Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

Gangguan Cemas Menyeluruh

Disusun oleh:

Paruhum Rico Yohanes 030.12.300


Nurza Yeyeni 030.14.152
Amalia Cahyani 030.14.011
Nadyapitaloka Purbosari 030.13.135
Putri Ridha Kurniawati 030.15.153
Ni Luh Made Atia K 030.15.136
Safinah Aulia Sani 030.15.172
Nisa Shafira 030.15.141
Rizky Eka Adeliani 030.15.107

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 MARET 2019 – 26 APRIL 2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................ 2


DAFTAR GAMBAR ................................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 3
BAB II GANGGUAN CEMAS MENYELURUH .............................. 4
2.1 Definisi ……. .................................................................. 4
2.2 Epidemiologi ................................................................... 4
2.3 Etiologi ........................................................................... 4
2.4 Faktor risiko ................................................................... 6
2.5 Patofisiologi ................................................................... 6
2.6 Penegakkan diagnosis ..................................................... 7
2.7 Tatalaksana .....................................................................
2.8 Diagnosis banding ..........................................................
2.9 Prognosis ........................................................................
2.10 Pencegahan ...................................................................
BAB III KESIMPULAN .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder/GAD) merupakan
gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri. Kondisi ini terjadi sebagai akibat
interaksi faktor - faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi
dengan kondisi tertentu, stres atau trauma yang menimbulkan sindroma klinis yang
bermakna. Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh sebesar 3 - 8% dengan
rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2 : 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah
45%.(1)
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling lazim terjadi di
masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan ini di Amerika Serikat,
dimana angka kejadian pada wanita hampir dua kali lebih sering dibandingkan pada pria.
Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas yang cukup
signifikan, sering menjadi kronis dan cenderung resisten terhadap pengobatan. (2)
Sebuah aspek menarik dari gangguan kecemasan adalah interaksi antara faktor genetik
dan pengalaman. Ada sedikit keraguan bahwa gen yang abnormal dapat menyebabkan
seseorang rentan terhadap keadaan kecemasan patologis, namun bukti jelas menunjukkan
bahwa peristiwa kehidupan yang traumatis dan stres juga dapat menjadi penyebab yang
cukup penting. (3)
Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen, yaitu kesadaran sensasi fisiologis
(misalnya, jantung berdebar dan berkeringat) dan kesadaran bahwa mereka gugup atau
ketakutan. Perasaan malu dapat meningkatkan kecemasannya dan akan mengakui bahwa
mereka sedang ketakutan. Selain efek motorik dan efek viseral, kecemasan dapat
mempengaruhi pikiran, persepsi, dan belajar. Hal ini cenderung menghasilkan kebingungan
dan distorsi persepsi, tidak hanya waktu, ruang, orang dan makna dari suatu peristiwa.
Distorsi ini dapat mengganggu belajar dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi daya
ingat, dan merusak kemampuan untuk berhubungan dengan bagian lain untuk membentuk
sebuah asosiasi. (4)
Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetil mengenai gangguan cemas menyeluruh,
yakni mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, penegakan
diagnosis, tatalaksana, diagnosis banding, prognosis searta pencegahannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan
hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalam baru atau yang
belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri. Kecemasan merupakan
reaksi berupa perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan
sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. (2)
Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri.
Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan
kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak
realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. (5)
Menurut DSM IV mendefinisikan gangguan cemas menyeluruh sebagai ansietas dan
kekhawatiran yang berlebihan mengenai beberapa peristiwa atau aktivitas hampir sepanjang
hari selama sedikitnya 6 bulan. (2)

2.2 Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluuruh adalah suatau keadaan lazim, perkiraan yang masuk
akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8 %. Rasio perempuan banding laki-
laki pada gangguan ini sekitar 2 : 1 tetapi rasio perempuan banding laki-laki yang dirawat
inap di Rumah Sakit untuk gangguan ini sekitar 1 : 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah
45%.
Pasien gangguan cemas menyeluruh sering memiliki komorbiditas dengan gangguan
mental lainnya seperti gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca
trauma dan gangguan depresi berat. (2,5)

2.3 Etiologi
Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan, yaitu ilmu psikologi dan ilmu
biologi. (2)
1. Teori psikologis
a) Teori psikoanalitik
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik psikis antara
keinginan tidak disadari bersifat seksual atau agresif dan ancaman terhadap hal
tersebut dari realitas eksternal atau superego. Dalam menanggapi sinyal ini, ego
mengerahkan mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan
yang tidak dapat diterima muncul ke kesadaran.
b) Teori perilaku
Kecemasan merupakan respons yang dipelajari terhadap stimulus lingkungan
spesifik.

