Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan jiwa yaitu pelayanan kesehatan profesional yang
didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaftif yang
disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri
dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa individu, keluarga dan masyarakat (Riyadi & Purwanto, 2009).
Untuk dikatakan sehat, seseorang harus berada pada suatu kondisi
fisik, mental, dan sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau
perasaan tertekan yang memungkinkan orang tersebut untuk hidup
produktif dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta
berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas (Poltekkes Depkes, 2010).
Kecemasan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Kecemasan
melibatkan tubuh seseorang, persepsi diri, dan hubungan dengan orang lain,
maka konsep dasar dalam studi keperawatan jiwa adalah perilaku manusia.
Gangguan kecemasan adalah gangguan yang paling umum dalam kejiwaan
dan sekitar 25% di Amerika Serikat, yang mempengaruhi sekitar 15% dari
populasi mereka dengan kecemasan tidak memiliki penurunan yang signifikan
dalam kulitas hidup dan fungsi di perkirakan bahwa hanya sekitar seperempat
dari mereka dengan gangguan kecemasan menerima pengobatan
Gangguan ansietas merupakan kelompok yang paling umum terjadi dari
semua kelompok gangguan mental di Amerika Serikat, ko-morbiditas dengan
depresi mayor dan penyalahgunaan obat meningkatkan risiko bunuh diri klien.
Meskipun beberapa tingkat ansietas merupakan hal yang normal dalam
tekanan kehidupan, ansietas dapat menjadi adaptif atau maladaptif.
Masalahnya muncul saat klien mempunyai mekanisme kopling yang tidak
adekuat untuk mengatasi bahaya, yang mungkin dikenali atau tidak dikenali.
Ciri-ciri esensial ketidakadekuatan ini adalah tidak realistik atau ansietas
berlebihan dan khawatir terhadap keadaan kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah

1
1. Bagaimana Definisi ansietas?
2. Bagaimana Epidemiologi ansietas?
3. Bagaimana Patofiologi Ansietas?
4. Bagaimana Etiologi Ansietas?
5. Bagaimana Rentan Respon?
6. Bagaimana Manifestasi Klimis ansietas?
7. Bagaimana Bentuk gangguan ansietas?
8. Bagaimana Sumber koping ansietas?
9. Bagaimana Mekanisme koping ansietas?
10. Bagaimana Penatalaksanaan ansietas?
1.3 Tujuan Umum
Mengetahui teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosis
keperawatan ansietas.
1.4 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Definisi ansietas.
2. Mengetahui Epidemiologi ansietas.
3. Mengetahui Patofisiologi ansietas.
4. Mengetahui Etiologi ansietas.
5. Mengetahui Rentan Respon ansietas.
6. Mengetahui Manifestasi Klinis ansietas.
7. Mengetshui Bentuk gangguan ansietas
8. Mengetahui Sumber koping ansietas.
9. Mengetahui Mekanisme koping ansietas
10. Mengetahui Penatalaksanaan ansietas.
1.5 Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini semoga penulis dan pembaca dapat memahami
dan mendapatkan informasi tentang ansietas dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan kecemasan.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Ansietas

Ansietas adalah suatu perasaan takut dengan gejala fisiologis,


sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang
bermakna dan gangguan fungsi yang di sebabkan oleh kecemasan tersebut
(Tomb. Dafit A 2003)
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

2
tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif dan
dikomunikasikan secaar interpersonal. (Stuart & Laraia 2005).
Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual
terhadap bahaya. (Stuart & Laraia 2005).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan yang tidak di
dukung oles situasi ( Videbeck. 2008)
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir
disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan
dari Susunan Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum
tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan
depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus
asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia
(2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi,
gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi
pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
2.2 Epidemiologi
Siklus ini terlihat dalam kasus seorang istri yang sangat cemas,
tergantung, dan tidak aman yang sangat melekat pada suaminya. Dalam
mengeksplorasi perasaannya dia juga menyatakan permusuhan besar terhadap
suaminya dan hubungan mereka. Verbalisasi perasaan-perasaan marah
semakin meningkatkan kecemasan dan konflik yang belum terselesaikan.
Kecemasan sering diungkapkan melalui kemarahan, dan orang tegang dan
cemas lebih mungkin untuk menjadi marah.
Sekitar 6% dari populasi umum mengalami gangguan cemas. GAD
adalah gangguan paling sering ditemukan, terjadi pada 2 sampai 4% populasi.
Gangguan ansietas lainnya adalah phobia, gangguan panik dan gangguan
obsesif kompulsi. Gangguan ansietas lebih sering terjadi pada wanita dan usia
paruh baya. Angka yang lebih rendah terjadi pada laki-laki muda dan orang
lanjut usia, walaupun angka yang lebih rendah lebih dari 65 tahun mungkin
disebabkan karena kesulitan yang lebih besar mendeteksi ansietas dengan

3
instrumen standart pada populasi ini. Gangguan ansietas dihubungkan dengan
kesulitan, sosio ekonomi.
2.3 Patofisiologi
Menurut Doenges 2006, Perilaku Kecemasan dapat dinyatakan secara
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku atau tidak langsung
melalui respon kognitif dan afektif, termasuk pembentukan gejala atau
mekanisme koping dikembangkan sebagai pertahanan terhadap kecemasan.
Sifat tanggapan ditampilkan tergantung pada tingkat kecemasan. Intensitas
respon meningkat dengan meningkatnya kecemasan.
Dalam menggambarkan efek dari kecemasan pada respon fisiologis,
tingkat kecemasan ringan dan sedang meningkatkan kapasitas seseorang.
Sebaliknya, kecemasan berat dan panik melumpuhkan atau kapasitas kerja
paksa. Respon fisiologis yang terkait dengan kecemasan yang termodulasi
terutama oleh otak melalui sistem saraf otonom. tubuh menyesuaikan secara
internal tanpa upaya sadar atau sukarela. Ada dua jenis respon otonom:
1. Parasimpatik-melestarikan respon tubuh.
2. Simpatik-aktifkan tubuh memproses Reaksi simpatik terjadi paling sering
pada respon kecemasan.
Reaksi ini mempersiapkan tubuh untuk menghadapi situasi darurat oleh
reaksi fight-or-flight. Hal ini juga dapat memicu sindrom adaptasi umum.
Ketika korteks otak merasakan ancaman, ia akan mengirimkan stimulus
bawah cabang simpatik dari sistem saraf otonom ke kelenjar adrenal. Karena
rilisepinefrin, respirasi memperdalam, jantung berdetak lebih cepat, dan
tekanan arteri meningkat. Darah bergeser jauh dari perut dan usus untuk
jantung, sistem saraf pusat, dan otot. Glikogenolisis dipercepat, dan tingkat
glukosa darah naik. Untuk beberapa orang reaksi parasimpatis dapat hidup
berdampingan atau mendominasi dan menghasilkan efek sebaliknya. Reaksi
fisiologis lainnya juga mungkin jelas.
Respon perilaku pasien cemas memiliki kedua aspek personal dan
interpersonal. tingkat kecemasan tinggi mempengaruhi koordinasi, gerakan
involunter, dan responsif dan juga dapat mengganggu hubungan manusia.
Pasien cemas biasanya menarik diri dan mengurangi keterlibatan
interpersonal.
2.4 Etilogi

