Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I
ANSIETAS

OLEH:

KELOMPOK 3
RESKY AMALIA HANDAYANI (20.201.011)

HANISAH (20.201.009)

M. MA’RUF (20.201.028)

HENIK (20.201.015)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2022
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar belakang………………………………………………………………..1

1.2. Rumusan masalah………………………………………………….………2

1.3. Tujuan……………………………………………………………………...……...2

Bab II Pembahasan

2.1. Epidemiologi ansietas……………………………………………..……..3

2.2. Prognosis ansietas…………………………………………………….……4

2.3. Etiologi ansietas…………………………………………………..………….4

2.4. Patogenesis ansietas…………………………………………………..…5

2.5. Diagnosis ansietas……………………………………………………….…6

2.6. Klasifikasi ansietas…………………………………………………………7

2.7. Sasaran terapi ansietas…………………………………………….……9

2.8. Obat ansietas…………………………………………………………….…..10

2.9. Target aksi obat ansietas………………………….………………….11

Bab III Penutup

3.1. Kesimpulan……………………………………………………………..………12

3.2. Saran……………………………………………………………………...…..…..12

Daftar pustaka……………………………………………………………...…………..13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ansietas atau kecemasan (anxiety) adalah kondisi emosi dengan


timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman
yang samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak
menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas (Annisa & Ifdil,
2016).

Ansietas merupakan kondisi yang normal dan merupakan reaksi sehat


terhadap stres yang beruhubungan dengan aktivasi respon fight-or-flight dari segi
fisik, mental, dan perubahan perilaku yang memungkinkan seseorang untuk
menghadapi ancaman atau bahaya. Ansietas bisa bermanfaat bagi kita. Misalnya,
tingkat kecemasan sedang yang terjadi sesaat sebelum kegiatan olahraga, ujian,
ataupun bekerja, akan meningkatkan kewaspadaan dan kinerja. Sementara
tingkat kecemasan yang cukup tinggi seperti berada dalam situasi bahaya nyata
akan memungkinkan seseorang untuk fokus pada ancaman dan bertindak cepat
untuk melarikan diri atau menangkal bahaya tersebut. Bahkan, dengan tingkat
kecemasan yang cukup tinggi pun aktifitas bisa dilakukan secara normal atau
seperti biasa apabila konsisten terhadap tuntutan situasi yang harus dihadapi
(Andrews et al. 2018).

Masalahnya adalah, tingkat kecemasan yang tinggi dapat mengurasi


kapasitas seseorang untuk berpikir, merencanakan, dan melakukan hal-hal
kompleks yang perlu diperhatikan saat berada dalam situasi yang sulit. Hal ini
merupakan kondisi yang normal apabila individu dalam kecemasan begini
kemampuannya tidak terganggu. Namun, penderita gangguan kecemasan
seringkali mengalami kondisi ini dimana ia mengalami ketakutan
dankekhawatiran terus-menerus. Kondisi kecemasan yang seperti inilah yang
dapat melumpuhkan penderitanya untuk beraktifitas (Andrews et al. 2018).
1.2. Rumusan Masalah

a) Bagaimana epidemiologi ansietas?

b) Bagaimana prognosis ansietas?

c) Bagaimana etiologi ansietas?

d) Bagaimana patogenesis ansietas?

e) Apa saja diagnosis ansietas?

f) Apa saja klasifikasi ansietas?

g) Dimanakah sasaran terapi ansietas?

h) Apa saja obat ansietas?

i) Dimanakah target aksi obat ansietas?

1.3. Tujuan

a) Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi ansietas.

b) Untuk mengetahui bagaimana prognosis ansietas.

c) Untuk mengetahui bagaimana etiologi ansietas.

d) Untuk mengetahui bagaimana patogenesis ansietas.

e) Untuk mengetahui apa saja diagnosis ansietas.

f) Untuk mengetahui apa saja klasifikasi ansietas.

g) Untuk mengetahui dimanakah sasaran terapi ansietas.

h) Untuk mengetahui apa saja obat ansietas.

i) Untuk mengetahui dimanakah target aksi obat ansietas.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Epidemiologi Ansietas

Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling


sering ditemukan. National comordibity study melaporkan bahwa satu diantara
empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan ansietas dan
terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7 persen.

