Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN CASE BASED DISCUSSION (CBD) Page | 1

STASE REMAJA dan PREMEOPAUSE


JUDUL KASUS : ASUHAN KEBIDANAN PADA An. R UMUR 15 BULAN
DENGAN ISPA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Dosen Pembimbing Pendidikan: Metha Fahriani S.ST., M.Kes

Disusun Oleh:
Nama : Riza Saudaryanti
NPM : 212 60 600 33. P

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI


STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2021/2022

i1
Page | 2

LAPORAN CASE BASED DISCUSSION (CBD)

STASE BAYI, BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH


JUDUL KASUS : ASUHAN KEBIDANAN PADA An. R UMUR 15 BULAN
DENGAN ISPA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Bengkulu, Agustus 2022


Pembimbing Pendidikan Preceptor Lahan Mahasiswa
TTD TTD TTD

(Metha Fahriani, S.ST.,M.Kes) (Yulismita, S.ST) (Riza Saudaryanti)

2ii
Page | 3

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................... i


Halaman Pengesahan................................................................. ii
Daftar Isi.................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................ 4
BAB II Tinjauan Teori Tinjauan Teori...................................... 7
BAB III Dokumentasi SOAP Dan Rencana Tindak Lanjut .....14
BAB IV Pembahasan ................................................................19
BAB V Kesimpulan ..................................................................20

iii3
BAB 1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang angka kejadiannya cukup tinggi di dunia. Hal ini

disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena

ISPA khususnya pneumonia. Kurangnya perhatian terhadap penyakit ini

menyebabkan pneumonia menjadi pembunuh utama khususnya pada anak

di bawah usia lima tahun (balita) (Kemenkes RI, 2012).

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut

para ahli daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa yang

disebabkan karena system pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila

dalam satu rumah anggota keluarga terkena penyakit menular seperti batuk

pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah,

proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA

mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi

menyebabkan kecacatan seperti Otitis Media Akut (OMA) dan mastoiditis.

Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal seperti pneumonia (Anonim,

2010: 111). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA

pada balita , antara lain phbs ibu yang buruk dan lingkungan fisik rumah

yang kurang baik. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian

penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, kepadatan

1
2

penghuni, dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu,

2006).

Menurut WHO (2016) kasus ISPA di seluruh dunia sebanyak 18,8

miliar dan kematian sebanyak 4 juta orang per tahun. Tingkat mortalitas

penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak-anak, dan orang lanjut usia

terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan

menengah. Kasus ISPA di Indonesia pada tahun 2015 menempati urutan

pertama sebanyak 25.000 jiwa se-Asia Tenggara pada tahun 2015 (WHO,

2016).

Program Pemberantasan ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia. Pneumona di bagi atas

derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia Berat dan Pneumonia tidak

berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit

jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan Pneumonia.

Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan

akut lebih difokuskan pada penemuan dini dan tatalaksana kasus yang

cepat dan tepat terhadap penderita ISPA balita yang ditemukan. Jumlah

balita penderita ISPA di Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2016 yaitu

12.087 Balita atau 27,3% dari jumlah perkiraan kasus ISPA pada balita.

Cakupan penemuan penderita ISPA tetap rendah, hal ini dikarenakan

kurangnya tenaga terlatih MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit),

keterbatasan pembiayaan, ISPA merupakan pandemik yang dilupakan/

tidak di prioritas sedangkan ISPA merupakan masalah multisektoral.


3

Gejala ISPA sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga kesehatan

yang terlatih (Kemenkes RI, 2016).

Prevalensi menurut diagnosis dokter, penderita ISPA yang tercantum

di dalam hasil Riskesdas 2018 sebesar 6%, dan dari data yang sama

menunjukan bahwa penderita ISPA yang diagnosis dokter dan

menunjukkan gejala sebesar 10% dari penderita ISPA yang melakukan

pemeriksaan secara rutin (Riskesdas, 2018).

