Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

PENURUNAN KESADARAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK


BIDANG ILMU PENYAKIT SARAF
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Disusun oleh :
Gusnur Gazali Ashari
03011118

Pembimbing :
dr. Julintari Indriyani , Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 16 MEI 2016 - 18 JUNI 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul
Penurunan Kesadaran ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
periode 16 Mei 2016 18 Juni 2016.
Melalui referat ini, penulis ingin mencoba menyajikan informasi mengenai
Penurunan Kesadaran bagi para pembaca, khususnya kalangan medis dan
paramedis, dengan harapan agar menambah pengetahuan mengenai Penurunan
Kesadaran.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab
itu saran serta kritikan yang bersifat membangun sangat penulis hargai demi
tercapainya kesempurnaan tersebut.
Selain itu, tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. dr. Julintari Indriyani, Sp.S yang telah membimbing dan membantu penulis
dalam melaksanakan kepaniteraan klinik dan dalam menyusun referat ini.
2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih, yang telah membantu penulis selama menjalankan kepaniteraan
klinik.
3. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Periode 16 Mei 2016 - 18 Juni 2016.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut
membantu sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan
pengalaman penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini
dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi yang membacanya. Penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan
dalam referat ini.

Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 1 Juni 2016

Penulis

LEMBAR PENGESAHAN
Nama

: Gusnur Gazali Ashari

NIM

: 03011118

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Trisakti

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang pendidikan

: Ilmu Penyakit Saraf

Periode Kepaniteraan klinik

: 16 Mei 2016 - 18 Juni 2016

Judul Referat

: Penurunan Kesadaran

Diajukan

: 3 Juni 2016

Pembimbing

: dr. Julintari Indriyani, Sp.S

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : 3 Juni 2016

PEMBIMBING

dr. Julintari Indriyani, Sp.S

BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran adalah suatu kegawat daruratan dalam neurologi yang
ditandai dengan hilangnya kemampuan pasien untuk merespon stimulasi dari dalam
tubuh maupun lingkungan luar tubuh. Dalam praktik di UGD dan praktik neurologi
sehari-hari sangat penting untuk dapat melakukan penilaian dengan cepat pada
penurunan kesadaran dan mendiagnosis penyebab dari penurunan kesadaran tersebut
untuk mencegah terjadinya kerusakan otak yang irreversibel.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
korteks serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi, patofisiologi, diagnosis, serta
tatalaksana penurunan kesadaran. Pada akhirnya, pembuatan referat ini bertujuan agar
pembaca dapat membedakan secara klinis dua kelompok besar penyebab penurunan
kesadaran, yaitu metabolik dan struktural. Saat perbedaan keduanya telah jelas
dimengerti, maka diagnosis klinis menjadi lebih cepat ditegakkan, sehingga terapi
yang diberikan lebih cepat dan tepat serta kerusakan otak yang irreversibel dapat
dicegah secara cepat dan efektif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sejak awal perkembangan ilmu pengetahuan, konsep tentang kesadaran
mengalami berbagai perubahan. Hingga pada akhirnya didapatkan kesepakatan ilmiah
dalam penggambaran kesadaran.
Secara umum, kesadaran merupakan suatu keadaan dimana seseorang waspada
penuh (full of awareness) terhadap diri dan juga lingkungannya.1 Definisi kesadaran
sendiri sulit dibatasi dengan jelas atau dirinci secara kuantitatif, mengingat bahwa
penilaian tingkat kesadaran diperoleh berdasarkan kesan pengamatan pada sikap dan
tingkah laku subjek semata, serta juga seringkali faktor psikologis subjek ikut
berpengaruh.
Kesadaran sendiri memiliki dua komponen utama, yaitu content dan arousal.1,2,3
Content dari kesadaran merupakan gabungan dari berbagai fungsi yang dimediasi
pada tingkat korteks serebri, termasuk diantaranya fungsi kognitif dan afek mental.
Sedangkan arousal lebih menampilkan keadaan bangun (wakefulness).1 Secara
neuroanatomi, content dari kesadaran berkaitan dengan fungsi eksklusif dari korteks
serebri, sedangkan arousal berkaitan dengan neuron-neuron retikular yang berasal
dari rostral batang otak, yang diproyeksikan ke diensefalon dan korteks serebri. 2 Jadi
apabila terdapat gangguan pada arousal pada suatu individu, maka letak lesi
kemungkinan berada di ARAS, sedangkan gangguan pada content kesadaran, maka
letak lesi kemungkinan berada di korteks serebri bilateral.
Berbagai penyakit atau gangguan otak dapat mempengaruhi tiap komponen
tersebut secara sendiri-sendiri dan/atau saling mempengaruhi.
2.2 Fisiologi kesadaran
Keadaan kesadaran manusia merupakan refleksi dari tingkat arousal (bangun)
dan gabungan fungsi kognitif otak (content of consciousness atau isi kesadaran).
Arousal pada sistem mamalia diperankan oleh integritas mekanisme fisiologis yang
berasal dari formasio retikularis dan struktur-struktur lainnya yang terletak di bagian
atas batang otak, mulai dari pertengahan pons hingga ke arah ventral yakni
hipotalamus. Sedangkan content atau isi kesadaran itu sendiri cenderung diperankan
oleh daerah-daerah fungsional korteks serebri yang satu sama lainnya saling
berinteraksi secara luas dan berkaitan dengan sistem aktivasi yang lebih luhur dari
batang otak bagian atas, hipotalamus, dan talamus.1

