PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi pernafasan merupakan radang akut yang paling banyak terjadi pada anak-
anak yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun tanpa atau disertai
dengan radang parenkim paru (Wong, 2013). ISPA adalah masuknya mikroorganisme
(bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran pernapasan yang menimbulkan gejala penyakit yang
dapat berlangsung sampai 14 hari. (Sari, 2013).
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh anak
masih rendah. Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali
pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek 3 sampai 6 kali
setahun. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya, terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, jika berlanjut menjadi pneumonia
sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan
keadaan lingkungan yang tidak hygiene. (Sundari, dkk. 2014).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian
karena ISPA, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI
(ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi
zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi
(mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari
dapur (meningkatkan risiko). (Kemenkes RI, 2015).
World Health Organization (2018), memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per
1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Pada tahun 2018,
jumlah kematian pada balita Indonesia sebanyak 151.000 kejadian, dimana 14% dari kejadian
tersebut disebabkan oleh pneumonia (Agrina, 2019).
Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir.
1
Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),
Sumatera Utara (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada
Riskesdas 2018, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA.
Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013, (25,0%) tidak jauh berbeda
dengan 2018 (25,5%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki- laki
dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil
indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah (Kemenkes RI, 2018). Sampai dengan
tahun 2018, angka cakupan penemuan ISPA balita tidak mengalami perkembangan berarti
yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun 2019, terjadi peningkatan angka cakupan
penemuan ISPA sebesar 63,45%. Angka kematian akibat ISPA pada balita
sebesar 0,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar
0,08%. Pada kelompok bayi angka kematian sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 0,17%
dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,15% (Kemenkes RI, 2018).
2
di negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran.
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 25 Juli 2022, kunjungan
pasien ISPA dalam 3 bulan terakhir berjumlah 277 orang. ISPA ini terbagi atas 3 bagian yaitu
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Di Puskesmas Kampung Bangka
tidak ada pasien yang datang berkunjung dengan kasus pneumonia ringan, sedang dan berat,
sementara untuk kasus batuk bukan pneumoni sebanyak 277 orang. Setelah dilakukan
wawancara, salah satu orang tua pasien mengatakan kondisi anaknya mengalami batuk-batuk,
pilek, dan disertai demam. Gejala awal yang dirasakan pasien yaitu bersin- bersin dan
batuk. Disini orang tua nya menganggap anaknya demam biasa.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis telah melakukan studi kasus
Asuhan Keperawatan keluarga pada An. N dan An. A dengan ISPA di wilayah kerja
Puskesmas kampung Bangka di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022”.
1.2 Tujuan
1. Umum
Untuk menggambarkan secara umum asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022.
2. Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian yang tepat dengan masalah gangguan sistem
pernafasan : ISPA di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat dengan masalah
gangguan sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022.
c. Mampu menentukan rencana keperawatan yang tepat dengan masalah gangguan
sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dengan tepat masalah gangguan
sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022.
e. Mampu melaksanakan evaluasi hasil dengan tepat dari tindakan keperawatan
yang sudah dilakukan dengan tepat masalah gangguan sistem pernafasan : ISPA
di Puskesmas Kampung Bangka Tahun 2022.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
3
Manfaat teoritis studi kasus ini adalah untuk pengembangan ilmu keperawatan
dalam pembuatan Asuhan Keperawatan tentang klien ISPA agar perawat mampu
memenuhi kebutuhan dasar pasien selama dirawat di rumah.
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep
Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Sedangkan menurut
Departemen Kesehatan Tahun 1988 dalam Sudiharto (2012), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Keluarga menurut Harmoko (2012) adalah perkumpulan dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota
keluarga selalu berinteraksi satu sama lain. Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang
diikat oleh hubungan darah untuk saling membagi pengalaman dan melakukan
pendekatan emosional yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.
2. Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga dapat diklasifikasikan menjadi keluarga
tradisional dan keluarga nontradisional adalah sebagai berikut:
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga Inti
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari seorang ayah yang
mencari nafkah, seorang ibu yang mengurusi rumah tangga dan anak
(Friedman, 2010). Sedangkan menurut Harmoko (2012), keluarga inti
yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah
ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu
atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
5
2) Keluarga Adopsi
Keluarga adopsi adalah dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab
sebagai orang tua seterusnya dari orang tua kandung ke orang tua
adopsi, biasanya menimbulkan keadaan yang saling menguntungkan baik
bagi orang tua maupun anak. Disatu pihak orang tua adopsi mampu
memberi asuhan dan kasihsayangnya bagi anak adospsinya, sementara
anak adopsi diberi sebuah keluarga yang sangat menginginkan mereka.
6
6) Keluarga Orang Tua Tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang
kompleks dan peneuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu
dilakukan dan sering kali individu yang berbeda atau subkelompok
keluarga yang baru terbentuk ini beradaptasi dengan kecepatan yang
tidak sama. Walaupun seluruh anggota keluarga harus menyesuaikan diri
dengan situasi keluarga yang baru, anak – anak seing kali memiliki
masalah koping yang lebih besar karena usia dan tugas perkembangan
mereka (Friedman, 2010).
7) Keluarga Binuklir
Keluarga binuklir adalah keluarga yang terbentuk setelah perceraian
yaitu anak merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri
atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal dengan keragaman
dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap
rumah tangga (Friedman, 2010).
Dari sekian macam tipe atau bentuk keluarga, menurut Harmoko (2012) secara
umum di Negara Indonesia di kenal dua tipe atau bentuk keluarga, yaitu :
1) Tipe Keluarga Tradisional
a) Keluarga inti : satu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan
anak (kandung / angkat).
b) Keluarga besar : keluarga inti ditambah keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah misalnya kakek, nenek, paman dan
bibi.
c) Single parent : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
dengan anak (kandung / angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
kematian / perceraian.
d) Single adult : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
dewasa
e) Keluarga lanjut usia : terdiri dari suami istri usia lanjut.
7
2) Tipe Keluarga Non Tradisional
a) Commune family : lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah.
b) Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah tangga.
c) Homosexual : dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010), ada lima fungsi keluarga menjadi saling berhubungan
erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan keluarga, yaitu :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan
salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini, ketika tugas sosial
dilaksanakan di luar unit keluarga, sebagian besar upaya keluarga difokuskan
pada pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan kasih sayang dan
pengertian. Peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif,
fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap
kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya. Manfaat fungsi afektif
di dalam anggota keluarga dijumpai paling kuat di antara keluarga kelas
menengah dan kelas atas, karena pada keluarga tersebut mempunyai lebih
banyak pilihan. Sedangkan pada keluarga kelas bawah, fungsi afektif sering
terhiraukan. Balita yang seharusnya mendapatkan perhatian dan kasih sayang
yang cukup, pada keluarga kelas bawah hal tersebut tidak didapatkan balita
terutama pada aktivitas bermainnya. Sehingga dapat menyebabkan infeksi
saluran pernafasan akut pada balita karena orang tua tidak memperhatikan
atau tidak memantau cara bermain pada balita tersebut (Friedman, 2010).
8
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas budaya
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat. Sosialisasi merujuk
pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga yang
ditujukan untuk mendidik anak-anak tentang cara menjalankan fungsi dan
memikul peran sosial orang dewasa seperti peran yang dipikul suami-ayah dan
istri-ibu. Karena fungsi ini semakin banyak diberikan di sekolah, fasilitas
rekreasi dan perawatan anak, serta lembaga lain di luar keluarga, peran
sosialisasi yang dimainkan keluarga menjadi berkurang, tetapi tetap penting.
Orang tua tetap menyediakan pondasi dan menurunkan warisan budayanya ke
anak- anak mereka. Dengan kemauan untuk bersosialisasi dengan orang lain,
keluarga bisa mendapatkan informasi tentang infeksi saluran pernafasan akut,
penyebab dan pencegahan terjadinya infeksi saluran pernafasan akut untuk
anak khususnya balita (Friedman, 2010).
d. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas antar-
generasi keluarga masyarakat yaitu menyediakan anggota baru untuk
masyarakat. Banyaknya jumlah anak dalam suatu keluarga menyebabkan
kebutuhan keluarga juga meningkat dan padatnya anggota keluarga di dalam
rumah dapat menyebabkan udara yang
9
dihirup menjadi berkurang sehingga bisa mengakibatkan anak mengalami
infeksi saluran pernafasan akut.
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan. Pendapatan keluarga yang terlalu rendah
menyebabkan keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan fasilitas rumah
seperti jendela yang cukup akan ventilasi udara, lantai yang bersih atau tidak
menyebabkan adanya debu dan kebutuhan lainnya sehingga balita bisa
mengalami infeksi saluran pernafasan akut.
10
anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Terutama pada keluarga
dengan infeksi saluran pernafasan akut, perawat memberikan pendidikan
kesehatan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat yang
ditimbulkan dan cara pengobatan pada penderita infeksi saluran pernafasan
akut.
11
e. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga utuk melindungi hak-hak keluarga
sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta
memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan
kewajiban mereka sebagai klien mempermudah tugas perawat untuk
memandirikan keluarga.
f. Sebagai fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan masyarakat
untuk memecahkan masalah kesehatan di keperawatan yang mereka hadapi
sehari-hari serta dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah. Keluarga dengan infeksi saluran pernafasan akut dapat bertanya pada
perawat tentang pencegahan agar tidak terjadi lagi infeksi saluran pernafasan
akut di keluarga.
g. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah- masalah
kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah kesehatan yang
muncul didalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang di
praktikan keluarga. Peran sebagai peneliti difokuskan kepada kemampuan
keluarga dengan infeksi saluran pernafasan akut untuk mengidentifikasi
penyebab, cara menanggulangi, dan melakukan promosi kesehatan kepada
anggota keluarganya.
12
b. Tahap II : Keluarga Kelahiran Anak Pertama (childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia
30 bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci
dalam siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan keluarga disini
adalah setelah hadirnya anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas
perkembangan penting. Suami, istri, dan anak harus memepelajari peran
barunya, sementara unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi
dan tanggung jawab (Friedman, 2010).