4
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada
diri seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan
gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan
menghadapi situasi, masalah dan tujuan hidup (Videbeck, 2008).
Setiap individu menghadapi stres dengan cara yang berbeda-beda,
seseorang dapat tumbuh dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan stres
berat pada orang lain. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ansietas
adalah :
1. Faktor predosposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan
yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan
kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine
dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA)

5
yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab
menghasilkan kecemasan.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
2.5 Rentan Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

2.6 Manifestasi
Antisipasi Klinis Ansietas
Ringan Berat
Menurut Sutejo 2017Sedang Panik
ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi yang
dialami secara subjek dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk
menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang
parah tidak sejalan dengan kehidupan. Tingkat ansietas sebagai berikut :
1. Ansietas ringan. Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari yang menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

6
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
a. Respon Fisiologis
1) Sesekali nafas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
3) Gejala ringan pada lambung
4) Muka berkerut dan bibir bergetar
5) Ketegangan otot ringan
6) Rileks atau sedikit gelisah
b. Respon Kognitif
1) Mampu menerima rangsang yang kompleks
2) Konsentrasi pada masalah
3) Menyelesaikan masalah secara efektif
4) Perasaan gagal sedikit
5) Waspada dan memperhatikan banyak hal
6) Terlihat tenang dan percaya diri
7) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respon Perilaku dan Emosi
1) Tidak dapat duduk tenang
2) Tremor halus pada tangan
3) Suara kadang-kadang meninggi
4) Sedikit tidak sabar
5) Aktivitas menyendiri
2. Ansietas sedang. Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang sangat pentting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah.
a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot sedang
2) Tanda-tanda vital meningkat
3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan
5) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi
6) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi menurun
2) Tidak perhatian secara selektif
3) Fokus terhadap stimulus meningkat
4) Rentang perhatian menurun
5) Penyelesaian masalah menurun
6) Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan
c. Respon prilaku dan emosi
1) Tidak nyaman
2) Mudah tersinggung
3) Kepercayaan diri goyah

7
4) Tidak sadar
3. Ansietas berat. Sangat mengurangi lahan persepsi seorang. Seorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan
tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk
mengurangi ketegangan.Ansietas berat dialami ketika individu yakin
bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan
respon takut dan distres.
a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot berat
2) Hiperventilasi
3) Kontak mata buruk
4) Pengeluaran keringat meningkat
5) Bicara cepat, nada suara tinggi
6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
7) Rahang menegang, menggetakkan gigi
8) Kebutuhan ruang gerak meningkat
9) Mondar-mandir, berteriak
10) Meremas tangan, genetar
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi terbatas
2) Proses berfikir terpecah-pecah
3) Sulit berfikir
4) Penyelesaian masalah buruk
5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6) Hanya memerhatikan ancaman
7) Preokupasi dengan pikiran sendiri
8) Egosentris
c. Respon prilaku dan emosi
1) Sangat cemas
2) Agitasi
3) Takut
4) Bingung
5) Menarik diri
6) Penyangkalan
7) Ingin bebas
2.7 Bentuk Gangguan Ansietas
Menurut Direja 2011 bentuk gangguan ansietas ialah:
1. Gangguan panik
Ditandai dengan episode serangan panik berat (ansietas) yang
berulang, yang muncul tanpa diduga dan tidak terbatas pada situasi
tertentu atau rangkaian keadaan walaupun dengan situasi tertentu
seperti berada ditengah keramaian dapat berhubungan dengan
gangguan. Serangan panik berhubungan dengan periode terpisah dari

8
rasa takut terkuat, kekhawatiran terhadap petaka atau ketidaknyaman
yang akan terjadi, disertai dengan gejala khas: palpitasi, takikardia,
berkeringat, gemetar, nyeri atau rasa tidak nyaman didada (perasaan
terpisah dari diri sendiri) ketakutan aka kehilangan kendali, yang akan
menjadi gila atau meninggal. Biasanya durasi dari serangan panik
hanya beberapa menit.
Komplikasi yang dapat muncul yaitu “ketakutan antisipatif”
terhadap serangan panik yang muncul, yang berakibat individu
tersebut takut untuk sendiri ditempat ramai. Dari seluruh populasi,
sekitar 1% mengalami gangguan panik: wanita tampak lebih sering
terkena dibandingan pria dan usia onset biasanya biasanya 25 sampai
44 tahun. Gangguan panik menunjukkan faktor transmisi dalam
keluarga yang tidak berhubungan dengan GAD.
2. Gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder, GAD)
GAD ditandai dengan ketakutan atau kekhawatiran yang
berlebihan, menetap dan menyeluruh mengenai beberapa kejadian
yang dirasakan sulit untuk dikendalikan, yang berlangsung setidaknya
selama tiga minggu (menurut ICD-10) atau selama enam bulan atau
lebih menurut DSM-IV-TR). Ansietas biasanya dihubungkan dengan
ketakutan yang subjektif, peningkatan kewaspadaan, rasa gelisah, dan
sulit tidur(insomnia awal atau menengah rasa lelah ketika bangun).
GAD biasanya terjadi dalam waktu lama dengan tingkat keparahan
yang berfluktuasi. GAD ditemukan 2-4 % dari seluruh populasi,
biasanya mulai pada usia dewasa awal dan lebih sering menyerang
wanita di bandingkan pria. GAD muncul biasanya bersama dengan
gangguan kecemasan lainnya, depresi, penyalahgunaan alkohol, dan
obat-obatan.
3. Gangguan fobia
a. Agorafobia
Menyumbang sekitar 60% pasien fobia yang ditemui psikiater.
Agrorafobia biasanya sering muncul bersamaan dengan gangguan
panik, ditandai dengan rasa takut dan menghindari tempat atau
situasi dimana sulit untuk menyelamatkan diri atau sulit mendapat
pertolongan. Diagnosa yang dapat ditegakkan bila ansietas dibatasi

