Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Analisis Kasus

1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?


Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada kasus, pasien mengatakan keluhan berupa gatal
dan panas di kulit dada timbul setelah terkena api las ketika bekerja dan
bertambah setelah 3 hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit yang
terkena api las memerah dan terdapat bintik sebesar kepala jarum.
Berdasarkan data yang didapat dan berpedoman pada buku Ilmu Penyakit
Kulit Universitas Indonesia, diagnosis sudah tepat.

2. Bagaimana analisis hubungan pekerjaan dengan lingkungan kerja


pada kasus ini?
Pasien bekerja di bagian Factory (pabrik) pengolahan tebu. Pada bulan ini
kegiatan yang dilakukan di pabrik adalah renovasi seluruh mesin
menjelang penggilingan yang akan dimulai pada April 2018. Di pabrik,
pasien bertugas dalam pengelasan peralatan yang direnovasi. Pasien
bekerja dengan rata-rata jam kerja 3 jam diikuti istirahat selama 15-30
menit. Lokasi tempat kerja di lingkungan terbuka. Jumlah seluruh pekerja
20 orang di lokasi yang berbeda.

Berdasarkan investigasi lokasi kejadian, terdapat beberapa faktor yang


menyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja ini, yaitu faktor penggunaan
APD. Pada saat bekerja, kebanyakan tukang las tidak menggunakan
pakaian khusus agar tidak terkena percikan api las. Pada kasus, pasien
mengatakan tidak menggunakan pakaian khusus juga. Pasien hanya
mengenakan seragam kerja dengan kancing dibuka pada bagian dada
karena merasa kepanasan. Namun, penggunaan APD lain seperti helm,
kacamata, sepatu pelindung sudah digunakan.

Berdasarkan diagram fishbone ditemukan beberapa kemungkinan


penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:
Metode:
- Penggunaan APD yang tidak sesuai, khususnya baju pelindung.
- Kurang ketatnya pemantauan pemakaian APD, misal diberlakukan
teguran dan sanksi
Man: Kurangnya pengetahuan mengenai risiko PAK yang dapat timbul
dengan tidak lengkapnya APD.

3. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?


Berdasarkan analisis kasus di atas disimpulkan penatalaksaan yang sesuai
yaitusebagai berikut :
a. Medikamentosa:
- Dexametason 2 x 0,5 mg PO
- Antihistamin Ceterizin 3 x 2 mg PO
- Salep Hidrokortison 2x1 UE (sehabis mandi)

Terapi medikamentosa pada pasien sudah sesuai dengan teori. Pada pasien
diberikan dexametason yang merupakan salah satu obat golongan
kortikosteroid sintetik yang berfungsi sebagai imunosupresan dan anti-
inflamasi. Kortikosteroid adalah suatu hormon yang dibuat oleh bagian
korteks (luar) dari kelenjar adrenal. Kortikosteroid sintetik diambil dari
asam folat ternak atau steroid sapogenin yang ditemukan pada tumbuhan
(Katzung, 2002). Deksametason bertindak sebagai anti-inflamasi dengan
cara menghambat pelepasan fosfolipid serta menurunkan kerja eosinofil.
Deksametason memiliki efek farmakologis yang luas dan dapat digunakan
untuk berbagai macam kondisi penyakit sehingga kerap disebut sebagai
obat “dewa” (Ridho dan Ismail, 2010). Berdasarkan teori, antiinflamasi
yang tepat untuk peradangan kulit yaitu golongan steroid karena memiliki
efek yang cepat sehingga mencegah kecacatan kulit yang akan
mempengaruhi estetika.

Pada pasien juga diberikan ceterzine yang merupakan suatu antihistamin.


Antihistamin adalah antagonis histamin reseptor H1 dan merupakan
preparat farmakologik yang paling sering digunakan dalam pengobatan
urtikaria. Antihistamin terbagi menjadi 2 golongan, yaitu:
- Generasi pertama atau antihistamin sedasi atau non selektif
Contoh: klorfeniramin maleat, difenhidramin hidroklorida,
siproheptadin hidroklorida, dan prometazin hidroklorida
- Generasi kedua atau antihistamin non sedasi atau antihistamin
selektif perifer
Contoh: ceterizine hidroklorida, loratadin, dan feksofenadin

Efek sedatif sentral bergantung pada kemampuan obat melewati sawar


darah otak, Kebanyakan antihistamin generasi pertama bersifat larut lemak
dan melewati sawar darah otak dengna mudah sehingga mengakibatkan
drowsiness dan gangguan pergerakan (impairment psikomotor).
Antihistamin generasi kedua memiliki sedikit atau tidak sama sekali ke
sistem saraf pusat atau otonom. Pemilihan ceterizine sudah tepat karena
tidak memiliki efek sedatif sehingga gejala gatal-gatal hilang tanpa efek
samping mengantuk.

Pasien juga diberikan salep hidrokortison yang juga termasuk golongan


steroid. Pemberian steroid topikal sangat efektif dan nontoksik bila
diberikan dalam waktu singkat. Biasanya diberikan dalam bentuk
salep,krim, atau lotion, jarang diperlukan suntikan pada lesi dikulit seperti
pada keloid, kista acne, atau prurigo nodularis. Pemberian steroid topikal
dalam waktu lama dapat memberikan efek sistemik terutama pada jenis
fluorinated steroid ( dexamethasone,triamcinolone
acetonide,beclomethasone dan beta methasone). Komplikasi penggunaan
topical biasanya lokal seperti atropi epidermal, hipopigmentasi,
teleangiectasi,acne dan follikulitis, jarang terjadi komplikasi sistemik.
Pemilihan hidrokortison sudah tepat karena mencegah inflamasi dan
kerusakan kulit lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai