PENURUNAN KESADARAN
Disusun oleh :
Gusnur Gazali Ashari
03011118
Pembimbing :
dr. Julintari Indriyani , Sp.S
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul
Penurunan Kesadaran ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
periode 16 Mei 2016 18 Juni 2016.
Melalui referat ini, penulis ingin mencoba menyajikan informasi mengenai
Penurunan Kesadaran bagi para pembaca, khususnya kalangan medis dan
paramedis, dengan harapan agar menambah pengetahuan mengenai Penurunan
Kesadaran.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab
itu saran serta kritikan yang bersifat membangun sangat penulis hargai demi
tercapainya kesempurnaan tersebut.
Selain itu, tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. dr. Julintari Indriyani, Sp.S yang telah membimbing dan membantu penulis
dalam melaksanakan kepaniteraan klinik dan dalam menyusun referat ini.
2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih, yang telah membantu penulis selama menjalankan kepaniteraan
klinik.
3. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Periode 16 Mei 2016 - 18 Juni 2016.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut
membantu sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan
pengalaman penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini
dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi yang membacanya. Penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan
dalam referat ini.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NIM
: 03011118
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Trisakti
Tingkat
Bidang pendidikan
Judul Referat
: Penurunan Kesadaran
Diajukan
: 3 Juni 2016
Pembimbing
PEMBIMBING
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran adalah suatu kegawat daruratan dalam neurologi yang
ditandai dengan hilangnya kemampuan pasien untuk merespon stimulasi dari dalam
tubuh maupun lingkungan luar tubuh. Dalam praktik di UGD dan praktik neurologi
sehari-hari sangat penting untuk dapat melakukan penilaian dengan cepat pada
penurunan kesadaran dan mendiagnosis penyebab dari penurunan kesadaran tersebut
untuk mencegah terjadinya kerusakan otak yang irreversibel.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
korteks serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi, patofisiologi, diagnosis, serta
tatalaksana penurunan kesadaran. Pada akhirnya, pembuatan referat ini bertujuan agar
pembaca dapat membedakan secara klinis dua kelompok besar penyebab penurunan
kesadaran, yaitu metabolik dan struktural. Saat perbedaan keduanya telah jelas
dimengerti, maka diagnosis klinis menjadi lebih cepat ditegakkan, sehingga terapi
yang diberikan lebih cepat dan tepat serta kerusakan otak yang irreversibel dapat
dicegah secara cepat dan efektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sejak awal perkembangan ilmu pengetahuan, konsep tentang kesadaran
mengalami berbagai perubahan. Hingga pada akhirnya didapatkan kesepakatan ilmiah
dalam penggambaran kesadaran.
Secara umum, kesadaran merupakan suatu keadaan dimana seseorang waspada
penuh (full of awareness) terhadap diri dan juga lingkungannya.1 Definisi kesadaran
sendiri sulit dibatasi dengan jelas atau dirinci secara kuantitatif, mengingat bahwa
penilaian tingkat kesadaran diperoleh berdasarkan kesan pengamatan pada sikap dan
tingkah laku subjek semata, serta juga seringkali faktor psikologis subjek ikut
berpengaruh.
Kesadaran sendiri memiliki dua komponen utama, yaitu content dan arousal.1,2,3
Content dari kesadaran merupakan gabungan dari berbagai fungsi yang dimediasi
pada tingkat korteks serebri, termasuk diantaranya fungsi kognitif dan afek mental.
Sedangkan arousal lebih menampilkan keadaan bangun (wakefulness).1 Secara
neuroanatomi, content dari kesadaran berkaitan dengan fungsi eksklusif dari korteks
serebri, sedangkan arousal berkaitan dengan neuron-neuron retikular yang berasal
dari rostral batang otak, yang diproyeksikan ke diensefalon dan korteks serebri. 2 Jadi
apabila terdapat gangguan pada arousal pada suatu individu, maka letak lesi
kemungkinan berada di ARAS, sedangkan gangguan pada content kesadaran, maka
letak lesi kemungkinan berada di korteks serebri bilateral.
Berbagai penyakit atau gangguan otak dapat mempengaruhi tiap komponen
tersebut secara sendiri-sendiri dan/atau saling mempengaruhi.
2.2 Fisiologi kesadaran
Keadaan kesadaran manusia merupakan refleksi dari tingkat arousal (bangun)
dan gabungan fungsi kognitif otak (content of consciousness atau isi kesadaran).