Secara umum ada 3 faktor terjadinya ISPA yaitu, faktor lingkungan,

faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi

pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan

hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan

lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor

perilaku yang dapat menimbulkan risiko terjadinya ISPA adalah

penggunaan bahan bakar, dan perilaku merokok. Praktek penanganan

ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga

lainnya sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit

ISPA pada bayi dan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).

Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA. Lingkungan fisik rumah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi faktor resiko penularan

penyakit berbasis lingkungan. Berdampak pada kesehatan balita yang

rentan terhadap penyakit. Di wilayah perkotaan juga dapat

mempengaruhi
terjadinya ISPA. Hal ini di sebabkan di desa masih sebagian rumah

ventilasi kurang memadai, berdinding dari kayu, kurangnya lubang

asap dapur. Selain itu, keberadaan penggunan obat nyamuk bakar

dalam rumah akan menghasilkan asap atau bau yang mengganggu

pernapasan sehingga diduga dapat menjadi faktor resiko timbulnya

penyakit ISPA pada balita.

Berdasarkan permasalahan diatas perlu memperhatikan

lingkungan fisik rumah seperti luas ventilasi rumah, jenis lantai,

jenis dinding, kepadatan hunian kamar, kepemilikan lubang asap

dapur, serta mengurangi penggunaan obat nyamuk bakar dalam

rumah.

Melihat masalah di atas dan mengingat pentingnya menjaga

keehatan kondisi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat,

maka penulis tertarik untuk mengambil kasus ini.

B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan case base discussion ini adalah untuk
melatih penalaran klinis dan menekankan pemecahan masalah yang terdapat
pada kasus yang ditemukan saat melaksanakan praktik klinik kebidanan yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Pada An.R Usia 15 Bulan dengan ISPA” dengan
penyusunan laporan secara terstruktur dan sistematis
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

2.1.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran

yang terjadi pada pernafasan bagian atas yang meliputi mulut,

hidung, tenggorokan, laring (kotak suara) dan trakea (batang


tenggorokan). Gejala dari penyakit ini antara lain: sakit

tenggorokan, beringus (rinorea), batuk, pilek, sakit kepala, mata

merah, suhu tubuh meningkat 4-7 hari lamanya (Mumpuni, 2016).

Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang

akan cepat sembuh dengan sendirinya dalam waktu suhu sampai dua

minggu, tetapi penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala

gawat) jika dibiarkan dan tidak segera ditangani.

2.1.2 Penyebab Terjadinya ISPA

Penyebab ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi.

Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumonia,

Pneumococcus, Streptococcus pyeogenes, Taphylococcus aureus,

dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain

Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat

menyebabkan ISPA antara lain Aspergillus sp, Candida albicans,

dan Histoplasma (Wahyono, 2008).

10
11

2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi

(Depkes RI, 2012), adalah sebagai berikut:

1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,

otitis media, faringitis

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai ari bagian epiglottis atau laring sampai

dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran napas, seperti

epiglotitis, laryngitis, laringotrakeitis, bronchitis, bronkiolitis,

pneumonia.

Menurut (Kemenkes RI, 2011), ISPA dapat dikelompokkan

berdasarkan golongan umur yaitu:

1. Kelompok umur <2 bulan, diklasifikasikan atas:

a. Pneumonia berat : bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti

berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik),

kejang, rasa kantuk, yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor

pada anak yang tenang, mengi, demam (38°C atau lebih) atau

suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5°C), pernapasan cepat 60

kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis

sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan

abdomen tegang.
12

b. Bukan pneumonia : jika anak bernapas dengan frekuensi kurang

dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti

di atas.

2. Kelompok umur 2 bulan ≤ 5 tahun, di klasifikasikan atas:

a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang di

sertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya

penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit di bangunkan.

b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan

dinding dada, tetapi tidak di sertai dengan sianosis sentral dan

dapat minum.

c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat

tanpa penarikan dinding dada.

d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan

bernapas) tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

e. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap

sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis

antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya

terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang

tinggi, dan demam ringan.

