Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FISIOTERAPI NEUROMUSKULAR 2 & PSIKIATRI

Anxiety Disorder
“Makalah Ini Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Fisioterapi Neuromuskular 2 & Psikiatri”

Disusun oleh :
Ni Made Risky Dwi Permata Sari 20160606054

Maria Clarita Nabor 20160606059

Fakultas Fisioterapi
Universitas Esa Unggul
Jakarta
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikan-
Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul “Anxiety Disorder” ini dapat kami selesaikan.
Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah fisioterapi
neuromuscular 2 dan psikiatri.
Dalam kesempatan ini, penyusun menghaturkan terimakasih yang dalam kepada semua
pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya makalah
ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan
makalah ini penulis sangat hargai.

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Anxiety

Beberapa definisi kecemasan menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut:

Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi
ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang
melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau
tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Menurut Taylor (1995) mengatakan bahwa kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif
mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan
menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya
menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan
lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi,
dan sebagainya). Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan
efekivitas dari operasi-operasi keamanan yang dimiliki seseorang. Mulai munculnya perasaan-
perasaan tertekan, tidak berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman.

Menurut Davisin, Neale, & Kring (2004). Anxietas atau kecemasan adalah suatu keadaan
aprehensi atau keadaan khawatir yangmengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera
terjadi. Kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman dan ketakutan yang tidak menyenangkan

Maka secara umum kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas,
gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya
rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin yang dapat timbul
sebagai reaksi terhadap “bahaya” baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari
imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan “free-floating anxiety” (kecemasan yang terus
mengambang tanpa diketahui penyebabnya). Gangguan kecemasan sebenarnya merupakan
payung besar yang melingkupi enam macam gangguan psikis, yaitu generalized anxiety disorder
(GAD), serangan panik atau panic attack, obsessive-compulsive disorder (OCD), fobia, social
anxiety disorder, dan post-traumatic disorder (PTSD). Gangguan kecemasan meliputi:

(1) Panik Disorder: serangan berulang, tak terduga beberapa gejala ketakutan somatik dan
kognitif, yang dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia (takut akan mengalami panik dalam
situasi dengan tidak ada kesempatan untuk melarikan diri).

(2) Posttraumatic stress disorder: mengganggu, menyedihkan kenangan dari suatu peristiwa
traumatik, menghindari kegiatan dan lain isyarat berkaitan dengan trauma, dan terus-menerus
hyperarousal.

(3) gangguan kecemasan sosial: menghindari situasi sosial karena ketakutan evaluasi negatif.
(4) fobia spesifik: ketakutan berlebihan dan menghindari kelas dibatasi objek, konteks, dan
seterusnya.

(5) gangguan kecemasan (GAD) umum: pola kronis berlebihan, tak terkendali khawatir,
ketegangan otot dan fitur fisik yang terkait.

(6) obsesif-kompulsif gangguan: mengganggu obsesi dan kompulsif perilaku.

Gambar 1. Epidemiologi . A, agoraphobia; GAD, generalized anxiety disorder; OCD,obsessive–compulsive disorder; PD, panic
disorder; PTSD, posttraumaticstress disorder; SAD, social anxiety disorder (social phobia); andSP, specific phobia.

2.2. Patofisiologi Anxiety

Gejala gangguan suasana hati dan kecemasan diperkirakan mengakibatkan sebagian dari gangguan dalam keseimbangan
aktivitas di pusat-pusat emosi di otak lebih tinggi dari pusat kognitif. Pusat-pusat kognitif yang lebih tinggi dari otak berada
di lobus frontal prefrontal frontal cortex (PFC) bertanggung jawab untuk fungsi eksekutif seperti perencanaan, pengambilan
keputusan, memprediksi konsekuensi untuk potensi perilaku, dan memahami dan moderator perilaku sosial. Orbitofrontal
korteks (OFC) kode informasi, kontrol impuls, dan mengatur suasana hati. Ventromedial PFC terlibat dalam reward
processing dan dalam menanggapi emosi mendalam. Di dalam otak yang sehat, daerah kortikal berikut frontal mengatur
impuls, emosi, dan perilaku melalui inhibitor atas dan bawah oleh struktur proses emosi.