4
c) Teori eksistensial
Kecemasan merupakan respon terhadap kehampaan yang luas mengenai
keberadaan dan makna.

2. Teori biologi
a) Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan kecemasan,
terutama gangguan panik, menunjukkan tonus simpatik meningkat, beradaptasi
lambat terhadap rangsangan berulang, dan merespon berlebihan terhadap
rangsangan sedang.
b) Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan adalah
norepinefrin (NE), serotonin, dan Î ³-aminobutyric acid (GABA).
- Norepinefrin
Pasien dengan gangguan kecemasan dapat memiliki sistem noradrenergik
buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang terjadi. (2)

- Serotonin
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine
(MCPP), obat serotonergikdengan beberapa efek dan nonserotonergic,
danfenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menimbulkan peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan
kecemasan. (6)
- GABA
Dari beberapa studi yang telah dilakukan berhipotesis bahwa beberapa
pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal reseptor
GABA. (2)
c) Studi pencitraan otak
Dalam satu studi MRI, cacat tertentu di lobus temporal kanan tercatat pada
pasien dengan gangguan panik. (2)
d) Studi genetik
Penelitian genetik telah menghasilkan bukti kuat bahwa keturunan telah diakui
sebagai faktor predisposisi dalam pengembangan gangguan kecemasan. Hampir

5
setengah dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki setidaknya satu
kerabat yang terkena dampak.(2)
e) Pertimbangan neuroanatomi
Lokus seruleus dan proyek inti raphe terutama ke sistem limbik dan korteks
serebral. Dalam kombinasi dengan datadari studi pencitraan otak, daerah ini
telah menjadi fokus dari banyak hipotesis tentang pembentukan substrat
neuroanatomi dari gangguan kecemasan.(2)

2.4 Faktor risiko


1) Jenis Kelamin
Wanita mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami gangguan cemas dibanding
pria
2) Trauma masa kanak
Anak-anak yang menyaksikan maupun mengalami peristiwa traumatis berisiko lebih
tinggi mengalami gangguan cemas
3) Genetik
Faktor keterunan memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan cemas
4) Kepribadian
Orang yang memiliki kepribadian gugup, yang kompetitif atau yang memiliki harapan
tinggi terhadap dirinya sendiri, lebih rentan terhadap GAD. Selain itu, beberapa
gangguan kepribadian juga mungkin terkait dengan GAD.
5) Penggunaan obat-obatan atau alkohol
Penyalahgunaan dan gejala putus obat anti-ansietas seperti golongan benzodiazepine
menyebabkan atau memperburuk kecemasan.(7)
2.5 Patofisiologi
Ansietas berhubungan dengan tiga neurotrasmiter utama yaitu norepinefrin, GABA,
dan serotonin.
1. Norepinefrin
Teori umum mengenai peran norepinefrin dalam gangguan ansietas adalah
bahwa pasien yang mengalami ansietas dapat memiliki sistem adrenergik yang
diatur dengan buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang-kadang terjadi. Badan
sel sistem noradrenergik terutama terletak pada locus ceruleus di pons pars rostralis
dan badan sel ini menjulurkan aksonnya ke korteks serebri, sistem limbik, batang
otak, serta medulla spinalis.

