2% -

5%. Bila dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa, insidensi demam

di Asia meningkat dua kali lipat. Di Jepang angka insidensi demam cukup

tinggi yaitu bersekitar 8,3% - 9%, bahkan di Guam insiden demam mencapai

14% (Faris. 2009).

Demam juga bisa saja terjadi sehabis anak mendapatkan imunisasi.

Pengukuran suhu tubuh diberbagai tubuh memiliki batasan nilai atau derajat

demam yaitu axila/ketiak >37,2oC, suhu oral/mulut >37,8oC, suhu rektal/anus

>38oC, suhu dahi dan suhu dimembran telinga diatas 38oC. Pengukuran suhu

pada oral dan rektal lebih menunjukkan suhu tubuh sebenarnya, namun hal ini

tidak direkomendasikan kecuali benar-benar dapat dipastikan keamanannya

khususnya pada anak-anak (Mansur, 2014).


3

B. Skala

Penderita demam di Indonesia sebanyak 465 (91.0%) dari 511 ibu

yang memakai perabaan untuk menilai demam pada anak mereka sedangkan

sisanya 23,1 saja menggunakan thermometer. Menurut Laporan Tahunan Data

Kesakitan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin pada tahun

2015 penyakit demam pada balita usia1-4 tahun sebanyak 3.525 kasus.

Sedangkan untuk tahun 2016 penyakit demam pada balita usia 1-4 tahun

mencapai 3.613 kasus. Selain itu, berdasarkan Laporan Tahunan Data

kesakitan yang diperoleh dari Puskesmas Terminal Banjarmasin, pada tahun

2015 penyakit demam pada balita usia 1- 4 tahun sebanyak 120 kasus.

Sedangkan pada tahun 2016 penyakit demam pada balita usia 1-4 tahun

sebanyak 115 kasus. Demam adalah tanda bahwa tubuh sedang melawan

infeksi atau bakteri yang membuatnya sakit. Demam tersebut bisa terjadi

pertanda bahwa sistem imunitas anak berfungsi dengan baik. (Setyowati,

2019)

C. Kronologi

Balita adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya untuk belajar mandiri. Penyakit yang

umumnya menyerang bayi dan balita antara lain demam, batuk, pilek dan

diare (Dewi dan Meira, 2016). Berbagai penyakit seperti diare, demam, batuk

dan pilek biasanya semakin mewabah pada masa peralihan. Terjadinya


4

perubahan cuaca tersebut mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak.

Kondisi anak dari sehat menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi untuk

meningkatkan suhu yang disebut sebagai demam (Kania, 2018)

Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu diatas 37,5ºC. Demam

dapat membaik, namun pada sebagian kecil kasus demam merupakan tanda

dari masalah penyakit yang serius yang menyebabkan kematian balita di

Inggris. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan jumlah kasus

demam di seluruh Dunia mencapai 18-34 juta. Anak merupakan yang paling

rentan terkena demam, di hampir semua daerah endemik, insidensi demam

banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Suriadi, 2019)

D. Solusi

Penanganan demam pada balita sangat tergantung pada orang tua

terutama ibu. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian dalam hal mengasuh,

membimbing dan mengawasi perkembangan anaknya kearah yang lebih baik

(Harjaningrum. 2004). Karakteristik ibu merupakan salah satu bagian yang

dapat menunjang pencegahan demam pada anak. Ibu adalah bagian integral

dari penyelenggaraan rumah tangga yang dengan kelembutan dan

kehalusannya dibutuhkan untuk merawat dan mengasuh anak secara terampil

agar anak tumbuh dengan sehat. Begitu juga ketika anak mengalami demam,

ibu harus mempunyai sikap yang baik dalam memberikan perawatan, dapat

menumbuhkan penanganan yang terbaik bagi anaknya. Perilaku ibu

merupakan hal yang sangat penting, karena penggunaan sarana kesehatan


5

untuk anak berkaitan erat dengan pengetahuan dan perilaku ibu tentang

kesehatan. Perilaku ibu tersebut mempengaruhi tindakan ibu jika anak sakit

dalam hal ini adalah demam. Demam pada balita sering membuat orang tua

khususnya ibu stress, cemas, panik, dan ketakutan yang membuat ibu

membawa anak ke dokter (Faris, 2019)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Kebidanan
Hari/tanggal : Kamis/ 28 Juli 2022
Tempat : Puskesmas Sukamerindu (Kota)
Jam : 08.00 WIB
Pengkaji : Mita Herawati
Identitas
Nama : An. E

