Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP

KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS

LITERATUR RIVIEW

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Pada Program Studi Keperawatan

OLEH:
ARINA ASMARA PUTRI
1490121095

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
TAHUN 2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................1
BAB I............................................................................................................................2
PENDAHULUAN........................................................................................................2
A. Latar Belakang...................................................................................................2
B. RumusanMasalah...............................................................................................5
C. TujuanPenelitian................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................................6
1. Manfaat Teoristis...........................................................................................6
2. Manfaat Praktis..............................................................................................6
BAB II..........................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................8
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)..........................................................8
1. Defenisi ISPA................................................................................................8
2. Klasifikasi ISPA.............................................................................................8
3. Etiologi ISPA.................................................................................................9
4. Faktor Mempengaruhi....................................................................................9
5. Manifestasi Klinis........................................................................................11
6. Patofisiologi.................................................................................................12
7. Komplikasi ISPA.........................................................................................12
8. Pencegahan ISPA.........................................................................................12
9. Penatalaksanaan ISPA..................................................................................13
B. Balita................................................................................................................14
C. Faktor Lingkungan Dalam Rumah..................................................................14
1. Berat Badan Lahir (BBL).............................................................................14
2. ASI Eksklusif...............................................................................................15
3. Status Imunisasi...........................................................................................15

ii
4. Ventilasi Rumah...........................................................................................16
5. Asap Rokok..................................................................................................17
D. Konsep Kerangka.............................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan Penyakit saluran


pernafasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom). Meskipun
organ pernafasan yang terlibat adalah bagian sinus, tenggorokan, saluran udara, atau
paru-paru, tetapi yang menjadi focus adalah paru-paru. Titik perhatian ini disepakati
karena tingginya tingkat mortalitas radang paru-paru. Penyakit ISPA ( Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) juga merupakan salah satu penyebab kematian utama pada
bayi dan belita di negara berkembang hingga negara maju masih ada angka
morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ISPA. Penyakit ini juga dapat ditularkan
melalui droplet dan kotak dengan tangan atau benda lain yang terkontaminasi
(WHO , 2020).

Penyakit ini cenderung menjadi endemic dan pandemic dalam pelayanan


kesehatan dan menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas di dunia, serta
merupakan penyebab paling umum konsultasi dan perawatan di pelayanan kesehatan,
terutama dalam pelayanan anak. Hampir 4 juta orang meninggal akibat Infeksi
Saluran Pernafasan Akut setiap tahun. Tingkat kematian sangat tinggi ada pada bayi,
anak-anak, dan orangtua.

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa kematian anak pada


balita disebabkan oleh ISPA yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia.
Ada 15.000 anak balita meninggal dunia setiap harinya. Angka kasus infeksi saluran

1
pernafasan akut tertinggi terjadi pada tiga bulan di awal tahun 2020 yaitu pada
bulan

2
3

januari (21,94%), Februari (21,26%), dan Maret (28,28%) (Dian 2020). ISPA
menyumbang 16 % dari seluruh jumlah kematian anak dibawah umur 5 tahun di
dunia sebesar 920.136 balita meninggal atau lebih 2.500 balita per hari (Suryananda,
2019). Terutama di Negara berpendapatan rendah dan menengah (WHO, 2020).
Wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia merupakan Negara dengan jumlah
kematian akibat ISPA tertinggi yaitu sebesar 25.000 jiwa selama tahun 2015,
kemudian di ikuti oleh Filipina, Myanmar, Vietnam, Laos, dan Kamboja.

ISPA di pengaruhi atau ditimbulkan oleh 3 hal yaitu adanya kuman/ bakteri,
keadaan daya tubuh, keadaan lingkungan, dan kualitas udara. Penyakit infeksi
saluran pernapasan akut dapat disebabkan oleh bakteri, yaitu: Escherichia coli,
streptococcus pneumonia, chlamidya trachomatis, chlamidya pneumonia,
mycoplasma pneumonia, dan beberapa bakteri lain. ISPA juga dapat disebabkan oleh
virus, yaitu: miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, virus influenza,
rhinovirus, respiratorik, syncytial virus, dan beberapa virus lain. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap faktor resiko penyakit ISPA yaitu keadaan lingkungan.
Lingkungan yang di maksud adalah pencemaran udara baik di dalam ruangan
maupun di luar ruangan serta sanitasi rumah. Pencemaran udara baik di dalam
ruangan maupun di luar ruangan serta sanitasi rumah. Pencemaran udara dalam
rumah seperti asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi yang tinggi, kelembaban rumah, suhu rumah, asap rokok, ventilasi rumah
dan kepadatan hunian. Sanitasi rumah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
seperti suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dapat
menjadi lingkungan yang nyaman bagi perkembangbiakan ISPA.