Arousal pada sistem mamalia diperankan oleh integritas mekanisme fisiologis yang
berasal dari formasio retikularis dan struktur-struktur lainnya yang terletak di bagian
atas batang otak, mulai dari pertengahan pons hingga ke arah ventral yakni
hipotalamus. Sedangkan content atau isi kesadaran itu sendiri cenderung diperankan
oleh daerah-daerah fungsional korteks serebri yang satu sama lainnya saling
berinteraksi secara luas dan berkaitan dengan sistem aktivasi yang lebih luhur dari
batang otak bagian atas, hipotalamus, dan talamus.1
Terdapat dua struktur utama yang berperan dalam fisiologi kesadaran, yaitu
korteks serebri bilateral dan Ascending Reticular Activating System (ARAS), yaitu
suatu sistem neuronal yang difus dan terorganisir yang berada di sepanjang batang
otak (mulai dari kaudal medula oblongata hingga ke mesensefalon), terdiri dari
beberapa sirkuit neuronal yang menghubungkan batang otak dengan korteks serebri
bilateral.3 Jaras dari ARAS ini berasal dari formasio retikularis di batang otak, yang
kemudian diproyeksikan ke korteks serebri bilateral melewati nukleus intralaminar di
thalamus. Fungsi dari ARAS sendiri adalah mempertahankan impuls yang terus
menerus agar korteks serebri tetap aktif dan memberikan respon terhadap stimulus
tersebut sehingga seorang individu terlihat sadar.4 ARAS menerima impuls dari dan
dirangsang oleh semua jaras somatik umum dan khusus. Sistem perangsangan
retikularis merupakan lintasan polisinaps yang kompleks, kolateral-kolateral yang
masuk ke dalamnya bukan hanya berasal dari traktus sensorik asenden yang panjang,
tetapi juga berasal dari sistem trigeminal, pendengaran, penglihatan, dan penciuman.1
Penurunan kesadaran terjadi apabila terdapat disfungsi, baik di ARAS maupun
di korteks serebri bilateral.3
2.3 Etiologi penurunan kesadaran
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (arousal) kesadaran dan gangguan isi (content) kesadaran. Penurunan
kesadaran terjadi karena adanya disfungsi dari ARAS ataupun korteks serebri bilateral
yang dapat disebabkan oleh gangguan struktural (lesi supratentorial atau
infratentorial), gangguan metabolik, serta gangguan psikiatri.3,5 Pada gangguan
struktural, penurunan kesadaran dapat terjadi karena efek langsung (misalnya pada
perdarahan batang otak) ataupun efek tidak langsung (peningkatan TIK berkaitan
dengan subdural hematom) terhadap ARAS. Disfungsi yang terjadi hanya pada
sebagian korteks serebri, misalnya akibat kelainan serebrovaskular fokal, tidak akan
menyebabkan timbulnya penurunan kesadaran. Namun apabila lesi tersebut cukup
luas sehingga menimbulkan efek desakan atau kompresi pada struktur batang otak
ataupun korteks serebri kontralateral, maka hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran.3
Tabel 1. Etiologi penurunan kesadaran.6
Tabel 2. Perbedaan klinis antara penurunan kesadaran akibat gangguan metabolik dan
struktural.5
Manifestasi
Gangguan metabolik
Gangguan struktural
Refleks ancaman (N. II, Simetris
Asimetris
VII)
Diskus (N. II)
Datar, pulsasi baik
Papiledema
Gerak bola mata (N. III, Roving eyes movement;
Paresis gerak bola
IV, VI)
doll's eyes dan tes kalori
mata/gaze,
normal
Pupil (N. II, III)
Simetris dan reaktif; dapat
Asimetris dan/atau
midriasis (misal:
nonreaktif; dapat
penggunaan atropin),
midposisi (kerusakan
pinpoint (misal:
penggunaan opiat), atau
midposisi dan terfiksasi
(misal: penggunaan
glutethimide).
Refleks kornea (N. V, VII) Respon simetris
Meringis pada rangsang Respon simetris
nyeri (N. VII)
Pergerakan fungsi motorik Simetris
Postur
Simetris
Refleks tendon dalam
Babinski sign
Sensasi
Penurunan kesadaran
Simetris
Absen atau respon simetris
Simetris
Biasanya timbul sebelum
adanya tanda gangguan
motorik
Pada hiponatremia akut (Na < 120 mEq/L) oleh sebab apapun, dapat
menyebabkan disfungsi sel-sel saraf yang disebabkan oleh terjadinya influks dari
cairan ekstraseluler. Gangguan dari muatan dan pembengkakan sel saraf ini akan
menyebabkan gangguan dari penghantaran impuls, dimana jika hal ini terjadi pada
jaras ARAS, impuls dari formasio retikularis ke korteks serebri akan berhenti
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.6
No
1
2
3
4
5
6
7
Proses gangguan metabolik melibatkan batang otak dan kedua kortek serebri.