Umur : 2 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

S:
Ibu mengatakan :
- Ibu mengatakan anaknya bernama An. E
- Ibu mengatakan anaknya berumur 2 tahun
- Ibu mengatakan ingin memeriksakan anaknya yang
berumur 2 tahun karena badannya panas sejak 4 hari
yang lalu, panasnya naik turun dan panas demam tinggi
pada malam hari.
- Ibu mengatakan saat ini anaknya panas, tidak mau
makan dan rewel
- Ibu mengatakan baik dari pihak ibu atau pihak ayah
tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan misal
kencing manis, hipertensi, asma, dan tidak ada yang
mempunyai penyakit menular misalkan hepatitis, TBC,
HIV/AIDS.

4
5

O:
1. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

1) Keadaan Umum : Cukup

2) Kesadaran : Composmentis

3) TTV :

R : 36x/menit

S : 38,80C

N : 110x/menit

BB : 9 kg

b. Pemeriksaan Sistematik

1) Kepala : Bersih, rambut lurus berwarna hitam

2) Muka : Agak pucat

3) Mata : mata sayu, agak cekung, tidak ada oedema

4) Telinga : simetris, tidak ada serumen

5) Hidung : simetris, tidak ada benjolan

6) Mulut : lidah agak kotor, bibir kering

7) Leher : tidak ada benjolan dan tidak ada kelainan

8) Dada : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada whezing

9) Perut : turgor pada perut jika dicubit kembalinya lambat

(kurang lebih 5 detik), sedikit kembung

10) Ekstremitas : simetris, tidak ada oedem, tidak ada

kelainan, baik tangan maupun kaki bisa digerakkan


6

A:
An. E usia 2 tahun dengan febris

P:
Jam Penatalaksanaan Paraf
08.00 WIB 1. Melakukan pemeriksaan awal
( )
Anamnesa, menanyakan keluhan dan riwayat

penyakit pasien dan keluarga

Melakukan pemeriksaan TTV dengan hasil :

R : 36x/menit

S : 38,80C

N : 110x/menit

Melakukan pemeriksaan fisik

2. Memberitahu keluarga pasien hasil pemeriksaan

yaitu anak dengan febris

3. Beritahu keluarga tentang bahaya febris pada anak

yaitu :

a. Merusak sel saraf otak

b. Potensial terjadi gangguan pemenuhan nutrisi

c. Potensial terjadinya kejang

4. Beri motivasi kepada keluarga tentang tatalaksana

anak dengan febris, yaitu kompres hangat apabila

anak panas 370C untuk menghindari kejang

5. Kolaborasi dengan dokter jaga untuk tindakan


7

lajutan :