Terdapat dua struktur utama yang berperan dalam fisiologi kesadaran, yaitu
korteks serebri bilateral dan Ascending Reticular Activating System (ARAS), yaitu
suatu sistem neuronal yang difus dan terorganisir yang berada di sepanjang batang
otak (mulai dari kaudal medula oblongata hingga ke mesensefalon), terdiri dari
beberapa sirkuit neuronal yang menghubungkan batang otak dengan korteks serebri
bilateral.3 Jaras dari ARAS ini berasal dari formasio retikularis di batang otak, yang
kemudian diproyeksikan ke korteks serebri bilateral melewati nukleus intralaminar di
thalamus. Fungsi dari ARAS sendiri adalah mempertahankan impuls yang terus
menerus agar korteks serebri tetap aktif dan memberikan respon terhadap stimulus
tersebut sehingga seorang individu terlihat sadar.4 ARAS menerima impuls dari dan
dirangsang oleh semua jaras somatik umum dan khusus. Sistem perangsangan
retikularis merupakan lintasan polisinaps yang kompleks, kolateral-kolateral yang
masuk ke dalamnya bukan hanya berasal dari traktus sensorik asenden yang panjang,
tetapi juga berasal dari sistem trigeminal, pendengaran, penglihatan, dan penciuman.1
Penurunan kesadaran terjadi apabila terdapat disfungsi, baik di ARAS maupun
di korteks serebri bilateral.3
2.3 Etiologi penurunan kesadaran
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (arousal) kesadaran dan gangguan isi (content) kesadaran. Penurunan
kesadaran terjadi karena adanya disfungsi dari ARAS ataupun korteks serebri bilateral
yang dapat disebabkan oleh gangguan struktural (lesi supratentorial atau
infratentorial), gangguan metabolik, serta gangguan psikiatri.3,5 Pada gangguan
struktural, penurunan kesadaran dapat terjadi karena efek langsung (misalnya pada
perdarahan batang otak) ataupun efek tidak langsung (peningkatan TIK berkaitan
dengan subdural hematom) terhadap ARAS. Disfungsi yang terjadi hanya pada
sebagian korteks serebri, misalnya akibat kelainan serebrovaskular fokal, tidak akan
menyebabkan timbulnya penurunan kesadaran. Namun apabila lesi tersebut cukup
luas sehingga menimbulkan efek desakan atau kompresi pada struktur batang otak
ataupun korteks serebri kontralateral, maka hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran.3
Tabel 1. Etiologi penurunan kesadaran.6

Tabel 2. Perbedaan klinis antara penurunan kesadaran akibat gangguan metabolik dan
struktural.5
Manifestasi
Gangguan metabolik
Gangguan struktural
Refleks ancaman (N. II, Simetris
Asimetris
VII)
Diskus (N. II)
Datar, pulsasi baik
Papiledema
Gerak bola mata (N. III, Roving eyes movement;
Paresis gerak bola
IV, VI)
doll's eyes dan tes kalori
mata/gaze,
normal
Pupil (N. II, III)
Simetris dan reaktif; dapat
Asimetris dan/atau
midriasis (misal:
nonreaktif; dapat
penggunaan atropin),
midposisi (kerusakan

pinpoint (misal:
penggunaan opiat), atau
midposisi dan terfiksasi
(misal: penggunaan
glutethimide).
Refleks kornea (N. V, VII) Respon simetris
Meringis pada rangsang Respon simetris
nyeri (N. VII)
Pergerakan fungsi motorik Simetris
Postur
Simetris
Refleks tendon dalam
Babinski sign
Sensasi
Penurunan kesadaran

Simetris
Absen atau respon simetris
Simetris
Biasanya timbul sebelum
adanya tanda gangguan
motorik

otak tengah), pinpoint


(kerusakan pons),
midriasis (kerusakan
tegmentum).
Respon asimetris
Respon asimetris
Asimetris
Dekortikasi, terutama jika
simetris; deserebrasi,
terutama jika asimetris
Asimetris
Positif
Asimetris
Biasanya timbul setelah
adanya tanda gangguan
motorik

2.4 Patofisiologi penurunan kesadaran


a) Gangguan metabolik (65%)
Gangguan metabolik merupakan salah satu penyebab tersering pada gangguan
kesadaran dengan frekuensi sekitar 65% dari total penyebab gangguan kesadaran. 6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Plum dan Posner, tiga gangguan
metabolik tersering yang menyebabkan penurunan kesadaran yaitu keracunan obat,
iskemia atau anoksia, dan ensefalopati hepatik.6
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan
oksigen dan glukosa. Adanya penurunan Aliran Darah Otak/Cerebral Blood Flow
(CBF) secara mendadak hingga 25 mL/menit/100 g jaringan otak dari keadaan
normalnya yaitu sekitar 55 mL/menit/100 g jaringan otak, akan menyebabkan
timbulnya perlambatan gelombang EEG dan gangguan kesadaran. Apabila CBF turun
lebih rendah lagi, yaitu dibawah 12-15 mL/menit/100 g jaringan otak, maka akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme sel-sel saraf dan fungsi sinaps yang dapat
menyebabkan terjadinya koma.6
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal,
diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.