Tinjauan sistematik melaporkan bahwa estimasi angka prevalensi satu


tahun dan prevalensi sepanjang hidup untuk keseluruhan gangguan ansietas
berturut-turut adalah 10,6% dan 16,6%. Rasio kedua angka tersebut
mengesankan besarnya jumlah individu yang mengalami gangguan ansietas
secara berkelanjutan atau kambuh-kambuhan. Prevalensi pada perempuan dua
kali lebih tinggi daripada laki-laki, dan didapatkan peningkatan prevalensi
sepanjang hidup pada usia 18 hingga 64 tahun (Somers et al, 2006).

Masing-masing gangguan ansietas ditemukan memiliki angka prevalensi


sepanjang hidup yang bervariasi, dimana yang tersering adalah gangguan
ansietas menyeluruh sebesar 6,2%. Diagnosis yang juga sering adalah kelompok
gangguan fobia, dimana agorafobia memiliki prevalensi sepanjang hidup sebesar
3,8%, sosial fobia 3,6%, dan fobia khas 5,3%. Gangguan stres pasca-trauma
didapatkan prevalensi sebesar 2,1%, gangguan obsesif kompulsif 1,3% dan
gangguan panik 1,2% (Somers et al, 2006).

Gangguan ansietas memiliki angka komorbiditas yang sangat tinggi


dengan depresi. Pada suatu studi kohort dilaporkan bahwa diantara individu yang
kini dengan gangguan ansietas juga didapatkan 63% kini komorbid gangguan
depresi dan 81% gangguan depresi sepanjang hidup. Sebaliknya, diantara
individu yang kini dengan gangguan depresi juga didapatkan 67% kini komorbid
gangguan ansietas dan 75% sepanjang hidup. Diantara kasus-kasus komorbid,
57% ansietas mendahului depresi dan 18% depresi mendahului ansietas (Lamers
et al., 2011).
2.2. Prognosis Ansietas

Prognosis gangguan cemas menyeluruh umumnya baik apabila pasien


taat menjalani program pengobatan. Namun, penyakit ini adalah suatu kondisi
kronik dan dapat berlangsung seumur hidup, serta berisiko komplikasi gangguan
depresi mayor.

Komplikasi, sebanyak 1 hingga 2 dari 4 penderita gangguan cemas


menyeluruh akhirnya mengalami gangguan depresi mayor. Pasien dengan
gangguan cemas menyeluruh juga sering disertai dengan gangguan psikiatri
lainnya. Komplikasi terutama karena gangguan cemas menyeluruh disertai
dengan gangguan psikiatrik lain yang berpotensi mencelakakan diri sendiri dan
sekitar.

2.3. Etiologi Ansietas

Penyebab ansietas adalah

 Faktor biologis

Ansietas dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis didalam


struktur otak dan fungsi otak. Sistem saraf otonom pada beberapa pasien
ansietas menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara
lambat terhadap stimuli yang berulang dan berespon secara berlebihan
terhadap stimuli. Sistem neurotransmiter utama yang terlihat adalah
norepinefrin, serotonin dan asam aminobutirat (GABA).

 Faktor kognitif

Faktor kognitif yaitu cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan


berpikir dan membuat persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang
secara berlebihan terhadap suatu bahaya.
 Faktor neurobiologik

Sistem saraf otonom atau nonadregenik berperan dalam menyebabkan


seseorang mengalami kecemasan. Abnormalitas regulasi substansi
neurotransmitter seperti serotonin dab GABA (gamma-aminobutyric acid)
berperan dalam perkembangan cemas.

 Faktor psikologik

Marah, harga diri rendah, pemalu pada masa kanak-kanak, orang tua
yang pemarah, terlalu banyak kritik, seksual abuse, mengalami peristiwa
yang menakutkan.

2.4. Patogenesis Ansietas

Patogenesis kecemasan terkait dengan beberapa daerah otak dan fungsi


abnormal pada beberapa neurotransmitter sistem, termasuk norepinefrin (NE), y-
aminobutyrc acid (GABA), serotonin (5-HT), faktor corticotrophin-releasing (CRF),
dan cholesystokinin.

Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses


input sensori dan bagian otak yang menginterpretasikan input (amygdala
mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan
menimbulkan perasaan cemas atau takut). Amygdale berperan dalam phobia,
mengkoordinasikan rasa takut, memori, emosi, dan semua respon fisik terhadap
situasi yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus (LC), adalah suatu area otak
yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut
berlebihan pada beberapa individu sehingga menyebabkan seseorang mudah
mengalami cemas (khususnya PTSD (Post Traumatic Sindrom Disorder).
Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam dan
berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori striatum, berperan
dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder),
paparan bahaya, atau trauma fisik dan psikologis.
2.5. Diagnosis Ansietas

Diagnosis gangguan cemas menyeluruh ditegakkan berdasarkan kriteria


diagnosis yang dibuat oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
V (DSM V).