Berdasarkan hasil pustaka, penilitian tentang Hubungan Pengaruh lingkungan


kerja terhadap terjadinya penyakit ISPA balita oleh Patmawati Dongky (2016)
dengan judul “Faktor Resiko Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Balita
4

Di Kelurahan Takatidung Polewalimandar” Jenis penelitian yang di gunakan yaitu


menggunakan pendekatan cross sectional sebanyak 317 sampel balita secara
purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah kepadatan hunian dalam rumah
memberikan kontribusi terhadap kejadian ISPA pada balita di Kabupaten
Polewalimandar. Adapun penelitian tentang pengaruh kondisi pisik rumah dengan
kejadian ISPA pada anak oleh Kartini (2019) dengan judul “Pengaruh Kondisi Fisik
Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada anak usia 1-12 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Tarakan Kecamatan Wajo Kota Makasar”. Jenis penelitian ini
menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional study,
dengan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara pentilasi rumah
dengan kejadian ISPA, terdapat pengaruh kelembaban rumah dengan kejadian ISPA
dan tidak terdapat pengaruh antara suhu rumah dengan kejadian ISPA dan terdapat
pengaruh antara merokok dengan kejadian ISPA pada anak usia 1-12 tahun.

Profil kesehatan Jawa Barat dari laporan P2, ISPA Kabupaten Ciamis tahun
2019 terdapat data balita ISPA pneumonia dengan 3 daerah penderita terbesar yaitu
Cipaku sebanyak 350 jiwa, kemudian Rancah 324 jiwa dan Banjarsari 294 jiwa.
(Dinkes Ciamis, 2019). Terciptanya kesejahteraan rakyat dan pembangunan
masyarakat di antaranya yaitu untuk menurunkan angka kematian pada anak yang
memerangi penyakit menular serta mematikan kelestarian lingkungan hidup pada
target dari MDGs tahun 2015. Oleh karena itu adalah tantangan utama pada
pembangunan oleh seluruh dunia, juga termasuk Indonesia dimana kondisi penyakit
menular masih belum terkendali dengan optimal yang termasuk penyakit infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) (Aulia, 2015). Dengan demikian penulis mengambil
tema artikel literatur review tentang “Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap
Kejadian Ispa Di Wilayah Kerja Puskesmas”. Metode yang akan digunakan dalam
penulisan artikel literatur review ini adalah dengan penelusuran beberapa artikel yang
bersumber dari electronic data base. Penulis mengambil sumbel artikel yang
5

memenuhi kriteria inklusi dan menjawab pertanyaan penelitian. Data yang diperoleh
kemudian disusun secara sistematis, ditelaah, dibandingkan yang meliputi sampel,
metode penelitian, dan hasil penelitian.

B. RumusanMasalah

Salah satu alasan yang melatar belakangi penulis mengambil tema artikel
Literatur Review ini adalah banyak masyarakat terutama keluarga inti yang tidak
memperhatikan tentang kesadaran pengaruh kondisi lingkungan terhadap kejadian
ispa pada balita, akibatnya sampai saat ini masih banyak balita yang mengalami
ISPA. Sehingga peneliti tertarik melihat bagaimana kajian Literatur Review
“Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Kejadian ISPA Pada Belita di Wilayah
Kerja Puskesmas?”

C. TujuanPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mencari persamaan,


kelebihan dan kekurangan artikel-artikel penelitian pengaruh kondisi lingkungan
terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas.
6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada penelitian ini mencakup :

1. Manfaat Teoristis

Hasil penelitian ini menjadi sebuah bahan kajian untuk pembelajaran dalam
bidang keilmuan keperawatan terkait yaitu, keperawatan anak, keperawatan
komunitas. Sehingga bisa juga menjadi dasar untuk melakukan penelitian lanjutan
untuk antisipasi pengaruh lingkungan terhadap kejadian ISPA di wilayah kerja
puskesmas.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis pada penelitian ini mencakup :


a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan reperensi bagi
Institusi Pendididkan khususnya tentang masalah pengaruh kondisi
lingkungan terhadap kejadian ISPA pada balita.

b. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kejadain ISPA pada balita, serta
memberikan informasi tentang gejala ISPA. Sehingga masyarakat khususnya
orang tua dapat mengantisipasi bahkan mencegah datangnya penyakit ISPA
dan mewujudkan kondisi lingkungan rumah yang baik.
7

c. Bagi peneliti lain


Hasil penelitaian ini dapat dijadiakn dasar bagi peneliti selanjutnya
terutama yang berkaitan dengan Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap
Kejadian Ispa Di Wilayah Kerja Puskesmas.

d. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini bisa menambah pengetahuan wawasan dan
pengalaman secara langsung yang dapat digunakan untuk praktek di lapangan
nantinya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Defenisi ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut


yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai dari
hidung, (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga teliga tengah, dan pleura.

Menurut Depkes RI 2014, ISPA merupakan penyakit saluran


pernapasan akut yang meliputi saluran pernapasan bagian atas seperti rhinitis,
fharyngitis, dan otitis serta saluran pernapasan bagian bawah
seperti :laryngitis, bronchitis, bronchiolitis, dan pneumonia yang dapat
berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit yang sering diderita
oleh bayi dan anak.

2. Klasifikasi ISPA

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Desi (2015), klasifikasi ISPA


terbagi menjadi 3 yaitu :
1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
pilek, batuk, dan sesak.

8
9

2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak napas, suhu tubuh lebih dari 39⁰C
dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau teraba, nafsu makan
menurun.

3. Etiologi ISPA

Jumlah penderita infeksi pernapasan pada anak. Etiologi dan infeksinya


mempengaruhi umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan
yang ada. (Hartono, 2012).

Sistem pernapasan menjadi terpengaruh oleh bermacam-macam organisme


terinfeksi. Banyak infeksi disebabkan oleh virus dan bakteri, antara lain :
a. Bakteri : Escherichia coli, streptococcus pneumoniae, chlamidya trachomatis,
calidia pneumonia, mycoplasma pneumoniae, dan beberapa baktgeri lain.
b. Vurus : miksovirus, adenovirus, koronavirus, picornavirus, vurus influenza, virus
parainfluenza, rhinovirus, respiratorik syncytian virus, dan beberapa virus lain
( Marni 2014).

4. Faktor Mempengaruhi

a. Umur
Bayi umur dibawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah,
karena fungsi pelindung dari antibodi keibuan. Infeksi meningkat pada umur 3-6
bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibodi keibuan dan produksi antibodi
bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan
10

prasekolah. Pada waktu anak-anak umur berumur 5 tahun, infeksi pernapasan


yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi
mycoplasma pneumonia dan grup A β-Hemolytic Streptococcus akan meningkat.
Jumlah jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui
berulang-ulang meningkatkan kekebalan pada anak yang sedang tumbuh
dewasa.Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua
tetapi menyebabkan sakit yang hebat di sistem pernapasan bagian bawah atau
batuk asma pada balita. Sebagai contoh, batuk rejan secara relatif pada
trakeabronkhitis tidak berbahaya pada masa kanak-kanak namun merupakan
penyakit serius pada masa pertumbuhan.

b. Ukuran
Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem pernapasan.
Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran
radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu, jarak
antara struktur dalam sistem yang pendek pada anak-anak, walaupun organisme
bergerak dengan cepat kebawah sistem pernapasan yang mencakup secara luas.
Pembuluh Eustachius relatif pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak muda
yang membuat patogen mudah untuk masuk ke telinga bagian tengah.

c. Daya Tahan
Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruhi banyak
faktor. Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko terinfeksi. Kondisi lain
yang mengurangi daya tahan adalah malnutrisi, anemia, kelelahan, dan tubuh
yang menakutkan. Kondisi yang melemahkan pertahanan pada sistem
pernapasan dan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi (seperti alergi
rhinitis), asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru dan,
cystic fibrosis. Variasi Musim Banyaknya patogen pada sistem pernapasan yang
11

muncul dalam wabah selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi
mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi
yang berkaitan dengan asma (seperti asma bronchitis) frekuensi banyak muncul
selama cuaca dingin.

5. Manifestasi Klinis

Pada umumnya penyakit ISPA ditandai dengan keluhan dan gejala yang
ringan, namun seiring berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan tersebut
dapat menjadi berat kalau tidak diatasi. Oleh sebab itu, jika anak sudah menunjukkan
gejala sakit ISPA, maka harus segera diatasi agar tidak menyebabkan gagal napas
bahkan kematian. Gejala yang ringan biasanya diawali dengan demam, batuk, hidung
tersumbat, dan sakit tenggorokan.