Penurunan kesadaran disini disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
Adapun gangguan proses metabolisme dibagi menjadi:
1. Ensefalopati metabolik primer. Disebabkan karena penyakit degenerasi
serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia
misalnya pada penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder. Penurunan kesadaran terjadi bila penyakit
ekstraserebral
melibatkan
metabolisme
otak,
yang
mengakibatkan
pada
pons
dan
mesensefalon
yang
homeostasis
internal
tubuh
seperti
fungsi
respirasi
dan
kardiovaskular yang normal. Berbagai kriteria telah dikemukakan oleh masingmasing komite dan negara dalam menegakkan diagnosis mati otak. Namun
secara umum, diagnosis mati otak dapat ditegakkan apabila terdapat:
(1) Hilangnya semua fungsi serebral
(2) Hilangnya fungsi batang otak, dan
(3) Keadaan tersebut seluruhnya irreversibel.
dan Jennett, 1974), Japan Coma Scale (Ohta et al, 1974), Munich Coma Scale
(Brinkmann et al, 1978), Maryland Coma Scale (Salcman et al, 1981),
Comprehensive Level of Consciousness Scale (Stanezak et al, 1984), dan lain
sebagainya.
Glasgow Coma Scale (GCS)
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah salah satu di antaranya. Skala ini mulamula dikembangkan sehubungan dengan penentuan gradasi dan prognosis cedera
kepala traumatika, tetapi tampaknya sering juga diaplikasikan pada keadaan-keadaan
gangguan kesadaran lainnya (non-traumatika). GCS adalah suatu cara untuk
mengukur kesadaran seseorang secara objektif dan kuantitatif berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan, meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/Mata (E), Motorik
(M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi
15 (compos mentis atau sadar penuh). Jika nilai GCS 14-13 = somnolen, nilai 12-9 =
sopor, dan nilai kurang dari 8 = koma.
Tabel 7. Glasgow Coma Scale.1,10
Respons
Nilai
Gambar
2.
Glasgow
Coma
Scale.9
Anamnesis dapat diperoleh dari orang sekitar yang melihat kejadian saat pasien
mengalami penurunan kesadaran atau yang mengetahui riwayat kondisi medis pasien
sebelumnya. Riwayat mengenai kondisi medis dan keadaan pasien merupakan
informasi yang sangat berharga untuk menentukan penyebab terjadinya penurunan
kesadaran. Informasi tersebut dapat berkaitan dengan riwayat penyakit medis
sebelumnya, obat-obatan yang sedang digunakan oleh pasien, dan lain sebagainya.3
2) Pemeriksaan fisik umum
Dimulai dari pemeriksaan tanda vital yang dapat menyediakan sejumlah
informasi berharga untuk menentukan penyebab terjadinya penurunan kesadaran. Pola
respirasi dapat memberikan data penting mengenai bagian otak yang terganggu. Suhu
tubuh sebaiknya diperiksa secara rectal. Hipotermia dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kesadaran, terutama jika suhu tubuh inti kurang dari 32C. Koma
hipotermia dapat terjadi akibat paparan lingkungan, hipotiroidisme, hipopituitarisme,
lesi hipotalamus, dan berbagai kondisi metabolik, termasuk hipoglikemia dan
overdosis obat golongan depresan SSP (misalnya barbiturat, fenotiazin, alkohol).