9
pada situasi berikut : keramaian, tempat umum, perjalanan jauh
dari rumah, atau melakukan prjalanan seorang diri.
b. Fobia sosial
Gangguan ini ditandai dengan rasa takut yang menetap terhadap
situasi sosial dimana individu terpapar dengan orang asing atau
diamati oleh orang lain dan takut dirinya melakukan hal yang
memalukan. Penanganan termasuk obat-obatan, khususnya
SSRI,SNRI, inhibitor monoamin-oksidase A yang reversibel
(RIMA), dan inhibitor monoamin-oksidase (MAOI), dan
pendekatan pisikologis.
c. Fobia spesifik
Gangguan ini ditandai dengan rasa takut terhadap orang, benda,
atau situasi yang spesifik(misal dokter, hewan,ketinggian,darah).
Penatalaksanaan biasanya dengan terapi paparan bertahap dan
pencegahan respons, walaupun pengunaan bemziodiazepin jangka
pendek dapat membantu jika fobia ini jarang dialami.
2.8 Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset
ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang
diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat
mengadopsi strategi koping yang berhasil (Suliswati, 2005).
2.9 Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak.
Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola
koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan
adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok,
olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada
orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping
yang dapat dilakukan dua jenis, yaitu :

10
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
2.10 Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian
berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.

11
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat
anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam,
bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi
bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki
kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien,
yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan
daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga
mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
Kelompok obat yang umum di gunakan gangguan ansietas:

12
Nama Generik
Kelas Kimia Dosis Sehari
(dagang)
1. Difenhiramin (benadryl). 25-200 mg
Antihistamin 2. hidroksizin (vistaril;
100-400 mg
atarax).
1. Amobarbital (Amytal). 30-480 mg
2. Aprobarbital (alurate). 40-160 mg
3. Butabarbital (butisol). 45-120 mg
4. Pentobarbital (nembutal). 20-200 mg
Barbiturat
5. Fenobarbital (luminal).
6. Sekobarbital (sekonal). 16-320 mg
7. Talbutal (lotusate). 30-300 mg
60-180 mg
1. Alprazolam (xanax) 0,75-4 mg
2. Klordiazepoksida (librium) 15-100 mg
3. Klorazepat (tranxene)
4. Diazepam (valium) 15-60 mg
5. Flurazepam (dalmane) 5-40 mg
Benzodiazepin 6. Halazepam (paxipam) 15-30 mg
7. Lorazepam (ativan) 60-160 mg
8. Oxazepam (serax) 2-9 mg
9. Temazepam (restoril) 30-120 mg
10. Triazolam (halcion) 15-30 mg
0,25-0,5 mg
Metatiazanon Klormezanon (trancopal) 100-800 mg
Propanediol Meprobamat (equanil; Miltown) 200-2400 mg
1. Buspiron (BuSpar) 15-60 mg
2. Kloral hidrat (noctec) 500-1000 mg
3. Doksepin 30-300 mg
(adapin;sinequan)
400-1000 mg
4. Etklorninol (placidyl)
500-1000 mg
5. Etinamat (valmid)
Lain-lain 250-1000 mg
6. Glutetimid (doriden)
200-400 mg
7. Metiprilon (noludar)

a. Efek samping obat


a) Mengantuk, kacau mental, letargi.
b) Toleransi: ketergantungan fisik dan psikologis
c) Memperkuat efek-efek depresan lain
d) Dapat memunculkan gejala pada individu tertekan
e) Hipotensi ortostatik

13
f) Kegembiraan paradoksial
g) Mulut kering
h) Mual/muntah
i) Diskrasias darah
j) Awitan lambat
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data demografi pasien
a. Identitas pasien
Inisial, umur, informasi, tanggal pengkajian, RM No.
b. Alasan masuk
Sesuai diagnosa klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
b. Faktor predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
ansietas :
a. Teori Psikoanalitik.
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan
insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi
menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal.
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan
dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami
perkembangan ansietas yang berat.
c. Teori Perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan
pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan
ansietas pada kehidupan selanjutnya.
d. Kajian Keluarga.

14
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis.
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
ansietas penghambat dalam aminobutirik. Gamma
neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan
kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengatasi stressor.
c. Faktor presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau
eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi
seseorang.
d. Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui
timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya melawan
kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat sejalan dengan
peningkatan tingkat kecemasan.
e. Sumber Koping.
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber
koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan
penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya

15
dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
f. Mekanisme koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat
ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis
mekanisme koping:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari
dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis
tuntutan situasi stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas
ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar
dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap
stress.
Sebuah sumber menjelaskan bahwa Ada dua mekanisme
koping yang dikategorikan untuk mengatasi ansietas :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).
Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan
untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis,
yaitu :
1) Perilaku menyerang (agresif).
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar
memenuhi kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri.
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara
fisik maupun secara psikologis.
3) Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan
dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk
mencapai tujuan.
b. Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction).
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas
ringan maupun sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan

16
dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan
ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :
1) Kompensasi.
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra
diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan
yang dimilikinya.
2) Penyangkalan (Denial).
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini
paling sederhana dan primitif.
3) Pemindahan (Displacemen).
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada seseorang/benda
tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam terhadap
dirinya.
4) Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
5) Identifikasi (Identification).
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia
kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran,prilaku
dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (Intelektualization).
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
memghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
7) Introjeksi (Intrijection).
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi
terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego)
8) Fiksasi.
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu
(emosi atau tingkah laku atau pikiran)s ehingga perkembangan
selanjutnya terhalang.
9) Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan
motivasi tidak dapat ditoleransi.
10) Rasionalisasi.
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut

17
alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak menjatuhkan
harga diri.
11) Reaksi formasi.
Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan
dengan keinginan-keinginan,perasaan yang sebenarnya.
12) Regressi.
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang
primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah,
merusak, melempar barang, meraung, dsb.
13) Represi.
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan
pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme ego yang lainnya.
14) Acting Out.
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya terhalang.
15) Sublimasi.
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
16) Supresi.
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari;pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan
dari kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat mengarah pada
represif berikutnya.
17) Undoing.
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya
merupakan mekanisme pertahanan primitif.
2. Diagnosa
Adapun diagnosa yang biasanya muncul pada kecemasan adalah:
1. Penyelesaian kerusakan.
2. Kecemasan.
3. Pola napas tidak efektif.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Diam.
6. Gangguan pembagian bidang energi.
7. Ketakutan.