2.1.4 Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarat yang utama, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan

dan kematian pada bayi dan balita karena ISPA. Di Negara maju, angka
13

kejadian ISPA mencapai 50% dari semua penyakit yang diderita anak-

anak yang berusia dibawah 5 tahun dan 30% dari semua penyakit yang di

derita anak-anak berusia 5-12 tahun (Kusmana, 2004). Setiap anak

Indonesia diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan

merupakan 40-60% kunjungan puskesmas adalah penyakit ISPA

(Direktorat Jendral P2M&PL, 2009).

Manisfestasi klinis akibat ISPA dapat bermacam-macam, tergantung

beberapa hal:

1. Umur penderita

2. Penyakit lain yang menyertainya

3. Ada tidaknya kelainan

4. Mikroorganisme apa yang menjadi penyebabnya

5. Bagaimana daya tahan tubuh penderita saat terserang infeksi

6. Bagian saluran nafas mana yang teserang rinfeksi

7. Bagaimana cara penderita mendapatkan infeksi, di komunitas atau di

rumah sakit. (Kusmana, 2004)

ISPA dapat menyerang semua orang, semua umur maupun jenis

kelamin serta tingkat sosial ekonomi (kusmana, 2004). Musim hujan

menurut penelitian Kartasasmita di Cikutra Bandung., berpengaruh secara

bermakna terhadap insiden ISPA (musim hujan 56% dan kemarau 44%)

(Kartasasmita, 1993).
14

2.1.5 Tanda dan Gejala

Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA)

kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita,

ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya

peningkatan frekuensi napas (napas secat) sesuai golongan umur. Dalam

penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur

kurang 2 bulan dan umur sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi pneumoni berat didasarkan pada adanya batuk dan atau

kesukaran pernafasan disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian

bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang 5

tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan didiagnosis pneumonia

berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing) dimana frekuensi

nafas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat

dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Bukan pneumonia apabila ditandai dengan nafas cepat tetapi tidak

disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup

kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan

adanya gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak ditemukan tarikan

dinding dada bagian bawah kedalam (Dinkes, 2011).

2.1.6 Cara Penularan

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air

conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk

bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman


15

menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid

superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan

infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA

melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan

superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri

pathogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

2.1.7 Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Secara umum infeksi saluran pernafasan akut pada balita dapat

dicegah dengan cara sebagai berikut (Ardinasari, 2016):

1. Melakukan imunisasi sesuai usia anak yang disarankan, sehingga bayi,

balita dan anak memiliki kekebalan terhadap berbagai serangan

penyakit

2. Menjaga asupan makanan dan nutrisi

3. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar

4. Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan

polusi udara lain

5. Menghindarkan bayi, balita, dan anak dari seseorang yang tengah

menderita ISPA

2.1.8 Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Pengobatan ISPA pada bayi, balita dan anak secara umum bias

dilakukan dirumah. Berikut ini beberapa caranya: dengan memberikan

obat yang sifatnya aman dan alami pada balita, sedangkan bayi sebaiknya

segera dibawa ke dokter. Jika demam, bayi yang berusia 2 bulan segera
16

diperiksakan ke dokter. Penderita ISPA memerlukan banyak asupan

makanan yang bergizi, balita perlu diberikan makanan sedikit demi sedikit,

tetapi rutin dan berulang, sedangkan untuk bayi yang masih menyusui

dibutuhkan ASI ekslusif dari ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan

cairan, berilah air yang lebih banyak dari biasanya baik air putih maupun

sari buah. Asupan minuman yang banyak akan membantu mencegah

dehidrasi dan mengencerkan dahak (Ardinasari, 2016). Kemudian untuk

penanganan ISPA bisa ditentukan berdasarkan penyebab dari ISPA

tersebut antara lain (Khrisna, 2013):

1. ISPA yang disebabkan oleh alergi: cara yang paling tepat dengan

menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi tersebut. Tablet anti

aslergi biasanya diresepkan oleh dokter untuk menghentikasn reaksi

alergi tersebut.

2. ISPA disebabkan oleh virus: biasanya ISPA yang disebabkan oleh

virus ini tidak memerlukan pengobatan. Yang diperl;ukan hanya

istirahat, minum yang banyak dan makan-makanan yang sehat.

Dengan istirahat yang secukupnya, biasanya gejala mulai berkurang

setelah 2-3 hari berlaku.

3. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur: ISPA jenis ini memerlukan

antibiotic atau anti jamur untuk membunuh kuman tersebut.

Penggunaan obat-obat tersebut harus menggunakan resep dokter untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dan mengurangi resiko munculnya

efek yang tidak diinginkan.


17

2.2 Faktor Resiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Faktor risiko adalah factor atau keadaan yang mengakibatkan seorang

anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Factor risiko yang

meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena ISPA

antara lain:

2.2.1 Faktor Host

1. Jenis kelamin

Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibandingkan wanita,

wanita sejak bayi hingga dewasa memeliki daya dahan lebih kuat

dibandingkan laki-laki, baik itu daya tahan akan rasa sakit dan daya tahan

terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih rentan terhadap berbagai jenis

penyakit dan cacat dibandingkan wanita. Selain itu, secara neurologis anak

perempuan lebih matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga

masa remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita

cenderung hidup lebih lama daripada pria(Chandra, 2009)

2. Status Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian dari penyakit. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa

jenis penyakit, seperti polio, TBC, difteri, pertuss, tetanus, campak (

Notoadmojo, 2011).

3. Umur

Umur menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita seperti

usia pada anak-anak yang cenderung mudah terserang oleh penyakit


18

(Chandra, 2011). Menurut Dian Fitria (2013) kejadian ISPA atas lebih

sering terjadi pada anak berusia 2-5 tahun karena pada usia tersebut anak

sudah banyak terpapar dengan lingkungan luar dan kontak dengan

penderita ISPA lainnya sehingga memudahkan anak untuk menderita

ISPA.

4. Status Gizi

Gizi yang baik umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh

terhadap penyakit-penyakit infeksi (Notoatmodjo,2011). Status gizi balita

merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Asupan

gizi yang kurang merupakan resiko untuk kejadian dan kematian balita

dengan infeksi saluran pernafasan.

5. Pemberian ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi

sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan

mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena

mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam

jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko

kematian pada bayi (Depkes RI,2016).

2.2.2 Faktor Agent

Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumonia,

Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan

Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza.


BAB III
DOKUMENTASI SOAP

Asuhan Kebidanan Pada Ny.P Umur 49 Tahun dengan menometroragia di Puskesmas Sukamerindu
Responsi
Deskripsi TTD
Pembimbing
Kegiatan
CI
Tanggal: 12-7-2022 Subjektif
1. Ibu mengatakan anaknya bernama An.R umur 15 bulan, Ibu mengatakan ingin
TTD
No RM: SR2899 memeriksakan anaknya yang sejak kemarin batuk, pilek dan ibu juga Mahasiswa:
mengatakan anaknya belum diberi obat apapun.
Identitas Pasien Objektif C

Riza Saudaryanti S.ST


1. Keadaan Umum : baik, Kesadaran : Compos mentis
Nama : An.R 2. Pemeriksaan Vital Sign:
TTD Perceptor Lahan:
Umur : 15 Respirasi : 30x/menit, Nadi : 90x/menit, Suhu : 37,8 ºC
Bulan TB : 86 cm BB : 8,4 kg
Agama : 3. Pemeriksaan penunjang: -
Islam Yulismita, S.ST
Suku : Bengkulu Assasment
An.R umur 15 bulan dengan ISPA
Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan TTD
Pembimbing PKK
2. Konseling tentang lingkungan yang sehat bagi anak
3. Konseling tentang kebutuhan nutrisi dan gizi seimbang bagi tumbuh kembang
anak Metha Fahriani,
4. Beritahu ibu agar anaknya istirahat cukup. S.ST.,M.Kes