 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut DSM V adalah:

a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir


setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas
sekolah).

b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.

c. Kecemasan dan kekhawatirannya disertai tiga atau lebih dari enam


gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak
terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Pada
anak hanya diperlukan satu gejala. Gejala tersebut adalah: kegelisahan,
merasa mudah lelah,sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong,
iritabilitas, ketegangan otot, gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur,
atau tidur gelisah dan tidak memuaskan).

 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk gangguan cemas menyeluruh adalah:

a. Kecemasan akibat kondisi medis umum. Diagnosis banding ini


disingkirkan dengan pemeriksaan medis terutama pemeriksaan tes kimia
darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid.

b. Kecemasan akibat penyalahgunaan obat. Klinisi harus dapat melihat


apakah kecemasan yang terjadi pasien merupakan gejala dari intoksikasi
kafein, penggunaan obat golongan stimulant, kondisi putus oat atau
penggunaan zat seperti alkohol, golongan hipnotik sedatif dan ansiolitik.

c. Gangguan psikiatrik lain sperti gangguan panik, fobia, gangguan obsesif


kompulsif, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan
kepribadian. Gangguan psikiatrik ini dapat disingkirkan dengan
wawancara mendalam untuk mendapatkan pencetus gejala pada pasien.

d. Salah satu gangguan psikiatrik yang susah dibedakan dengan gangguan


cemas menyeluruh adalah gangguan depresi dan distimik. Hal ini terjadi
karena gangguan cemas menyeluruh dapat terjadi bersamaan dengan
gejala depresi.

2.6. Klasifikasi Ansietas

a. Ansietas Ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan


sehari-hari. Beberapa karakteristik seseorang mengalami ansietas ringan,
antara lain:

 Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.

 Kewaspadaan meningkat.

 Persepsi terhadap lingkungan meningkat.

 Respons fisiologis, meliputi sesekali napas pendek, tekanan darah


meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, dan bibir
bergetar.

 Respons kognitif, meliputi mampu menerima rangsangan yang


kompleks, konsentrasi pada masalah, dan menyelesaikan masalah
secara efektif.

 Respons perilaku dan emosi, meliputi tidak dapat duduk tenang, tremor
halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Ansietas Sedang

Ansietas sedang terjadi apabila seseorang merasa cemas secara


menyeluruh, menarik diri, dan mengalami gangguan emosi. Beberapa
karakteristik seseorang mengalami ansietas sedang, antara lain:

 Respons fisiologis, meliputi sering napas pendek, tekanan darah


meningkat, mulut kering, anoreksia, konstipasi, sakit kepala, sering
berkemih, dan letih.

 Respons kognitif, meliputi memusatkan perhatian pada hal yang


penting dan mengesampingkan yang lain, persepsi menyempit, dan
rangsangan dari luar tidak mampu diterima.

 Respons perilaku dan emosi, meliputi gerakan tersentak-sentak, terlihat


lebih tegang, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan
tidak aman.

c. Ansietas Berat

Ansietas berat terjadi apabila seseorang mengalami gangguan mental


atau stres dalam jangka waktu panjang, seperti depresi, fobia, hingga
gangguan disasosiasi. Beberapa karakteristik seseorang mengalami ansietas
berat, antara lain:

 Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan


hal yang lain.

 Respons fisiologis, meliputi napas pendek, tekanan darah naik,


berkeringat, sakit kepala, penglihatan berkabut, dan tampak tegang.

 Respons kognitif, meliputi tidak mampu berpikir berat lagi dan


membutuhkan banyak pengarahan, serta persepsi menyempit.
 Respons perilaku dan emosi, meliputi perasaan terancam meningkat
dan komunikasi menjadi terganggu.

d. Panik

Panik berhubungan dengan ketakutan dan teror. Ketika panik terjadi,


seseorang mengalami kehilangan kendali dan tidak mampu melakukan
sesuatu meskipun dengan arahan. Beberapa karakteristik seseorang
terserang panik, antara lain:

 Respons fisiologis, meliputi napas pendek, rasa tercekik, sakit dada,


pucat, hipotensi, dan rendahnya koordinasi motorik.

 Respons kognitif, meliputi gangguan realitas, tidak dapat berpikir logis,


persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan
ketidakmampuan memahami situasi.

