Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kecemasan merupakan pengalaman perasaan yang menyakitkan

serta tidak menyenangkan. Gangguan kecemasan merupakan masalah

yang serius, dengan prevalensi 14,9% atau sekitar 264 juta orang

mengalami kecemasan di dunia (WHO, 2017). Permasalahan depresi

terjadi pada seluruh lapisan usia antara lain pada orang dewasa, anak –

anak dan remaja. revalensi ansietas di negara berkembang pada usia

dewasa dan lansia sebanyak 50%. Angka kejadian gangguan ansietas di

Indonesia sekitar 39 juta jiwa dari 238 juta jiwa penduduk[1].

Orang yang dilanda kecemasan bisa mengganggu keseimbangan

pribadi. Ansietas menjadi masalah psikologis yang muncul pada setiap

individu, keadaan ini sering tidak jelas tetapi sering dirasakan.[2] Masalah

ansietas dan stres yang tidak segera mendapatkan penanganan maka akan

berakibat pada persoalan yang semakin berat yaitu depresi. Ansietas dapat

digunakan sebagai alat peringatan yang memberikan tanda bahaya kepada

individu tersebut (Videbeck, 2011). Sedangkan menurut Keliat, Wiyono,

Susanti (2011) ansietas adalah suatu kondisi perasaan yang berkaitan

dengan ketakutan, disertai gejala fisik seperti jantung berdebar, nafas


pendek atau nyeri dada, keringat dingin, tangan gemetaran, yang dapat

disebabkan oleh genetik, biokimia otak, dan mekanisme fight-flight.[3]

Ansietas merupakan kebingungan atau kekwatiran pada sesuatu

yang terjadi dengan penyebab tidak jelas dan dihubungkan dengan

perasaan tidak menentu dan ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian

terhadap suatu obyek[4]. Gangguan kecemasan juga dapat dicirikan

dengan kecemasan atau kekhawatiran berlebihan pada beberapa aktivitas

seperti performa di pekerjaan atau di sekolah yang sulit dikendalikan oleh

seorang individu.[5]

Dari beberapa penelitian didapatbahwa penatalakasaan

nonfarmakologis

dapat menurunkan kecemasan diantaranya: terapi musik dapat

menurunkan kecemasan (Ferawati, 2015), terapi ralaksasi napas dalam

dapat menurunkan tingkat kecemasan (Istikomah & Murwati, 2016), terapi

imajinasi terbimbing dapat menurunkan tingkat kecemasan (Sarsito,2015)

dan terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat

kecemasan(Deliyani, Majudin & Adiningsih, 2015)[6]

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik sistematis

untuk mencapai keadaan relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund

Jacobson (Supriatin,2011). Dalam jurnal yang berjudul Monochord sounds

and progressive muscle relaxation reduce anxiety and improve relaxation

during chemotherapy: A pilot EEG study (Lee, J.E, 2012) didapatkan hasil
bahwa relaksasi otot progresif dapat memberikan efek relaksasi,

mengurangi kecemasan, dan meningkatkan status fisik ataupun psikologis

klien dengan kanker ginekologi yang menjalani kemoterapi dengan

meningkatkan aktivitas posterior theta (3,5 – 7,5 Hz) dan menurunkan

midfrontal beta-2 band (20- 29,5 Hz) selama tahap akhir dari terapi.[7]

Latihan relaksasi otot progresif juga dapat menghentikan

peningkatan saraf simpatis serta mempunyai efek sensasi menenangkan

anggota tubuh, dengan manfaat menurunkan tegangan otot, mengurangi

masalah-masalah yang berhubungan dengan cemas, maka penulis tertarik

untuk menyusun literature riview tentang Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif terhadap Ansietas.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada literature

review ini adalah “ Apakah ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

ansietas ?”

C. TujuanPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mencari persamaan,

kelebihan dan kekurangan artikel-artikel penelitian Pengaruh Relaksasi

Otot Progresif terhadap Ansietas.