a. Observasi demam

b. RL 12 tetes per menit

c. Ceftriaxone 1x 450 mg + NaCl 0,9% 100 cc

d. Ranitidine 2x 0,7 cc

e. Ondansenton 2x 0,7 cc

f. Konsul sp. A

g. Paracetamol 15 cc IIV / 4 jam

h. Stesoid 10 mg secara IV diberikan bila kejang

6. Lakukan tindakan sesuain advice dokter

a. Setelah dilakukan observasi demam

b. O2 terpasang 3 l/m

c. Pasien telah dipasang infus

d. Pasien telah ditempatkan ditempat yang ada

pengaman

e. Telah diberikan terapi sesuai advice

f. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium

7. Rencana tindak lanjut

a. Bila terjadi kejang lapor pada petugas

b. Bila terjadi demam tinggi >400C lapor pada

petugas

c. Konsultasi lanjutan dengan dokter spesialis

anak diruang perawatan


8

8. Mengantar pasien ke ruang rawat inap anak-anak

9. Pendokumentasian
7

B. Tabel Reading Journal

Tabel 1 Reading Journal

Nama Penulis Jurnal Judul Populasi Intervensi Comparasion Outcome Time

Asmarawanti, JURNAL PENGARUH 17 responden Balita Febris Hasil yang didapatkan dalam
Tri Chandra KAMPUS PENDIDIKA penelitian ini yaitu p-value =
Sugihartono STIKes YPIB N
0.001. penelitian ini
Majalengka # KESEHATAN
Volume VII No. TEPID menunjukan terdapat
14Oktober 2018 SPONGE pengaruh pendidikan
PADA IBU kesehatan pada ibu terhadap
TERHADAP penanganan demam pada
PENANGAN balita dengan diagnosis
AN DEMAM observasi febris di Ruang Ade
PADA
BALITA Irma Suryani RSUD Sekarwangi
DENGAN Kabupaten Sukabumi.
DIAGNOSI
OBSERVASI
FEBRIS DI
RUANG ADE
IRMA
SURYANI
LANTAI 1
RSUD
SEKARWAN
GI
KABUPATE
N
SUKABUMI
C. Hasil Asuhan Kebidanan

Hasil asuhan kebidanan didapatkan bahwa Hasil pemeriksaan data

obyektif didapatkan bahwa keadaan umum cukup, kesadaran composmentis,

Nadi 110 x/menit, Respirasi 36 x/menit, Suhu 38,80 C. An. E usia 2 tahun

dengan febris, hasil pemeriksaan dokter anak demam 38,80C dan kulit

memerah pada bagian leher dan perut serta batuk. Tindakan dokter yang

dilakukan untuk mengatasi masalah adalah observasi demam dan batuk, terapi

cairan IV Line, pemberian obat anti priner melalui IV

Penatalaksanaan yang diberikan yaitu Melakukan pemeriksaan awal,

Memberitahu keluarga pasien hasil pemeriksaan yaitu anak dengan febris,

Beritahu keluarga tentang bahaya febris, Beri motivasi kepada keluarga

tentang tatalaksana anak dengan febris, yaitu kompres hangat apabila anak

panas 370C untuk menghindari kejang, Kolaborasi dengan dokter jaga untuk

tindakan lajutan, Lakukan tindakan sesuain advice dokter, Rencana tindak

lanjut, Mengantar pasien ke ruang rawat inap anak-anak dan

Pendokumentasian

D. Teori

1. Definisi

Febris atau demam adalah suatu keadaan dimana pengeluaran

produksi panas yang tidak mampu untuk dipertahankan karena terjadinya

peningkatan suhu tubuh abnormal. Menurut Munandar (dalam Dewi &

Meira, 2016)), demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal yaitu
lebih besar dari 370 C pada orang yang istirahat total ditempat tidur

sedangkan pada orang dengan aktivitas sedang, bersuhu di atas 37,2 0C.

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari

yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus

(Dewi & Meira, 2016).

Menurut (Kania, 2018), derajat suhu yang dapat dikatakan demam

adalah rectal temperature ≥ 38,00 C atau oral temperature ≥ 37,50 C atau

axillary temperature ≥ 37,20 C. Jadi dapat disimpulkan bahwa febris adalah

kenaikan suhu tubuh > 370 C pada orang isitirahat dan 37,20C pada orang

yang beraktivitas karena terganggunya hipotalamus dengan adanya

peningkatan produksi panas atau tubuh tidak mampu mempertahankan

keseimbangan suhu normal.

2. Etiologi

Etiologi demam dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor infeksi

dan faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi

bakteri, virus, jamur, atau parasit. Infeksi bakteri yang pada umunya

menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pnemonia, bronkitis,

osteomyelitis, appendisitis, TBC, bakteremia, sepsis, bakterial

gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi

saluran kemih, dll. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan

demam antara lain viral pneumonia, influenza, DBD, chikungunya, H1N1,

coccidioides imitis. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan


demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Suriyadi,

2019)

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal

antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan eksternal yang ekstrim

terlalu tinggi atau terlalu rendah, keadaan tumbuh gigi), pada anak-anak

dalam pemberian imunisasi, penyakit autoimun, keganasan, dan

pemakaian obat-obatan (antibiotik, antihistamin) (Outzen, 2019). Menurut

Outzen, (2019), penyebab dari faktor non infeksi adalah gangguan sistem

saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera

hipotalamus,dll.