Pada hiponatremia akut (Na < 120 mEq/L) oleh sebab apapun, dapat
menyebabkan disfungsi sel-sel saraf yang disebabkan oleh terjadinya influks dari
cairan ekstraseluler. Gangguan dari muatan dan pembengkakan sel saraf ini akan
menyebabkan gangguan dari penghantaran impuls, dimana jika hal ini terjadi pada
jaras ARAS, impuls dari formasio retikularis ke korteks serebri akan berhenti
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.6

No
1
2
3
4
5
6
7

Tabel 3. Penyebab Metabolik pada Kasus Penurunan Kesadaran.7


Penyebab metabolik
Keterangan
atau sistemik
Elektrolit imbalans
Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia,
gagal ginjal dan gagal hati.
Endokrin
Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
Vaskular
Ensefalopati hipertensif
Toksik
Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
Nutrisi
Defisiensi vitamin B12
Gangguan metabolik
Asidosis laktat
Gagal organ
Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik

Proses gangguan metabolik melibatkan batang otak dan kedua kortek serebri.
Penurunan kesadaran disini disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
Adapun gangguan proses metabolisme dibagi menjadi:
1. Ensefalopati metabolik primer. Disebabkan karena penyakit degenerasi
serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia
misalnya pada penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder. Penurunan kesadaran terjadi bila penyakit
ekstraserebral

melibatkan

metabolisme

otak,

yang

mengakibatkan

kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun intoksikasi.


b) Gangguan Struktural (33%)
Tabel 4. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran.7
No Penyebab struktural
Keterangan
1 Vaskular
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
2 Infeksi
Abses, ensefalitis, meningitis
3 Neoplasma
Primer atau metastasis
4 Trauma
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
5 Herniasi
Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
6 Peningkatan tekanan
Proses desak ruang
intrakranial

Frekuensi penurunan kesadaran akibat gangguan ini yaitu sebesar 33%.


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis
yang terjadi di daerah mesensefalon dan diensefalon disebut koma diensefalik. Secara
anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi
supratentorial dan lesi infratentorial.7
1. Lesi supratentorial (20%).6,8
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri,
sedangkan batang otak tetap normal.
2) Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer
serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan
hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di
sekitarnya, yang dapat menyebabkan timbulnya herniasi girus singuli,
herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi transtentorial atau sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses
desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nuklei
basalis; secara berurutan menekan disensefalon, mesensefalon,
pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii
media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan
girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas
tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.
2. Lesi infratentorial (13%).6,8
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan penurunan
kesadaran.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau merusak
pembuluh darah yang memperdarahinya. Misalnya pada stroke, tumor,
cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS. Penekanan/kompresi
ini terjadi akibat:
a. Kompresi langsung

pada

pons

dan

mesensefalon

mengakibatkan iskemia dan edema neuron-neuron ARAS.

yang

b. Herniasi ke atas dari serebelum melalui celah tentorium yang


menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum yang
menekan medula oblongata.
Tabel 5. Perbedaan klinis antara penurunan kesadaran akibat lesi supratentorial dan
infratentorial.1
Lesi Supratentorial
Lesi infratentorial
Terdapat tanda disfungsi serebral fokal Didahului riwayat disfungsi batang
pada saat onset
otak atau koma yang mendadak
Tanda disfungsi biasanya berkembang Adanya gangguan fokal refleks batang
dari rostral ke kaudal
otak yang mendahului atau bersamaan
dengan onset penurunan kesadaran
Tanda neurologis
Biasanya disertai temuan abnormal
pada pupil dan gerakan mata.
Gejala motorik biasanya asimetris
Sering terdapat abnormalitas pada pola
respirasi dan biasanya muncul saat
onset
c) Gangguan Psikiatrik
Meskipun kesadaran pasien seperti terlihat menurun, namun secara fisiologis
pasien masih sadar dan pada pemeriksaan neurologi didapatkan hasil yang normal.
Pada gangguan ini ditandai dengan tertutupnya kelopak mata secara aktif dan
pemeriksaan dengan hasil yang normal.5