2. Serotonin

6
Antidepresan serotogenik memiliki efek terapeutik pada sejumlah gangguan
ansietas, contohnya clomipramine pada gangguan obsesi kompulsif. Efekttivitas
buspiron, agonis reseptor sereotnin 5-HT1A, dalam terapi gangguan ansietas juga
mengesankan kemungkinan hubungan antara serotonin dan ansietas. Badan sel
sebagaian besar neuron seotogenik terletak di raphe nuclei di batang otak pars
rostralis dan menyalurkan impuls ke korteks sereberi, sistem limbic serta
hipotalamus. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa m-klorofenilpiperazin yaitu
obat dengan berbagai efek serotonergik dan nonserotogergik serta fenfluramin yang
menyebabkan pelepasan serotonin, menimbulkan ansietas.

3. GABA
Peran GABA dalam gangguan ansietas paling kuat didukung oleh efektivitas
benzodiazepin yang tidak meragukan, yang meningkatkan aktivitas GABA
direseptor GABAA, di dalam terapi beberapa jenis gangguan ansietas. Walaupun
benzodiazepin potensi rendah paling efektif untuk gejala gangguan cemas
menyeluruh.(2)

2.6 Penegakkan diagnosis

2.7 Tatalaksana
Terapi yang paling efektif untuk gangguan cemas menyeluruh adalah terapi yang
menggabungkan pendekatan farmakoterapeutik, psikoterapeutik, dan suportif.
1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan
dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan
sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah
terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu,
dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis
Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan
premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain:
- Diazepam: dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg (im/iv),
broadspectrum.
- Chlordiazepoxide: dosis anjuran 2-3 x 5-10 mg/hari, broadspectrum.

7
- Lorazepam: dosis anjuran 2-3 x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien
dengan kelainan hati dan ginjal.
- Clobazam: dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor
performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang
masih ingin tetap aktif.
- Bromazepam: dosis anjuran 3 x 1,5 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
- Alprazolam: dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe
antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-
depresi.(5,8)

b. Non-benzodiazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif
dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan
withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya
baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan
Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat
efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.(5)

c. SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)


Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.
Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI sefektif terutama
pada pasien GAD dengan riwayat depresi.(5)

2. Psikoterapi
- Terapi kognitif-perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana
proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana
manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan

8
kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan
peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan
kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat
mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi kognitif
perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran dan emosi yang
salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan
mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien
secara langsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali
gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan
behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.(5,8)

- Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada
dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.(5)

- Psikoterapi Berorientasi Tilikan


Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila
tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.(5)

2.8 Diagnosis banding


Diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh mencakup semua gangguan medis
yang dapat menyebabkan anxietas.(1) Perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan
pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid.
Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia,
kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik sedatif, dan anxiolitik.(2)
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan somatisasi, gangguan
penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.(2) Umumnya, pada pasien
dnegan gangguan panik akan mencari terapi lebih dini dikarenakan gejala penyaitnya, onset
mendadak, dan gejala somatic kurang menonjol dibandingkan GAD.(1) Membedakan GAD

9
dengan gangguan depresi dan distmik tidak mudah, dan gangguan-gangguan ini sering kali
bersama-sama GAD.(2)

2.9 Prognosis
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup.(1) Sebanyak 25% penderita pada akhirnya mengalami gangguan
panik, dan dapat mengalami gangguan depresi mayor.(2)

2.10 Pencegahan
Pada dasarnya, pencegahan kecemasan adalah kesadaran terhadap kemampuan diri
dalam mengatasi masalah atau tekanan hidup. Hal tersebut penting untuk
perkembangan mekanisme koping untuk menangani stres.(9) Pencegahan bertujuan
untuk mencegah, memperlambat atau mengurangi masalah yang terjadi akibat
gangguan kecemasan. Sudah terdapat berbagai program pencegahan yang telah
digunakan di dunia. (10) Program pencegahan dirancang sesuai dengan populasi yang
dituju, meliputi :

1) Pencegahan universal
Program pencegahan universal berlaku untuk seluruh masyarakat dengan
mendeteksi dini atau skrining adanya gangguan kecemasan.

2) Pencegahan selektif
Program pencegahan selektif ditujukan kepada keluarga dan anak dengan
risiko tinggi atau telah menunjukan beberapa gejala kecemasan namun tidak
memenuhi kriteria untuk ditegakkannya sebuah gangguan. Salah satu
intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi teradap orang tua tentang pola
asuh, strategi manajemen kecemasan, dan pentingnya kemandirian.