13
e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja (families with teenagers)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau
perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung
selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama, jika anak tetap
tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun. Tujuan utama
pada keluarga pada tahap anak remaja adalah melonggarkan ikatan
keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang
lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda.
Tugas perkembangan keluarga yang pertama pada tahap ini adalah
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab seiring dengan
kematangan remaja dan semakin meningkatnya otonomi. Tugas
perkembangan keluarga yang kedua adalah bagi orang tua untuk
memfokuskan kembali hubungan pernikahan mereka. Sedangkan tugas
perkembangan keluarga yang ketiga adalah untuk anggota keluarga,
terutama orang tua dan anak remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka
satu sama lain (Friedman, 2010).
14
g. Tahap VII : Orang Tua Paruh Baya (middle age families)
Tahap ini merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika
anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian
salah satu pasangan. Tahap ini dimulai ketika orang tua berusia sekitar 45 tahun
sampai 55 tahun dan berakhir dengan persiunannya pasangan, biasanya 16
sampai 18 tahun kemudian. Tugas keperawatan keluarga pada tahap ini adalah
wanita memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk hidup
dalam kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang sedang berkembang
untuk lebih mandiri serta menciptakan lingkungan yang sehat (Friedman,
2010).
15
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
16
3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
17
d. Tingkat kemandirian IV (keluarga mandiri tingkat IV/KM-IV)
1) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
6) Melakukan tindakan pencegahan sesuai anjuran
7) Melakukan tindakan promotif secara aktif
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi pada masa kanak- kanak,
namun lebih sering terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal. Secara
klinis, pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau sebagai komplikasi
dari penyakit lain (Wong, Donna L. 2013). Sedangkan menurut Nelson (2014),
pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang
alveolar. Istilah infeksi respriratori bawah seringkali digunakan untuk mencakup
penyakit bronkitis, bronkolitis, pneumonia atau kombinasi dari ketiganya.
Gangguan pada sistem imunitas tubuh pasien dapat meningkatkan resiko
terjadinya pneumonia.
18
2. Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan pedoman MTBS 2008 dalam Susilaningrum (2013), pneumonia
dapat diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan dengan gejala yang ada.
Klasifikasi ini bukan diagnosis medis, melainkan bertujuan untuk membantu
petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang
perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan.
Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala sebagai
berikut :
1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menyusu,
selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis / tidak sadar.
2) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
3) Terdapat stridor (suara nafas bunyi “grok-grok” saat inspirasi).
b. Pneumonia, apabila terdapat gejala nafas cepat. Batasan nafas cepat adalah :
1) Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi nafas 50 kali per menit atau
lebih
2) Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun apabila frekuensi nafas 40 kali per
menit atau lebih.
c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau
penyakit sangat berat.
19
d.Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan
organisme perusak.
3. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Osganisme gram
positif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histopiasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001 dalam
Sari, 2013)
Etiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut lebih dari 300 jenis bakteri,
virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antar lain dari genus streptokokus,
stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella dan korinebacterium. Virus
penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, mikroplasma dan herpervirus. Bakteri dan virus yang paling sering
menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan sterptokokus serta
virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernapasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung (Sari, 2013).
20
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA. Beberapa
faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak
adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan (Sari, 2013).
4. Faktor Resiko
Menurut Dewi (2011), faktor resiko meningkatkan resiko penularan
pneumokokus diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Anak berusia di bawah lima tahun (balita).
b. Anak ada di tempat penitipan anak / playgroup, sehingga ia dapat tertular
oleh penderita batuk lain.
c. Anak tinggal di lingkungan polusi dan lingkungan perokok.
d. Bayi lahir prematur.
e. Bayi tidak mendapatkan ASI atau mendapat ASI tetapi tidak memadai,
kurang gizi, imunisasi tidak lengkap.
f. Anak tinggal di hunian padat atau di lingkungan yang tidak sehat.
g. Sedang terjadi pergantian cuaca, sehingga menyebabkan terhirupnya
asap / debu secara berulang-ulang.
h. Sedang terjadi musim hujan.
i. Anak merupakan penderita penyakit kronis seperti asma, HIV, penyakit
gangguan darah, jantung dan sistem imunologi.
Menurut Dewi (2011), keadaan semakin parah jika ditemui gejala berikut :
a. Anak batuk pilek dan tidak mau makan.
b. Nafasnya sesak.
c. Nafasnya cepat.
21
5. Patofisiologi
a. Virus pernafasan, Streptococus pneumoniae, atau Mycoplasma
pneumoniae menginvasi saluran nafas bawah, baik melalui saluran nafas
atas atau aliran darah.
b. Pneumonia viral biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang terbatas
pada dinding alveolar.
c. Pada pneumonia bakterial, mukus yang statis terjadi sebagai akibat dari
pembengkakan vaskular. Debris sel berkumpul dalam ruang alveolar.
Ekspansi yang sedikit berlebihan dengan udara yang terjebak mengikuti.
Inflamasi alveoli menyebabkan atelektasis, sehingga pertukaran gas
menjadi terganggu.
d. Infeksi bakteri sekunder sering kali terjadi setelah pneumonia viral atau
aspirasi dan memerlukan penanganan antibiotik. (Kyle, Terri. 2015)
22
Faktor Resiko : Etiologi :
a. Anak balita a. Bakteri
b. Berada di penitipan anak b. Virus
c. Tinggal dilingkungan polusi dan perokok c. Jamur
6. WOC d. Prematur d. Protozoa
e. Tidak mendapat ASI memadai
f. Imunisasi tidak lengkap
g. Kepadatan tempat tinggal
h. Kurang gizi
i. Penderita penyakit kronis
Fatique
MK : Intoleransi aktivitas
Gambar 2.1 WOC Pneumonia
7. Manifestasi Klinis
Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonatus
dapat menunjukkan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis
pneumonia. Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial
umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan anak, walaupun perbedaan
tersebut tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Demam, menggigil, takipneu,
batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis dan iritabilitas akibat sesak respiratori,
sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak (Nelson, 2014).
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stidor dan
gejala demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia
bakterial secara tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batul,
dispneu dan pada auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru.
Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh gejala yang khas seperti
takipneu, batuk, ronki kering (crackles) pada pemeriksaan auskultasi dan
seringkali ditemukan bersamaan dengan timbulnya konjungtivitis chlamydial.
Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan adalah distres pernafasan termasuk
nafas cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, dan merintih (grunting).
Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering yang terlokalisir dan penurunan
suara respiratori. Adanya efusi pleura dapat menyebabkan bunyi pekak pada
pemeriksaan perkusi (Nelson, 2014).
Tanda dan gejala yang mungkin bisa terjadi menurut (Suriadi & Yuliani. 2010)
antara lain :
a. Serangan akut dan membahayakan
b. Demam tinggi (pneumonia virus bagian bawah)
c. Batuk
d. Rales (ronki)
e. Wheezing
f. Sakit kepala, malaise, myalgia (pada anak)
24
8. Pencegahan
Menurut Wong, Donna. L (2013), penggunaan vaksin polisakarida pneumokokus
dianjurkan pada individu tertentu, seperti anak-anak yang berusia lebih dari 2
tahun yang berisiko menderita infeksi pneumokokus atau berisiko menderita
penyakit serius. Bayi atau anak yang menderita pneumonia kambuhan harus
dievaluasi lebih lanjut untuk adanya fibrosis kistik.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak menurut Sari (2013) antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara
adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung
dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit
ISPA.
25
9. Penatalaksanaan
Menurut Alimul (2012), tindakan yang dapat dilakukan pada masalah pneumonia
dalam manajemen terpadu balita sakit sebagai berikut apabila didapatkan
pneumonia berat atau penyakit sangat berat maka tindakan yang pertama adalah :
1) Berikan dosis pertama antibiotika
Pilihan pertama adalah kotrimoksazol (trimetoprim + sulfametoksazol) dan
pilihan kedua adalah amoxsilin dengan ketentuan dosis sebagai berikut :
Tabel 2.1 Pemberian Antibiotika pada Pneumonia
Amoxsilin
Kotrimoksazol (trimetoprim + sulfametoksazol) beri beri 3 kali
2 kali sehari selama 5 hari sehari untuk
5 hari
26
Sedangkan apabila hasil klasifikasi ditemukan batuk dan bukan pneumonia
maka tindakan yang dilakukan adalah pemberian pelega tenggorokan atau
pereda batuk yang aman, lakukan pemeriksaan lebih lanjut, beri tahu kepada
keluarga atau ibu kapan harus segera kembali ke petugas kesehatan dan
lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.
Sedangkan merurut Dewi (2011), perawatan balita di rumah adalah sebagai berikut :
1) Tingkatkan pemberian makanan bergizi dan selalu berikan ASI.
2) Bila badan anak panas, kompres dengan air hangat. Jangan dipakaikan
selimut tebal.
3) Jika anak panas, beri minum obat paracetamol.
4) Jika batuk, beri obat batuk tradisional campuran 1/4 sendok teh jeruk
nipis ditambah 2/3 sendok teh kecap atau madu dan diberikan 3-4 kali
sehari.
5) Jika hidung tersumbat karena pilek, bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan bersih.
6) Beri minum lebih banyak daripada biasanya.
27
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga pada Kasus Infeksi Saluran
Pernapasan Akut
1. Pengkajian anggota keluarga dengan Infeksi Saluran Pernafasan
Akut : Pneumonia
Format pengkajian keluarga model Friedman yang diaplikasikan ke kasus
dengan masalah utama Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menurut
Friedman (2010) meliputi :
a. Data umum
Menurut Friedman (2010), data umum yang perlu dikaji adalah :
1) Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin,
umur, pekerjaan dan pendidikan. Pekerjaan yang terlalu sibuk bagi
orang tua mengakibatkan perhatian orang tua terhadap tumbuh
kembang anak tidak ada dan keadaan rumah juga tidak terurus jika
orang tua terlalu sibuk dengan pekerjannya.
2) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala atau masalah-
masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga (Padila 2012). Biasanya
keluarga yang mempunyai balita dengan infeksi saluran pernafasan akut
mempunyai jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga kebutuhan
tidak terpenuhi.