struktur pengolahan emosi di otak disebut sebagai '' sistem limbik ''. Korteks limbik adalah bagian dari phylogenetically
ancient cortex. Itu termasuk insular kortek dancingulate kortek. Korteks limbik terintegrasi komponen sensorik, afektif dan
komponen kognitif berupa sakit dan proses informasi.Hippocampus adalah salah satu struktur sistem limbik yang memiliki
tonik penghambatan kontrol atas sistem hipotalamus respon stres dan memainkan peran dalam umpan balik negatif untuk
sumbu hipotalamus – pituitary – adrenal (HPA). Volume Hipokampus dan neurogenesis (pertumbuhan sel baru) dalam
struktur ini terlibat dalam kepekaan stres dan ketahanan di dalam hubungan dengan suasana hati dan gangguan
kecemasan. Struktur sistem limbik lainnya yaitu amigdala. Amigdala bertanggung jawab untuk ekspresi ketakutan dan
agresi juga sebagai prilaku Species-Specific defensif, dan berperan dalam pembentukan dan pengambilan emosi dan
ketakutan yang berhubungan dengan kenangan.Inti pusat amigdala/central nucleus of amigdala (CeA) sangat saling
berhubungan daerah-daerah kortikal termasuk korteks limbik dan juga menerima masukan dari hippocampus,thalamus, dan
hypothalamus

Gambar 1. sistem limbik. (A)kortek sisi lateral. (B) tampilan posisi sagital melalui garis tengah. NAc, center accumbens ;
OFC, orbital frontal korteks; PAG, abu-abu periaqueductal, VTA, area segmental ventral.

Gambar 2. Respons takut adalah proses tertanam melibatkan amigdala.


Figure 3. Neural circuitry of anxiety disorders. A dysfunctional network of brain regions
including medial prefrontal cortex, amygdala and hippocampus, are hypothesized to underlie the
symptoms of anxiety disorders. The hippocampus is sensitive to stress and stress-induced
hippocampal damage is hypothesized to lead to deficits in hippocampal-based learning and
memory. The hippocampus has important connections with the amygdala, which plays a critical
role in the acquisition of fear responses. The thalamus acts as the gateway to the brain, filtering
sensory input from the outside world and co-ordinating different brain regions during the stress
response. The medial prefrontal cortex has connections to the amygdala and hippocampus and
inhibitory inputs to the amygdala are hypothesized to play a role in extinction of fear responses.Dysfunction in these brain areas is
hypothesized to underlie symptoms of anxiety disorders.
studies showed stress induced alterations in hippocampal structure. Anxiety disorders most closely linked
to stress (e.g.,post-traumatic stress disorder [PTSD]), are associated with smaller hippocampal volume
and/or reduction in markers of neuronal integrity (N-acetyl aspartate) in adults (but not children), as well
as deficits in hippocampal function. Smaller hippocampal volume has not been found in the other anxiety
disorders in which it has been assessed.
• The neural circuitry of PTSD involves decreased function in medial prefrontal cortex/anterior cingulate
and parts of dorsolateral
prefrontal cortex (inferior and middle frontal gyri), with decreased hippocampal and increased amygdala
function in some studies
(depending on method of inducing symptoms).
• Increased amygdala function seems to be more clearly linked to phobic disorders. This is seen in
exposure to faces especially in
social phobics, a task that is closely linked to their pathology.
• The most consistent finding in panic disorder is decreased function in hippocampus and
parahippocampus. Increased amygdala
function was not consistently found.
• Obssesive-compulsive disorder is associated with dysfunction in a striatal-orbitofrontal circuit that is felt
to underlie ritualistic
behavior (striatum) and obsessions (frontal).
• Receptor studies in anxiety disorders are few, but have replicated animal findings of decreased
hippocampal and prefrontal
benzodiazepine binding in models of anxiety in panic disorder and PTSD.
2.2. Teori Anxiety

Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat
didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas.
Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat
berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap
kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah
sebagai berikut :

a. Teori Psikodinamik

Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis
yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi
penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman
datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat
tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan
tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan
bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar
yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu
memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan
pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk
menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah
konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego
lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah
sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan
dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu :
sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka
lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).

b. Teori Perilaku

Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus
khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk
stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

c. Teori Interpersonal

Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu,
sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.

d. Teori Keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya
konflik dalam keluarga.

e. Teori Biologik

Beberapa kasus kecemasan (5 – 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses


fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau
keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan
sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

2.3. Klasifikasi Kecemasan

Menurut Townsend (1996) ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
a.Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan
ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran
tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b.Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan
yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,
kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat
dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak
menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
c.Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area
yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala,
nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk
menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
d.Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan
kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil,
palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah
yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

Menurut penyebab, dan lama berlangsungnya, kecemasan dapat dibedakan menjadi beberapa
bentuk, yakni:

a.Phobic Anxiety.

Yaitu kecemasan yang timbul dikarenakan oleh phobia (ketakutan) tertentu, misalnya:
– Cemas karena takut berada di dalam kamar tertutup.

– Cemas ketika tidur di ruang yang gelap.

– Cemas lantaran berada di tempat tinggi.

b.Acute Anxiety

Ialah kecemasan yang muncul mendadak dengan intensitas yang tinggi, tapi tidak terlalu lama
akan lenyap, misalnya:
– Ketika melihat orang yang mirip dengan pembunuh keluarganya, ia segera ketakutan dan
beberapa saat setelah orang tadi pergi ia tenang kembali.

– Akibat mendengar hiruk pikuk yang mengingatkannya pada peristiwa Medio Mei, seorang ibu
muda langsung histeris ketakutan, namun sesaat sesudah ia sadar bahwa itu bukan peristiwa
sesungguhnya, ia menjadi tenang kembali.

c.Chronic Anxiety

Yakni kecemasan yang berlangsung lama dan terus menerus (dapat terjadi seumur hidup), meski
dalam intensitas yang rendah, dan tanpa sebab yang jelas, misalnya:
– Orang “kagetan”.

– Hendak bepergian, selalu ingin kencing.

d.Normal Anxiety

Yaitu kecemasan yang beralasan, misalnya:

– Menjelang ujian, perasaan cemas muncul begitu besar.

– Cemas menunggu hasil operasi tumor dari salah satu anggota keluarga.

e.Neurotic Anxiety

Ialah kecemasan tanpa alasan yang jelas sebagai akibat konflik alam bawah sadar, misalnya:
– Sering punya perasaan bersalah akibat seringnya dipersalahkan pada masa kecil, dan kini
muncul menjadi kecemasan yang berlarut-larut serta secara periodik muncul.

2.4. ICF Anxiety

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

1. Faktor Internal

a. Pengalaman

Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman yang dapatmenimbulkan


kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal
dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya
seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan
lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
b. Respon

Terhadap Stimulus menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau
besarnya rangsangan yang diterima akan mempengaruhi kecemasan yangtimbul.
c.Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamnnyasehingga
pengetahuannya semakin bertambah (Notoatmodjo, 2003). Karena pengetahuannya banyak maka
seseorang akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu.

d.Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam Trismiati (2006)
mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akanketidakmampuannya dibanding dengan laki-
laki, laki-laki lebih aktif,eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain
menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.

2.Faktor Eksternal.

a.Dukungan Keluarga

Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi
permasalahan, hal ini dinyatakan oleh Kasdu (2002).
b.Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi lebihkuat dalam
menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan ataulingkungan bergaul yang tidak
memberikan cerita negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang
lebih kuat dalam menghadapi permasalahan. (Baso, 2000 : 6)

Menurut Sigmund Freud membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ke dalam tiga
jenis, yakni :

a.Kecemasan Riel

Adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari
dunia luar (api, binatang buas, orang jahat, penganiayaan, hukuman).
b.Kecemasan Neurotik

Adalah kecemasan atas tidak terkendalinya naluri-naluri primitif oleh ego yang nantinya bias
mendatangkan hukuman. Sungguhpun sumbernya berada di dalam diri, kecemasan neurotik pada
dasarnya berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal di
dunia luar.

