Pembimbing:
dr., Sp.KJ
Disusun Oleh:
Airlangga 1618012099
Erisa Senthya Br Surbakti 1618012105
Restu Pamanggih 1618012113
Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, ganguan campuran
cemas dan depresi dan post traumatic stress disorder” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Lampung.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Tendry Septa Sp.KJ (K) yang telah
meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun
yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut.
Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh
gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan
sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang
sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui
selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas
yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal
terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptive.
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling lazim
terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan ini di
Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada wanita yang dapat terkena hampir
dua kali lebih sering dibanding pria. Gangguan kecemasan yang berhubungan
dengan kejadian morbiditas yang cukup signifikan, sering menjadi kronis dan
cenderung resisten terhadap pengobatan. Gngguan anxietas mencakup gangguan
anxietas fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh, gangguan
campuran anxietas dan depresi serta gangguan obsesi kompulsif. Gangguan
kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan mental terkait, yang dapat
diklasifikasikan dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi
keempat (DSMIV-TR), yaitu : (1) gangguan panik dengan atau tanpa
agoraphobia, (2) agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, (3) fobia
spesifik, (4) fobia sosial, (5) obsesif-kompulsif (OCD), (5) gangguan stres pasca
trauma (PTSD), (6) gangguan stres akut; dan (7) gangguan kecemasan umum.
Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan panik,
gangguan cemas menyeluruh, ganguan campuran cemas dan depresi dan post
traumatic stress disorder, yakni mencakup definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, diagnosis banding, serta penatalaksanaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Teori-teori
tersebut antara lain :
1) Teori Biologi
Beberapa penelitian telah memusatkan pada lobus oksipitalis
yang mempunyai konsentrasi benzodiazepine tertinggi di
otak. Basal ganglia, system limbic dan korteks frontal juga
dihipotesiskan terlibat pada etiologi GAD. Pada pasien GAD
juga ditemukan system serotogenik yang abnormal.
Neurotransmiter yang berkaitan dengan GAD adalah GABA,
serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesistokinin (Sadock,
2010).
2) Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal
dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan
kembali kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah
sadar. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak
diperlukan untuk menghilangkan kecemasan semua tapi
untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu, kemampuan
untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai
sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah
menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai respon
terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun
agen psychopharmacological mungkin memperbaiki
(Kusumadewi, 2013).
3) Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat
terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif
terhadap hal-hal yang negatif pada lingkungan, adanya
distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang
sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi
ancaman (Kusumadewi, 2013).
4) Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan
genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada
pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama
penderita GAD juga menderita gangguan yang sama.
Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan
angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar
dizigotik (Kusumadewi, 2013).
3. Gambaran klinis
Gambaran utama GAD adalah anxietas, ketegangan motorik,
hiperaktivitas autonom, dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan
bersifat berlebihan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan,
dan sakit kepala. Hiperaktivitas autonom timbul dalam bentuk
pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi dan disertai gangguan
saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk
iritabilitas (Kusumadewi, 2013).
4. Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR
:
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir
setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan,
tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau
aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam
gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih
banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan
terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1) Kegelisahan 2) Merasa mudah lelah 3) Sulit berkonsentrasi atau
pikiran menjadi kosong d) Iritabilitas e) Ketegangan otot f)
Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan
aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik),
merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa
jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan
anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada
anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada
gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi
semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis
langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi)
atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak
terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasive (Sadock, 2010).
6. Terapi
a. Farmakoterapi
1) Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine
dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai
mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu
paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya
efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2- 6
minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2
minggu (Kusumadewi, 2013).
2) Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih
efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala
somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10
mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa
setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang
sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan
respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan
bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian
dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat
efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal (Kusumadewi,
2013).
b. Psikoterapi
1) Terapi kognitif perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala
somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada
pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
2) Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih
bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
1. Definisi
sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,
kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri (Maria,
2003).
2. Etiologi
Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala ansietas dan gejala
plasma, atau cairan serebro spinal (LCS) pada pasien dengan serangan
3. Gambaran klinis
gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut
sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan
2. Otot tegang/kaku/pegal
6. Jantung berdebar-debar
8. Mulut kering
5. Diagnosa Banding
(Tomb, 2000).
6. Tatalaksana
a. Farmakoteapi
b. Psikoterapi
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic
Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009.
Diunduh tanggal 18 Juli 2014.
Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.
Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009
17
18