Dikarenakan hipertermia biasanya tidak menyebabkan gangguan kesadaran, maka
setiap penurunan kesadaran dengan demam harus dipertimbangkan mengalami suatu
proses infeksi sampai terbukti sebaliknya. Heat stroke, sindrom neuroleptik maligna,
status epileptikus, dan intoksikasi antikolinergik merupakan kondisi-kondisi noninfeksius yang dapat menyebabkan terjadinya koma yang berkaitan dengan
peningkatan suhu tubuh. Denyut dan irama jantung dapat memberikan petunjuk
terhadap penyakit jantung. Hipotensi dapat menyebabkan koma melalui kegagalan
perfusi serebral. Hipertensi (kecuali dalam kasus hipertensi maligna) biasanya tidak
menyebabkan timbulnya gangguan kesadaran.3
Bau napas yang terkait dengan kondisi medis tertentu (misalnya pada koma
hepatik dan ketoasidosis diabetik) dan bau napas khas lainnya (misalnya pada
pengguna alkohol) juga dapat memberikan petunjuk diagnostik.3
Selain itu, pemeriksaan pada kulit dapat mengungkapkan berbagai petunjuk
diagnostik, termasuk diantaranya jaundice, ptechiae, dan pola rambut atau habitus
tubuh yang abnormal, yang dapat mengarah pada krisis addison, penyakit hepar,
AIDS, atau etiologi lainnya. Pemeriksaan pada mata dapat mengungkapkan adanya
perdarahan subhyaloid atau papiledema, yang keduanya dapat memberi petunjuk
Pola Cheyne-Stokes
Pola ini digambarkan dengan adanya pernapasan hyperventilation yang diselingi
dengan periode apneu. Pola pernapasan ini bisa terjadi pada kasus koma dengan
letak lesi pada supratentorial serebeli yang melibatkan kedua hemisfer serebri
bagian atas.
Apneustic breathing
Mempunyai karakteristik fase inspirasi dan ekspirasi yang panjang kemudian
diikuti dengan fase apneu. Pola pernapasan ini menunjukan adanya lesi pada
Ataxic breathing
Pola pernapasan yang tidak beraturan, dapat berupa pernapasan dangkal, dalam
diselingi jeda yang acak dan irreguler. Frekuensi pernapasan lambat.
Menunjukan lesi pada medula oblongata
6) Sindroma horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis) dapat tampak ipsilateral dari
lesi pada batang otak atau hipotalamus atau merupakan tanda diseksi dari
arteri carotis interna. Pada sindroma ini pupil tampak kecil dan lambat untuk
membesar.
7) Hippus atau ukuran pupil yang berfluktuasi, dikatakan sebagai karakteristik
dari ensefalopati metabolik.
Gerakan mata.1
Perhatikan posisi saat istirahat :
Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi hemisfer
kontralateral dari sisi yang hemiparesis.
Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain,
disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai
sindroma parinoud.
Mata dapat bergerak ke bawah dan dalam pada hematoma atau lesiiskemik dari
thalamus dan otak tengah bagian atas (sebuah variasi dari Parinaud Syndrome)
Slow roving eye movement yang dapat terkonjugasi atau diskonjugasi tidak
menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi hemisfer
bilateral.
Ocular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola mata ke arah
bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan
bilateral dari pusat gaze horisontal pada pons.
Ocular dipping dimana bola mata bergerak ke bawah perlahan dan kemudian
kembali dengan cepat ke meridian. Dapat ditemukan pada koma akibat anoksia dan
intoksikasi obat-obatan.
Adanya refleks kornea menandakan intaknya batang otak setinggi saraf kranial
V (aferen) dan saraf kranial VII (eferen). Berkurangnya frekuensi dan hilangnya
refleks berkedip spontan dan hilangnya refleks berkedip terhadap sentuhan kornea
adalah tanda yang paling dapat diandalkan pada koma yang dalam. Adanya asimetri
yang nyata dalam respon kornea dapat menunjukkan adanya lesi hemisfer
kontralateral atau lebih jarang lagi lesi ipsilateral di batang otak.
Refleks okulesefalik
Refleks okulosefalik (dolls eye movement) dapat timbul dengan secara cepat
membelokkan atau menengadahkan kepala. Respons yang intak yaitu terjadi
pergerakan bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila refleks ini tidak
terjadi menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan integritas
dari struktur batang otak yang sering terlihat pada koma metabolik.1
Refleks okulovestibuler
Respon okulovestibular dinilai dengan tes kalori atau tes okulovestibular. Irigasi
dilakukan pada masing-masing telinga dengan 50 mL air dingin (atau air suhu ruang
pada pasien tidak koma). Respon yang normal terdiri dari deviasi tonik ke arah telinga
yang diirigasi, diikuti dalam beberapa detik dengan nistagmus cepat ke arah
kontralateral (menjauhi sisi yang dirangsang). Telinga diirigasi secara terpisah dengan
selang waktu beberapa menit.1
Ketiadaan gerakan mata dalam respon terhadap tes okulovestibular (refleks
okulovestibular negatif) menandakan adanya koma yang dalam karena depresi fungsi
batang otak. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa terjadi gangguan berat pada jalur
tegmental otak di pons atau otak tengah atau, seperti yang disebutkan, adanya
overdosis obat penenang atau obat bius.