Menurut Rasmaliah (2004) dalam Marni (2012), tanda bahaya dapat dilihat
berdasarkan tanda-tanda klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Secara klinis
pada pemeriksaan respirasi akan terdapat tanda dan gejala seperti berikut :takipnea,
napas tidak teratur (apnea), retraksi dinding thoraks, napas cuping hidung, sianosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. Sedangkan pada
sistem kardiovaskuler akan menunjukkan gejala takikardi, bradikardi, hipertensi,
hipotensi, dan cardiac arrest. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium adalah jika
ditemukan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis metabolik maupun asidosis
respiratorik.
12

6. Patofisiologi

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri escherichia coli,


streptococcus pneumonia, chlamidya trachomatis, chlamidya pneumonia,
mycoplasma pneumonia, dan beberapa bakteri lain dan virus miksovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus,
respiratory syncytial virus kedalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet
infection), kuman ini akan melekat pada sel-sel epitel hidung, dengan mengikuti
proses pernapasan makan kuman tersebut bias masuk ke bronkus dan masuk ke
saluran pernapasan yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan
sebagainya. (Marni, 2014).

7. Komplikasi ISPA

Pemeriksaan foto rontgen : Thoraks


Komplikasi ISPA berupa sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi
saluran tuba eustachii, hingga bronchitis dan pneumonia (radang paru). (Nyoman,
2017).

8. Pencegahan ISPA

Penanggulangan penyakit ISPA dilakukan dengan cara meningkatkan daya


tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin, pemberian
antibiotik seperti kotrimoksazol, amoksisillin, ampisillin, penisilin prokain untuk
13

pneumonia ringan, dan benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin


untuk pneumonia berat.

Sedangkan pencegahan ISPA dilakukan dengan cara mencegah terjadinya


malnutrisi, mencegah terjadinya anemia pada balita, memberikan vaksinasi
polisakarida pneumokokus dan vaksin konjugat pneumokokal, perlu juga diberikan
vitamin A, asam folat, zat besi, kalsium, dan mikronutrein (seng) (Marni, 2014).

9. Penatalaksanaan ISPA

Beberapa tindakan untuk meredakan gejala dapat dilakukan secara mandiri


dirumah, yaitu dengan :
a. Memperbanyak istirahat dan konsumsi air putih untuk mengencerkan dahak
sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan
b. Mengkonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk meredakan batuk
c. Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika mengalami sakit tenggorokan
d. Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan menggunakan bantal
tambahan untuk melancarkan pernapasan Atau dapat juga menggunakan obat-
obatan jika gejala belum reda, yaitu ibuprofen atau paracetamol,
diphenhydramine dan pseudoephedrine, obat batuk, dan antibiotik.
14

B. Balita
Usia balita dapat di kelompokan menjadi tiga golongan yaitu golongan usia
bayi (0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun), dan golongan pra sekolah (> 3 - 5
tahun). (WHO, 2014).
Sedangkan menurut (Kenenkes RI, 2018). Balita merupakan seorang anak
yang mempunyai usia diatas satu tahun atau yeng lebih dikenal dengan sebutan usia
bawah lima tahun.

C. Faktor Lingkungan Dalam Rumah

Terdapat banyak faktor yang mendasari penyakit ISPA pada balita. Hal ini
berhubungan dengan penjamu (host), agen penyakit (agent) dan lingkungan
(environment). Adapun beberapa faktor dibawah ini sebagai berikut :

1. Berat Badan Lahir (BBL)

Bayi baru lahir yang berat lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500
gram. Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat ISPA.
Berat badan saat lahir bayi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mikro dan
lingkungan makroadalah segala sesuatu yang berada di sekitar janin, terdiri dari otot
rahim, plasenta, cairan ketuban, kelahiran kembar, dan lain-lain. Lingkungan makro
mempunyai peranan terhadap berat badan bayi yang terdiri dari usia ibu saat
melahirkan, jumlah kehamilan yang dialami ibu, status terminasi kehamilan, gizi ibu,
penyakit ibu seperti perilaku merokok (Selamat, 2010).
15

Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan


BBLR. Sebanyak 22% kematian pada pneumonia diperkirakan terjadi pada BBLR.
(Depkes, 2007).
2. ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33


tahun 2012 adalah, ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam
bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(kecuali obat, vitamin, dan mineral). Pemberian ASI, terutama ASI eksklusif sangat
bermanfaat bagi anak untuk mencegah penyakit infeksi karena ASI memiliki zat
protektif atau zat imun. Salah satu infeksi yang terjadi pada balita adalah Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA). (Nirwana, 2014).