2.5 Penilaian kesadaran secara kualitatif


Tingkat kesadaran yang paling tinggi adalah kompos mentis yang berarti
kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware atau awas) dan
bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam
(arousal atau waspada). Penurunan kesadaran dapat terjadi baik secara akut maupun
secara kronik.1
Gangguan kesadaran akut
o Clouding of consciousness (somnolen) Keadaan dimana terjadi sedikit
penurunan kesadaran yang ditandai dengan inatensi dan pasien tampak
mengantuk.

o Delirium Suatu keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih dikarenakan


abnormalitas dari mental seseorang yang ditandai dengan adanya disorientasi,
ketakutan, iritabilitas, dan salah persepsi terhadap stimulasi sensorik dan
terkadang terdapat halusinasi pada pasien. Pada delirium, gangguan hanya
terjadi sementara dalam waktu yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau
hari) dan dapat timbul fluaktif dalam 1 hari.
o Obtundation (apatis) Secara harfiah berarti keadaan mental yang tumpul atau
kaku. Kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis memiliki penurunan
kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan penurunan minat terhadap
lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon lambat terhadap stimulan yang
diberikan.
o Stupor Suatu keadaan tidur dalam atau sikap yang tidak responsif dan hanya
dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat dan berulang. Segera setelah
rangsangan hilang, penderita akan tidur lagi. Kebanyakan penderita ini
mengalami disfungsi serebral organik.
o Koma Keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap
stimulan, meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus.
Pasien mungkin dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki dan
tangan akibat rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat melokalisir atau
menangkis daerah nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien, respon
yang diberikan terhadap rangsangan yang kuat sekalipun akan menurun.
o Locked-in syndrome Pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen sehingga
tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf cranial perifer. Pasien
masih sadar akan tetapi tidak bisa merespon. Biasanya pemeriksa akan meminta
pasien untuk menjawab pertanyaan tertutup (ya atau tidak) dengan kedipan
mata.

Tabel 6. Perbandingan klinis masing-masing tingkat kesadaran.2

Gangguan kesadaran kronis


o Dementia Penurunan mental secara progeresif yang dikarenakan kelainan
organik, namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran (arousal). Penurunan
mental yang tersering adalah penurunan fungsi kognitif terutama dalam hal
memori atau ingatan, namun dapat juga disertai gangguan dalam berbahasa dan
kendala dalam melakukan, menyelesaikan atau menyusun suatu masalah.
o Hypersomnia Keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun
saat terbangun, kesadaran tampak menurun atau tidak sadar penuh.
o Abulia Keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar
(lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. Sering
kali respon tidak sesuai dengan percakapan atau gerakan yang diperintahkan,
namun tidak ada gangguan fungsi kognitif pada pasien.
o Akinetic mutism Kelainan kesadaran kronis yang ditandai dengan pasien yang
imobil (akinetic), diam, dan tidak mengeluarkan perkataan (mutism).

o Minimally Conscious State (MCS) Keadaan dimana terdapat penurunan


kesadaran yang drastis atau berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan
keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami
perbaikan dari keadaan koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang
progresif.
o Vegetative state (VS) Suatu kondisi kronis yang kadang terjadi setelah cedera
otak berat dimana terjadi pemulihan arousal, namun fungsi kognitif (awareness)
tidak ada sama sekali. Pada keadaan ini ada siklus bangun-tidur, tekanan darah
dan kontrol respirasi terpelihara normal, namun tidak dapat menunjukkan
respon motorik yang terarah. Istilah persistent atau chronic vegetative state
menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan bentuk permanen dan telah
berlangsung dalam jangka waktu yang lama (lebih dari satu bulan atau kadang
bertahun-tahun) setelah cedera otak berat atau stroke.
o Mati otak (Brain death) Suatu keadaan kerusakan fungsional total yang
irreversibel dari korteks serebri dan batang otak sehingga tidak dapat lagi
memelihara

homeostasis

internal

tubuh

seperti

fungsi

respirasi

dan

kardiovaskular yang normal. Berbagai kriteria telah dikemukakan oleh masingmasing komite dan negara dalam menegakkan diagnosis mati otak. Namun
secara umum, diagnosis mati otak dapat ditegakkan apabila terdapat:
(1) Hilangnya semua fungsi serebral
(2) Hilangnya fungsi batang otak, dan
(3) Keadaan tersebut seluruhnya irreversibel.

Gambar 1. Temuan klinis pada brain death.9


Hilangnya fungsi serebral ditandai oleh tidak adanya gerakan spontan serta
respon motorik maupun vokal terhadap rangsangan-rangsangan visual, suara,
dan proprioseptif. Sedangkan hilangnya fungsi batang otak ditandai oleh tidak
adanya gerakan spontan dari bola mata, respon okulosefalik dan tes kalori yang
negatif, pupil yang terpaku (fixed) dan dilatasi, tidak adanya gag reflex, tidak
adanya refleks kornea, tidak adanya respon terhadap rangsang nyeri, dan
hilangnya gerakan respirasi. Secara praktis yang biasanya dipakai sebagai
patokan mati otak adalah hilangnya respirasi atau hilangnya perlawanan
terhadap ventilator (apnoea) lebih dari 15 menit. EEG merupakan indikator
yang sangat berarti untuk keadaan ini dan menjadi bukti yang cukup kuat bila
menunjukkan gelombang isoelektrik (datar) atau potensial elektrik tidak
melebihi dua v selama 2 kali 30 menit dalam selang waktu enam jam.1
2.6 Penilaian kesadaran secara kuantitatif
Ada berbagai patokan untuk menilai tingkat kesadaran yang dipergunakan
dalam praktik klinis oleh institusi dan berbagai negara, skala-skala tersebut antara lain
seperti Edinburg Coma Scale (Sugiura et al, 1973), Glasgow Coma Scale (Teasdale