 Respons perilaku dan emosi, meliputi agitasi, mengamuk dan marah,


ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kontrol, perasaan terancam, dan
dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan atau orang
lain.

2.7. Sasaran Terapi Ansietas

Terapi gangguan cemas menyeluruh dapat dibagi menjadi dua yakni terapi
farmakologis dan psikoterapi.

Terapi perilaku kognitif (CBT) berfokus pada perubahan perilaku,


mengurangi gejala, dan membangun ketahanan melalui modifikasi pola pikir dan
membangun perilaku baru.
2.8. Obat Ansietas

Ada beberapa jenis obat ansietas yang terbagi berdasarkan cara kerja dan
efek samping yang ditimbulkan, di antaranya:

a. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)

Antidepresan jenis ini umumnya menjadi pilihan utama untuk mengobati


depresi karena risiko efek samping yang rendah. Contoh obat golongan
SSRIs adalah: escitalopram, fluoxetine, fluvoxamine, dan sertraline.

b. Antidepresan trisiklik (TCAs)

Golongan obat ini merupakan jenis antidepresan yang pertama kali


dikembangkan. Meski sudah lama digunakan, namun obat ini sering kali
banyak menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antidepresan
lainnya. Contoh obat golongan TCAs adalah: amitriptyline, doxepin, dan
clomipramine.

c. Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)

SNRIs bekerja lebih spesifik dibandingkan dengan TCAs, sehingga


kemungkinan efek samping yang terjadi lebih kecil. Contoh obat golongan
SNRIs adalah: duloxetine dan venlafaxine.

d. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)

Antidepresan jenis ini diberikan jika obat antidepresan lain tidak mampu
mengatasi keluhan. Meskipun aman digunakan, MAOIs dapat menimbulkan
berbagai efek samping, terutama jika dikonsumsi bersamaan dengan
makanan tertentu. Contoh obat golongan MAOIs adalah:isocarboxazid,
phenelzine, tranylcypromine, dan seleginile.
e. Antidepresan atipikal

Antidepresan jenis ini berbeda dengan antidepresan lainnya. Contoh obat


golongan antidepresan atipikal adalah: bupropin dan mirtazapine.

2.9. Target Aksi Obat Ansietas

a. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)

SSRIs bekerja dengan cara menekan penyerapan kembali serotonin di


dalam otak.

b. Antidepresan trisiklik (TCAs)

TCAs bekerja dengan cara memengaruhi senyawa pengirim pesan di


otak sehingga mood bisa terkendali dan akan meredakan depresi.

c. Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)

SNRIs bekerja dengan cara menghambat serotonin dan norepinephrine


agar tidak diserap kembali oleh sel saraf.

d. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)

MAOIs bekerja menghambat kinerja senyawa noradrenalin dan


serotonin untuk mencegah timbulnya gejala-gejala depresi.

e. Antidepresan atipikal

Obat ini bekerja dengan cara memengaruhi senyawa pengirim pesan di


otak (neurotransmiter) yang digunakan untuk berkomunikasi antar sel otak
sehingga bisa mengubah suasana hati dan meredakan depresi.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

a. Kecemasan adalah hal yang wajar dialami oleh setip manusia, baik tua, muda
laki-laki dan perempuan

b. Kecemasan yang berlebih dapat menimbulkan gangguan fisik seperti rasa


sulit tidur dan mudah panik.

c. Selain menimbulkan gangguan fisik, kecemasan dapat


menyebabkangangguan psikis yang salah satunya adalah dispepsia.

3.2. Saran

a. Kenali pemicu kecemasan dan rasa takut dengan cara menenangkan diri
secara fisik dan mental.

b. Bangun kepecayaan diri dan lawan rasa takut yang menghampiri.

c. Berpikir positif agar terhindar dari perasaan cemas.


DAFTAR PUSTAKA

http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/6090/1/2212f995f3404deca114b8f4bebfc647.

http://repository.unimus.ac.id/1517/3/BAB%20II.pdf

https://slideplayer.info/amp/12963216/

https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-cemas-
menyeluruh/prognosis

https://kumparan.com/artikel-kesehatan/ansietas-pengertian-klasifikasi-
dankarakteristiknya-1yGhj66cdiq

https://www.seributujuan.id/id/ansietas

https://www.alodokter.com/antidepresan

http://eprints.umm.ac.id/39926/4/BAB%20III.pdf

Anda mungkin juga menyukai