18
8. Inkontinensial.
9. Stres.
10. Cedera resiko terhadap.
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri.
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
18. Gangguan eliminasi urine.
3. Intervensi
Tujuan Umum
Menurunkan atau meminimalkan kecemasan serta membantu
klien mengembangkan kapasitas untuk mentoleransi kecemasan ringan
dan menggunakannya secara sadar dan kontruktif.
Tujuan Khusus Pasien
1. Klien mampu mengenal ansietas dan mengatasi ansietas
melalui teknik relaksasi
2. Klien mampu mengatasi ansietas melalui distraksi
3. Klien mampu mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari.
4. Klien mampu mengatasi ansietas melalui kegiatan spiritual.

Tindakan Pasien

1. Mendiskusikan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda,


gejala, akibat dan melatih teknik relaksasi fisik.
2. Melatih mengatasi ansietas dengat distraksi
3. Melatih mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari.
4. Melatih mengatasi ansietas melalui kegiatan spiritual.

Tujuan Keluarga

1. keluarga mampu mengenal masalah ansietas klien dan masalah


merawat klien ansietas.
2. Keluarga mampu mengambil keputusan merawat klien dengan
ansietas.
3. Merawat klien ketidakberdayaan
4. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang nyaman
dengan klien ansietas.
5. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk
follow-up dan mencegah kekambuhan klien.
Tindakan Keluarga

19
1. Mendiskusikan masalah keluarga dalam merawat klien
ansietas.
2. Mendiskusiksn masalah yang dihadapi dalam merawat klien.
3. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses
terjadinya ansietas.
4. Mendiskusikan akibat yang mungkin terjadi pada
klienansietas.
5. Menjelaskan dan melatih keluarga klien ansietas cara :
relaksasi fisik, distraksi, hipnotis lima jari, spritual.
6. Menjelaskan lingkungan yang trerapiotik untuk klien.
7. Mendiskusikan keluarga yang dapat berperan merawat klien
ansietas.
8. Melibatkan pasien dalam aktivitas keluarga.
9. Melatih, memotivasi, membimbing, dan memberikan pujian
pada klien ansietas.
10. Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up dan
mencegah kekambuhan klien.
11. Menjelaskan cara memanfaatkan fasiitas kesehatan .
12. Menjelaskan kemungkinan pasien relaps dan mencegah
kekambuhan.
13. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan rujukan
5. Implementasi
Kegiatan implementasi yaitu pelaksanaan dari intervensi yang
telah dibuat serta validasi ulang rencana keperawatan. Saat melakukan
implementasi keperawatan, tindakan harus melakukan dokumentasi
secara mendetail dan jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat
menjalankan dengan baik waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat
melaksanakan langsung atau beekrja sama dengan para tenaga
pelaksana lainnya
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap
perubahan kondisi pasien dan menilai sejauh mana masalah pasien
dapat diatasi.

20
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Contoh Kasus


Tn.F (47 tahun) dirawat di ruang penyakit dalam RS Sehat Sejahtera,
dengan diagnosa medis diabetes mellitus. Kadar gula darah 245 mg%, sering
kencing dan cepat lapar, mengeluh sering pusing, pandangan kabur, sulit tidur
dan sering terbangun, kadang menangis saat malam, mudah lupa dan sulit
konsentrasi. Pada tungkai kanan bawah ada luka gangrene dengan diameter
luas kaki 4x5cm, luka mengeluarkan pus, berbau dan jaringan sekitar luka
kehitaman. Hasil pemeriksaan tanda vital: tekanan darah 140/80mmHg, Nadi
76x/menit, Suhu tubuh 37°C, pernapasan 24x/menit. Ini merupakan perawatan
klien yang ke 4 kalinya di Rumah Sakit, yang pertama pada 4 tahun yang lalu
dengan alasan pingsan di kantor dan ternyata karena kadar gula darah 305mg
%. Dan klien mendapatkan pengobatan terapi dari dokter.
Klien tampak gelisah, klien sering melamun dan termenung, klien
mengatakan cemas dengan keadaannya saat ini, klien mengatakan takut
penyakitnya tidak bisa sembuh, klien mengatakan malu ikut dalam kegiatan di
lingkungan rumahnya karena luka yang berbau, klien mengatakan cemas
terhadap biaya yang akan di keluarkannya untuk pengobatannya, sejak sakit
kegitan di rumah banyak dilakukan oleh dua anak perempuannya yang sudah
kuliah.
3.2 Asuhan Keperawatan Jiwa
1. Pengkajian
a. Identitas pasien :
Nama : Tn.F
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Keluhan Utama :
Klien merasa cemas karena terhadap biaya pengobatannya.
c. Alasan Masuk
Ds : klien mengatakan susah tidur dan cepat terbangun, sering
pusing, pandangan kabur, resah, sering menangis saat malam dan
selalu banyak pikiran dan sulit kosentrasi.
Do : klien terlihat waspada dan menatap, kontak mata buruk
dengan pandangan yang hanya sekilas, pergerakan yang tidak

21
bermakna, dan ekspresi yang terlihat mendalaam terhadap
perubahan hidupnya.
d. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
1) Biologi ( Fisik )
Klien mengatakan mengeluh sering pusing, pandangan kabur
sulit tidur dan sering terbangun, kadang menangis saat malam,
mudah lupa dan sulit konsentrasi. Pada tungkai kanan bawah
ada luka gangrene dengan diameter luas kaki 4x5 cm, luka
mengeluarkan pus, berbau dan jaringan sekitar luka kehitaman.
2) Psikologi
Klien mengatakan cemas dengan keadaannya saat ini, klien
mengatakan takut penyakitnya tidak bisa sembuh, klien
mengatakan malu ikut dalam kegiatan di lingkungan rumahnya
karena luka yang berbau.
3) Sosial Budaya
Sebelum klien sakit, klien sering ikut kegiatan di lingkungan
rumahnya dan sekarang klien malu ikut kegiatan dilingkungan
rumahnya karena ada luka di tungkai kanan klien yang
mengeluarkan bau.
e. Psikologi
1) Konsep diri :
a) Gambaran diri
Klien tidak menyukai bagian tungkai kaki kanan bawahnya,
karena terdapat luka yang mengeluarkan pus, berbau dan
berwarna kehitaman.
b) Identitas
Klien seorang istri dan ibu dari kedua anaknya
c) Peran
Klien mengatakan perannya dirumah sebagai seorang istri
yang mengurus suami dan dua orang anaknya, sebelum
sakit klien aktif dalam kegiatan lingkungan dirumahnya,
namun setelah sakit klien jadi malu untuk beraktifitas lagi
karena lukanya yang berbau.
d) Ideal diri
Klien mengatakan idealnya sebagai seorang istri dan ibu
dari dua anaknya dapat melakukan pekerjaan rumah tangga,
membantu bekerja untuk memenuhi kebutuhan, dan dapat
beraktifitas dilingkungan sekitar rumahnya.