28
mempunyai sosial ekonomi yang rendah, sehingga kemampuan untuk
menyediakan rumah yang sehat, kemampuan untuk pengobatan anggota
keluarga yang sakit dan kemampuan menyediakan makanan dengan gizi
yang seimbang tidak terpenuhi.
29
pernafasan akut mempunyai keuangan yang tidak mencukupi kebutuhan
sehingga luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela dan
sumber air minum yang digunakan tidak sesuai dengan jumlah anggota
keluarga.
d. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling
mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan rasa empati,
perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010). Biasanya keluarga dengan
infeksi saluran pernafasan akut jarang memperhatikan kebutuhan akan
kasih sayang dan perhatian pada anak, serta tidak mau memperhatikan
kondisi di sekitar lingkungan tempat tinggal.
2) Fungsi sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan, hukuman, serta memberi
dan menerima cinta (Friedman, 2010). Biasanya keluarga dengan infeksi
saluran pernafasan akut tidak disiplin terhadap aktivitas bermain pada
balita.
3) Fungsi keperawatan
a) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan : menjelaskan nilai yang
dianut keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang dilakukan
dan tujuan kesehatan keluarga (Friedman, 2010). Biasanya
keluarga tidak mengetahui pencegahan yang harus dilakukan agar
balita tidak mengalami infeksi saluran pernafasan akut.
b) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit yang
dirasa : keluarga mengkaji status kesehatan, masalah kesehatan
yang membuat kelurga rentan terkena sakit dan jumlah kontrol
kesehatan (Friedman, 2010). Bisanya keluarga tidak mampu
mengkaji status kesehatan keluarga.
c) Praktik diet keluarga : keluarga mengetahui sumber makanan
yang dikonsumsi, cara menyiapkan makanan, banyak makanan
30
yang dikonsumsi perhari dan kebiasaan mengkonsumsi makanan
kudapan (Friedman, 2010). Biasanya keluarga tidak terlalu
memperhatikan menu makanan, sumber makanan dan banyak makanan
yang tersedia.
d) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri : tindakan yang
dilakukan dalam memperbaiki status kesehatan, pencegahan
penyakit, perawatan keluarga dirumah dan keyakinan keluarga
dalam perawatan dirumah (Friedman, 2010). Biasanya keluarga
dengan infeksi saluran pernafasan akut tidak tau cara pencegahan
penyakit dan mengenal penyakit.
e) Tindakan pencegahan secara medis : status imunisasi anak,
kebersihan gigi setelah makan, dan pola keluarga dalam
mengkonsumsi makanan (Friedman, 2010). Biasanya keluarga
tidak membawa anaknya imunisasi ke posyandu.
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah : berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota
keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga (Padila, 2012).
5) Fungsi ekonomi
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga dalam memenuhi
sandang, pangan, papan, menabung, kemampuan peningkatan status
kesehatan (Candra, 2014). Biasanya keluarga belum bisa memenuhi
kebutuhan sandang, pangan dan papan balita.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di
gunakan pada pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan fisik untuk
infeksi saluran pernafasan akut adalah sebagai berikut :
31
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda - tanda vital. Bisanya balita mempunyai BB rendah dan
pernafasan yang cepat.
3) Sistem pulmonal
Biasanya sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung,
hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat
dan anak biasanya cengeng.
4) Sistem kardiovaskuler
Biasanya anak mengalami sakit kepala, denyut nadi meningkat,
takikardi/bradikardi, dan disritmia, pemeriksaan CRT.
5) Sistem neurosensori
Biasanya anak gelisah, terkadang ada yang mengalami penurunan
kesadaran, kejang, refleks menurun/normal, letargi.
6) Sistem genitourinaria
Biasanya produksi urine normal dan tidak mengalami gangguan.
7) Sistem digestif
Biasanya anak mengalami mual, kadang muntah, konsistensi feses
normal.
32
8) Sistem muskuloskeletal
Biasanya lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru, penggunaan otot aksesoris pernafasan.
9) Sistem integumen
Biasanya balita mempunyai turgor kulit menurun, kulit pucat, sianosis,
banyak keringat, suhu tubuh meningkat dan kemerahan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan ISPA menurut
problem (NANDA, 2015-2017) adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Ketidakefektifan pola nafas
c. Gangguan pertukaran gas
d. Hipertemi
33
e. Kekurangan volume cairan
f. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
g. Intoleransi aktivitas
h. Defisit pengetahuan
34
Keterangan :
Total Skor didapatkan dengan : Skor (total nilai kriteria) x Bobot =Nilai
Angka tertinggi dalam skor
Cara melakukan Skoring adalah :
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
c. Jumlah skor untuk semua kriteria
d. Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa
keperawatan keluarga
35
3. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak,
atau standar, tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010)
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan pada Keluarga dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
36
yang benar
37
demam, mual, Akut dengan
muntah dan kurang menggunakan leaflet/
nafsu makan lembar balik
c. Evaluasi kembali tanda
dan gejala Infeksi
Saluran Pernafasan
Akut pada keluarga
d. Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang benar.
38
keluarga yang sakit campuran jeruk nipis b. Demonstrasikan
mampu dan kecap bersama keluarga cara
merawatang b. Keluarga dapat membuat ramuan obat
gota keluarga mendemontrasikan c. Beri kesempatan pada
yang sakit kembali dengan keluarga untuk
dengan benar : cara mendemonstrasikan
mendemonstr membuat ramuan kembali
asikan cara obat dengan d. Beri pujian atas
membuat campuran jeruk nipis keberhasilan keluarga
ramuan obat dan kecap
dengan
campuran
jeruk nipis
dan kecap
39
Infeksi lingkungan
Saluran d. Beri pujian atas
Pernafasan penataan yang telah
Akut dilakukan
kembali
40
Saluran Saluran Pernafasan
Pernafasan Akut pada keluarga
Akut d. Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang benar
41
dari hidung, kadang
42
Pernafasan Akut bersin-bersin, sakit b. Diskusikan dengan
tenggorokan, batuk, keluarga tentang tanda
sakit kepala, sekret dan gejala Infeksi
menjadi kental, Saluran Pernafasan
demam, mual, Akut dengan
muntah dan kurang menggunakan leaflet/
nafsu makan lembar balik
c. Evaluasi kembali tanda
dan gejala Infeksi
Saluran Pernafasan
Akut pada keluarga
d. Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang benar.
43
3. Setelah Keluarga mampu a. Keluarga dapat a. Jelaskan pada keluarga
dilakukan memberikan menjelaskan tentang cara membuat ramuan
kunjungan 1 ramuan obat untuk cara membuat obat untuk anggota
x 45 menit anggota keluarga ramuan obat dengan keluarga yang sakit
keluarga yang sakit campuran jeruk nipis b. Demonstrasikan bersama
mampu dan kecap keluarga cara membuat
merawat b. Keluarga dapat ramuan obat
anggota mendemontrasikan c. Beri kesempatan pada
keluarga kembali dengan keluarga untuk
yang sakit benar : cara mendemonstrasikan
dengan membuat ramuan kembali
mendemons Obat dengan d. Beri pujian atas
trasikan cara campuran jeruk nipis keberhasilan keluarga
membuat dan kecap
ramuan obat
dengan
campuran
jeruk nipis
dan kecap
44
lingkungan memodifiksi
untuk lingkungan
mencegah c. Motivasi keluarga
terjadinya untuk memodifikasi
Infeksi lingkungan
Saluran d. Beri pujian atas
Pernafasan penataan yang telah
Akut dilakukan
kembali
3. Resiko Setelah 1. Setelah Keluarga mampu a. Gizi kurang atau a. Gali pengetahuan
ketidakseimbanga dilakukan dilakukan menjelaskan kurang gizi (sering keluarga tentang gizi
n nutrisi kurang kunjungan kunjungan 1 pengertian gizi kali tersebut kurang
dari kebutuhan sebanyak 5 x x 45 menit kurang, malnutrisi) muncul b. Diskusikan bersama
tubuh 45 keluarga menyebutkan dua akibat asupan energi keluarga tentang
berhubungan menitkeluarga mampu penyebab gizi dan makronutrien pengertian gizi kurang
dengan mampu mengenal, kurang dan yang tidak memadai. c. Jelaskan kepada
ketidakmampuan mengenal, memutuska menyebutkan 2 b. Penyebab gizi keluarga penyebab gizi
n,
45
keluarga merawat memutuskan, dan tanda dan gejala kurang yaitu kurang
anggota keluarga dan merawat merawat gizi kurang. kurangnya asupan d. Jelaskan tanda dan
yang sakit anggota anggota nutrisi, pola makan gejala gizi kurang pada
keluarga keluarga asuhan anak kurang balita
dengan dengan memadai,yankes e. Jelaskan dampak yang
ketidakseimba ketidakseim kurang memadai ditimbulkan pada balita
ngan nutrisi : bangan c. Tanda dan gejala dengan gizi kurang
kurang dari nutrisi : gizi kurang yaitu f. Beri kesempatan pada
kebutuhan kurang dari badan kurus, rambut keluarga untuk
tubuh kebutuhan kecoklatan, BB pada bertanya
tubuh KMS berada g. Bantu keluarga untuk
BGK/BGM mengulangi apa yang
d. Dampak yang telah dijelaskan
ditimbulkan,balita h. Beri pujian atas prilaku
mengalami yang benar
keterlambatan
tumbuh kembang
46
kondisi c. Beri pujian atas keputusan
ketidakseim yang
bangan diambil untuk mengatasi
nutrisi : masalah gizi kurang pada
kurang dari balita
kebutuhan
tubuh
3. Setelah Keluarga mampu a. Keluarga dapat a. Jelaskan pada keluarga
dilakukan memberikan diit menjelaskan tentang cara meningkatkan nafsu
kunjungan 1 sesuai anjuran cara merawat balita makan anak : menyajikan
x 45 menit dengan gizi kurang makanan dalam bentuk
keluarga yaitu dengan yang menarik,
mampu pemberian diit tinggi memberikan makan
merawat energi tinggi protein sedikit tapi
anggota (TETP) sering,pelihara kebersihan
keluarga b. Keluarga dapat gigi dan mulut,sajikan
yang sakit mendemontrasikan makanan yang hangat dan
dengan kembali dengan tingkatkan aktivitas anak
mendemontr benar : cara b. Demontasikan
asikan cara menyusun menu bersama keluarga cara
membuat makanan dan membuat makanan yang
makanan menyajikan menarik
menarik makanan c. Beri kesempatan pada
keluarga untuk
47
mendemontrasikan
kembali
d. Beri pujian atas
keberhasilan keluarga
48
membawa pengukuran TB c. Beri pujian atas
balita tindakan yang
kepelayanan dilakukan keluarga
kesehatan
terdekat
49
Pernafasan Akut buruknya sanitasi Akut
lingkungan b. Diskusikan dengan
keluarga tentang
penyebab Infeksi
SaluranPernafasan
Akut
c. Evaluasi kembali
penyebab dan faktor
resikoInfeksi Saluran
Pernafasan Akut
d. Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang benar.