A. Manfaat Penelitian

B. Manfaat penelitian pada penelitian ini mencakup :

1. Manfaat Teoristis

Hasil penelitian ini menjadi sebuah bahan kajian untuk

pembelajaran dalam bidang keilmuan keperawatan terkait yaitu,

keperawatan jiwa. Sehingga bisa juga menjadi dasar untuk melakukan

penelitian lanjutan untuk antisipasi Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

terhadap Ansietas.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis pada penelitian ini mencakup :

a. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan reperensi

bagi Institusi Pendididkan khususnya tentang masalah Pengaruh Relaksasi

Otot Progresif terhadap Ansietas.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

tentang Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Ansietas.Serta

memberikan informasi tentang gejala Ansietas. Sehingga dapat

mengantisipasi bahkan mencegah datangnya cemas.

c. Bagi peneliti lain

Hasil penelitaian ini dapat dijadiakn dasar bagi peneliti selanjutnya

terutama yang berkaitan dengan Pengaruh Relaksasi Otot Progresif

terhadap Ansietas

d. Bagi peneliti

Dengan penelitian ini bisa menambah pengetahuan wawasan dan

pengalaman secara langsung yang dapat digunakan untuk praktek di

lapangan nantinya.
BAB II

A. Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2016) kecemasan adalah keadaan

emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu oleh hal yang tidak

diketahui dan menyertai semua pengalaman baru, seperti masuk sekolah,

memulai pekerjaan baru atau melahirkan anak. Karakteristik kecemasan

ini yang membedakan dari rasa takut. Menurut Kaplan, Saddock, dan
Grebb (2010) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang

mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai

perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan

identitas diri dan hidup. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif

mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum

dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa

aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak

menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis

dan psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan

suatu keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap

kesehatan.

Menurut Zakariah (2015) kecemasan adalah suatu perasaan yang

tidak menyenangkan yang digambarkan dengan kegelisahan atau

ketegangan dan tanda – tanda hemodinamik yang abnormal sebagai

konsekuensi dari stimulasi simpatik, parasimpatik dan endokrin.

Kecemasan ini terjadi segera setelah prosedur bedah direncanakan.

Menurut Rachmad (2009) kecemasan timbul karena adanya sesuatu yang

tidak jelas atau tidak diketahui sehingga muncul perasaan yang tidak

tenang, rasa khawatir, atau ketakutan. Menurut Ratih (2012) kecemasan

merupakan perwujudan tingkah laku psikologis dan berbagai pola

perilaku yang timbul dari perasaan kekhawatiran subjektif dan

ketegangan.
2. Teori – teori kecemasan

Konsep kecemasan berkembangnya dari zaman dahulu sampai

sekarang. Masing – masing model mengembangkan beberapa teori

tertentu dari fenomena kecemasan. Teori-teori ini saling diperlukan

untuk memahami kecemasan secara komprehensif. Berikut beberapa

teori kecemasan menurut (Kaplan dan Sadock, 2010) yaitu :

1) Teori genetik

Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat hidup

dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk berperilaku

cemas. Sejak kanak – kanak mereka merasa risau, takut dan merasa

tidak pasti tentang sesuatu yang bersifat sehari – hari. Penelitian riwayat

keluarga dan anak kembar menunjukkan faktor genetik ikut

berperan dalam gangguan kecemasan.

2) Teori katekolamin

Situasi – situasi yang ditandai oleh sesuatu yang baru, ketidakpastian

perubahan lingkungan, biasanya menimbulkan peningkatan sekresi

adrenalin (epinefrin) yang berkaitan dengan intensitas reaksi – reaksi

yang subjektif, yang ditimbulkan oleh kondisi yang

merangsangnya. Teori ini menyatakan bahwa reaksi cemas berkaitan


dengan peningkatan kadar katekolamin yang beredar dalam badan.

3) Teori James – Lange

Kecemasan adalah jawaban terhadap rangsangan fisik perifer, seperti

peningkatan denyut jantung dan pernapasan.

4) Teori psikoanalisa

Kecemasan berasal dari impulse anxiety, ketakutan berpisah

(separation anxiety), kecemasan kastrisi (castriation anxiety) dan

ketakutan terhadap perasaan berdosa yang menyiksa (superego

anxiety).