22
e) Harga diri
Klien mengatakan tidak puas dengan dirinya yang sekarang
yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, tidak dapat
bekerja lagi karena keadaannya, dan tidak dapat
bersosialisasi dengan warga sekitar rumahnya.
2) Hubungan sosial
a) Orang yang berarti
Saat ini klien mengungkapkan sayang sekali dengan suami
dan kedua anaknya karena hanya merekalah penyemangat
klien.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan setelah kondisinya memburuk klien tidak
pernah berkumpul dengan warga atau tetangga sekitar
rumahnya. Karena klien merasa cemas jika tidak disukai
oleh tetangganya saat ini karena keadaannya.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien menjawab tidak memiliki hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain, karena klien memiliki
banyak teman.
3) Spiritual
a) Nilai keyakinan
Klien beragama islam, klien mengatakan bahwa sakit yang
dideritanya cobaan dari Allah SWT.
b) Kegiatan ibadah
Saat di RS klien tidak mengerjakan shalat, tetapi klien
merasa cemas jika tidak mengerjakan shalat dan klien takut
berdosa.
f. Status mental
1) Penampilan
Rambut klien rapi, kuku pendek, pakaian klien sesuai, tetapi klien
tidak mandi.
2) Pembicaraan
Klien berbicara dengan lambat dan tidak mampu memulai
pembicaraanya. Saat ditanya tentang gambaran diri klien menjawab
dengan intinasi yang lambat “saya tidak suka dengan tungkai kaki
kanan bawah saya karena mengeluarkan cairan, berbau dan
kehitaman, saya tidak mau mandi jika mandi kaki saya akan terasa
sakit”
3) Aktivitas Motorik

23
Klien terlihat tegang, gelisah dan agitasi. Keadaan umum pasien
terlihat tidak baik dan sedang memikirkan sesuatu.
4) Alam perasaan
Klien terlihat sedih dan khawatir. Klien mengatakan sedih dengan
penyakitnya dan khawatir bila penyakitnya tidak bisa disembuhkan.
5) Interaksi selama wawancara
Kontak mata klien kurang saat berinteraksi, klien tidak mau
bertatap muka dengan lawan bicaranya, klien menunduk dan
lambat saat menjawab pertanyaan.
6) Proses pikir
Saat ditanya klien tiba-tiba berhenti berbicara dan beberapa saat
kemudian klien melanjutkan kembali.
7) Isi pikir
Klien merasakan obsesi yaitu klien tidak ingin memikirkan tentang
penyakitnya tetapi meski klien berusaha melupakan hal itu tetap
muncul dalam pikirannya.
8) Memory
Pasien mengalami gangguan daya ingat, klien mudah lupa dan sulit
berkonsentrasi.
g. Aspek medik
Diagnosa Medik : Diabetes Mellitus
h. Masalah psikososial dan lingkungan
1. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik :
Klien merasa cemas saat berkumpul dengan tetangganya disekitar
rumah, klien cemas jika tetangganya tidak menyukai dirinya yang
sekarang.
2. Masalah dengan pekerjaan, spesifik :
Klien setelah sakit tidak bekerja lagi karena tubunya yang sekarang
tidak sehat seperti dulu.
3. Masalah ekonomi, spesifik :
Klien cemas dengan keadaaan ekonomi keluarganya, karena
membutuhkan biaya yang banyak untuk pengobatannya dan juga
untuk biaya kudua anaknya yang kuliah.
i. Daftar masalah diagnosa keperawatan yang muncul
Isolasi sosial
Gangguan konsep diri
Koping individu
Ansietas sedang
Gangguan pola tidur
Stessor
j. Daftar diagnosa keperawatan
Ansietas Sedang

24
k. Pohon Masalah

Isolasi sosial

Gangguan konsep diri

Koping individu tidak efektif

Gangguan pola tidur

Ansietas

Stressor

ANALISA DATA

No. DATA MASALAH PARAF

1. Data Subyektif : Cemas Sedang

Klien mengatakan cemas dengan


keadaannya saat ini, klien
mengatakan takut penyakitnya tidak
bisa sembuh, klien mengatakan malu
ikut dalam kegiatan di lingkungan
rumahnya karena luka yang berbau,
klien mengatakan cemas terhadap
biaya yang akan di keluarkannya
untuk pengobatannya.

Data Obyektif :

25
Klien tampak gelisah, klien sering
melamun dan termenung. Klien lebih
suka menyendiri dan wajahnya
tegang.

Intervensi
Rencana keperawatan pasien dengan ansietas

Perencanaan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi

1. Cemas TUM :
sedang
Menurunkan atau
meminimalkan kecemasan
serta membantu klien
mengembangkan kapasitas
untuk mentoleransi
kecemasan ringan dan
menggunakannya secara
sadar dan kontruktif.

TUK 1 Pasien

1. Membina hubungan saling 1. Klien mau membalas salam


2. Klien mau berjabat tangan
percaya.
3. Klien mau menyebutkan
2. Dapat mengidentifikasi
nama dan tersenyum
penyebab ansietas.
4. Klien mau melakukan
3. Klien dapat
kontak mata
mengidentifikasi tanda
5. Klien mengetahui nama
dan gejala ansietas
perawat
6. Klien mengungkapkan
perasaan dan penyebab
perasaan cemas.
7. Klien dapat

26
mengungkapkan perasaan
saat mersa cemas
8. Klien dapat menyimpulkan
tanda dan gejala kecemasan

TUK 2 Pasien

Mengatasi ansietas melalui 1. Klien dapat


distraksi mengungkapkan perasaan
cemasnya.

2. Klien mengetahui cara


yang bisa dilakukan untuk
mengatasi rasa cemasnya

3. Klien menjelaskan akibat


dari cara yang di gunakan.

TUK 3 Pasien 1. Klien dapat melakukan


hipnotis lima jari
Mengatasi ansietas melalui
hipnotis lima jari 2. Klien dapat
mendeostrasikan hipnotis
lima jari

3. Klien mempunyai jadwal


untuk melakukan hipnotis
lima jari yang telah
dipelajari sebelumnya

TUK 4 Pasien

Mengatasi ansietas melalui 1. Klien dapat menyebutkan


kegiatan spiritual kegiatan ibadah yang
biasa dilakukan.

2. Klien dapat
mendemontrasikan cara

27
ibadah yang dipilih.

3. Klien mempunyai jadwal


untuk melatih kegiatan
ibadah.

4. Klien melakukan evaluasi


terhadap kemampuan
melakukan kegiatan
ibadah.

TUK 1 Keluarga

Mengenal masalah ansietas 1. Mendiskusikan masalah


pasien dan masalah merawat keluarga dalam merawat
klien ansietas. klien ansietas
2. Mendiskusiksn masalah
yang dihadapi dalam
merawat klien.
3. Mendiskusikan akibat
yang mungkin terjadi
pada klien ansietas
TUK 2 Keluarga

Keluarga mampu 1. Menjelaskan dan melatih


mengambil keputusan keluarga klien ansietas
merawat pasien dengan cara: relaksasi fisik,
ansietas. distraksi, hipnotis lima
jari, spritual.
2. Menjelaskan lingkungan
yang trerapiotik untuk
klien.
3. Mendiskusikan keluarga
yang dapat brperan
merawat klien ansietas.
TUK 3 Keluarga

1. Melibatkan pasien dalam

28
Keluarga mampu aktivitas keluarga.
2. Melatih, memotivasi,
menciptakan lingkungan
membimbing, dan
yang nyaman dengan klien
memberikan pujian pada
ansietas
klien ansietas.

TUK 4 Keluarga

Keluarga mampu 1. Memanfaatkan fasilitas


memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-
kesehatan untuk follow-up up dan mencegah
dan mencegah kekambuhan kekambuhan klien.
klien

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

DX Kep. Implementasi Evaluasi Paraf

Cemas Sp 1 pasien S:
sedang
1. Memberi salam atau Klien dapat membalas
panggil nama.
2. Menyebutkan nama salam, menyebut nama

perawat sambil jabat perawat dan mau berjabat


tangan tanganmelakukan
3. Menjelaskan maksud
kontak mata.
hubungan interaksi dan
tentang kontrak yang Klien klien mengungkapkan
akan dibuat penyebab kecemasannya,
4. Memberi rasa aman
yaitu klien merasa cemas
dan sikap empati
5. Melakukan kontak dengan keadaan dirinya yang

sikat tetapi sering sekarang, klien merasa malu


6. Memberi kesempatan saat berkumpul dengan
dan bantu klien untuk tetangganya.
mengungkapkan

29
perasaannya. O:
7. Menganjurkan klien
menggungkapkan apa Klien mampu membina

yang dialami dan hubungan saling percaya dan


dirasakan saat merasa mampu mengenal penyebab
cemas kecemasannya.
8. Mengobservasi tanda
A: SP 1 teratasi
dan gejala ansietas
pada klien P : Lanjut SP 2
9. Menyimpulkan
bersama klien tanda
dan gejala yang dialami
Sp 2 pasien S:

1. Menganjurkan klien Klien dapat mengungkapkan


untuk perasaan cemasnya.Klien
menggungkapkan apa dapat mengalihkan rasa
yang di rasakan saat ini cemasnya.
2. Membicarakan dengan
klien apakah dengan O:

cara yang di lakukan


Klien terlihat kooperatif,
klien saat ini dapat
pandangan klien tampak lebih
mengatasi masalahnya.
fokus.
3. Membicarakan
kelebihan cara yang A: SP 2 teratasi
dilakukan klien
4. Bersama dengan klien P: Lanjut SP 3
menyimpulkan akibat
dari cara yang di
lakukan klien
5. Mengajarkan kepada
klien cara
menghilangkan
kecemasannya.
Sp 3 pasien S:

30
1. Mendiskusikan Klien mengatakan sudah bisa
kegiatan yang bisa melakukan hipnotis lima jari.
dilakukan klien Klien mengatakan dapat
2. Memberi pujian atas
mendemontrasikan hipnotis
kegiatan yang
lima jari. dan klien
diklakukan klien
mengatakan hipnotis lima jari
3. Mendiskusikan cara
dilakukannya sehari dua
yang paling mudah
sampai tiga kali.
untuk mengatasi
kecemasannya yaitu O:
dengan hipnotis lima
Klien tampak lebih percaya
jari.
4. Mendiskusikan cara diri dan rasa cemasnya sudah
melakukan hipnotis berkurang.
lima jari
5. Memberi contoh pada A: SP 3 teratasi
klien tentang hipntis P: Lanjut SP 4
lima jari
6. Meminta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 3
kali
7. Memberi pujian positif
atas kemampuan klien
mendemontrasikan
hipnotis lima jari
8. Menganjurkan klien
untuk melakukan cara
yang telah di[elajarinya
saat merasakan cemas.
9. Mendiskusikan dengan
klien mengenai
frekuensi latiahan yang
akan dilakuakan sendiri
oleh klien.

31
10.Menyusun jadwal
kegiatan untuk melatih
cara yang telah
dipelajari.
Sp 4 pasien S:

1. Mendiskusikan dengan Klien mengatakan setiap


klien kegitana ibadah hari melakukan shalat 5
yang pernah dilakukan. waktu agar bisa menenangkan
2. Membantu klien
hati dan pikirannya.
menilai kegiatan ibadah
yang dapat dilakukan. O:
3. Membantu klien
Klien tampak lebih tenang,
memilih kegiatan
klien bisa mengontrol
ibadah yang akan di
kecemasannya dengan cara
lakukan
4. Meminta klien spiritual yaitu shalat dan
mendemontrasikan mengaji.
ibadah yang telah di
A : Sp 4 teratasi.
pilih.
5. Memberi pujian atas P :Sp 4 pasien dihentikan.
keberhasilannya
6. Mendiskusikan dengan
klien tentang waktu
pelaksanaan kegiatan
ibadah
7. Menyusun jadwal
kegiatan untuk melatih
kegiatan ibadah
8. Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan
ibadah dan menguasai
jadwal kegiatan
lainnya.
9. memvalidasi
kemampuan klien

32
dalam melaksanakan
latihan.
10.Memberi pujian atas
keberhasilan klien
11. Menanyakan perasaan
klien
Sp 1 Keluarga

1. Mendiskusikan
masalah keluarga
dalam merawat
klien ansietas
2. Mendiskusiksn
masalah yang
dihadapi dalam
merawat klien.
3. Mendiskusikan
akibat yang
mungkin terjadi
pada klien ansietas

Sp 2 Keluarga

1. Menjelaskan dan
melatih keluarga
klien ansietas cara:
relaksasi fisik,
distraksi, hipnotis
lima jari, spritual.
2. Menjelaskan
lingkungan yang
trerapiotik untuk
klien.
3. Mendiskusikan
keluarga yang

33
dapat brperan
merawat klien
ansietas.

Sp 3 Keluarga

1. Melibatkan pasien
dalam aktivitas
keluarga.
2. Melatih,
memotivasi,
membimbing, dan
memberikan pujian
pada klien ansietas.