dan Jennett, 1974), Japan Coma Scale (Ohta et al, 1974), Munich Coma Scale
(Brinkmann et al, 1978), Maryland Coma Scale (Salcman et al, 1981),
Comprehensive Level of Consciousness Scale (Stanezak et al, 1984), dan lain
sebagainya.
Glasgow Coma Scale (GCS)
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah salah satu di antaranya. Skala ini mulamula dikembangkan sehubungan dengan penentuan gradasi dan prognosis cedera
kepala traumatika, tetapi tampaknya sering juga diaplikasikan pada keadaan-keadaan
gangguan kesadaran lainnya (non-traumatika). GCS adalah suatu cara untuk
mengukur kesadaran seseorang secara objektif dan kuantitatif berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan, meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/Mata (E), Motorik
(M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi
15 (compos mentis atau sadar penuh). Jika nilai GCS 14-13 = somnolen, nilai 12-9 =
sopor, dan nilai kurang dari 8 = koma.
Tabel 7. Glasgow Coma Scale.1,10

Respons

Nilai

Respons membuka mata


Spontan

Membuka mata dengan rangsang suara

Membuka mata dengan rangsang nyeri

Tidak membuka mata dengan rangsang nyeri

Respons motorik (gerakan)


Reaksi motorik sesuai perintah

Mengetahui lokasi nyeri

Menjauhi lokasi nyeri/reaksi menghindar

Reaksi fleksi (dekortikasi)

Reaksi ekstensi (deserebrasi)

Tidak ada reaksi motorik

Gambar
2.
Glasgow
Coma
Scale.9

Respons verbal (bicara)


Bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat 4


(confused)
Respon kata dengan rangsang nyeri (words)

Respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)

Tidak ada reaksi

2.7 Pendekatan diagnostik


Pendekatan diagnostik pada pasien dengan penurunan kesadaran terdiri dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan
penunjang yang berkaitan jika perlu.
1) Anamnesis

Anamnesis dapat diperoleh dari orang sekitar yang melihat kejadian saat pasien
mengalami penurunan kesadaran atau yang mengetahui riwayat kondisi medis pasien
sebelumnya. Riwayat mengenai kondisi medis dan keadaan pasien merupakan
informasi yang sangat berharga untuk menentukan penyebab terjadinya penurunan
kesadaran. Informasi tersebut dapat berkaitan dengan riwayat penyakit medis
sebelumnya, obat-obatan yang sedang digunakan oleh pasien, dan lain sebagainya.3
2) Pemeriksaan fisik umum
Dimulai dari pemeriksaan tanda vital yang dapat menyediakan sejumlah
informasi berharga untuk menentukan penyebab terjadinya penurunan kesadaran. Pola
respirasi dapat memberikan data penting mengenai bagian otak yang terganggu. Suhu
tubuh sebaiknya diperiksa secara rectal. Hipotermia dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kesadaran, terutama jika suhu tubuh inti kurang dari 32C. Koma
hipotermia dapat terjadi akibat paparan lingkungan, hipotiroidisme, hipopituitarisme,
lesi hipotalamus, dan berbagai kondisi metabolik, termasuk hipoglikemia dan
overdosis obat golongan depresan SSP (misalnya barbiturat, fenotiazin, alkohol).
Dikarenakan hipertermia biasanya tidak menyebabkan gangguan kesadaran, maka
setiap penurunan kesadaran dengan demam harus dipertimbangkan mengalami suatu
proses infeksi sampai terbukti sebaliknya. Heat stroke, sindrom neuroleptik maligna,
status epileptikus, dan intoksikasi antikolinergik merupakan kondisi-kondisi noninfeksius yang dapat menyebabkan terjadinya koma yang berkaitan dengan
peningkatan suhu tubuh. Denyut dan irama jantung dapat memberikan petunjuk
terhadap penyakit jantung. Hipotensi dapat menyebabkan koma melalui kegagalan
perfusi serebral. Hipertensi (kecuali dalam kasus hipertensi maligna) biasanya tidak
menyebabkan timbulnya gangguan kesadaran.3
Bau napas yang terkait dengan kondisi medis tertentu (misalnya pada koma
hepatik dan ketoasidosis diabetik) dan bau napas khas lainnya (misalnya pada
pengguna alkohol) juga dapat memberikan petunjuk diagnostik.3
Selain itu, pemeriksaan pada kulit dapat mengungkapkan berbagai petunjuk
diagnostik, termasuk diantaranya jaundice, ptechiae, dan pola rambut atau habitus
tubuh yang abnormal, yang dapat mengarah pada krisis addison, penyakit hepar,
AIDS, atau etiologi lainnya. Pemeriksaan pada mata dapat mengungkapkan adanya
perdarahan subhyaloid atau papiledema, yang keduanya dapat memberi petunjuk

