Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

JIWA PSIKOSOSIAL KLIEN DENGAN GANGGUAN KECEMASAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktik kerja keperawatan III
Koordinator PKK III: Khrisna Wisnusakti, S.Kep., Ners., M.Kep
Dosen pembimbing : Rahni Imelisa, M.Kep., Ns.Sp. Kep. J

Oleh:
Erina Nopiyanti
213119045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : ANSIETAS

RS : Tgl : 21 Nilai : Tgl : Nilai : Rata-rata :


Juni
2022
Ruang : Paraf CI : Paraf Dosen :

I. MASALAH UTAMA
A. DEFINISI
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan,
kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan terhadap
ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro & Fazrin, 2017). Menurut Kurniati dkk.,
(2017) kecemasan adalah respons yang tidak terfokus, membaur, yang meningkatkan
keaspadaan individu terhadap sebuah ancaman, nyata atau dalam imaginasinya.

Kecemasan adalah perasaan tidak santai atau samar-samar yang terjadi karena
ketidaknyamanan dan rasa takut disertai suatu respon. Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai situasinya yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan
datang dan memperkuat individu mengambil suatu tindakan dalam menghadapi
ancaman (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016).

B. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Berbagai
teori yang telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengetahui dari penyebab
anstietas, menurut Stuart & Sundden (2014) menjelaskan ansietas disebabkan oleh
:
1. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Id mewakili
dorongan instring dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan
hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi
ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga
diri rendah terutama rentan mengalami ansietas yang berat.

3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi, yaitu


segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan
yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan
selanjutnya.
4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi
dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan
ansietas dengan depresi.
5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA) yang berperan dalam mekanisme
biologis yang berhubungan dengan ansietas.

2. Faktor Presipotasi

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :

1. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan


terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari.

2. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
C. Patofisiologi

Patofisiologi dari ansietas baru-baru ini sering dikaitkan dengan Neurokimia


seperti Serotonin, Gamma Aminobutyric Acid (GABA), Dopamin, dan
Neuroepinefrin. Setiap bahan kimia memiliki peran yang sangat berbeda namun sama
pentingnya dalam meregulasi kecemasan. Serotonin berperan dalam pengaturan
suasana hati, agresi, impuls, tidur, nafsu makan, suhu tubuh, dan rasa sakit. Jumlah
pengobatan yang digunakan untuk mengobati ansietas ini dapat meningkatkan
kemampuan serotonin yang tersedia untuk menyampaikan pesan. Norepinefrin
terlibat dalam proses melawan atau melarikan diri dan dalam regulasi tidur, suasana
hati, dan tekanan darah.

Stress akut dapat meningkatkan pelepasan Norepinefrin pada orang yang ansietas
terutama mereka dengan gangguan panic. Melepaskan Norepinefrin tidak diatur
dengan baik. Beberapa obat dapat membantu menstabilkan jumlah Norepinefrin yang
tersedia untuk mengirimkan pesan. GABA berperan untuk menimbulkan relaksasi dan
tidur serta mencegah overeksitasi obat yang dikenal sebagai benzodiazepin dapat
meningkatkan aktivitas GABA dan menghasilkan efek yang menenangkan.

Disfungsi berbagai neurotransmitter dan reseptior di otak berdampak pada


terjadinya ansietas. Tiga neurotransmitter utama yang terlibat adalah GABA,
serotonin, dan noradrenalin. Sistem syaraf pusat menerima suatu persepsi ancaman.

Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar dan dalam yang berupa
pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Kemudian rangsangan dipersepsi oleh panca
indra, diteruskan dan direspon oleh sistem syaraf pusat melibatkan jalur cortex cerebri
– limbic system – reticular activating system – hypothalamus yang memberikan impuls
kepada kelenjar hipofise untuk mensekresi mediator hormonal terhadap target organ
yaitu kelenjar adrenal yang kemudian memicu syaraf otonom melalui mediator
hormonal yang lain (Owen, 2016).