c.Kecemasan Moral

Adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego individutelah atau sedang
melakukan tindakan yang melanggar moral. Kecemasan moral ini menyatakan diri dalam bentuk
rasa bersalah atau perasaan berdosa. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, keecemasan
moral bersifat nyata, dalam arti bahwa tekanan superego atas ego yang menimbulkan kecemasan
moral itu mengacu kepada otoritas-otoritas yang riel atau nyata ada di luar individu (orang tua,
penegak hukum, masyarakat).
Pdt. Dr. Yakub Susabda menyebutkan bahwa kebenaran pandangan Freud tersebut tidak cukup
menjelaskan penyebab kecemasan. Sebab, menurut Pdt. Susabda, tidak ada kecemasan yang
berdiri sendiri. Yang lebih normal terjadi adalah kombinasi dari ketiganya sebagai reaksi
terhadap realita-realita:

a. Ancaman

Yaitu kesadaran akan adanya ancaman terhadap dirinya baik secara fisik, maupun psikis.
b. Konflik Kemauan

Yakni antara kemauan melakukan (approach) dengan kemauan menghindar (avoidance).


Approach, memberikan kepuasan yang diharapkan. Sedangkan Avoidance menghasilkan hal-hal
yang tidak menyenangkan. Terdapat tiga macam konflik kemauan, yaitu:
– Konflik akibat Approach-Approach. Konflik ini timbul karena adanya kemauan yang sama-
sama menyenangkan, tetapi tidak mungkin dilakukan sekaligus, sehingga menimbulkan
kecemasan.
– Konflik akibat Approach-Avoidance. Kemauan dan ketidak-mauan yang sama kuatnya alasan
masing-masing.
– Konflik akibat Avoidance-Avoidance. Konflik yang ditimbulkan oleh karena dua alternatif
yang hasil akhirnya sama-sama tidak diinginkan.

c.Ketakutan
Yaitu ketakutan pada sesuatu yang menyebabkan timbulnya kecemasan. Misalnya: takut gagal
menimbulkan kecemasan ketika menghadapi ujian, takut ditolak menimbulkan kecemasan di
waktu berjumpa dengan orang baru. Bahkan ketakutan tanpa alasan pun dapat menimbulkan
kecemasan yang makin lama makin serius.

d.Kebutuhan yang tidak Terpenuhi

Sekian banyaknya kebutuhan hidup yang paling mendasar disebutkan oleh berbagai ahli, seperti
kebutuhan akan kenikmatan (Freud), kebutuhan akan kuasa (Alfred Adler), kebutuhan akan arti
kehidupan (Victor Frankl), sampai pandangan cukup banyak orang akan kebutuhan mengasihi,
dikasihi, dan merasa diri berharga. Dan kala kebutuhan, yang oleh Pdt. Susabda diringkaskan
menjadi tiga: security, survival, dan self-fulfilment itu, tidak tercukupi maka akan timbul
kecemasan.
e. Keunikan Kepribadian

Setiap orang memiliki kepribadian yang unik dalam bersikap hati terhadap realita maupun bukan
realita. Ada orang yang tidak tahan menghadapi persoalan kecil lalu timbul kecemasan, tetapi
ada tipe orang yang menghadapi tekanan dan konflik hidup yang berat tanpa menimbulkan
kecemasan apapun. Beberapa unsur pembentukan kepribadian seringkali menyebabkan besar
kecilnya daya tahan terhadap konflik, yaitu:

– Unsur Psikologis. Setiap orang “belajar” bagaimana ia berreaksi terhadap kesuksesan dan
kegagalan. Pengalaman menentukan kadar kecemasan.
– Unsur Keturunan. Beberapa sikap hati ditentukan oleh unsur genetika/keturunan. Ada kalanya,
seseorang lebih sensitif dikarenakan orang tuanya ber-temperamen Sanguin-Melankolis
misalnya.
– Unsur Sosiologis. Keadaan sosial potensial untuk membentuk kecemasan seseorang. Perasaan
aman dan puas dalam kehidupan sosial (social life) menentukan besar kecilnya kadar kecemasan.
Misalnya: kondisi sosial politik di Indonesia yang tidak menentu seperti sekarang ini (1999)
suatu hari kelak akan membentuk manusia Indonesia yang mudah cemas.