adanya gangguan struktural. Memar disekitar prosesus mastoideus (Battle Sign),


memar periorbital (racoon eyes), dan darah di belakang membran timpani dapat
menunjukkan adanya fraktur pada basis kranii. Leher pada pasien koma tidak boleh
dimanipulasi sampai kemungkinan trauma serviks telah disingkirkan.3
3) Pemeriksaan neurologis
Selain pemeriksaan fisik umum, pada pasien dengan penurunan kesadaran, perlu
dilakukan pemeriksaan neurologis yang lengkap, yaitu meliputi:6
a. Pemeriksaan kesadaran (GCS)
b. Pemeriksaan pola pernapasan
Pada pasien koma, pola pernapasan menjadi penting untuk diamati karena dari
pola pernapasan yang abnormal dapat diketahui letak dari lesi di serebral atau batang
otak. Beberapa contoh kelainan pada pola pernapasan adalah:1

Pola Cheyne-Stokes
Pola ini digambarkan dengan adanya pernapasan hyperventilation yang diselingi
dengan periode apneu. Pola pernapasan ini bisa terjadi pada kasus koma dengan
letak lesi pada supratentorial serebeli yang melibatkan kedua hemisfer serebri

atau penurunan kesadaran karena penyebab metabolik.


Pola Central Neurogenic Hyperventilation
Pola ini digambarkan dengan pernapasan yang cepat, konstan dan reguler. Pola
pernapasan ini menunjukan adanya lesi di daerah otak tengah bawah pons

bagian atas.
Apneustic breathing
Mempunyai karakteristik fase inspirasi dan ekspirasi yang panjang kemudian
diikuti dengan fase apneu. Pola pernapasan ini menunjukan adanya lesi pada

pons bagian tengah sampai pons bagian bawah.


Cluster breathing
Mempunyai karakteristik adanya sebuah kelompk atau cluster pernapasan dan
diikuti dengan jeda yang ireguler di antaranya. Menunjukan adanya lesi di
bagian medula oblongata atau pons bawah.

Ataxic breathing
Pola pernapasan yang tidak beraturan, dapat berupa pernapasan dangkal, dalam
diselingi jeda yang acak dan irreguler. Frekuensi pernapasan lambat.
Menunjukan lesi pada medula oblongata

Gambar 3. Pola pernapasan dan letak lesi.5


c. Pemeriksaan mata (refleks pupil, gerakan mata)
Refleks pupil.1
1) Pupil yang simetris dengan bentuk dan ukuran yang normal dan reaktif
terhadap rangsang cahaya menandakan otak tengah dalam keadaan intak.
2) Pupil yang semidilatasi / midposisi (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler
menandakan suatu lesi di midbrain.
3) Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.
Intoksikasi dari opiat dan kolinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan
pupil seperti ini.
4) Pupil yang terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia
hipoksia global, keracunan barbiturat, skopolamin, atau gluthethimide.
Keracunan atropine atau obat-obatan dengan efek atropinik, terutama anti
depressan trisiklik, menyebabkan dilatasi pupil yang lebar dan terfiksasi,
gambaran ini dapat direverse secara parsial dengan fisostigmin.
5) Pupil yang dilatasi / membesar unilateral dan tidak responsif merupakan tanda
awal adanya kompresi pada nervus III (okulomotor) dan dapat menunjukkan
adanya massa hemisfer ipsilateral.

6) Sindroma horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis) dapat tampak ipsilateral dari
lesi pada batang otak atau hipotalamus atau merupakan tanda diseksi dari
arteri carotis interna. Pada sindroma ini pupil tampak kecil dan lambat untuk
membesar.
7) Hippus atau ukuran pupil yang berfluktuasi, dikatakan sebagai karakteristik
dari ensefalopati metabolik.

Gambar 4. Reaksi pupil pada berbagai macam letak lesi.1

Gerakan mata.1
Perhatikan posisi saat istirahat :

Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi hemisfer
kontralateral dari sisi yang hemiparesis.

Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan :

1) Lesi di pons kontralateral hemiparesis


2) Lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
3) Aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis Selama terjadi
kejang satu sisi, bola mata bergerak/gaze ke arah yang kejang (berlawanan
dengan fokus iritatif).

Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain,
disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai
sindroma parinoud.

Mata dapat bergerak ke bawah dan dalam pada hematoma atau lesiiskemik dari
thalamus dan otak tengah bagian atas (sebuah variasi dari Parinaud Syndrome)

Slow roving eye movement yang dapat terkonjugasi atau diskonjugasi tidak
menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi hemisfer
bilateral.