3) Pencegahan terindikasi
Program pencegahan terindikasi ditujukan terhadap kasus khusus dalam suatu
keluarga yang disfungsional. Salah satu cara adalah dilakukannya pendekatan
kognitif-perilaku.

Masing-masing program tersebut dapat dilakukan di berbagai tempat misalnya di


rumah, sekolah, komunitas, tempat kerja dan lain-lain. Program-program pencegahan
terbaik dirancang dan dibuat berdasarkan teori dan data yang memperhatikan faktor
risiko dan faktor protektif. (10)

10
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder/GAD) merupakan
gangguan yang sering dijumpai, kondisi ini ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebih terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Gangguan tersebut
menyebabkan disfungsi (sosial, okupasional, dan perawatan keberlangsungan hidup) yang
bermakna dan mempersulit perawatan medis kondisi kejiwaan lainnya, sehingga kondisi ini
dapat mengurangi kualitas hidup.(5,11)
Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain teori
biologik, teori genetik, teori psikoanalitik, dan teori kognitif-perilaku.
Diagnosis GAD dapat ditegakkan melalui kriteria – kriteria yang tercantum pada
PPDGJ-III maupun DSM-IV-TR. Namun, di praktik sehari – hari lebih sering menggunakan
PPDGJ-III. Menurut PPDGJ-III, GAD dapat ditegakkan jika penderita menunjukkan
kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, bersifat tidak terbatas pada keadaan situasi tertentu saja atau
“free floating”.
Gejala – gejala yang muncul biasanya mencakup kecemasan (khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi), ketegangan motorik (gelisah, sakit
kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan overaktivitas otonom (kepala terasa ringan,
berkeringat, jantung berdebar – debar, sesak napas, keluhan lambung).
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan
panik, fobia, gangguan obsesi kompulsif, hipokondrisis, gangguan somatisasi, gangguan
penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.(2)
Penatalaksanaan GAD dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi psikologis
(psikoterapi) dan terapi dengan obat – obatan (farmakoterapi). Psikoterapi yang dapat
dilakukan meliputi terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif dan psikoterapi
berorientasi tilikan. Obat pilihan yang digunakan adalah golongan benzodiazepine
khususnya diazepam dan alprazolam. Anti depresan juga dapat dikombinasikan misalnya
golongan SSRI seperti fluoxetine.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013.


2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis. Edisi ke-7, Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.
3. American Psyciatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorder. Edisi ke-5. USA: American Psychiatric Publishing; 2013.
4. Yoshinaga N, Hayashi Y, Yamazaki Y, Moriuchi K, Doi M, Zhou M, et al.
Development of nursing guidelines for inpatients with obsessive-compulsive
disorder in line with the progress of cognitive behavioral therapy: a practice
report. J Depress Anxiety. 2014; 3:153.
5. Departemen Psikiatri RSCM/FKUI. Buku ajar psikiatri. Ed 3. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2017.p.286-7.
6. Mark D, Charles F. Depression and Anxiety in Later Life. Maryland: TheJohns
Hopkins University Press; 2012
7. Taillieu TL, et al. Risk Factors, Clinical Presentations, and Functional
Impairments for Generalized Anxiety Disorder in Military Personnel and the
General Population in Canada. 2018. The Canadian Journal of Psychiatry, 63(9),
610–619. https://doi.org/10.1177/0706743717752878
8. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ke-3.
Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2007: 36-41.
9. Allen JL, Murray L,Creswell C. Prevention of anxiety disorders. Available at :
https://www.researchgate.net/publication/285986306
10. Lau EX, Rapee RM. Prevention of anxiety disorders. Curr Psychiatry Rep. 2011
Aug;13(4):258-66. doi: 10.1007/s11920-011-0199-x.
11. Kehoe WA. Generalized Anxiety Disorder. ACSAP : 2017. Available at :
https://www.accp.com/docs/bookstore/acsap/a17b2_sample.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai