Desindah L Simanjuntak
NIM. 1618012106
Preceptor: dr. Andre Infianto, Sp.P
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence
tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange
yellow), karena perubahan warna pada
nodul nodul yang terbentuk.
Secara lengkap, sirosis hepatik adalah
penyakit hati kronis yang ditandai dengan
hilangnya arsitektur lobulus normal oleh
fibrosis, dengan destruksi sel parenkim
disertai dengan regenerasi yang
membentuk nodulus. (Papdi, 2015)
Definisi
Alkoholisme
Sirosis kardiak: hepatitis autoimun,
steatohepatitis non-alkoholik
Sirosis biliar: sirosis biliar primer, primary
sclerosing cholangitis, kolangiopati
autoimun, hepatitis virus kronis, hepatitis
B, Hepatitis C
Penyakit hati metabolik diturunkan:
hemokromatosis, penyakit wilson,
defisiensi alpha1-antitripsin, fibrosis kistik
Sirosis kriptogenik
Etiologi Sirosis
Patogenesis
Berdasarkan morfologi Sherlock, Sirosis hati dibagi menjadi
3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan
makronodular)
Klasifikasi Sirosis
Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh
Lanjutan...
Keterangan child-pugh score:
Lanjutan...
1. Sirosis kompensata
kebanyakan berisfat asimptomatis dan
hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan
fungsi hati. Gejala yang muncul: mudah
lelah, lemas, nafsu makan berkurang,
dispepsia, dan berat badan menurun
2. Sirosis dekompensata
terdapat kegagalan hati dan hipertensi
porta, gangguan tidur, demam subfebris,
ascites, perdarahan gusi, epistaksis,
melena, ikterus, spider nervi, eritema
palmaris, hiperpigmentasi kulit, fetor
hepatikum, splenomegali.
Gejala Klinis
1. Anamnesis
a. Didapatkan tanda dan gejala sirosis
b. Riwayat: jaundice, hepatitis, obat-
obatan hepatotoksik, transfusi darah
c. Kebiasaan konsumsi alkohol
d. Riwayat keluarga: penyakit hati,
penyakit autoimun
Diagnosis
2. Pemeriksaan fisik
a. Status nutrisi, demam, fetor
hepatikum, ikterus, pigmentasi,
purpura, clubbing finger, white nails,
spider nervi, eritema palmaris,
ginekomastia, atrofi testis,
pembesaran kelenjang parotis,
tekanan darah
b. Abdomen: asites, pelebaran vena
abdomen, ukuran hati bisa
membesar/normal/mengecil,
splenomegali
c. Edema perifer
lanjutan
Spider nervi
d. Perubahan neurologis: fungsi mental, stupor, tremor.
3. Pemeriksaan penunjang
Tes biokimia hati
a. SGOPT/SGPT: dapat meningkat tapi tidak begitu tinggi,
biasanya SGOT lebih tinggi daripada SGPT, dapat pula
normal
b. Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari normal dan
dapat pula normal
c. Bilirubin: dapat normal atau meningkat
d. Albumin: menurun
e. Globulin meningkat: rasio albumin dan globulin terbalik
f. Waktu protrombin: memanjang
Laboratorium lainnya
Sering anemia, trombositopenia, leukopenia, netropenia
dikaitkan dengan hiperslenisme. Bila asites periksa
elektrolit, ureum, kreatinin, timbang setiap hari/lingkar
perut, ukur volum urin 24 jam dan ekskresi natrium urin
Lanjutan...
Biopsi hati dan histopatologis
Pemeriksaan ini merupakan gold standar untuk
diagnosis dan klasifikasi derajat sirosis
Pemeriksaan radiologi
a. Deteksi nodul hati atau tanda hipertensi porta:
USG hepar, CT scan/MRI
b. Penilaian kekakuan jaringan hati (derajat
fibrosis): transien elastografi (fibroscan), MR
Elastografi.
Pemeriksaan esofago-gastroduodenoskopi
(EGD): baik untuk deteksi varises esofagus
Lanjutan...
Mencari etiologi
Serologi hepatitis (HbsAg dan anti HCV),
Hepatitis autoimun (ANA, antobodi anti-
smooth muscle), pemeriksaan Fe dan Cu
(kecurigaan penyakit wilson),
pemeriksaan alpha1-antitripsin (atas
indikasi pada yang memiliki riwayat
merokok dan PPOK), biopsi hati
lanjutan
Hipertensi porta dan kondisi hiperdinamik
mengakibatkan: varises esogagus dan
perdarahan esofagus; asites; peritonitis
bakterialis spontan; sindrom hepatopulmonal;
gastropati hipertensi porta; sindrom
hepatorenal; enselofati hepatikum.
Insufisiensi hati
gangguan fungsi sintesis (hipoalbuminemia,
defisiensi vit K dan Koagulasi, dan malnutrisi),
gangguan fungsi ekskresi (kolestatis dan ikterus,
hiperamonia, dan enselofati), gangguan fungsi
metabolisme (gangguan hemostatis glukosa,
malabsorpsi VIT D dan kalsium)
komplikasi
1. Terapi medikamentosa
a. Terapi sesuai etiologinya: hepatitis B
kronis, hepatitis C, sirosis alkoholik,
penyakit autoimun, dll.
b. Bila perlu, terapi defisiensi besi.
Diberikan zink sulfat 2x200 mg PO
c. Bila perlu, diberikan antipruritus:
kolestiramin, antihistamin, atau agen
topikal
d. Suplementasi vit D pada pasien beresiko
tinggi osteoporosis
Tatalaksana
2. Terapi non medikamentosa
Lanjutan...
3. Surveilans komplikasi sirosis
a. Monitor kadar albumin, bilirubin, fungsi
ginjal dan kardiovaskular.
b. Deteksi varises esofagus dengan EGD
- bila tidak ada varises esofagus ulangi
setiap 2 tahun
- bila varises kecil, ulangi setiap 1 tahun
- bila varises besar: penyekat-beta-
nonselektif (propanolol), prosedur ligasu
varises (pada kasus intoleran)
Lanjutan...
c. Deteksi retensi cairan dan fungsi ginjal
d. Deteksi enselofati: tes psikometri dan
neuropsikologis terhadap atensi dan
fungsi psikomotorik setiap 6 bulan
e. Deteksi karsinoma hepatoseluler:
pemeriksaan alpha-fetoprotein dan
USG hati setiap 6 bulan
f. Vaksinasi hepatitis B dan A bila perlu
Lanjutan...
4. Tatalaksana sirosis dekompensata
Lanjutan...
d. Peritonitis bakterialis spontan: kultur
cairan asites dan pemberian antibiotik
spektrum luas.
e. Enselofati hepatikum: minimalisasi faktor
pencetus, pemberian laktulosa
dengan/tanpa rifaksimin, suplementasi
asam amino rantai bercabang dan diet
rendah asam amino lisin, metionin, dan
triptofan
f. Gangguan hematologi: transfusi
Lanjutan...
g. Atasi faktor pencetus agar dekompensata
kompensata
Lanjutan
Prognosis penderita sirosis bergantung
pada kondisi klinis pasien dan diprediksi
dengan skor child pugh
prognosis
Terimakasih