5) Teori perilaku atau teori belajar

Teori ini menyatakan bahwa kecemasan dapat dipandang sebagai

sesuatu yang dikondisikan oleh ketakutan terhadap rangsangan

lingkungan yang spesifik. Jadi kecemasan disini dipandang sebagai

suatu respon yang terkondisi atau respon yang diperoleh melalui

proses belajar.

6) Teori perilaku kognitif

Kecemasan adalah bentuk penderitaan yang berasal dari pola pikir

maladaptif.
7) Teori belajar sosial

Kecemasan dapat dibentuk oleh pengaruh tokoh – tokoh penting masa

kanak – kanak.

8) Teori sosial

Kecemasan sebagai suatu respon terhadap stessor lingkungan, seperti

pengalaman – pengalaman hidup yang penuh dengan ketegangan.

9) Teori eksistensi

Kecemasan sebagai suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan

dirinya dan respon terhadap kehidupan yang hampa dan tidak berarti.

3. Tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2009) ada 4 tingkat kecemasan yaitu:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain


sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat

melakukan sesuatu yang terarah.

3) Kecemasan berat

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir

tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan

untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.

4) Panik ( Kecemasan sangat berat )

Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami

kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Kecemasan yang

dialami akan memberikan berbagai respon yang dapat

dimanifestasikan pada respon fisiologis, respon kognitif dan respon

perilaku.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Muttaqin dan Sari (2009) faktor – faktor yang dapat menyebabkan

kecemasan pasien pre operasi adalah takut terhadap nyeri, kematian,

ketidaktahuan, takut tentang deformitasdan ancaman lain terhadap citra tubuh.

Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi

kecemasan menurut Kaplan dan Sadock (2010) adalah :

1) Faktor – faktor intrinsik antara lain :


a) Usia pasien

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih

sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian

besar kecemasan terjadi pada usia 21 – 45 tahun. Feist (2009)

mengungkapkan bahwa semakin bertambahnya usia, kematangan

psikologi individu semakin baik, artinya semakin matang

psikologi seseorang maka akan semakin baik pula adaptasi

terhadap kecemasan.

b) Pengalaman pasien menjalani pengobatan (operasi)

Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan

pengalaman – pengalaman yang sangat berharga yang terjadi

pada individu terutama untuk masa – masa yang akan datang.

Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat

menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.

Apabila pengalaman individu tentang anestesi kurang, maka cenderung

mempengaruhi peningkatan kecemasan saat

menghadapi tindakan anestesi.

c) Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan

pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan

mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain.

2). Faktor – faktor ekstrinsik antara lain :


a) Kondisi medis (diagnosis penyakit)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan

kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan

bervariasi untuk masing – masing kondisi medis, misalnya : pada

pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa

pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan

pasien. Sebaliknya pada pasien dengan diagnosa baik tidak terlalu

mempengaruhi tingkat kecemasan.

b) Tingkat pendidikan Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing –

masing.

Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir,

pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat

pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi

stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman

terhadap stimulus.

c) Akses informasi

Akses informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar

orang membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang

diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang

didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan anestesi terdiri


dari tujuan anestesi, proses anestesi, resiko dan komplikasi serta

alternatif tindakan yang tersedia, serta proses administrasi.

d) Proses adaptasi

Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal

dan eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon

perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi

individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber – sumber di

lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya

yang tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai

pengetahuan dan keterampilan untuk membantu pasien

mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam

menghadapi lingkungan yang baru.

e) Tingkat sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan

psikiatrik.

f) Jenis tindakan anestesi

Klasifikasi suatu tindakan medis yang dapat mendatangkan

kecemasan karena terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa

seseorang. Semakin mengetahui tentang tindakan anestesi, akan

mempengaruhi tingkat kecemasan pasien.

g) Komunikasi terapeutik
Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun

pasien. Terlebih bagi pasien yang akan menjalani proses anestesi.

