Oleh Khaerul
Anam
H1A016047
Dosen Pembimbing
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan
Kasus yang berjudul “Gangguan Panik (F41.0) dan Gangguan Cemas
Menyeluruh (F41.1)” tepat pada waktunya. Tugas ini dibuat dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram, Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Tugas ini juga merupakan salah satu bentuk pembelajaran
dan peningkatan pemahaman terhadap kasus pada bagian ilmu penyakit dalam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan teman-teman yang
telah memberikan dukungan terhadap tugas ini. Terima kasih juga kepada dr.
Emmy Amalia, Sp.KJ selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan
dan masukan sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan panik atau dalam PPDGJ III disebut dengan anxietas
paroksismal episodik merupakan gangguan cemas kronis yang melemahkan
yang menunjukkan prevalensi seumur hidup sebesar 3-4% dari populasi
umum1. Gangguan panik ini sering dikaitkan dengan komorbiditas psikiatri
maupun kondisi medis umum lainnya, gangguan signifikan yang mempengaruhi
fungsi sehari-hari, kinerja, kualitas hidup, dan beban finansial yang relevan.2
Gambaran inti dari gangguan panik adalah serangan panik yang tak
terduga berulang yang ditandai dengan episode ketakutan atau ketidaknyamanan
yang bersifat tiba-tiba dan intens, dengan diikuti gejala somatik seperti nyeri
dada, palpitasi, dispnea, dan sesak napas2. Orang dengan gangguan panik yang
mengalami serangan ketakutan yang tiba-tiba dan berulang yang berlangsung
selama beberapa menit atau lebih lama disebut serangan panik. Serangan panik
ditandai dengan ketakutan akan bencana atau kehilangan kendali bahkan ketika
tidak ada bahaya nyata.3 Gangguan panik atau anxietas paroksismal episodik ini
dapat ditegakkan sebagai diagnosis utama jika tidak ada ditemukan adanya
gangguan anxietas fobik. Beberapa gangguan tersebut adalah agorafobia, fobia
sosial, fobia khas (terisolasi), gangguan anxietas fobik lainnya, dan gangguan
anxietas fobik YTT.1,4
Gangguan panik sering dimulai pada akhir masa remaja atau awal masa
dewasa. Prevalensi menunjukkan lebih banyak wanita daripada pria yang
mengalami gangguan panik. Namun tidak semua orang yang mengalami
serangan panik akan mengalami gangguan panik. Para peneliti telah
menemukan bahwa beberapa bagian otak, serta proses biologis, memainkan
peran yang besar dalam ketakutan dan kecemasan.3
Tatalaksana untuk orang dengan gangguan panik dapat dibagi mejadi
dua yaitu psikoterapi dan farmakoterapi. Jenis psikoterapi yang dapat
dilakukan untuk orang dengan gangguan panik adalah terapi psikoanalisis dan
psikodinamik, cognitive behavioral therapy (CBT), dan terapi humanistik5.
Untuk farmakoterapi yang dapat digunakan untuk menterapi gangguan panik
adalah selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), serotonin–
norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI), tricyclic antidepressants (TCAs),
dan benzodiazepine.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GANGGUAN PANIK
a. Definisi
Beberapa faktor yang dikatakan sebagai penyebab dan faktor risiko dari
gangguan panik adalah:5
• Genetik
• Lingkungan
Kombinasi interaksi genetik dan lingkungan dapat menyebabkan
terjadinya gangguan panik. Stress yang berat dan sikap yang lebih
sensitif terhadap stressor atau rentan terhadap emosi yang negatif
berhubungan dengan timbulnya gangguan panik. Transisi kehidupan
yang mempunyai pengaruh besar juga mempunyai peran besar seperti
lulus dari perguruan tinggi dan memasukin tempat kerja, menikah atau
memiliki anak, dan stress berat lainnya (seperti kematian orang yang
dicintai, perceraian, dan kehilangan pekerjaan). Selain itu, peristiwa
yang terjadi pada masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan seperti
kekerasan fisik atau seksual juga dapat meningkatkan terjadinya
gangguan panik pada masa dewasa.9
• Penyebab Lainnya
Kondisi medis seperti asma dan kebiasaan merokok juga dapat dikatakan
sebagai salah satu faktor risiko terjadinya gangguan panik. Serangan
panik juga dapat disebabkan oleh kondisi medis dan penyebab fisik
lainnya seperti prolaps katup mitral atau hipertiroidisme. Penyalahgunaan
zat, terutama stimulan (amfetamin, kokain, dan kafein), juga dapat
dihubungkan dengan timbulnya serangan dan gangguan panik10,11.
d. Patofisiologi
Pada teori biologis, terdapat faktor predisposisi genetik dan gangguan pada
fungsi sistem neurotransmitter tertentu di otak (noradrenergik, serotonin,
dopaminergik, GABA). Selama serangan panik terjadi reaksi vegetatif yang
berlebihan, dengan peningkatan tonus simpatis, dan juga terjadi peningkatan
sekresi dari katekolamin. Patofisiologi yang jelas dari gangguan panik
sebenarnya saat ini tidak diketahui. Namun, terdapat teori yang mengatakan
bahwa fungsi sistem neurotransmitter serotonin, norepinefrin, dopamin dan asam
gamma- aminobutirat (GABA) meiliki peranan penting:5
• Teori psikologis
4. Perasaan tersedak
Nyeri dada pada serangan panik biasanya sifatnya tajam seperti ditusuk
dan didapatkan ketidaknyamanan pada dada yang sulit dijelaskan
rasanya. Sedangkan, pada serangan jantung biasanya dada terasa seperti
ditekan dan ditindih olehbenda berat.
