diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktik kerja keperawatan III
Koordinator PKK III: Khrisna Wisnusakti, S.Kep., Ners., M.Kep
Dosen pembimbing : Rahni Imelisa, M.Kep., Ns.Sp. Kep. J
Oleh:
Erina Nopiyanti
213119045
I. MASALAH UTAMA
A. DEFINISI
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan,
kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan terhadap
ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro & Fazrin, 2017). Menurut Kurniati dkk.,
(2017) kecemasan adalah respons yang tidak terfokus, membaur, yang meningkatkan
keaspadaan individu terhadap sebuah ancaman, nyata atau dalam imaginasinya.
Kecemasan adalah perasaan tidak santai atau samar-samar yang terjadi karena
ketidaknyamanan dan rasa takut disertai suatu respon. Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai situasinya yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan
datang dan memperkuat individu mengambil suatu tindakan dalam menghadapi
ancaman (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Berbagai
teori yang telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengetahui dari penyebab
anstietas, menurut Stuart & Sundden (2014) menjelaskan ansietas disebabkan oleh
:
1. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Id mewakili
dorongan instring dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan
hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi
ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga
diri rendah terutama rentan mengalami ansietas yang berat.
2. Faktor Presipotasi
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
2. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
C. Patofisiologi
Stress akut dapat meningkatkan pelepasan Norepinefrin pada orang yang ansietas
terutama mereka dengan gangguan panic. Melepaskan Norepinefrin tidak diatur
dengan baik. Beberapa obat dapat membantu menstabilkan jumlah Norepinefrin yang
tersedia untuk mengirimkan pesan. GABA berperan untuk menimbulkan relaksasi dan
tidur serta mencegah overeksitasi obat yang dikenal sebagai benzodiazepin dapat
meningkatkan aktivitas GABA dan menghasilkan efek yang menenangkan.
Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar dan dalam yang berupa
pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Kemudian rangsangan dipersepsi oleh panca
indra, diteruskan dan direspon oleh sistem syaraf pusat melibatkan jalur cortex cerebri
– limbic system – reticular activating system – hypothalamus yang memberikan impuls
kepada kelenjar hipofise untuk mensekresi mediator hormonal terhadap target organ
yaitu kelenjar adrenal yang kemudian memicu syaraf otonom melalui mediator
hormonal yang lain (Owen, 2016).
D. Klasifikasi
Menurut Halter (2014) ada 4 klasifikasi tingkat ansietas yaitu ansietas ringan,
ansietas sedang, ansietas berat, dan panik.
1. Ansietas Ringan
Penyebab dari ansietas ringan biasanya karena pengalaman kehidupan sehari-hari
dan memungkinkan individu menjadi lebih fokus pada realitas. Individu akan
mengalami ketidaknyamanan, mudah marah, gelisah, atau adanya kebiasaan untuk
mengurangi ketegangan (seperti menggigit kuku, menekan jari-jari kaki atau
tangan). Menurut Asmadi (2008) respons fisiologis yang terjadi pada ansietas
ringan yaitu nadi dan tekanan darah sedikit meningkat, adanya gangguan pada
lambung, muka berkerut, dan bibir bergetar.Respons kognitif dan afektif yang
terjadi yaitu gangguan konsentrasi, tidak dapat duduk tenang, dan suara kadang-
kadang meninggi.
2. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang, lapang pandang individu menyemit. Selain itu individu
mengalami penurunan pendengaran, penglihatan, kurang menangkap informasi
dan menunjukkan kurangnya perhatian pada lingkungan. Terhambatnya
kemampuan untuk berpikir jernih, tapi masih ada kemampuan untuk belajar dan
memecahkan masalah meskipun tidak optimal. Respons fisiologis yang dialami
yaitu jantung berdebar, meningkatnya nadi dan respiratory rate, keringat dingin,
dan gejala somatik ringan (seperti gangguan lambung, sakit kepala, sering
berkemih). Terdengar suara sedikit bergetar. Ansietas ringan atau ansietas sedang
dapat menjadi sesuatu yang membangun karena kecemasan yang terjadi
merupakan sinyal bahwa individu tersebut membutuhkan perhatian atau kehidupan
individu tersebut dalam keadan bahaya.
3. Ansietas Berat
Semakin tinggi level ansietas, maka lapang pandang seseorang akan semakin
menurun atau menyempit. Seseorang yang mengalami ansietas berat hanya mampu
fokus pada satu hal dan mengalami kesulitan untuk memahami apa yang terjadi.
Pada level ini individu tidak memungkinkan untuk belajar dan memecahkan
masalah, bahkan bisa jadi individu tersebut linglung dan bingung. Gejala somatik
meningkat, gemetar, mengalami hiperventilasi, dan mengalami ketakutan yang
besar.
4. Panik
Individu yang mengalami panik sulit untuk memahami kejadian di lingkungan
sekitar dan kehilangan rangsangan pada kenyataan. Kebiasaan yang muncul yaitu
mondarmandir, mengamuk, teriak, atau adanya penarikan dari lingkungan sekitar.
Adanya halusinasi dan persepsi sensorik yang palsu (melihat seseorang atau objek
yang tidak nyata). Tidak terkoordinasinya fisiologis dan adanya gerakan impulsif.
Pada tahap panik ini individu dapat mengalami kelelahan.
E. Faktor Penyebab
Menurut Stuart (2013) terdapat tiga faktor penyebab terjadinya ansietas, yaitu :
F. Rentang Respon
H. Penatalaksanaan Klinis
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya
seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anticemas (anxiolytic), yaitu seperti
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejalaikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung
5. Terapi Psikoreligius