Hampir sebagian besar pasien yang menjalani anestesi mengalami

kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari

perawat. Komunikasi yang baik diantara mereka akan menentukan

tahap anestesi selanjutnya. Pasien yang cemas saat akan menjalani

tindakan anestesi kemungkinan mengalami efek yang tidak

menyenangkan bahkan akan membahayakan.

5. Rentang respon kecemasan

ADAFTIF . MALADAFTIF

SEDANG BERAT PANIK

ANTISIPASI RINGAN
Gambar 1. Rentang Respon Kecemasan (Stuart dan Sundeen,

2016)

1) Respon adaptif

Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan

mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan,

motivasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan merupakan

sarana untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif

biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara

lain dengan bekerja kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan

menggunakan teknik relaksasi.

2) Respon maladaptif

Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan

mekanisme koping ulang disfungsi dan tidak berkesinambungan

dengan yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak jenis

termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas, isolasi diri, banyak

makan, konsumsi alkohol, berjudi dan penyalahgunaan obat

terlarang.

6. Alat ukur kecemasan


Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali menggunakan alat ukur

(instrument) yang dikenal dengan :

1) Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS – A).

Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok, dengan gejala masing masing

kelompok dirinci lagi dengan gejala – gejala yang lebih spesifik.

Petunjuk penggunaan alat ukur HRS – A adalah : penilaian 0 = tidak

ada (tidak ada gejala sama sekali); 1 = ringan (satu gejala dari pilihan

yang ada); 2 = sedang (separuh dari gejala yang ada); 3 = berat (lebih

dari separuh dari gejala yang ada); 4 = sangat berat (semua gejala yang

ada). Penilaian kecemasan skor < 6 = tidak ada kecemasan, skor 7 –

14 = kecemasan ringan, skor 15 – 27 = kecemasan sedang, skor > 27

= kecemasan berat (Hawari, 2008).

2) The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale

(APAIS).

Menurut Firdaus (2014) The Amsterdam Preoperative Anxiety and

Information Scale (APAIS) merupakan salah satu instrument yang

digunakan untuk mengukur kecemasan pre operatif yang telah

divalidasi, diterima dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di

dunia. Instrument APAIS dibuat pertama kali oleh Moerman pada


tahun 1995 di Belanda. Uji validitas dan reliabilitas instrument APAIS

versi Indonesia didapatkan hasil yang valid dan reliabel untuk

mengukur kecemasan pre operatif pada populasi Indonesia dengan

hasil 70,79% dan nilai Cronbach Alpha komponen kecemasan adalah

0,825 dan 0,863. Isi pertanyaan dari Skala APAIS tersebut terdiri dari

enam item pertanyaan, yaitu :

1) Saya cemas di bius (1, 2, 3, 4, 5)

2) Saya terus menerus memikirkan tentang pembiusan (1, 2, 3, 4,5)

3) Saya ingin tahu sebanyak mungkin tentang pembiusan (1, 2, 3,4, 5)

4) Saya cemas di operasi (1, 2, 3, 4, 5)

5) Saya terus menerus memikirkan tentang operasi (1, 2, 3, 4, 5)

6)Saya ingin tahu sebanyak mungkin tentang operasi (1, 2, 3, 4, 5)

Dari kuesioner tersebut, untuk setiap item mempunyai nilai 1 – 5

dari setiap jawaban yaitu : 1 = sama sekali tidak; 2 = tidak terlalu; 3

= sedikit; 4 = agak; 5 = sangat. Jadi dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a) 6 : tidak ada kecemasan

b) 7 – 12 : kecemasan ringan

c) 13 – 18 : kecemasan sedang

d) 19 – 24 : kecemasan berat

e) 25 – 30 : kecemasan berat sekali/panik Pada penelitian ini peneliti

lebih memilih menggunakan alat ukur APAIS karena alat ukur APAIS
dirancang khusus untuk mengukur kecemasan pasien pre anestesi dan

pre operasi.

7. Hal – hal yang dapat mengurangi / menurunkan kecemasan

1) Penatalaksanaan farmakologi Pengobatan untuk anti kecemasan

terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek,

dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini

menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan

nonbenzodiazepine, seperti

buspiron (Busppar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs,

2005).

2) Penatalaksanaan non farmakologi

Banyak pilihan terapi non farmakologi yang merupakan tindakan

mandiri perawat dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak

menimbulkan efek samping, simple dan tidak berbiaya mahal

(Roasdalh & Kawalski, 2015). Perawat dapat melakukan terapi –

terapi seperti terapi relaksasi, distraksi, meditasi, imajinasi. Terapi

relaksasi adalah tehnik yang didasarkan kepada keyakinan bahwa

tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri

atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan

ketegangan fisiologis (Asmadi, 2009). Terapi relaksasi memiliki


berbagai macam yaitu latihan nafas dalam, masase, relaksasi muscle

progresif, imajinasi, biofeedback, yoga, meditasi, sentuhan

terapeutik, terapi musik, serta humor dan tawa (Kozier, Erb,

Berman, & Snyder, 2010) [6]

B. Relaxasi Muscle Progressif

1. Definisi Relaxasi

Terapi progressive muscle relaxation atau terapi relaksasi otot

progresif

adalah memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan

mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian menurunkan

ketegangannya dengan melakukan teknik relaksasi untuk bisa

mendapatkan perasaan yang relaks. Terapi progressive muscle

relaxation ini termasuk metode terapi relaksasi yang termurah dan

mudah untuk dilakukan, tidak terdapat efek samping, progressive

muscle relaxation dapat membuat pikiran tenang, dan juga tubuh

menjadi rileks[8].

Progressive Muscle Relaxation adalah terapi relaksasi

dengangerakan mengencangkan dan melemaskan otot – otot pada satu

bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi

secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara progresif

kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut. Pada saat melakukan


PMR perhatian pasien diarahkan untuk membedakan perasaan yang

dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-

otot dalam kondisi tegang. (Molassiotis et al. 2002;Smeltzer et al. 2013)

2. Indikasi Progressive Muscle Relaxation

1) Teknik relaksasi otot dilaporkan efektif dalam mengurangi

ketegangan otot

di tubuh, perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik, termasuk

penurunan denyut nadi, tekanan darah, dan fungsi

neuroendokrin pada orang yang mengalami kecemasan.

2) Penelitian Molassiotis et al. (2002) merekomendasikan PMR

sebagai terapi pelengkap sebagai antiemetik pada pasien

kanker yang mengalami efek samping kemoterapi. Dalam

penelitiannya juga dijeaskan bahwa PMR dapat mengurangi

distress akibat kemoterapi.

3) Penelitian Isa et al. (2013) PMR direkomendasikan sebagai

intervensi untuk perbaikan pada kualitas hidup pasien kanker

prostat.

4) Penelitian Dayapo (2015) menunjukan PMR dapat

meningkatkan kualitas tidur dan menurunkan level kelelahan

pada pasien penyakit paru obstruktif.


5) Penelitian Zhou et al. (2015) diketahui PMR dapat mengurangi

depresi, kecemaasan dan lama perawatan pada pasien kanker

payudara setelah menjalani radikal mastectomy.

6) Penelitian Tsitsi et al. (2017) diketahui bahwa kombinasi PMR

dan Guided Imagery dapat menurunkan kecemasan dan

memperbaiki mood orang tua pada orang tua yang anaknya

dirawat dengan kanker di rumah sakit.

3. Kontra Indikasi Progressive Muscle Relaxation

menurut Snyder & Linquist (2002) menjelaskan bahwa selama

melakukan

latihan PMR terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan antara

lain : jika pasien mengalami distres emosional selama

melakukan PMR maka dianjurkan untuk menghentikan dan

mengkonsultasikannya kepada perawat atau dokter. Perlu juga

menjadi perhatian dalam memberikan terapi pada pasien

kanker terhadap aspek kelelahanya, pasien sebaiknya jangan

dipaksakan.

4. Aplikasi dan Dosis Progressive Muscle Relaxation

1) PMR dapat diajarkan oleh profesional perawatan kesehatan, termasuk

psikolog klinis dan perawat, serta ahli hipnoterapis, instruktur yoga, dan praktisi

pelengkap lainnya. Pelatihan dapat dilakukan dalam kelompok atau masing-


masing orang dalam satu atau serangkaian sesi, atau melalui CD atau rekaman

suara.