Beberapa kandungan yang terdapat dalam ASI yaitu kolostrum, protein,


lemak, laktosa, vitamin A, zat besi, taurin, lactobacillus, lactoferin, dan lisozim.
(Rahmawati, 2017).
3. Status Imunisasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun


2017, imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Status
imunisasi mempengaruhi terhadap daya tahan atau imunitas seseorang. Semakin
lengkap imunisasi, akan semakin bertambah juga daya tahan tubuhnya.

Menurut Depkes (2010), imunisasi dasar lengkap yang harus dimiliki oleh bayi yaitu:
a) Vaksin Hepatitis B untuk mencegah penyakit hepatitis B atau kerusakan hati.
b) Vaksin BCG untuk mencegah penyakit TBC/Tuberkulosis
16

c) Vaksin polio untuk mencegah penyakit polio atau lumpuh layu pada tungkai kaki
dan lengan tangan.
d) Vaksin DPT untuk mencegah penyakit difteri atau penyumbatan jalan napas,
batuk rejan atau batuk 100 hari serta tetanus.
e) Vaksin campak untuk mencegah penyakit campak yaitu radang paru, radang otak
dan kebutaan. Vaksin dimasukkan kedalam tubuh manusia melalui suntikan dan
oral atau mulut yang disebut imunisasi. Depkes (2010) mengeluarkan jadwal
imunisasi dasar yaitu :
1) Usia 0 bulan : Hepatitis B
2) Usia 1 bulan : BCG, Polio 1
3) Usia 2 bulan : DPT/HB 1, Polio 2
4) Usia 3 bulan : DPT/HB 2, Polio 3
5) Usia 4 bulan : DPT/HB 3, Polio 4
6) Usia 9 bulan : Campak

4. Ventilasi Rumah

Ventilasi merupakan tempat proses penyediaan udara segar yang masuk ke


dalam rumah dan juga sebagai tempat pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan
tertutup secara alamiah maupun mekanik. Tersedianya udara segar / bersih dalam
suatu ruangan sangat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak
mempunyai sistem ventilasi yang cukup baik maka dapat menimbulkan keadaan
yang merugikan kesehatan seseorang. (Susilawaty dkk, 2014).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.


1077/MENKES/PER/V/2011, syarat ventilasi rumah yang baik adalah luas ventilasi
17

minimal 10% dari luas lantairumah yang mempunyai ventilasi yang tidak berfungsi
dengan baik akan menghasilkan 3 akibat yaitu kekurangan oksigen, bertambahnya
konsentrasi karbondioksida, dan adanya bahan organik beracun yang mengendap
dalam rumah. Ventilasi rumah yang kurang baik akan lebih memungkinkan
timbulnya ISPA pada bayi dan balita karena mereka lebih lama berada di dalam
rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. (Iksan, 2018).

5. Asap Rokok

Paparan asap rokok merupakan penyebab signifikan masalah kesehatan


seperti ISPA dan penyakit yang menyerang saluran pernapasan lainnya, sebatang
rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas carbon
monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol
dehide, urethane, methanol, peryline dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, balita sering berada dekat


dengan anggota keluarga yang merokok. Paparan asap rokok tidak hanya menjadi
penyebab langsung kejadian ISPA pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung
yang diantaranya dapat melemahkan daya tahan tubuh balita. Asap rokok dapat
menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri. Asap rokok juga diketahui
dapat merusak ketahanan lokal paru, seperti kemampuan pembersihan mukosiliaris,
maka adanya anggota keluarga yang merokok terbukti merupakan faktor resiko yang
dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan pada anak balita. (Rad Marsy dalam
Wahyuningsih, 2017).
18

D. Konsep Kerangka

Konsep merupakan abratraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal


khusus, karna konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung
diamati atau di ukur, konsep hanya dapat diukur melalui atau yang lebih di kenal
dengan nama variabel, jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukan
nilai atau bilangan dari konsep.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu
variabel Independen dan variabel Dependen serperti berikut :

Skema 2.1 Kerangka Teori

Ringan

Kondisi Lingkungan Balita ISPA Sedang

Berat

Anda mungkin juga menyukai