D. Klasifikasi

Menurut Halter (2014) ada 4 klasifikasi tingkat ansietas yaitu ansietas ringan,
ansietas sedang, ansietas berat, dan panik.
1. Ansietas Ringan
Penyebab dari ansietas ringan biasanya karena pengalaman kehidupan sehari-hari
dan memungkinkan individu menjadi lebih fokus pada realitas. Individu akan
mengalami ketidaknyamanan, mudah marah, gelisah, atau adanya kebiasaan untuk
mengurangi ketegangan (seperti menggigit kuku, menekan jari-jari kaki atau
tangan). Menurut Asmadi (2008) respons fisiologis yang terjadi pada ansietas
ringan yaitu nadi dan tekanan darah sedikit meningkat, adanya gangguan pada
lambung, muka berkerut, dan bibir bergetar.Respons kognitif dan afektif yang
terjadi yaitu gangguan konsentrasi, tidak dapat duduk tenang, dan suara kadang-
kadang meninggi.

2. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang, lapang pandang individu menyemit. Selain itu individu
mengalami penurunan pendengaran, penglihatan, kurang menangkap informasi
dan menunjukkan kurangnya perhatian pada lingkungan. Terhambatnya
kemampuan untuk berpikir jernih, tapi masih ada kemampuan untuk belajar dan
memecahkan masalah meskipun tidak optimal. Respons fisiologis yang dialami
yaitu jantung berdebar, meningkatnya nadi dan respiratory rate, keringat dingin,
dan gejala somatik ringan (seperti gangguan lambung, sakit kepala, sering
berkemih). Terdengar suara sedikit bergetar. Ansietas ringan atau ansietas sedang
dapat menjadi sesuatu yang membangun karena kecemasan yang terjadi
merupakan sinyal bahwa individu tersebut membutuhkan perhatian atau kehidupan
individu tersebut dalam keadan bahaya.

3. Ansietas Berat
Semakin tinggi level ansietas, maka lapang pandang seseorang akan semakin
menurun atau menyempit. Seseorang yang mengalami ansietas berat hanya mampu
fokus pada satu hal dan mengalami kesulitan untuk memahami apa yang terjadi.
Pada level ini individu tidak memungkinkan untuk belajar dan memecahkan
masalah, bahkan bisa jadi individu tersebut linglung dan bingung. Gejala somatik
meningkat, gemetar, mengalami hiperventilasi, dan mengalami ketakutan yang
besar.

4. Panik
Individu yang mengalami panik sulit untuk memahami kejadian di lingkungan
sekitar dan kehilangan rangsangan pada kenyataan. Kebiasaan yang muncul yaitu
mondarmandir, mengamuk, teriak, atau adanya penarikan dari lingkungan sekitar.
Adanya halusinasi dan persepsi sensorik yang palsu (melihat seseorang atau objek
yang tidak nyata). Tidak terkoordinasinya fisiologis dan adanya gerakan impulsif.
Pada tahap panik ini individu dapat mengalami kelelahan.

E. Faktor Penyebab

Menurut Stuart (2013) terdapat tiga faktor penyebab terjadinya ansietas, yaitu :

1. Faktor biologis/ fisiologis, berupa ancaman yang mengancam akan kebutuhan


sehari- hari seperti kekurangan makanan, minuman, perlindungan dan keamanan.
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang
meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama aminobutirat (GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme terjadinya ansietas. Selain itu riwayat
keluarga mengalami ansietas memiliki efek sebagai faktor predisposisi ansietas.
2. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan benda/ orang
berharga, perubahan status sosial/ ekonomi, dan kondisi sakit kronis.
3. Faktor perkembangan, ancaman yang menghadapi sesuai usia perkembangan,
yaitu masa bayi, masa remaja dan masa dewasa.

F. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik


Sumber: (Stuart, Buku Saku Keperawatan Jiwa , 2013)
G. Mekanisme Koping
Ansietas dalam jangka pendek dapat meningkatkan respon sistem kekebalan
tubuh, namun kecemasan dalam jangka panjang dapat memiliki efek sebaliknya yaitu
seperti depresi, gangguan pola tidur, nyeri kronis, kehilangan minat dalam seksual,
pikiran untuk bunuh diri (Pieter, Lubis, & Lumongga, 2012).

H. Penatalaksanaan Klinis
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya
seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anticemas (anxiolytic), yaitu seperti
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejalaikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung
5. Terapi Psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan


kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial

II. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


A. Masalah Keperawatan Ansietas
B. Data Fokus Pengkajian
Data Mayor
- DS : Klien mengatakan khawatirdengan kondisi yang dihadapi
- DO : Ketika menjawab klien terlihat sedikit gelisah
Data Minor
- DS : Menyatakan tidak ingin kambuh lagi,mengeluh sakit dan pusing
- DO : tekanan darah meningkat,berorientasi pada masa lalu

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


ansietas berhubungan dengan masalah kesehatan yang dihadapi

IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Tujuan Setelah diberikan SP1:


Umum : tindakan selama 1x 4 1. Bina hubungan saling percaya
mengurangi jam diharapkan a) Mengucapkan salam
atau mampu mengatasi terapeutik, memperkenalkan
menghilangkan ansietas dengan diri, panggil pasien sesuai
perasaan kriteria hasil :
nama panggilan yang disukai
cemas Ansietas (L.09093)
1. Verbalisasi b) Menjelaskan tujuan interaksi:
Tujuan khawatir melatih pengendalian
Khusus: akibat kondisi ansietas agar proses
1. Pasien dapat yang dihadapi penyembuhan lebih cepat
menjalin 2. Perilaku 2. Membuat kontrak (inform
hubungan gelisah
consent) untuk melatih
saling percaya 3. Pola tidur
2. Pasien dapat pengendalian ansietas
mngenali 3. Bantu pasien mengenal ansietas:
ansietasnya a) Bantu pasien
3. Pasien untuk
mampu mengidentifikas
mengatasi dan menguraikan
ansietasnya perasaannya.
melalui teknik b) Bantu pasien
relaksasi mengenal penyebab
Ansietas
c) Bantu klien menyadari
perilaku akibat ansietas
4. Latih teknik relaksasi:
a) Tarik napas dalam
b) Mengerutkan dan
mengendurkan otot-
otot (distraksi)
S2 :
1. Pertahankan rasa percaya pasien
a. Mengucapkan salam dan memberi
motivasi
b. Asesmen ulang ansietas dan
kemampuan melakukan teknik
relaksasi

2. Membuat kontrak ulang:


a. Latihan pengendalian ansietas
b. Latihan hipnotis diri sendiri (lima
jari) dan kegiatan spiritualP 2
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, D. F., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lnjut Usia (Lansia).
Jurnal Ilmu Konselor Vol. 5 no. 2, 93-99.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2016). Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Pieter, Lubis, H. Z., & Lumongga, N. (2012). Pengantar Psikologi dalam Keperawatan.
Jakarta: Kencana.

Fatimah Azzahra, Rasmi Zakiah Oktarlina, H. B. K. H. (2020). Farmakoterapi Gangguan


Ansietas dan Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Efikasi Ansietas. In JIMKI: Vol. 8 No. 1
(pp. 96–103). https://bapin-ismki.e-journal.id/jimki/article/download/44/23/
Hidayat, D. N. (2014). Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta Pasca Sarjana Universitas
Indonesia. 8–21.
Mustaqim, M. (2015). Hubungan Skizofreni Dengan Tingkat Kecemasan. Hubungan
Skizofreni Dengan Tingkat Kecemasan, 2011, 11–20.
Waruwu, F. I. J. (2018). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Tn. P Dengan
Masalah Ansietas Pada Penderita Abses Hati.
Osf.Io. https://osf.io/preprints/vn4qj/%0Ahttps://osf.io/vn4qj/download

Anda mungkin juga menyukai