a. Kaji pengetahuan
c. Keluarga c. Tanda dan gejala tentang tanda dan
mampu :Pilek biasa, keluar gejala Infeksi Saluran
menyebutkan sekret cair dan jernih Pernafasan Akut
tanda dan gejala dari hidung, kadang b. Diskusikan dengan
Infeksi Saluran bersin-bersin, sakit keluarga tentang tanda
Pernafasan Akut tenggorokan, batuk, dan gejala Infeksi
sakit kepala, sekret Saluran Pernafasan
menjadi kental, Akut
demam, mual, denganmenggunakan
muntah dan kurang leaflet/ lembar balik
nafsu makan c. Evaluasi kembali tanda
dan gejala Infeksi
saluran pernafasan
50
Akut pada keluarga
d. Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang benar.
51
dengan membuat ramuan kembali
mendemons obat dengan d. Beri pujian atas
trasikan cara campuran jeruk nipis keberhasilan keluarga
membuat dan kecap
ramuan obat
dengan
campuran
jeruknipis
dan kecap
52
5. Setelah Keluarga mampu Keluarga membawa a. Jelaskan pada keluarga
dilakukan membawa balita ke anak ke pelayanan tentang kondisi balita
kunjungan 1 fasilitas kesehatan kesehatan untuk di b. Motivasi keluarga
x 45 periksakan kondisi dan untuk membawa balita
Menit mendapatkan kepelayanan kesehatan
keluargama pengobatan c. Beri pujian atas
mpu tindakan yang
memanfaatk dilakukan keluarga
anfasilitas
kesehatan
53
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan keluarga yang
berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber
yang dimiliki keluarga. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan
keluarga dan sumber yang dimiliki keluarga (Friedman, 2010). Sedangkan
menurut Sudiharto (2007), implementasi keperawatan keluarga adalah suatu
proses aktualisasi rencana intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber di
dalam keluarga dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga di
didik untuk dapat menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya
melalui implementasi yang bersifat memampukan keluarga untuk mengenal
masalah kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan
kesehatan yang dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi
kesehatannya, memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga,
serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat.
54
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan
menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber yang dapat
digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga
seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan
cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga
cara menggunakan fasilitas tersebut.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan keluarga,
perawat dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem
keluarga dan anggota keluarga (bagaimana anggota berespons) daripada
intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi merupakan kegiatan bersama antara
perawat dan keluarga. Evaluasi merupakan proses terus menerus yang terjadi
setiap saat perawat memperbarui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 2010).
Sedangkan menurut Ayu (2010), evaluasi merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk
menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan keluarga.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dimasa kini. Jenis
rancangan penelitian deskriptif yang dipakai yaitu rancangan penelitian studi kasus.
Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas atau
institusi, meskipun jumlah subjek cendrung sedikit namun jumlah variabel yang
diteliti sangat luas (Nursalam, 2015).
Penelitian ini menggunakan studi kasus pada Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Bangka Pontianak untuk mengkaji masalah bio-psiko-sosio- spritual.
56
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti atau subjek yang diteliti
(Sugiyono, 2016). Populasi dari penelitian ini adalah balita yang sedang
mengalami ISPA yang datang berobat ke Puskesmas. Menurut data yang
didapatkan di Puskesmas Kampung Bangka ada 5 orang balita yang sedang
berkunjung pada tanggal 18 Juli 2022.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling merupakan suatu
bentuk seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada
(Alimul, 2012). Cara pemilihan sampel yang dilakukan peneliti sebagai berikut :
a. Dari 5 orang sampel, yang bertempat tinggal di mendawai 1 orang,
bansir 1 orang, tanjung sari 1 orang dan BLKI 2 orang.
b. Peneliti menentukan kriteria dalam pemilihan sampel yaitu :
1) Kriteria Inklusi
a) Balita penderita ISPA yang sedang berkunjung ke
Puskesmas Kampung Bangka.
b) Balita yang sedang menderita pneumonia yaitu apabila terdapat
gejala nafas cepat. Batasan nafas cepat adalah :
Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi nafas 40 kali per
menit atau lebih.
Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun apabila frekuensi nafas
30 kali per menit atau lebih.
c) Klien yang memiliki alamat lengkap.
d) Keluarga dengan KM I :
Menerima petugas perawatan kesehatan keluarga
Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan rencana keperawatan
e) Keluarga dan klien bersedia diberikan asuhan keperawatan.
57
f) Keluarga dan klien yang mampu berkomunikasi dengan baik
dan lancar serta kooperatif.
g) Keluarga dan klien yang berada ditempat saat dilakukan
penelitian.
2) Kriteria Eksklusi
a) Klien yang mengalami perburukan kondisi seperti: tidak
kooperatif.
b) Keluarga yang tidak bersedia untuk dilakukan penelitian.
c. Peneliti mendapatkan 2 orang sampel, yaitu An. N dan An. A yang
memenuhi kriteria sampel dan berada dalam satu kelurahan yaitu di
kelurahan Bansir Laut.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder umumnya
berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan bulanan puskesmas yang
telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan. Data sekunder pada
penelitian ini diperoleh dari
58
dokumentasi / Medical Record di Puskesmas Kampung Bangka Kota
Pontianak.
b. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai
langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan hasil secara
langsung. Metode dapat dilakukan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden secara mendalam serta jumlah responden sedikit.
c. Pengukuran
Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan cara sistematis
untuk menentukan jumlah ukuran atau memberi label pada objek-objek dan
atribut yang dimiliki. (Kusuma, 2015).
d. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari Seseorang.
e. Hasil Analisis
59
Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan dianalisis
berdasarkan data subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa
keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan melakukan
implementasi serta evaluasi keperawatan dengan cara dinarasikan. Analisis
selanjutnya membandingkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
An. N dan An. A dengan teori dan penelitian terdahulu. (Nursalam, 2015)
60
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi
Kasus
Asuhan keperawatan keluarga dilakukan pada keluarga Bpk. M dan Bpk. E dengan
infeksi saluran pernafasan akut pada balita. Kunjungan dimulai pada tanggal 18 Juli
sampai 22 Juli 2022 dengan kunjungan dilakukan 2 kali dalam sehari selama 7 hari.
Berikut peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian secara narasi.
Tabel 4.1 Asuhan Keperawatan
Asuhan
Partisipan 1 Partisipan 2
Keperawatan
Pengkajian Keluarga Bpk. M merupakan Keluarga Bpk. E merupakan
Keperawatan keluarga inti. Keluarga ini keluarga inti. Keluarga ini
terdiri dari Bpk. M sebagai terdiri dari Bpk. E sebagai ayah
ayah dan Ibu Y sebagai ibu dan Ibu N sebagai ibu bagi
bagi anak-anaknya yaitu anak anak-anaknya yaitu anak
pertama laki-laki An. Re (16 pertama laki-laki An. A (1
tahun), anak kedua perempuan tahun).
An. Ry (11 tahun), anak ketiga
perempuan An. N (5 tahun)
dan keempat laki-laki An. A (6
bulan).
61
Sistem pendukung keluarga Sistem pendukung keluarga
adalah Bpk. M dan Ibu Y adalah Bpk. E dan Ibu N
dimana mereka bertindak dimana mereka bertindak
sebagai orangtua dari An. N. sebagai orangtua dari An. A.
Namun An. N kurang Kemudian An. A juga
mendapatkan perhatian dari mendapatkan perhatian dan
Bpk. M sebagai ayah, karena kasih sayang yang cukup dari
Bpk. M yang bekerja sebagai kedua orangtuanya.
buruh memaksakan Bpk. M
untuk jarang berada dirumah.
62
ayah bagi anak-anaknya.
63
Diagnosa Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan
Keperawatan Didapatkan berdasarkan Didapatkan berdasarkan
prioritas masalah yaitu : prioritas masalah yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan a. Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan jalan nafas berhubungan
dengan ketidakmampuan dengan ketidakmampuan
anggota keluarga dalam anggota keluarga dalam
Merawat anggota Merawat anggota
keluarga yang sakit keluarga yang sakit
DS : DS :
Ibu Y mengatakan bahwa Ibu N mengatakan bahwa
An. N sekarang ini sedang An. A sekarang ini sedang
batuk dan pilek + 5 hari, batuk dan pilek + 2 hari,
demam + 1 minggu, Ibu Y demam + 5 hari, Ibu N
mengatakan An. N terlihat mengatakan An. A terlihat
sesak bila bernafas, Ibu Y sesak bila bernafas, Ibu N
mengatakan An. N sudah mengatakan An. A sudah
diberikan obat dari diberikan obat dari
Puskesmas namun belum Puskesmas namun belum
juga sembuh.
juga sembuh, Ibu Y DO :
mengatakan sesak nafas An. A tampak batuk dan
pada An. N bertambah pilek, tampak mengeluarkan
ketika berpaparan dengan ingus dari
debu. hidung, RR : 45 x/i, nadi :
97 x/i dan suhu : 38 oC.
DO :
An. N tampak batuk dan
pilek, terlihat sesak saat
bernafas, tampak
mengeluarkan ingus dari
hidung, RR : 43 x/i, nadi :
98 x/i dan suhu : 37,9 oC.
65
c. Resiko c. Resiko
ketidakseimbangan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan Berhubungan dengan
Ketidak mampuan Ketidak mampuan
keluarga dalam mengenal keluarga dalam mengenal
masalah masalah
DS : DS :
Ibu Y mengatakan An. N Ibu N mengatakan An. A
susah untuk makan, Ibu Y susah untuk makan, Ibu N
mengatakan An. N jika mengatakan jika An. A
makan tidak pernah habis, sedang makan, butuh waktu
Ibu Y mengatakan jika An. yang lama untuk
N sakit, nafsu makannya Menghabiskan makannya,
berkurang, An. N Ibu N mengatakan jika An.
mengatakan ia tidak nafsu A sakit, nafsu makannya
makan. berkurang.
DO : DO :
An. N tampak main-main An. A tampak main-main
ketika makan, tampak tidak ketika disuapi oleh ibunya,
menghabiskan makanannya, tampak tidak menghabiskan
konjungtiva tampak anemis, makanannya, konjungtiva
TB : 96 cm, BB : 11 kg dan tampak anemis, TB : 74 cm,
IMT : 11,9 BB : 7 kg dan IMT : 12,8
Intervensi a. Ketidakefektifan bersihan a. Ketidakefektifan bersihan
Keperawatan jalan nafas berhubungan jalan nafas berhubungan
dengan ketidakmampuan dengan ketidakmampuan
anggota keluarga dalam anggota keluarga dalam
merawatanggota keluarga merawatanggota keluarga
yang sakit Tujuan umum yang sakit Tujuan umum
: setelah : setelah
dilakukan intervensi dilakukan intervensi
keperawatan selama 14 kali keperawatan selama 14 kali
kunjungan, ketidakefektifan kunjungan, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada bersihan jalan nafas pada
An. N menjadi ekeftif. An. A menjadi ekeftif.
66
Tujuan khusus 1 : Sesuai Tujuan khusus 1 : Sesuai
dengan tugas perawatan dengan tugas perawatan
keluarga yang pertama yaitu keluarga yang pertama yaitu
mengenal masalah, dengan mengenal masalah, dengan
cara melakukan penyuluhan cara melakukan penyuluhan
kesehatan bersama anggota kesehatan bersama anggota
keluarga. keluarga.
67
Tujuan khusus 2 : Tujuan khusus 2 :
Mengambil keputusan Mengambil keputusan
untuk mengatasi masalah untuk mengatasi masalah
ISPA dengan ISPA dengan
mendiskusikan tindakan mendiskusikan tindakan
yang harus dilakukan jika yang harus dilakukan jika
terjadi masalah dalam terjadi masalah dalam
keluarga keluarga
68
Tujuan khusus 1 : Sesuai Tujuan khusus 1 : Sesuai
dengan tugas perawatan dengan tugas perawatan
keluarga yang pertama yaitu keluarga yang pertama yaitu
mengenal masalah kesehatan mengenal masalah
pada keluarga yaitu keluarga kesehatan pada keluarga
mampu mengenal masalah yaitu keluarga mampu
yang menyebabkan mengenal masalah yang
peningkatan suhu tubuh pada menyebabkan peningkatan
An. N suhu tubuh pada An. A
69
c. Resiko c. Resiko
ketidakseimbangan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
berhubungan dengan berhubungan dengan
ketidakmampuan ketidakmampuan
keluarga dalam mengenal keluarga dalam mengenal
masalah masalah
Tujuan umum : setelah Tujuan umum : setelah
dilakukan intervensi dilakukan intervensi
keperawatan selama 14 kali keperawatan selama 14 kali
kunjungan, tidak terjadi kunjungan, tidak terjadi
resiko ketidakseimbangan resiko ketidakseimbangan
nutrisi pada An. N nutrisi pada An. A
70
Tujuan khusus 4 : Tujuan khusus 4 :
Memodifikasi lingkungan Memodifikasi lingkungan
rumah yang aman dan rumah yang aman dan
nyaman untuk mengatasi nyaman untuk mengatasi
masalah akibat dari ISPA masalah akibat dari ISPA
71
Peningkatan suhu tubuh Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan berhubungan dengan
ketidakmampuan anggota ketidakmampuan anggota
keluarga dalam merawat keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang anggota keluarga yang
sakit mendemonstrasikan sakit mendemonstrasikan
kompres hangat dan kompres hangat dan
mendemonstrasikan cuci mendemonstrasikan cuci
tangan 6 langkah, tangan 6 langkah,
Menganjurkan kepada Menganjurkan kepada
orangtua untuk memberikan orangtua untuk memberikan
minum atau ASI yang minum atau ASI yang
banyak atau lebih dari banyak atau lebih dari
biasanya kepada balita agar biasanya kepada balita agar
peningkatan suhu tubuh peningkatan suhu tubuh
bisa berkurang. bisa berkurang.
72
Evaluasi a. Evaluasi diagnosa pertama a. Evaluasi diagnosa pertama
Keperawatan ketidakefektifan bersihan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan jalan nafas berhubungan
dengan ketidakmampuan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang anggota keluarga yang
sakit yaitu pada kegiatan sakit yaitu pada kegiatan
pertama mengenal masalah pertama mengenal masalah
sesuai dengan tugas sesuai dengan tugas
keluarga pertama yaitu keluarga pertama yaitu
mengenal masalah dengan mengenal masalah dengan
melakukan penyuluhan melakukan penyuluhan
mengenai ISPA didapatkan mengenai ISPA didapatkan
hasil obktektif Ibu Y dan hasil obktektif Ibu N dan
keluarga sudah mampu keluarga sudah mampu
menyebutkan pegertian, menyebutkan pegertian,
tanda dan gejala, penyebab tanda dan gejala, penyebab
dan perawatan serta dan perawatan serta
pencegahan ISPA walaupun pencegahan ISPA dengan
belum lancar namun Ibu Y lancar dan keluarga sudah
dan keluarga sudah bisa bisa mengulang kembali.
mengulang kembali.
Selanjutnya pengambilan Selanjutnya pengambilan
keputusan sesuai dengan keputusan sesuai dengan
tugas keluarga kedua tugas keluarga kedua
didapatkan hasil objektif didapatkan hasil objektif
keluarga mengambil keluarga mengambil
keputusan untuk mengatasi keputusan untuk mengatasi
masalah ISPA pada An. N. masalah ISPA pada An. A.
74
B. Pembahasan Kasus
Setelah dilakukan penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan infeksi saluran
pernafasan akut di wilayah kerja Puskesmas Kampung Bangka Kota Pontianak yang telah
dilakukan sejak tanggal 18 Juli sampai 22 Juli 2022 selama 2 kali kunjungan sehari, maka
pada bab pembahasan penulis akan menjabarkan adanya kesesuaian maupun kesenjangan
yang terdapat pada kedua partisipan. Tahapan pembahasan sesuai dengan tahapan asuhan
keperawatan yang dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa, merumuskan rencana
tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses perawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengindentifikasi suatu kesehatan kilen. Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kenyataan. Kebenaran
data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu (Nursalam, 2011). Sesuai
dengan teori yang dijabarkan diatas, penulis melakukan pengkajian pada An. N dan
An. A serta keluarga dengan menggunakan metode pengkajian keluarga, wawancara
dan pemeriksaan fisik untuk menambah data yang diperlukan.
Partisipan 1 dan 2 merupakan keluarga inti. Partisipan 1 mempunyai 4 orang anak dan
berpenghasilan + 2.000.000 perbulan, sedangkan partisipan 2 mempunyai 1 orang
anak dan berpenghasilan + 2.600.000 perbulan. Menurut asumsi peneliti perbedaan itu
bisa menyebabkan keluarga terkendala dalam memenuhi kebutuhan anak dalam
sehari-hari, misalnya kebutuhan makanan yang bergizi. Dimana peningkatan gizi
termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi,
dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko
(Kemenkes RI, 2010).
75
Lingkungan rumah partisipan 1 tampak tidak rapi, ventilasi di ruang tamu masih
kurang, jendela berdebu, barang-barang berserakan di ruang tamu seperti baju-baju
dan perabotan lainnya, banyak pakaian yang bergantungan di kamar (di tembok),
jendela kamar jarang dibuka, sehingga siang hari tampak gelap. Sedangkan pada
partisipan 2 rumah tampak tidak rapi, ventilasi di ruang tamu masih kurang, jendela
berdebu, barang-barang berserakan di ruang tamu seperti baju-baju dan perabotan
lainnya, banyak pakaian yang bergantungan di kamar dan ruang makan (di tembok),
jendela kamar jarang dibuka, sehingga siang hari tampak gelap dan meja kursi
tampak banyak debu.
Menurut asumsi peneliti lingkungan yang tidak bersih dapat meningkatkan faktor
resiko terjadinya ISPA. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin,
udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh
virus, sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut menjadi
Pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene (Sundari, dkk. 2014).
Sistem pendukung keluarga pada partisipan 1 adalah Bpk. M dan Ibu Y dimana
mereka bertindak sebagai orangtua dari An. N. Namun An. N kurang mendapatkan
perhatian dari Bpk. M sebagai ayah, karena Bpk. M yang bekerja sebagai nelayan
memaksakan Bpk. M untuk jarang berada dirumah. Sedangkan pada partisipan 2
adalah Bpk. E dan Ibu N dimana mereka bertindak sebagai orangtua dari An. A.
Kemudian An. A juga mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari
kedua orangtuanya.
Menurut asumsi peneliti pada partisipan 1 An. N kurang mendapatkan kasih sayang dan
perhatian karena salah satu dari orangtuanya jarang berada dirumah karena pekerjaannya
sebagai nelayan. Sementara peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif,
fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan
sosioemosional semua anggota keluarganya.
76
Sebagian besar upaya keluarga difokuskan pada pemenuhan kebutuhan anggota
keluarga akan kasih sayang dan pengertian (Friedman, 2010).
Menurut Dewi (2011), faktor resiko meningkatkan resiko penularan diantaranya yaitu
bayi / balita tidak mendapatkan ASI atau mendapat ASI tetapi tidak memadai, kurang
gizi, imunisasi tidak lengkap, bayi lahir prematur, anak tinggal di lingkungan polusi
dan lingkungan perokok, anak tinggal di hunian padat atau di lingkungan yang tidak
sehat.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada partisipan 1 dan 2 didapatkan sesak
nafas, konjungtiva anemis, kulit terlihat pucat, terlihat lemah dan lesu. Dari hasil
pemeriksaan tersebut sesuai dengan teori dimana sistem pulmonal biasanya anak
mengalami sesak nafas, sistem musculoskeletal biasanya anak terlihat lemah dan cepat
lelah, kemudian sitem integumen biasanya kulit tampak pucat, turgor kulit menurun,
banyak keringat, suhu tubuh meningkat dan kemerahan (Wahid & Suprapto, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga mengacu pada P-E-S dimana untuk problem
(P) dapat digunakan tipologi dari (NANDA, 2015-2017) dan etiologi (E) berkenaan dengan
5 tugas keluarga dalam hal kesehatan/keperawatan menurut (Friedman, 2010). Pada
perumusan diagnosa yang didapatkan dari analisa data berdasarkan data subjektif
danobjektif.
Diagnosa yang muncul dan ditemukan pada tinjauan teori dengan kasus mengenai
masalah ISPA terdapat sedikit perbedaan. Dalam teori terdapat 4 diagnosa
keperawatan, tetapi di kasus terdapat 3 diagnosa keperawatan.
77
Diagnosa keperawatan yang muncul dalam tinjauan teori, yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Hipertermi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Defisit pengetahuan
Sedangkan diagnosa yang dijumpai dalam kasus baik pada keluarga Bpk. M
maupun Bpk. E, yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan anggota
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah
Dari beberapa masalah yang didapatkan dalam kasus ditentukan 3 diagnosa yang
dipih berdasarkan prioritas masalah.
78
Diagnosa ketiga yaitu resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenal masalah, didapatkan dari kedua pasrtisipan yaitu anak susah untuk
makan, makan tidak pernah habis, nafsu makannya berkurang, An. N
mengatakan ia tidak nafsu makan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan
prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi
keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010).
Pembahasan intervensi dalam keperawatan keluarga meliputi tujuan umum, tujuan
khusus, kriteria hasil dan kriteria standar. Dalam mengatasi masalah ini peran perawat
adalah memberikan asuhan keperawatan keluarga untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut (Friedman, 2010).
79
Intervensi pada diagnosa kedua peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
yaitu sesuai dengan tugas keluarga pertama yaitu mengenal masalah kesehatan pada
keluarga yaitu keluarga mampu mengenal masalah yang menyebabkan peningkatan
suhu tubuh pada An. N dan An. A. Selanjutnya mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah ISPA yaitu keluarga menyatakan keputusannya untuk mengurangi
peningkatan suhu tubuh pada An. N dan An. A. Lalu merawat anggota keluarga yang
sakit ISPA dengan melakukan demonstrasi kompres hangat dan melakukan
demonstrasi cuci tangan 6 langkah, menganjurkan kepada orangtua untuk
memberikan
minum atau ASI yang banyak atau lebih dari biasanya kepada balita agar peningkatan
suhu tubuh bisa berkurang. Tugas keluarga selanjutnya yaitu keluarga mampu
melakukan modifikasi lingkungan dengan menciptakan lingkungan sehingga
menghindari terjadinya komplikasi pada An. N dan An.
A. Selanjutnya melakukan diskusi agar keluarga mampu memanfaatkan
pelayanan kesehatan terdekat untuk mengatasi masalah tersebut.
80
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu proses pelakasanaan terapi keperawatan keluarga yang
berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber
yang dimiliki keluarga. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan
keluarga dan sumber yang dimiliki oleh keluarga (Sudiharto, 2007). Implementasi
keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi rencana intervensi yang
memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga dan memandirikan keluarga dalam
bidang kesehatan. Keluarga di didik untuk dapat menilai potensi yang di miliki
mereka dan mengembangkannya melalui implementasi yang bersifat memampukan
keluarga untuk mengenal masalah kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan
dengan persoalan kesehatan yang dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga
sesuai kondisi kesehatannya, memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota
keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat (Sudiharto, 2007).
Implementasi dari diagnosa ini sesuai menurut teori yaitu memberikan penyuluhan
dan memberikan serta mengajarkan keluarga demonstrasi pembuatan obat tradisional
untuk perawatan balita dirumah seperti jika batuk, beri obat batuk tradisional
campuran 1/4 sendok teh jeruk nipis ditambah 2/3 sendok teh kecap atau madu dan
diberikan 3-4 kali sehari atau jeruk nipis dengan air hangat. Selain itu bisa juga
dengan meningkatkan pemberian makanan bergizi dan selalu memberikan ASI (Dewi,
2011).
81
Implementasi dari diagnosa yang kedua yaitu peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan anggota keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit pada kedua partisipan yaitu mendemonstrasikan
kompres hangat dan mendemonstrasikan cuci tangan 6 langkah, menganjurkan
kepada orangtua untuk memberikan minum atau ASI yang banyak atau lebih dari
biasanya kepada balita agar peningkatan suhu tubuh bisa berkurang.
Implementasi dari diagnosa ini sesuai menurut teori yaitu melakukan cuci tangan 6
langkah. Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi
faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan
kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal
memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan
antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera
bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif
dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara
didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga
menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia
(Kemenkes RI, 2010).
82
Implementasi dari diagnosa ini sesuai menurut teori yaitu melakukan penyuluhan
tentang cara meningkatkan nafsu makan anak dengan pemberian makanan variatif.
Strategi untuk pengobatan, pencegahan dan melindungi anak dari pneumonia adalah
dengan memperbaiki manajemen kasus pada semua tingkatan, vaksinasi, pencegahan
dan manajemen infeksi HIV, dan memperbaiki gizi anak (Kemenkes RI, 2010).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses terus menerus yang terjadi setiap saat perawat
memperbarui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Ayu
(2010), evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan
sekumpulan metode dan keterampilan untuk menentukan apakah program sudah
sesuai dengan rencana dan tuntutan keluarga.
83
Selanjutnya melakukan demonstrasi pembuatan jeruk nipis hangat didapatkan hasil
objektif keluarga sudah mampu mempraktekkan pembuatan jeruk nipis hangat dan
memodifikasi lingkungan yang baik. Selanjutnya pada kegiatan pemanfaatan
pelayanan kesehatan didapatkan hasil objektif keluarga dapat memanfaatkan
pelayanan untuk mengatasi masalah kesehatan pada An. A. Hasil analisa bahwa
masalah teratasi sebagian, dan untuk menindaklanjuti hal tersebut telah diambil
keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan menganjurkan keluarga untuk
menerapkan apa yang telah disampaikan dan diajarkan kepada keluarga.
84
Sedangkan pada partisipan 2 didapatkan hasil Ibu N tampak sudah memahami tentang
cara meningkatkan nafsu makan anak dengan pemberian makanan variatif.
Selanjutnya melakukan konseling pada keluarga An. A dengan ISPA didapatkan hasil
objektif keluarga sudah memahami dan termotivasi untuk meningkatkan manajemen
nutrisi pada An. A agar nafsu makan pada An. A bisa meningkat. Hasil analisa bahwa
masalah teratasi sebagian, dan untuk menindaklanjuti hal tersebut telah diambil
keputusan untuk melanjutkan intervensi.
Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa kedua partisipan sudah mampu
mengenal masalah yang ada pada keluarga, mampu mengambil keputusan, merawat
anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan pelayanan
fasilitas kesehatan. Kedua partisipan sudah mampu menerapkan demonstrasi yang
telah diajarkan selama kunjungan.
Setelah dilakukan evaluasi didapatkan hasil tingkat kemandirian pada kedua partisipan
dari tingkat kemandirian keluarga pertama yaitu menerima petugas perawatan
kesehatan masyarakat dan menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan rencana keperawatan berubah menjadi tingkat kemandirian keluarga kedua
yaitu menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat, menerima pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan, tahu dan dapat
mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar, memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai anjuran dan melakukan tindakan keperawatan sederhana
sesuai anjuran.
Rencana tindak lanjut dari evaluasi yang dilakukan adalah kedua partisipan dapat
memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai anjuran, keluarga dapat melanjutkan
demonstrasi pembuatan jeruk nipis hangat, demonstrasi kompres hangat dan
demonstrasi cuci tangan 6 langkah, keluarga dapat berperan sebagai pendidik dan
koordinator dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada anak dan keluarga dapat
berperan dalam melanjutkan perawatan kepada anak dirumah.
85
BAB V
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan keluarga pada An. N dan An.
A dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas kampung Bangka Kota Pontianak tahun
2022, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada hasil pengkajian didapatkan kesamaan data dari kasus yang diangkat
dengan teori yang sudah ada. Dimana keluarga mengeluhkan anggota
keluarganya yang sedang mengalami batuk, pilek, demam disertai sesak nafas.
Namun, ada perbedaan pada riwayat ketika lahir dan tata lingkungan keluarga
seperti lingkungan rumah dan kebiasaan keluarga dalam kesehariannya. Hasil
pemeriksaan fisik diperoleh kedua partisipan terlihat batuk, konjungtiva
anemis, kulit terlihat pucat, terlihat lemah dan lesu.
86
mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan pada kedua keluarga. Implementasi pada
diagnosa kedua yaitu melakukan demonstrasi kompres hangat dan cara cuci tangan 6
langkah. Implementasi pada diagnosa ketiga yaitu melakukan penyuluhan mengenai
cara meningkatkan nafsu makan anak dengan pemberian makanan variatif dan
konseling manajemen nutrisi agar keluarga mampu merawat anggota keluarganya
yang sakit. Implementasi yang tidak dilakukan pada semua diagnosa yaitu tugas
khusus keluarga ke empat dan kelima seperti demonstrasi modifikasi lingkungan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan karena implementasi tersebut digabung
pelaksanaanya pada diagnosa pertama.
5. Pada tahap akhir peneliti mengevaluasi kepada pasien dan keluarga mulai
tanggal 21 Juli 2022, mengenai tindakan keperawatan yang telah dilakukan
berdasarkan catatan perkembangan. Evaluasi yang didapat tingkat kemandirian
kedua partisipan yaitu dari tingkat kemandirian keluarga pertama berubah
menjadi tingkat kemandirian keluarga kedua, keluarga Bpk. M dan Bpk. E
memahami tentang ISPA dan cara meningkatkan nafsu makan anak dengan
pemberian makanan variatif, Ibu Y dan Ibu N dapat mempraktekkan cara
membuat jeruk nipis hangat, kompres hangat dan cuci tangan 6 langkah,
keluarga termotivasi merawat anggota keluarganya, keluarga mengambil
keputusan dalam mengatasi masalah ISPA, keluarga dapat memodifikasi
lingkungan dan keluarga dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk
mengatasi masalah ISPA pada An. N dan An. A.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Pimpinan Puskesmas Andalas Kota Padang
Melalui pimpinan Puskesmas Andalas diharapkan dapat memberikan motivasi dan
bimbingan kepada keluarga agar dapat memberikan asuhan keperawatan keluarga
secara optimal kepada keluarga dan lebih meningkatkan mutu pelayanan di komunitas
atau di lapangan.
87
2. Bagi Keluarga Bpk. M dan Bpk. E
Kedua keluarga berisiko untuk terjadi kambuhya penyakit pada An. N dan An. A,
sehingga An. N dan An. A perlu diharapkan upaya pencegahan serta pengendalian
secara rutin dari keluarga. Upaya pencegahan dapat dilakukan seperti menjaga
kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal dan memberikan asupan makanan
bergizi kepada anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya lebih merencanakan implementasi yang direncanakan
seperti tugas khusus keluarga keempat dan kelima yaitu modifikasi lingkungan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan baik dan tepat dan sebagai acuan serta
pembanding terhadap asuhan keperawatan yang akan dilakukan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Agrina, dkk. 2014. Analisa Aspek Balita Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) Dirumah. Jurnal Keperawatan. Diakses 08 Januari 2017
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2340
Alimul, Aziz Hidayat. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Laporan Tahunan Tahun 2015. Padang :
DKK.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014.
Dion, Yohanes & Yasinta Betan. 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan
Praktik. Yogyakarta : Nuha Medika.
Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta. Diakses 12 Januari 2017
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil- kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-Indonesia-2015.pdf
Kyle, Terri & Carman, Susan. 2015. Buku Praktik Keperawatan Pediatri. Jakarta
: EGC.
Nelson. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Jakarta : EGC.
Sari, Kartika Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media.
Saryono & Anggraeni, Mekar Dwi. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sundari, Siti dkk. 2014. Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko
Terjadinya ISPA Pneumonia pada Balita. Jurnal Pendidikan Sains. Diakses
11 Januari 2017 dari http://journal.um.ac.id/index.php/jps/ISSN:
2338-9117
LAMPIRAN I
90
HASIL PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Bpk.
M KHUSUSNYA PADA An. N DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
AKUT (ISPA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPUNG BANGKA
KOTA PONTIANAK
91
Genogram :
Keterangan :
= pasien
= perempuan
= laki-laki
= tinggal serumah
4. Tipe Keluarga
Keluarga Bpk. M memiliki tipe keluarga inti dimana didalamnya terdiri dari
seorang ayah yang mencari nafkah, seorang ibu yang mengurusi rumah
tangga dan anak.
5. Suku
An. N bersuku Caniago karena menurut adat orang Minang, anak mengikuti
suku Ibunya yaitu Caniago dan berkewarganegaraan Indonesia.
6. Agama
Semua anggota keluarga beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama Islam.
7. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga Bpk. M memiliki penghasilan + 2.000.000. Penghasilan Bpk. M
terkadang tidak tetap tiap bulannya, tergantung kerjaan yang akan
dikerjakan. Penghasilan Bpk. M digunakan untuk mencukupi kebutuhan
sehari- hari.
92
8. Aktifitas rekreasi keluarga
Keluarga jarang melakukan kegiatan rekreasi, lebih sering berkumpul
dirumah. Rekreasi hanya saat lebaran dan saat anaknya sedang liburan akhir
sekolah.
93
c. LINGKUNGAN
1. Karakteristik rumah
Rumah yang ditempati keluarga Bpk. M merupakan rumah sendiri yang
diwariskan dari orangtuanya. Sebelumnya keluarga Bpk. M tinggal dirumah
kontrakan selama 5 tahun dan sekarang sudah tinggal dirumah sendiri.
Bentuk rumah keluarga Bpk. M yaitu permanen dengan atap seng, lantai
sudah diplester / disemen. Ukuran rumah 9 m x 5 m. Rumah keluarga Bpk.
M tampak tidak rapi, ventilasi di ruang tamu masih kurang, jendela berdebu,
barang-barang berserakan di ruang tamu seperti baju-baju dan perabotan
lainnya, lantai rumah dari semen di alaskan kasur santai, lantai dapur dari
semen dan halaman rumah bersih, sumber air minum keluarga Bpk. M
menggunakan air hujan yang telah dimasak, mandi menggunakan air ledeng.
Lingkungan rumah cukup luas dengan perabotan yang cukup jendela.
Halaman rumah dan ruangan selalu disapu. Banyak pakaian yang
bergantungan di kamar (di tembok). Jendela kamar jarang dibuka, sehingga
siang hari tampak gelap.
Denah Rumah
6 5 4
2
7 3
1
Keterangan :
1 = Pintu Masuk
2 = Pintu Keluar
3 = Ruang Tamu
4 = Kamar 1
5 = Kamar 2
6 = Dapur
7 = Ruang Makan
94
2. Karakteristik tetangga dan komunikasi RW
Lingkungan An. N tinggal terbilang cukup padat karena rumah dempet-
dempet antara rumah satu dengan yang lainnya. Di sekitar tempat tinggal An.
N juga terdapat banyak balita. Masyarakat tempat An. N terilihat rukun.
3. Mobilisasi geografis keluarga
Keluarga Bpk. M menetap tinggal dirumah yang telah dimilikinya kini, dari
warisan orangtuanya.
4. Perkumpulan keluarga & interaksi dengan masyarakat
Keluarga Bpk. M biasanya berkumpul setiap lebaran, interaksi dengan
tetangga cukup baik, tetangga sering berkunjung ke rumah untuk mengobrol
dan teman-teman dari An. N sering main kerumah untuk bermain dengan An.
N.
5. Sistem pendukung keluarga
Sistem pendukung keluarga adalah Bpk. M dan Ibu Y dimana mereka
bertindak sebagai orangtua dari An. N. Namun An. N kurang mendapatkan
perhatian dari Bpk. M sebagai ayah, karena Bpk. M yang bekerja sebagai
nelayan memaksakan Bpk. M untuk jarang berada dirumah.
d. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola komunikasi
Komunikasi antar keluarga yaitu komunikasi terbuka, bahasa yang digunakan
biasanya bahasa melayu. An. N juga komunikatif dengan anggota
keluarganya.
2. Struktur kekuatan keluarga
Di keluarga, Bpk. M yang mengatur semua kebutuhan rumah tangga. Bpk. M
juga bertanggug jawab mengambil keputusan dan semua keluarga akan
mematuhi karena Bpk. M sebagai kepala keluarga dan ayah bagi anak-
anaknya.
95
3. Struktur peran
a. Bpk. M berperan sebagai kepala rumah tangga yang bekerja
sebagai nelayan.
b. Ibu Y berperan sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurus
keluarga beserta anak-anaknya.
c. An. Re berperan sebagai anak dari pasangan Bpk. M dan Ibu Y
yang merupakan anak pertama berperan sebagai anak remaja.
d. An. Ry berperan sebagai anak dari pasangan Bpk. M dan Ibu Y
yang merupakan anak kedua berperan sebagai anak sekolah.
e. An. N berperan sebagai anak dari pasangan Bpk. M dan Ibu Y yang
merupakan anak ketiga berperan sebagai anak pra sekolah.
f. An. A berperan sebagai anak dari pasangan Bpk. M dan Ibu Y yang
merupakan anak keempat berperan sebagai anak.
4. Nilai dan norma budaya
Dalam kehidupan sehari-hari keluarga Bpk. M menggunakan norma
dan nilai sesuai dengan agama dan adat istiadat yang tidak
bertentangan dengan kesehatan.
e. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi afektif
Di antara anggota keluarga terdapat perasaan saling menyayangi dan
menghargai satu sama lainnya.
2. Fungsi sosialisi
Sosialisasi antar anggota keluarga dan tetangga sekitar cukup baik.
3. Fungsi perawatan keluarga
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah
An. N kurang mampu memahami masalah kesehatan yang dialaminya,
karena An. N yang masih balita.
b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan
Tindakan kesehatan tidak cukup baik, keluarga kurang berperan dalam
mengambil keputusan jika ada anggota keluarga yang sedang sakit.
96
c. Kemampuan keluarga merawat anggota yang sakit
Jika ada anggota keluarga yang sakit keluarga akan ikut merawat.
d. Kemampuan keluarga dalam memelihara di lingkungan sehat
Keluarga kurang mengetahui lingkungan yang sehat, hygiene dan
manfaat lingkungan yang sehat.
g. HARAPAN KELUARGA
Keluarga Bpk. M mengharapkan agar petugas kesehatan dapat memberikan
pelayanan kesehatan terhadap mereka dan membantu bila keluarga mengalami
kesulitan dalam hal kesehatan semaksimal mungkin.
97
h. PEMERIKSAAN FISIK ANGGOTA KELUARGA
98
Leher Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pelebaran pelebaran pelebaran pelebaran pelebaran
vena vena vena vena vena
Juguralis, Juguralis, Juguralis, Juguralis, Juguralis,
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
pembengk pembengk pembengk pembengk pembengk
akan akan akan akan akan
kelenjar kelenjar kelenjar kelenjar kelenjar
tiroid tiroid tiroid tiroid tiroid
Dada Dada Dada Dada Dada Dada
tampak tampak tampak tampak tampak
simetris, simetris, simetris, simetris, simetris,
tidak tidak tidak tidak suara
terdengar terdengar terdengar terdengar nafas
suara suara suara suara ronchi,
nafas nafas nafas nafas tidak lesi
tambahan, tambahan, tambahan, tambahan, dan
tidak lesi tidak lesi tidak lesi tidak lesi pembengk
dan dan dan dan akan
pembengk pembengk pembengk pembengk berupa
akan akan akan akan benjolan,
berupa berupa berupa berupa tidak ada
benjolan, benjolan, benjolan, benjolan, retraksi
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada dinding
retraksi retraksi retraksi retraksi dada
dinding dinding dinding dinding
dada dada dada dada
Abdomen Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
asietes, asietes, asietes, asietes, asietes, asietes,
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
nyeri nyeri nyeri nyeri nyeri nyeri
tekan dan tekan dan tekan dan tekan dan tekan dan tekan dan
nyeri lepas nyeri lepas nyeri lepas nyeri lepas nyeri lepas nyeri lepas
disetiap disetiap disetiap disetiap disetiap disetiap
kuardran kuardran kuardran kuardran kuardran kuardran
Ekstermitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
kelainan kelainan kelainan kelainan kelainan kelainan
pada pada pada pada pada pada
ekstemitas ekstemitas ekstemitas ekstemitas ekstemitas ekstemitas
atas dan atas dan atas dan atas dan atas dan atas dan
bawah bawah bawah bawah bawah bawah
99
ANALISA DATA
DO:
- An. N tampak batuk dan pilek
DO:
- Badan An. N teraba
hangat
- An. N terlihat gelisah
- Mata An. N terlihat
memerah
100
- Suhu : 37,9 oC
3. DS : Resiko ketidak Ketidakmampuan
- Ibu Y mengatakan seimbangan nutrisi keluarga dalam
An. N susah untuk kurang dari mengenal masalah
makan kebutuhan tubuh
- Ibu Y mengatakan
An. N jika makan
tidak
pernah habis
- Ibu Y mengatakan jika
An. N sakit, nafsu
makannya berkurang
- An. N mengatakan ia
tidak nafsu makan
DO :
- An. N tampak main-
main ketika makan
- An. N tampak tidak
menghabiskan
makanannya
- Konjungtiva tampak
anemis
- TB : 96 cm
- BB : 11 kg
- IMT : 11,9
LAMPIRAN : II
= pasien
= perempuan
= laki-laki
= tinggal serumah
4. Tipe Keluarga
Keluarga Bpk. E memiliki tipe keluarga inti dimana didalamnya terdiri dari
seorang ayah yang mencari nafkah, seorang ibu yang mengurusi rumah tangga
dan anak.
5. Suku
An. A bersuku melayu karena menurut adat orang melayu, anak mengikuti suku
bapaknya yaitu melayu dan berkewarganegaraan Indonesia.
6. Agama
Semua anggota keluarga beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama Islam.
7. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga Bpk. E memiliki penghasilan + 2.600.000. Penghasilan Bpk. E
digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari.
8. Aktifitas rekreasi keluarga
Keluarga Bpk. E sering mengajak An. A dan istrinya jalan-jalan setiap sore hari
ditepian sungai kapuas.
c. LINGKUNGAN
1. Karakteristik rumah
Rumah yang ditempati keluarga Bpk. E merupakan rumah sendiri. Bentuk
rumah keluarga Bpk. E yaitu permanen dengan atap seng, lantai sudah
diplester / disemen. Ukuran rumah 8 m x 6 m. Rumah keluarga Bpk. E tampak
tidak rapi, ventilasi di ruang tamu masih kurang, jendela berdebu, barang-
barang berserakan di ruang tamu seperti baju-baju dan perabotan lainnya, lantai
rumah dari semen yang sudah di keramik, lantai dapur dari semen dan halaman
rumah bersih, sumber air minum keluarga Bpk. E menggunakan air galon,
mandi menggunakan air sumur bercincin dengan jarak septik tank 5 meter dari
sumur. Lingkungan rumah cukup luas dengan perabotan yang cukup jendela dan
meja kursi tampak banyak debu. Halaman rumah dan ruangan selalu disapu.
Banyak pakaian yang bergantungan di kamar dan ruang makan (di tembok).
Jendela kamar jarang dibuka, sehingga siang hari tampak gelap.
Denah Rumah
2
4 6
3 5
Keterangan :
1 = Pintu Masuk
2 = Pintu Keluar
3 = Kamar Tidur 1
4 = Kamar Tidur 2 5
= Ruang Tamu
6 = Dapur/Ruang Makan
e. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi afektif
Di antara anggota keluarga terdapat perasaan saling menyayangi dan menghargai satu
sama lainnya.
2. Fungsi sosialisi
Sosialisasi antar anggota keluarga dan tetangga sekitar cukup baik.
3. Fungsi perawatan keluarga
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah
An. A kurang mampu memahami masalah kesehatan yang dialaminya, karena An.
A yang masih balita.
b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan
Tindakan kesehatan tidak cukup baik, keluarga kurang berperan dalam mengambil
keputusan jika ada anggota keluarga yang sedang sakit.
c. Kemampuan keluarga merawat anggota yang sakit
Jika ada anggota keluarga yang sakit keluarga akan ikut merawat.
d. Kemampuan keluarga dalam memelihara di lingkungan sehat
Keluarga kurang mengetahui lingkungan yang sehat, hygiene dan
manfaat lingkungan yang sehat.
g. HARAPAN KELUARGA
Keluarga Bpk. E mengharapkan agar petugas kesehatan dapat memberikan
pelayanan kesehatan terhadap mereka dan membantu bila keluarga mengalami
kesulitan dalam hal kesehatan semaksimal mungkin.
h. PEMERIKSAAN FISIK ANGGOTA KELUARGA
Pemeriksaan Bpk. E Ibu N An. A
Keadaan umum KU : baik KU : baik KU : baik
TB : 165 cm TB : 157 cm TB : 74 cm
BB : 65 kg BB : 80 kg BB : 7 kg
TD: 110 / 80 TD: 110 / 60 RR : 45 x/i
mmHg mmHg N : 97 x/i
N : 84 x/i N : 88 x/i S: 38 0C
S: 36,5 0C S: 36,5 0C
Kepala Tidak ada Tidak ada Tidak ada
benjolan, tidak benjolan, tidak benjolan, tidak
ada lesi, rambut ada lesi, ada lesi,
hitam rambut hitam rambut hitam
Mulut Mukosa mulut Mukosa mulut Mukosa mulut
lembab, tidak lembab, tidak lembab
ada caries gigi ada caries gigi
Mata Mata tampak Mata tampak Mata tampak
simetris, simetris, simetris,
konjungtiva konjungtiva konjungtiva
tidak anemis, tidak anemis, anemis, sklera
sklera tidak sklera tidak tidak ikhterik
ikhterik ikhterik
Hidung Tidak ada Tidak ada Tidak ada
cuping hidung cuping hidung cuping hidung
saat bernafas, saat bernafas, saat bernafas,
tidak ada tidak ada tidak ada
pembengkakan pembengkakan pembengkakan
dan lesi dan lesi dan lesi
Telinga Tidak ada luka, Tidak ada Tidak ada
tidak ada luka, tidak ada luka, tidak ada
serumen, fungsi serumen, serumen,
pendengaran fungsi fungsi
baik pendengaran pendengaran
baik baik
Leher Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pelebaran vena pelebaran vena pelebaran vena
Juguralis, tidak Juguralis, tidak Juguralis, tidak
ada ada ada
pembengkakan pembengkakan pembengkakan
kelenjar tiroid kelenjar tiroid kelenjar tiroid
Dada Dada tampak Dada tampak Dada tampak
simetris, tidak simetris, tidak simetris, suara
terdengar suara terdengar suara nafas ronchi,
nafas, tidak lesi nafas, tidak tidak lesi dan
dan lesi dan pembengkakan
pembengkakan pembengkakan berupa
berupa benjolan, berupa benjolan, tidak
tidak ada benjolan, tidak ada retraksi
retraksi dinding ada retraksi dinding dada
dada dinding dada
Abdomen Tidak ada Tidak ada Tidak ada
asietes, tidak asietes, tidak asietes, tidak
ada nyeri tekan ada nyeri tekan ada nyeri tekan
dan nyeri lepas dan nyeri lepas dan nyeri lepas
disetiap disetiap disetiap
kuardran kuardran kuardran
Ekstermitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada
kelainan pada kelainan pada kelainan pada
ekstemitas atas ekstemitas atas ekstemitas atas
dan bawah dan bawah dan bawah
ANALISA DATA
DO:
- An. A tampak batuk dan
pilek
- An. A terlihat sesak saat
bernafas
- Tampak mengeluarkan
ingus dari hidung
- RR : 45 x/i
- Nadi : 97 x/i
- Suhu : 38 oC
2. DS: Peningkatan suhu Ketidakmampuan
- Ibu N mengatakan badan tubuh anggota keluarga
An. A terasa panas dalam merawat
- Ibu N mengatakan An. anggota keluarga
A demam + 5 hari yang sakit
- Ibu N mengatakan An.
A sering rewel
DO:
- Badan An. A
teraba hangat
- An. A terlihat rewel
dan gelisah
- Mata An. A terlihat
memerah dan sembab
- Suhu : 38 oC
3. DS : Resiko Ketidakmampuan
- Ibu N mengatakan An. ketidakseimbangan keluarga dalam
A susah untuk makan nutrisi kurang dari mengenal masalah
- Ibu N mengatakan jika kebutuhan tubuh
An. A sedang makan,
butuh waktu yang lama
untuk menghabiskan
makannya
- Ibu N mengatakan jika
An. A sakit, nafsu
makannya berkurang
DO :
- An. A tampak main-
main ketika disuapi oleh
ibuya
- An. A tampak
tidak
menghabiskan
makanannya
- Konjungtiva
tampak anemis
- TB : 74 cm
- BB : 7 kg
- IMT : 12,8