Ocular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola mata ke arah
bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan
bilateral dari pusat gaze horisontal pada pons.

Ocular dipping dimana bola mata bergerak ke bawah perlahan dan kemudian
kembali dengan cepat ke meridian. Dapat ditemukan pada koma akibat anoksia dan
intoksikasi obat-obatan.

d. Pemeriksaan refleks batang otak


Refleks pupil (N. II dan III)
Lihat pemeriksaan refleks pupil (hal. 17)
Refleks kornea (N. V dan VII)

Adanya refleks kornea menandakan intaknya batang otak setinggi saraf kranial
V (aferen) dan saraf kranial VII (eferen). Berkurangnya frekuensi dan hilangnya
refleks berkedip spontan dan hilangnya refleks berkedip terhadap sentuhan kornea
adalah tanda yang paling dapat diandalkan pada koma yang dalam. Adanya asimetri
yang nyata dalam respon kornea dapat menunjukkan adanya lesi hemisfer
kontralateral atau lebih jarang lagi lesi ipsilateral di batang otak.
Refleks okulesefalik
Refleks okulosefalik (dolls eye movement) dapat timbul dengan secara cepat
membelokkan atau menengadahkan kepala. Respons yang intak yaitu terjadi
pergerakan bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila refleks ini tidak
terjadi menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan integritas
dari struktur batang otak yang sering terlihat pada koma metabolik.1
Refleks okulovestibuler
Respon okulovestibular dinilai dengan tes kalori atau tes okulovestibular. Irigasi
dilakukan pada masing-masing telinga dengan 50 mL air dingin (atau air suhu ruang
pada pasien tidak koma). Respon yang normal terdiri dari deviasi tonik ke arah telinga
yang diirigasi, diikuti dalam beberapa detik dengan nistagmus cepat ke arah
kontralateral (menjauhi sisi yang dirangsang). Telinga diirigasi secara terpisah dengan
selang waktu beberapa menit.1
Ketiadaan gerakan mata dalam respon terhadap tes okulovestibular (refleks
okulovestibular negatif) menandakan adanya koma yang dalam karena depresi fungsi
batang otak. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa terjadi gangguan berat pada jalur
tegmental otak di pons atau otak tengah atau, seperti yang disebutkan, adanya
overdosis obat penenang atau obat bius.

Jika hanya satu mata yang abduksi dan yang lainnya adduksi, dapat
disimpulkan bahwa fasciculus longitudinal medial telah terganggu (di samping

kelumpuhan adduktor).
Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan koma
disebabkan disfungsi bihemisfer.

Paresis konjugat dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons.
Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak.

Gambar 5. Refleks okulosefalik (kiri) dan tes kalori (kanan).1


e. Pemeriksaan motorik
Defisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan struktur, sedangkan
dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau kerusakan
struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan mioklonus sering terjadi
pada gangguan metabolik toksik.
4) Pemeriksaan penunjang
a.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi

pemeriksaan glukosa darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan


analisis gas darah. Pada kasus tertentu (meningitis, ensefalitis, perdarahan

suabarachnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal dan kemudian dilakukan analisis


cairan serebrospinal.
b. Pemeriksaan elektrofisiologi
Pada kasus koma bersifat terbatas kecuali pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ekoensefalografi bersifat noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudahj, tetapi manfaat
diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi
tidak perlu dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada
kasus mati otak (brain death).
c.

Pemeriksaan radiologik
Dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu. CT scan akan

sangat bermanfaat pada kasus-kasus neoplasma, abses, trauma kapitis, dan


hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT
scan kepala.
2.8 Tatalaksana
Penurunan kesadaran apapun penyebabnya, seringkali fatal karena penurunan
kesadaran menunjukan adanya penyakit yang serius dan seringkali saat pasien dengan
penurunan kesadaran datang ke dokter sudah terjadi kerusakan otak yang irreversibel
misalnya karena hipoglikemia atau hipoksia. Tujuan utama seorang dokter dalam
penanganan penurunan kesadaran adalah mendeteksi penyebabnya kemudian
menghilangkan penyebab tersebut untuk mencegah sekuel lebih jauh lagi. Tatalaksana
penurunan kesadaran dapat dirangkum menjadi langkah-langkah berikut:6
a) Napas yang dangkal dan tidak teratur, serta adanya sianosis mengindikasikan
perlunya membebaskan dan menstabilkan jalan napas serta pemberian oksigen.
Pasien harus segera ditempatkan dalam posisi miring agar tidak terjadi aspirasi.
Lendir yang menyumbat harus segera di hilangkan dengan cara suctioning.
Tanda-tanda vital pasien dipantau dengan monitor. Bila ada alat yang memadai
pasien sebaiknya diintubasi untuk menjaga patensi jalan napas.
b) Manajemen syok harus didahulukan sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan terapetik lainnya.
c) Pasang akses intravena untuk memasukan obat dan mengambil sampel darah
untuk mengecek kadar gula darah, zat-zat toksik pada kasus overdosis, fungsi