Jika hanya satu mata yang abduksi dan yang lainnya adduksi, dapat
disimpulkan bahwa fasciculus longitudinal medial telah terganggu (di samping
kelumpuhan adduktor).
Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan koma
disebabkan disfungsi bihemisfer.
Paresis konjugat dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons.
Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi
Pemeriksaan radiologik
Dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu. CT scan akan
ginjal, dan fungsi hati. Jika penurunan kesadaran terjadi akibat intoksikasi
narkotika, dapat diberikan naloxone 0.5 mg secara intravena. Apabila penurunan
kesadaran disebabkan oleh keadaan hipoglikemia, maka dapat diberikan D40
sebanyak 25 - 50 ml, diikuti dengan pemberian infus D5.
d) Jika terdapat tanda peningkatan TIK akibat adanya lesi berupa massa, dapat
diberikan mannitol 25-50 gram dengan konsentrasi 20% secara intravena selama
10-20 menit dan dapat dilakukan hiperventilasi jika terdapat tanda-tanda
perburukan, yang dapat dinilai dari adanya pembesaran pupil atau koma yang
dalam.6
e) Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan jika dicurigai adanya meningitis atau
perdarahan subarakhnoid. Tetapi, jika terdapat CT scan lebih baik dilakukan
pemeriksaan CT scan untuk menyingkirkan massa atau perdarahan yang
menimbulkan efek tekanan. Perdarahan subarakhnoid juga dapat didiagnosis
dengan CT-scan.
f) Bilas lambung dengan NaCl dapat menjadi alat diagnosis dan terapi untuk
kasus-kasus intoksikasi obat yang masuk melalui saluran pencernaan. Obatobatan seperti salisilat, opiat dan antikolinergik yang menimbulkan atoni gaster
dapat diamil sampelnya bahkan beberapa jam setelah kejadian. Obat untuk
menetralisir asam lambung dapat diberikan untuk mencegah perdarahan
lambung dari stress ulcer.
g) Pasang kateter urin agar tidak terjadi retensi urin dan agar pasien tidak buang air
di tempat tidur. Dapat juga dipasang kombinasi NGT dan ETT untuk mencegah
aspirasi. NGT juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya cairan lambung
yang hitam akibat perdarahan
h) Jika pasien dapat bergerak dan memberontak sebaiknya kaki dan tangan pasien
diikat di tempat tidur.
i) Berikan lubrikan mata agar tidak kering, jaga oral hygiene untuk mencegah
aspirasi.
2.9 Prognosis.6
a) Penyembuhan dari koma akibat metabolik lebih baik jika dibandingkan dengan
kelainan struktural.
b) Jika satu hari setelah onset koma bentuk apapun, jika tidak ada refleks pupil,
kornea atau okulovestibular prognosis akan buruk baik secara ad vitam maupun
fungsionam.
c) Jika 1-3 hari setelah onset koma, didapatkan refleks kornea yang negatif, respon
membuka mata negatif, dan atonia pada keempat ekstremitas merupakan
petunjuk akan outcome yang buruk secara ad vitam maupun fungsionam.
BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh karena
adanya gangguan terhadap sistem aktivasi retikular, baik oleh penyebab mekanis
struktural seperti lesi kompresi atau oleh penyebab metabolik destruktif seperti
hipoksia dan overdosis obat. Keragaman penyebab penurunan kesadaran memerlukan
pemahaman yang menyeluruh mengenai mekanisme dan gambaran klinis yang
berbeda-beda tergantung penyebabnya. Hal ini merupakan kondisi kegawat-daruratan
yang memerlukan penatalaksaan yang cepat namun akurat, oleh karena penyebab
utama
dalam
penatalaksanaan
penurunan
kesadaran
adalah
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.
Posner JPlum F. Plum and Posner's diagnosis of stupor and coma. Oxford:
5. McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS. Pathophysiology The
Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 7th ed. St. Louis: Elsevier
Mosby; 2015. p. 527-35.
6. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor's Principles of
Neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2014. p. 357-80.
7. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press; 2008.
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.
9. Netter FH, Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netter's Neurology.
2nd ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012. p.196-211.
10. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2013. p. 9.