2) Pelatihan dapat ditawarkan sebelum, selama, atau setelah perawatan

atau prosedur medis. Sesi PMR biasanya berlangsung selama 20 sampai 30 menit,

namun tidak distandarisasi dan yang terlibat, dan mungkin juga mencakup teknik

pernapasan dalam.

3) Untuk hasil yang maksimal dianjurkan untuk melakukan PMR pada jam

yang sama 2 kali sehari selama 10-20 menit. Latihan relaksasi dianjurkan dalam

kondisi tidak lapar dan perut tidak terlalu penuh.

4) Dalam penelitian ini Terapi Kombinasi PMR dengan SGIM dilakukan

sebanyak 2 kali sehari ketika akan tidur siang dan malam (minimal satu kali ).

Pada saat akan tidur atau bangun tidur merupakan kondisi yang rilekskarena itu

bervariasi dalam durasi, frekuensi dan jumlah kelompok otot yang rileks.

5. Manfaat Progressif muscke relaxation

Jacobson mengatakan manfaat PMR adalah untuk mengurangi komsumsi oksigen

tubuh, laju metabolisme tubuh, laju pernapasan, ketegangan otot, kontraksi

ventricular prematur dan tekanan darah sistolik serta gelombang alpha otak serta

dapat meningkatkan beta endorphin dan berfungsi meningkatkan imun seluler.

Relaksasi dapat digunakan sebagai keterampilan koping yang aktif jika digunakan

untuk mengatasi kecemasan.[9]

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Desain dari penelitian ini yaitu Desain Literatur Riview (Tinjauan

Pustaka). Menurut Borden dan Abbot Literatur riview adalah proses

meletakan, Mendapatkan, Membaca dan menilai literatur penelitian yang

tertarik dengan ketertarikan peneliti [10] . Hal tersebut sejalan dengan

Pendapat Duman Cagdas, yang mengemukaan bahwa Literatur riview

merupakan suatu kegiatan pencarian topik masalah lalu melakukan

dokumentasi dengan menuliskan hasil temuan dengan menggabungkan dan

mengevaluasi topik atau masalah yang didapatkan [10]. Literatur riview tidak

hanya bertujuan agar mendapatkan pemahaman teoritis tetapi pemahaman

mengenai posisi penelitian terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh

orang lain.

B. Data Base Jurnal

Dalam pencarian artikel ilmiah tidak terlepas dari data base. Data base

yang digunakan dalam pencarian artikel ilmiah yaitu data base penyedia

layanan jurnal internasional yaitu Pubmed dan Scopus. Website yang diakses

yaitu https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/ dan https://link.springer.com/

Batasan Waktu

Artikel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu artikel yang termuat

dalam jurnal internasional dengan tahun publikasi 5 tahun terakhir (2017-

2022).
Kata Kunci

Pencarian artikel Ilmiah menggunakan kata kunci. Kata Kunci yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu “Progressive Muscle Relaxation”.

Adapun kata kunci yang dapat digunakan selain kata kunci diatas yaitu

sebagai Berikut :

Progressive Muscle AND Anxiety

Relaxation

OR OR

Progressive Muscle depressive symptoms

Relaxation Based Stress

Reduction

OR

Progressive Muscle

Relaxation Based

Cognitive Theraphy

Berdasarkan Tabel 3.1 Cara Penulisan dalam penelusuran mesin pencarian

artikel yaitu Progressive Muscle Relaxation OR Progressive Muscle

Relaxation Based Stress Reduction OR Progressive Muscle Relaxation Based

Cognitive Theraphy AND anxiety OR anxiety symptoms


Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Berikut dibawah ini kriteria Inklusi dan Ekslusi :