ginjal, dan fungsi hati. Jika penurunan kesadaran terjadi akibat intoksikasi
narkotika, dapat diberikan naloxone 0.5 mg secara intravena. Apabila penurunan
kesadaran disebabkan oleh keadaan hipoglikemia, maka dapat diberikan D40
sebanyak 25 - 50 ml, diikuti dengan pemberian infus D5.
d) Jika terdapat tanda peningkatan TIK akibat adanya lesi berupa massa, dapat
diberikan mannitol 25-50 gram dengan konsentrasi 20% secara intravena selama
10-20 menit dan dapat dilakukan hiperventilasi jika terdapat tanda-tanda
perburukan, yang dapat dinilai dari adanya pembesaran pupil atau koma yang
dalam.6
e) Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan jika dicurigai adanya meningitis atau
perdarahan subarakhnoid. Tetapi, jika terdapat CT scan lebih baik dilakukan
pemeriksaan CT scan untuk menyingkirkan massa atau perdarahan yang
menimbulkan efek tekanan. Perdarahan subarakhnoid juga dapat didiagnosis
dengan CT-scan.
f) Bilas lambung dengan NaCl dapat menjadi alat diagnosis dan terapi untuk
kasus-kasus intoksikasi obat yang masuk melalui saluran pencernaan. Obatobatan seperti salisilat, opiat dan antikolinergik yang menimbulkan atoni gaster
dapat diamil sampelnya bahkan beberapa jam setelah kejadian. Obat untuk
menetralisir asam lambung dapat diberikan untuk mencegah perdarahan
lambung dari stress ulcer.
g) Pasang kateter urin agar tidak terjadi retensi urin dan agar pasien tidak buang air
di tempat tidur. Dapat juga dipasang kombinasi NGT dan ETT untuk mencegah
aspirasi. NGT juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya cairan lambung
yang hitam akibat perdarahan
h) Jika pasien dapat bergerak dan memberontak sebaiknya kaki dan tangan pasien
diikat di tempat tidur.
i) Berikan lubrikan mata agar tidak kering, jaga oral hygiene untuk mencegah
aspirasi.
2.9 Prognosis.6
a) Penyembuhan dari koma akibat metabolik lebih baik jika dibandingkan dengan
kelainan struktural.
b) Jika satu hari setelah onset koma bentuk apapun, jika tidak ada refleks pupil,
kornea atau okulovestibular prognosis akan buruk baik secara ad vitam maupun
fungsionam.
c) Jika 1-3 hari setelah onset koma, didapatkan refleks kornea yang negatif, respon
membuka mata negatif, dan atonia pada keempat ekstremitas merupakan
petunjuk akan outcome yang buruk secara ad vitam maupun fungsionam.

BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh karena
adanya gangguan terhadap sistem aktivasi retikular, baik oleh penyebab mekanis
struktural seperti lesi kompresi atau oleh penyebab metabolik destruktif seperti
hipoksia dan overdosis obat. Keragaman penyebab penurunan kesadaran memerlukan
pemahaman yang menyeluruh mengenai mekanisme dan gambaran klinis yang
berbeda-beda tergantung penyebabnya. Hal ini merupakan kondisi kegawat-daruratan
yang memerlukan penatalaksaan yang cepat namun akurat, oleh karena penyebab

penurunan kesadaran yang beragam, penatalaksanaan yang secara signifikan berbeda


dan dampak luas yang ditimbulkannya.
Langkah

utama

dalam

penatalaksanaan

penurunan

kesadaran

adalah

membedakan mekanisme penyebabnya, apakah berupa kelainan struktural atau


metabolik, dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan neurologis serta diagnostik yang
terarah. Setelah penyebabnya diketahui terapi dapat dilakukan secara terarah sesuai
dengan penyebabnya tersebut.
Pada dasarnya prognosis penurunan kesadaran bersifat luas namun lebih
mengarah ke arah yang buruk, tetapi untuk penurunan kesadaran yang mempunyai
penyebab-penyebab reversibel usaha penuh harus dilakukan untuk memulihkan
keadaan penyebabnya.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.

Posner JPlum F. Plum and Posner's diagnosis of stupor and coma. Oxford:

Oxford University Press; 2007.


2. Rosenberg RN. Atlas of clinical neurology. New York: Springer; 2009. p. 92-4.
3. Corey-Bloom J, David RB. Clinical adult neurology. New York: Demos
Medical; 2009. p. 213-27.
4. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC;
2013.p.342.

5. McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS. Pathophysiology The
Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 7th ed. St. Louis: Elsevier
Mosby; 2015. p. 527-35.
6. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor's Principles of
Neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2014. p. 357-80.
7. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press; 2008.
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.
9. Netter FH, Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netter's Neurology.
2nd ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012. p.196-211.
10. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2013. p. 9.

Anda mungkin juga menyukai