– Unsur Fisiologis. Kondisi kesehatan tubuh menentukan kadar kecemasan. Seseorang yang
kurang sehat atau sakit-sakitan akan rentan terhadap perasaan cemas yang berkepanjangan.
Demikian pula sebaliknya, seseorang yang kerap kali cemas akan terganggu kesehatannya.
– Unsur Teologis. Kadar iman seseorang menentukan kadar kecemasannya. Semakin tinggi
imannya, semakin rendah kecemasannya.

2.6. Gejala Kecemasan

Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi
dalam beberapa fase, yaitu :

a. Fase 1

Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk
fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak
sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan,
terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang,
menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme
di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan
menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie,
1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang
mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada
secara benar (Asdie, 1988).

b. Fase 2 (dua)

Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur
dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi
diri (Wilkie, 1985).

Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian
menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi
kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan
kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti
seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama
dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut,
penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat
pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada
fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat
kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan
rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah
mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan
kepribadian (Asdie, 1988).

Selain fase-fase diatas, terdapat juga respon fisologi dan psikologi yang terjadi pada gejala
gangguan kecemasan diantaranya sebagai berikut :

a.Respon Fisiologi terhadap Kecemasan

1.Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi
meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

2.Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

3.Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa
terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

4.Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,
nausea, diare.

5.Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,


kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.

b.Respon Psikologis terhadap Kecemasan

1.Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
menghindar.
2.Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung,
lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan,
obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

3.Afektif; tidak sabar, tegang, neurosis,tremor, gugup yang luar biasanya, sangat gelisah, dan
lain-lain.

2.7. Penanganan Gangguan Kecemasan

Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan penanganan
kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama mendorong klien untuk
menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan mereka. Dalam menangani
gangguan kecemasan dapat melalui beberapa pendekatan :
1.Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika

Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-
konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional
menyadarkan bahwa kecemasan klien merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri mereka.
Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan
represi. Dengan demikian ego dapat member perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih
kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern
lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada
hubungan masa lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku
yang lebih adaptif.

2. Pendekatan-Pendekatan Humanistik

Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi sosial diri kita yang
sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self seseorangyang
sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-terapis
humanistik bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta
perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, klien menjadi bebas untuk
menemukan dan menerima diri mereka yang sesunggguhnya dan tidak bereaksi dengan
kecemasan bila perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan mereka
mulai muncul ke permukaan.

3. Pendekatan-Pendekatan Biologis

Pendekatan ini biasanya menggunakan variasi obat- obatan untuk mengobati gangguan
kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, valium dan Xanax.Meskipun benzodiazepine
mempunyai efek menenangkan tatapi mengakibatkan depansi fisik adiksi(USDHHSS,1999a) .
orang- orang yang tergantung kedapanya dapat mengalami serangkaian sintom putus zat bila
mereka berhenti menggunakannya dengan tiba- tiba. Obat antidepresimempunyai efek
antikecemasan dan anti panik selain jiga mempunyai efek anti depresi

e.Terapi Kognitif Behavioral (CBT)

Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan tehnik-tehnik kognitif
seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang mungkin dapatdikaji dengan
penggunaan CBT antara lain : fobia sosial, gangguan stres pasca trauma,gangguan kecemasan
menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.Pada fobia sosial, terapis
membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparandan secara bertahap menarik
dukungan langsung sehingga klien mampu menghadapi sendirisituasi tersebut.
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA

Berry, Ruth. 2001. Freud. Seri Siapa Dia?. Jakarta : Erlangga

Kuswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung : PT. Eresco

Makalah online. http://www.scribd.com/doc/52579464/MAKALAH-KECEMASAN-EDIT

R, Budimoeljono. Seri Sikap Hati. Kecemasan. Artikel (Online). Malang : Gandum Mas

Anda mungkin juga menyukai