Sp 4 Keluarga

1. Memanfaatkan
fasilitas kesehatan
untuk follow-up
dan mencegah
kekambuhan klien.

34
BAB 4

PEMBAHASAN JURNAL

Judul 1: Efek terapi relaksasi nafas dalam dan hipnosis 5 jari terhadap
penurunan ansietas pasien heart failure
Jurnal : Jurnal IPTEK Terapan

Tahun : 2018

Penulis: Rizka Febtrina,Eka Malfasari

Hasil :

Keperawatan mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam mengatasi masalah


ansietas pada pasien,mengingat perawat adalah tenaga kesehatan yang paling lama
mendampingi pasien dalam perawatannya. Salah satu cara untuk mengatasi
kecemasan adalah tehnik relaksasi nafas dalam dan hipnosis 5 jari. Penggunaan
hipnosis 5 jari adalah suatu cara untuk membawa gelombang pikiran klien menuju
trance (gelombang alpha/theta) yang bertujuan untuk pemograman diri,
menghilangkan kecemasan dengan melibatkan saraf parasimpatis dan akan
menurunkan peningkatan kerja jantung, pernafasan, tekanan darah, kelenjar
keringat dll (Barbara, 2010). Hypnosis 5 jari sendiri merupakan salah bentuk self
hipnosis yang dapat menimbulkan efek relaksasi yang tinggi (Jenita, 2008)
sehingga akan mengurangi ketegangan dan stress, kecemasan dari pikiran
seseorang. Pada dasarnya hipnosis 5 jari ini mirip dengan hipnosis pada umumnya
yaitu dengan menidurkan klien (tidur hipnotik) tetapi teknik lebih efektif untuk
relaksasi diri sendiri dan waktu yang dilakukan bisa kurang dari 10 menit (Jenita,
2008). Penelitian ini menggunakan metode randomized controlled trial (RCT)

35
dengan desain paralel.Penentuan kelompok intervensi maupun kontrol
menggunakan randomisasi alokasi, sehingga diperoleh 25 responden untuk
kelompok intervensi dan 25 responden untuk kelompok kontrol. Tingkat ansietas
dinilai dengan menggunakan alat ukur DASS 21. Uji statistik menggunakan uji
tindependen dan t-dependent. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat ansietas yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan terapi
relaksasi nafas dalam dan hipnosis 5 jaripada pasien gagal jantung.

Judul 2:Pengaruh Relaksasi Spiritual terhadap Perubahan Tingkat Ansietas


danStres Pasien Tuberkulosis Paru di RS PKU Muhammadiyah Sruweng

Jurnal : Jurnal IPTEK Terapan

Tahun : 2019

Penulis: Tri Sumarsih, Tri Wahyuningsih, Sawiji

Hasil :

Tuberkulosis merupakan faktor pencetus timbulnya ansietas pada diri


pasien terhadap kondisi hidupnya pada masa sekarang dan akan datang,
pengobatan yang lama dengan jumlah obat yang banyak sering membuat pasien
tuberkulosis paru mengeluh seperti pusing, perubahan selera makan, susah tidur,
dan cemas. Keadaan ini merupakan gejala stres. Beberapa strategi yang dilakukan
untuk menurunkan tingkat ansietas dan stres antara lain relaksasi distraksi, humor,
terapi spiritual, aromaterapi, Terapi spiritual seperti berdoa, meditasi, dan
membaca bacaan keagamaan mapu meningkatkan adptasi terhadap stresor (Poter
& Perry, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 pasien tuberkulosis di RS PKU


Muhammadiyah Sruweng menunjukkan bahwa 2 pasien mengalami ansietas
seperti merasa takut tanpa alasan, merasa khawatir dengan penyakitnya, bibir
serinh kering dan sesak nafas padahal tidak melakukan aktivitas. 3 pasien lainnya
mengatakan dirinya sering marah karena hal sepele, mudah tersinggung, dan
gelisah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi

36
relaksasi spiritual terhadap tingkat ansietas dan stres pasien tuberkulosis paru di
RS PKU Muhammadiyah Sruweng.

1. Tingkat Ansietas Pasien Tuberkulosis sebelum dan sesudah diberikan Terapi


Relaksasi Spiritual

Hasil penelitian di RS PKU Muhammadiah Sruweng, sebelum intervensi


relaksasi spiritual menunjukan bahwa sebagian besar responden dengan kategori
ansietas sedang (58,4 %). Ansietas yang dialami responden dikarenakan oleh
konsekuensi- konsekuensi yang merupakan akibat dari pengobatan tuberkulosis
paru yang cukup lama, pasien akan merasa terancam kondisi hidupnya dalam
kehidupan secara pribadi maupun dimasyarakat dan mengeluh seputar perubahan
terhadap kondisi kesehatan dan fisiknya. Menurut pengalaman peneliti, pasien
yang sudah lama menjalani pengobatan tuberkulosis paru cenderung memiliki
tingkat ansietas lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang baru menjalani
pengobatan dan hal ini sering terlihat pada kuisioner dipoint 7 yang menyatakan
merasa takut tanpa alasan yang jelas. Hal ini disebabkan karena dengan lamanya
seseorang menjalani pengobatan, maka seseorang akan merasa khawatir terhadap
kondisi tubuhnya pada masa sekarang dan akan datang.

Masalah psikologi seperti ansietas, stres dan depresi dapat ditemukan pada
pasien Tuberkulosis Paru yang menjalani pengobatan karena pasien harus
menjalani pengobatan dalam waktu yang lama dan teratur dengan jumlah obat
yang banyak, selama 6-8 bulan (Syam, 2013). Ansietas sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, menurut Peplau (1952) dalam Suliswati
(2014) ada empat tingkatan ansietas yaitu: ansietas ringan, sedang, berat dan
panik. Hasil penelitian di RS PKU Muhammadiyah Sruweng, sesudah intervensi
relaksasi spiritual menunjukan bahwa sebagian besar responden dengan kategori
ansietas ringan (42 %) hal ini dikarenakan responden merasa lebih rileks dan
tenang setelah menjalani dan mencoba mempraktekan terapirelaksasi spiritual ini
dalam mengatasi ansietas yang dialaminya. Responden merasa lebih dekat dengan
Tuhan- Nya sehingga membuat ketenangan dalam jiwa dan menambah semangat
hidup responden.

37
Hasil yang sama terdapat pada penelitian yang dilakukan Nurliana (2011)
didapatkan bahwa perangsangan ayat-ayat suci Al-Qur’an bagi ibu yang dilakukan
kuretase dapat menurunkan ansietas. Hasil penelitian lain dari penelitian
kedokteran Amerika Utara (Elzaky, 2011) yang menyimpulkan 97 % responden
setelah diperdengarkan bacaan Al-Qur’an pasien menjadi lebih tenang

2. Tingkat Stres Pasien Tuberkulosis sebelum dan sesudah diberikan Terapi


Relaksasi Spiritual.