3.2 Format PICOS dalam Literatur Riview

Kriteria Inklusi Ekslusi

Population Penelitian pada manusia Populasi usia selain

dengan populasi usia dewasa

dewasa

Intervention Intervensi Progressive Intervensi selain dengan

Muscle Relaxation baik Progressive Muscle

dengan metode MBSR Relaxation

maupun MBCT

Comparator Tidak ada pembanding

Outcome Pengaruh meditasi Tidak membahas tentang

Progressive Muscle Anxiety

Relaxation terhadap

Anxiety

Study Design and Randomized Control Selain Randomized

Publication Trial dan kategori artikel Control Trial dan

free full teks kategori full teks

berbayar
Publication years Publikasi tahun 2017- Publikasi sebelum 2017

2022

Language Inggis dan Indonesia Selain Inggris dan

Indonesia

Seleksi Studi

Berikut dibawah ini proses seleksi studi :

Database Elektronik
Berikut hasil pencarian dari database yang digunakan :
Pubmed =808
Schopus = 7.440

Skrining hasil pencarian dari


riview judul dan kata kunci
(n=8.248)
Skrining eksclude tidak free full
tekt, publikasi lebih dari 5 tahun
dan jenis artikel (n=7.927)

Artiket fulltext exclude


diantaranya:
Publikasi artikel fulltext yang
layak (n=321) 1. Tidak membahas
mindfullness (n=50)
2. Tidak membahasa stress
(n=253)
3. Artikel Duplikat (n=5)

Study Included in Syntesis (n=13)


3.3 Diagram Flow Literatur Riview Berdasarkan Prisma 2009 ( Sumber : Polit and Back, 2013)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Nurtanti and S. Handayani, “Analisis Tingkat Depresi, Ansietas Dan

Stress Saat Menghadapi Penilaian Akhir Semester Pada Siswi Smk

Muhammadiyah,” J. Chem. Inf. Model., vol. 4, no. 2, pp. 351–360, 2021.

[2] P. L. T. Covid-, “Factors related to the incidence of anxiety in the elderly

about covid-19,” vol. 1, pp. 1–9, 2022.

[3] D. Febrianti, A. Y. S. Hamid, and I. Y. Wardani, “Gambaran Asuhan

Keperawatan Pada Klien Hipertensi Dengan Ansietas Menggunakan

Pendekatan Uncertainty in Illness Dan Comfort Theory,” J. Ilmu Kesehat.,

vol. 7, no. 2, pp. 113–118, 2015.


[4] L. PH, B. A. Keliat, and Y. S. E. Putri, “Respons ansietas,” J. Keperawatan

Jiwa, vol. 4, no. 1, pp. 13–20, 2016.

[5] A. S. S. Syarif, “Upaya Mengatasi Anxiety Disorder pada Mahasiswa

Kedokteran Universitas Sebelas Maret,” p. 6, 2019.

[6] T. Rihiantoro, R. S. Handayani, N. L. M. Wahyuningrat, and S.

Suratminah, “Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi,” J. Ilm. Keperawatan Sai Betik, vol.

14, no. 2, p. 129, 2019, doi: 10.26630/jkep.v14i2.1295.

[7] S. Praptini, Sulistiowati, “Di Rumah Singgah Kanker Denpasar,” Progr.

Stud. Ilmu Keperawatan Fak. Kedkteran Udayana, no. 1, 2019, [Online].

Available: https://doi.org/10.20884/bion.v1i1.16

[8] M. W. & J. Apriliani, “Penerapan Terapi Progressive Muscle Relaxation

( PMR ) Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan

Hipertensi Di Desa Wangunrejo KecamatanMargorejo Kabupaten Pati,” J.

Profesi Keperawatan, vol. 6, no. 2, pp. 145–162, 2019.

[9] M. S. Nuwa, “Modul Kombinasi Terapi Progressive Muscle Relaxation

dengan Spiritual Guided Imagery and Music,” Fak. Keperawatan Univ.

Airlangga, no. January, pp. 1–49, 2018.

[10] Z. P. Perdani, H. Hastuti, Kartini, and I. Yoyoh, Panduan Literatur Riview

Program Studi Pendidikan Profesi Ners. Yogyakarta: PT. Nas Media

Indonesia Anggota IKAPI, 2021.

Anda mungkin juga menyukai