5. Anjurkan ibu untuk menenangkan/memberikan rasa nyaman pada


anaknya.
6. Memberikan terapi penatalaksanaan ISPA bagi anak umur 15 bulan
Memberikan terapi obat
Chlorpheniramine (CTM) 2 tablet 4 mg
Dexamethasone 2 tablet 0,5 mg
Vit. C 2 tablet 25 mg
Glyceryl Guaiacolate (GG) 2 tablet 100 mg
Dibentuk puyer 10 bungkus, diminum 3 x 1/hari
7. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang jika terjadi tanda bahaya pada anak,
seperti : anak tidak mau minum/menyusu, anak selalu memuntahkan semua yang
telah dimakan dan anak mengalami kejang.
8. Dokumentasi
Alamat : Sukamerindu
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada hari Selasa tanggal 26-juli-2022, Ny. P datang ke puskesmas Sukamerindu


dengan membawa anaknya An.R umur 15 bulan mengatakan batuk dan pilek sejak 1
hari yang lalu, anaknya rewel. Setelah tiba di Puskesmas Sukamerindu pasien mendaftar
ke bagian pendaftaran dan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, Berat badan serta tinggi
badan. Selanjutnya pasien diarahkan menuju ke ruang Poli anak Puskesmas
Sukamerindu. Di Ruangan ini klien tersebut mendapatkan konseling dari petugas.
Pengkajian dilakukan tgl 26-07-2022 pukul 10:00 Wib, setelah pengkajian kemudian
hasil pemeriksaan diberitahukan kepada klien, klien menerima dan faham semua
penjelasan yang diberikan kemudian klien diberikan pendidikan kesehatan mengenai
pentingnya pemeriksaan kesehatan anak balita dan kebutuhan nutrisi bagi anak setelah
klien faham dan mengerti selanjutnya klien diberikan terapi pengobatan dan dianjurkan
untuk control kembali jika 1 minggu kemudian masih ada keluhan.

21
BAB V
KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengkajian, pemeriksaan dan penyusunan laporan case base


discussion didapatkan kesimpulan An. R umur 15 bulan telah dilakukan konseling tentang
kesehatan anak dan kebutuhan nutrisi, pola istirahat, kebersihan lingkungan sesuai
dengang teori yang ada , untuk pemeriksaan penunjang lainnya misalnya rongent dan
laboratorium belum dilakukan di karenakan keluhan baru terjadi 1 hari yang lalu, di
anjurkan pasien control ulang jika keluhan berlanjut untuk di lakukannya pemeriksaan
penunjang dan penatalaksanaan yang lebih lanjut.

22
DAFTAR
PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829 Menkes SK/VII/1999 tentang


persyaratan kesehatan perumahan.https://peraturan.bkpm.go.id. Diakses
pada tanggal 20 Mei 2019.

Ardinasari, Eiyta. 2016. Buku Pintar Mencegah dan Mengobati Penyakit Bayi
&Anak.Jakarta:Bestari.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar


2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Dewi, Candra Angelina. 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Anak Balita Di Wilayah Puskesmas Bangli Utara.

Dharma,K.K.(2011). Metodologi penelitian keperawatan: panduan


melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian, Jakarta: TIM.

Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. Profil Puskesmas Widodaren


2018.Ngawi:Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi.

Ditjen PPM & PL. 2004. 17.600 Polisi Jakarta Derita ISPA. http://209.85.173.
132/search?q=cache:85OqpTl6aIAJ:www.penyakitmenular.info/detil.asp
%3Fm%3D6%26s%3D2%26i%3D242+ISPA+pada+polisi+lalu+lintas&c
d=15&hl=id&ct=clnk&gl=id (10 Mei 2019).

Hamidah Yuul Ardhin. 2018. Hubungan Kesehatan Lingkungan Rumah


Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut(ISPA) Pada Balita Di
Desa Pulung Merdiko Ponorogo.

23
iv

Anda mungkin juga menyukai