Hasil penelitian di RS PKU Muhammadiah Sruweng, sebelum intervensi relaksasi


spiritual menunjukan bahwa sebagian besar responden dengan kategori stres
sedang (36,8 %). Stres yang dialami responden dikarenakan pengobatan
tuberkulosis paru yang cukup lama dan dengan jumlah obat yang banyak, pasien
akan merasa terancam kondisi hidupnya dalam kehidupan secara pribadi maupun
dimasyarakat dan mengeluh seputar perubahan terhadap kondisi kesehatan dan
fisiknya, Menurut pengalaman peneliti, pasien yang sudah lama menjalani
pengobatan tuberkulosis paru cenderung memiliki tingkat stres lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang baru menjalani pengobatan. Hal ini disebabkan
karena dengan lamanya seseorang menjalani pengobatan, maka seseorang akan
merasa khawatir terhadap kondisi tubuhnya pada masa sekarang dan akan datang.
Hal ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Chilyatiz Zahroh, Subaiah (2016)
bahwa semakin lama pengobatan TBC maka semakin berat tingkat stres penderita
TBC.

Hasil penelitian di RS PKU Muhammadiyah Sruweng, sesudah intervensi


relaksasi spiritual menunjukan bahwa sebagian besar responden dengan kategori
stres normal (61,5 %). Hal ini dikarenakan responden terlalu fokus pada
pengobatan sehingga kurang memperhatikan spiritualnya dan kurang rileks,
dengan melakukan terapi relaksasi otot menjadi renggang tidak kaku serta
memberikan ketenangan jiwa. Dengan tercapainya ketenangan jiwa dapat
memperkuat spirit, semangat hidup, pikiran lebih fokus dan organ- organ tubuh
menjadi normal dengan demikian mampu mampu memperbaiki kesehatan
fisiknya sehingga responden mampu mengontrol emosinya

38
3. Pengaruh Relaksasi Spiritual terhadap Tingkat Ansietas dan Stres Pasien
Tuberkulosis Paru.

Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh relaksasi spiritual terhadap


tingkat ansietas dan stres pasien tuberkulosis paru dengan p value: 0,000 (<0,05).
Sebelum dilakukan intervensi relaksasi spiritual untuk tingkat ansietas rata- rata
responden menunjukan mean 13,34 atau masuk ansietas kategori sedang dan
untuk tingkat stres menunjukan mean 17,17 atau masuk stres kategori ringan.
Sedangkan untuk hasil sesudah dilakukan intervensi relaksasi spiritual
menunjukan mean untuk tingkat ansietas 8,45 atau masuk ansietas kategori ringan
dan untuk tingkat stres 13,22 atau masuk stres kategori normal. Dari data
penelitian menunjukan setelah diberikan intervensi relaksasi spiritual tingkat
ansietas dan stres yang dialami responden memiliki kecenderungan menurun,
penurunan ansietas dan stres sebelum dan sesudah dilakukan intervensi sebesar
4,892 untuk tingkat ansietas dan 3,945 untuk tingkat stres.

Kondisi menurunnya tingkat ansietas dan stres responden, pada dasarnya


disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah kesadaran responden akan
kebutuhan spiritualnya dengan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT sehingga
mampu membentuk persepsi yang lain selain ketakutan yaitu keyakinan bahwa
stiap stresor akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan Allah SWT.
Intervensi relaksasi spiritual merupakan upaya/ strategi yang dilakukan peneliti
guna menghilangkan ansietas dan stres pada pasien tuberkulosis paru dengan cara
tindakan untuk menciptakan suatu keadaann yang tenang / rileks pada diri
seseorang yang berlandaskan pada pengetahuan spiritual yang berasal dari dalam
diri manusia sehingga dapat meningkatkan ketenangan dan kebijaksanaan dalam
diri pasien tuberkulosis paru untuk mengatasi ansietas dan stres yang dialami
selama sakit untuk lebih dekat dengan Tuhan dan menimbulkan ketenangan jiwa.
Hasil penelitian Saulia Safitri, Fuad Nashori, dan Indahria Sulistyarini (2017)
tentang efektivitas relaksasi zikir untuk menurunkan tingkat strespada penderita
diabetes melitus tipe 2 menunjukan bahwa terdapat perubahan tingkat dari
sebelum perlakuan dan setelah perlakuan, hasil penelitian menunjukan subjek
mengalami stres kategori sedang dan stres dengan kategori tinggi

39
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan
Ansietas dapat didefinisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa
gelisah, ketidak tentuan atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman
sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Ansietas terdiri dari beberapa
tingkat yaitu ansietas ringan, ansietas sedang, ansietas berat, dan panik.
Kecemasan mungkin hadir pada beberapa tingkat dalam kehidupan setiap
individu, tetapi derajat dan frekuensi dengan yang memanifestasikan berbeda
secara luas. Respon masing-masing individu memiliki kecemasan berbeda.
Tepi emosional yang memprovokasi kecemasan untuk merangsang kreativitas
atau kemampuan pemecahan masalah, yang lainnya dapat menjadi bergerak ke
tingkat patologis.
5.2 Saran
Diharapkan bagi mahasiswa khususnya perawat dapat memahami dan
mengerti serta dapat mengaplikasikan tindakan keperawatan secara intensif.
Serta mampu berpikir kritis dalam melaksanakan proses keperawatan apabila
mendapati klien dengan penyakit gangguan kejiwaan.Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya
keyakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa
besar serta ada konsekuensi sosial

40
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika
Doenges, Marilynn E. 2006, Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri.Jakarta:EGC.
Febrina, R & Malfasari, E.2018. Pengaruh Relaksasi Spiritual terhadap
Perubahan Tingkat Ansietas danStres Pasien Tuberkulosis Paru di RS PKU
Muhammadiyah Sruweng hal 250-260.Pekanbaru.Jurnal IPTEK Terapan
Hawari, D., 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Riyadi S dan Purwanto T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC.
Sumarsih,T.Wahyuningsih,T.Sawiji.2019.Pengaruh Relaksasi Spiritual terhadap
Perubahan Tingkat Ansietas danStres Pasien Tuberkulosis Paru di RS PKU
Muhammadiyah Sruweng hal 645-653.Gombong.URECOL
Sutejo, Ns. 2017. Keperawatan jiwa konsep dan praktik asuhan keperawatan
kesehatan jiwa: gangguan jiwa dan psikososial. Yogyakarta: PT PUSTAKA
BARU.
Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. (5th ed). Jakarta : EGC.
Tomb, Davit A. (2003). Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC
Videbecek, S. L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

41

Anda mungkin juga menyukai