3. Klasifikasi

Demam terbagi atas beberapa tingkatan :

a. Demam ringan : suhu badan berkisar antara 370 – 380C

b. Demam sedang : suhu badan berkisar antara 380 – 390C

c. Demam : suhu badan berkisar antara 390- 400C

d. Demam tinggi : suhu badan diatas 400C (Suriyadi, 2019)

Tipe-tipe demam:

a. Continued fever (febris continua) : suhu tubuh terus-menerus diatas

normal. Gejala ini ditemukan pada lobar pnemonia, typus, dll.

b. Remittent fever (febris remittent) : suhu tubuh tiap hari turun naik

tanpa kembali normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit purulent,

kadang-kadang pada TBC.


c. Intermittent fever (febris intermittent ): suhu tubuh tiap hari kembali

(bawah) normal, kemudian naik lagi. Gejala ini ditemukan pada

penyakit malaria

d. Hectic fever (febris hectica): memiliki fluktuasi temperatur yang

jauh lebih besar daripada remittent fever, mencapai 20C – 40C. Hal

ini ditandai dengan menurunya temperatur dengan cepat ke normal

normal atau dibawah normal, biasanya disertai dengan pengeluaran

keringat yang berlebihan. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru

dan sepsis.

e. Recurrent fever (febris recurrens) : demam yang kambuh

f. Undulant fever : ditandai dengan kenaikan suhu tubuh secara

berangsur yang diikuti dengan penurunan suhu tubuh secara

berangsur pula sampai normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit

bruse losis.

g. Irreguler fever : ditandai dengan variasi diural yang tidak teratur

dalam selang waktu yang berbeda. Gejala ini ditemukan pada

demam rematik, disentri, influenza, sepsis, rheumocarditis,dll.

h. Inverted fever : suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam

hari. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru,sepsis, dan bruse

losis. (Suriyadi, 2019)

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis berdasarkan fase demam (Mclntyre.J, 2018) :

a. Fase 1 awal (dingin/menggigil)


1) Peningkatan denyut jantung

2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan

3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot

4) Peningkatan suhu tubuh

5) Pengeluaran keringat berlebih

6) Rambut pada kulit berdiri

7) Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah

b. Fase 2 (proses demam)

1) Proses menggigil hilang

2) Kulit terasa hangat /panas

3) Merasa tidak panas/ dingin

4) Peningkatan nadi

5) Peningkatan rasa haus

6) Dehidrasi

7) Kelemahan

8) Kehilangan nafsu makan (jika demam meningkat)

9) Nyeri pada otot akibat katabolisme protein

c. Fase 3 pemulihan

1) Kulit tampak merah dan hangat

2) Berkeringat

3) Menggigil ringan

4) Kemungkinan mengalami dehidrasi

5. Pemeriksaan Diagnostik
Penegakan diagnostik pada demam ada beberapa cara mulai dari

anamnesa, pemeriksaan penunjang lainnya. Anamnesa meliputi mengkaji

riwayat penyakit seperti : sejak kapan timbul demam, gejala lain yang

menyertai demam (misalnya: mual muntah, nafsu makan, diaforesis,

eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau

lhetargi, upaya yang harus dilakukan.

Pemeriksaan penunjang pada pasien demam menurut (Kania, 2018)

yaitu:

a. Pemeriksaan leukosit : pada kebanyakan kasus demam jumlah leukosit

dalam batas normal, kadang-kadang terdapat leukositosis namun tidak

ada komplikasi atau infeksi sekunder.

b. Pemeriksaan SGOT & SGPT : sering meningkat

c. Uji widal : merupakan salah satu pemeriksaan untuk menguji reaksi

antigen dan antibodi/aglutinin. Agglutinin yang spesifik terdapat

salmonella terdapat serum demam pasien.

Pemeriksaan laboratorium febris menurut (Mclntyre.J, 2018)

dilakukan pemeriksaan darah lengkap, seperti Hb, Ht, dan lekosit. Pada

pasien demam kadar Hb mengalami penurunan, sedangkan pada Ht dan

leukosit mengalami peningkatan. LED meningkat pada pasien demam

yang tidak diketahui penyebabnya .

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada demam ada dua kategori yaitu penalaksanaan

non farmakologi dan penatalaksanaan farmakologi (Dewi & Meira, 2016).


a. Penatalaksanaan secara non farmakologi

1) Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala

setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering

terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak

cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-

kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan

berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu

mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat

rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian,cacat seumur hidup

dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.

2) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan

3) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan

4) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai

oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel –sel otak.

5) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya.

Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare

menyesuaikan),air buah atau air teh.Tujuannnya adalah agar cairan

tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh

gantinya.

6) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang

7) Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha.

Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh

anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi


karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain

kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat

pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar.

Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi

(keracunan).

8) Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat

suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka

suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan

bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan

menurunkan kontrol pengatur suhu diotak supaya tidak

meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan

luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit

melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori

kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari

tubuh (Dewi & Meira, 2016).

b. Penatalaksanaan secara farmakologi

1) Paracetamol (para acetoaminophenol)

Suatu obat untuk mengurangi demam dan nyeri . obat ini aman

bagi bayi dan anak sesuai kebutuhan. Obat ini dimetabolisme

dihati. Parasetamol dapat diberikan setiap 6 jam sesuai kebutuhan.

Dosis parasetamol berdasarkan berat badan. Dosis 10-15 mg/kg

BB perkali pemberian, maksimal 60 mg/kgbb per hari.

a) Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamo


b) .Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1

½sendokteh sirup parasetamol

c) Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau

2sendok the sirup parasetamol (Kania, 2018)

2) Ibuprofen

Ibuprofen diberikan pada konsisi demem tinggi (>40 C) demam

yang tidak responsif terhadap pemberian parasetamol, atau demam

yang disertai dengan peradangan. Dosisnya 5-10 mg/kgbb perkali

pemberian, maksimal 40 mg/kgbb. (Kania, 2018)

7. Komplikasi

Komplikasi febris diantaranya:

a. Takikardi

b. Insufisiensi jantung

c. Insufisiensi pulmonal

d. Kejang demam (Suriyadi, 2019)


BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil reading journal dapat ditarik kesimpulan bahwa febris/ demam

adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal yaitu lebih besar dari 37 0 C pada

orang yang istirahat total ditempat tidur sedangkan pada orang dengan

aktivitas sedang, bersuhu di atas 37,20C. Demam adalah peninggian suhu

tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan

peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus

B. Saran

Hasil reading journal ini dibutuhkan perlakuan dan penanganan

tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini

dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat

maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.

Penanganan demam dengan cara di pijat memang tidak salah, akan tetapi

apabila penanganan demam dengan cara pijat yang lebih diutamakan

dibandingkan pengananan farmakologis hal ini akan berdampak buruk bagi

anak, bahkan dapat membahayakan keselamatan anak dan akan menimbulkan

komplikasi seperti hipertermi, kejang demam dan penurunan kesadaran

(Unicef, 2018).

DAFTAR PUSTAKA
Dewi & Meira. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

Faris. (2019). Memahami Demam Dengan Baik.


http://klinikkeluargasehat:wordpress.com/20 09/03/23/demam

Graneto. (2020). Pediatric Fever Chicago College of Osteopathic Medicine.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/

Kania. (2018). Penatalaksanaan Demam Pada Anak. Bandung

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI.

Mclntyre.J. (2018). Management Of Fever In Childern. Arch Dis Child.

Outzen. (2019). Management Of Fever In Older Adults. Journal Of


Gerontological Nursing.

Setiawati. (2019). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh dan
Kenyamanan Pada Anak Usia Pra Sekolah dan Sekolah yang Mengalami
Demam di Ruag Perawatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
Tahun 2009, Skripsi Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan.
http://www.digilib.ui.ac.id

Setyowati, L. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan


Penanganan Demam Pada Anak Balita di Kampung Bakalan Kadipiro
Banjarsari Surakarta,Skiripsi. STIKES PKU Muhammadiah Surakarta.
http://stikespku.com/digilib/files/disk1/1/stikes%20pku--linasetyow-44-1-
20101292.pdf

Suriyadi. (2019). Askep pada Anak. Edisi 2. Jakarta : PT Rineka Cipta

Wong, Donna L. (2018). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta:


Perpustakaan Nasional.
L
A
M
P
I
R
A
N

Anda mungkin juga menyukai