3. Onset dan durasi
Onset dari serangan panik seringkali tiba-tiba atau karena faktor stress
yang berat, namun untuk serangan jantung biasanya onsetnya terjadi
setelah seseorang melakukan aktivitas yang berat. Untuk durasi pada
serangan panik biasanya 20-30 menit dengan nyeri yang membaik dari
waktu ke waktu. Sedangkan, pada serangan jantung biasanya durasi lebih
lama dan akan menurun intesitasnya nyerinya dalam beberapa menit
hingga jam namun akan kembali meningkat setelahnya.
4. Pencetus
g. Tatalaksana
1. Psikoterapi
4. Terapi humanistik
Terapi humanistik (terapi yang berpusat pada klien, gestalt therapy, dan
terapi eksistensial) difokuskan pada kapasitas seseorang untuk membuat pilihan
rasional dalam menggunakan potensi mereka dan menerima tanggung jawab
untuk diri mereka sendiri. Terapi ini membantu orang untuk memahami apa
yang terjadi dengan mereka dan fokus pada situasi saat ini.14
5. Farmakoterapi
Terdapat beberapa obat yang telah dipelajari untuk digunakan pasien
dengan gangguan panik, namun tidak ada obat yang terbukti lebih baik daripada
obat lain yang digunakan dalam pengobatan pasien dengan gangguan panik.
Agen farmakologis dengan bukti yang cukup untuk mendukung penggunaannya
dalam pengobatan gangguan panik meliputi: 5
1. Antidepresan: selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI),
serotonin noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI), tricyclic
antidepressants (TCA) (Tabel 2.1)
2. Benzodiazepin (Tabel 2.2)
LAPORAN KASUS
Data diperoleh dari melalui autoanamnesis pada hari Sabtu, 15 Januari 2022
di Poli Jiwa Rumah Sakit Universitas Mataram.
5. Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien tidak tamat SD, cara bicara dan sudut pandang sesuai
dengan pendidikan pasien.
b. Riwayat Pekerjaan
c. Riwayat Pernikahan
d. Riwayat Agama
e. Aktivitas sosial
A. Status Generalis
• Tanda-tanda vital :
o Tekanan darah : 120/75 mmHg
o Nadi : 84 kali/menit, kuat angkat, regular
o Pernapasan : 18 kali/menit
o Suhu : 36,5°C
B. Status Lokalis : Tidak Dievaluasi
D. Pikiran
• Arus pikir : Koheren
• Bentuk pikir : Realistik
• Isi pikir : Preokupasi terhadap kecemasan dan keluhan yang
Dialami
E. Fungsi Intelektual
a. Orientasi: Kesan baik
G. Tilikan
Pasien memiliki tilikan derajat VI, yang berarti pasien mengakui dirinya
sakit dan faktor yang berhubungan dengan penyakitnya, menerapkan
dalam perilaku untuk mencapai perbaikan
Pada pasien ini ditemukan adanya serangan anxietas berat yang ditandai
oleh pusing, berdebar-debar, badan terasa dingin, lemas, gemetar, keringat
dingin, dan merasa dirinya akan mati. Keluhan-keluhan ini memenuhi kriteria
(a), karena sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya yang dihadapi oleh diri
pasien. Pasien juga mengaku bahwa keluhannya ini muncul secara tiba-tiba
tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Selain itu, selama pasien merasa kondisinya
membaik, pasien menjadi cenderung lebih waspada dan khawatir bahwa
keluhannya akan muncul kembali. Oleh karena itu, kondisi ini memenuhi
kriteria (b) dan (c) pada PPDGJ
III.
Selain mengalami gangguan panik, pasien ini juga memenuhi kriteria
diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1). Dalam mendiagnosis gangguan
cemas menyeluruh, pasien harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan atau situasi khusus
tertentu saja “free floating” atau “mengambang”. Gejala-gejala tersebut biasanya
mencakup unsur-unsur (a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti
diujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb) (b) ketegangan motorik (sakit kepala,
gelisah, gemetar, tidak dapat santai), dan (c) overaktivitas otonom (berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb).4 Kriteria diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh terpenuhi pada
keluhan pasien karena pasien mengeluhkan keluhannya ini muncul hampir setiap
hari dan terjadi selama sekitar 20 tahun. Pasien juga merasa cemas akan
mengalami kematian atau pingsan ketika keluar rumah dan sulit untuk
berkonsentrasi. Terdapat tanda-tanda ketegangan motorik pada pasien ini seperti
gelisah, gemetar, tidak dapat santai dan tanda-tanda overaktivitas otonom
(berkeringat, jantung berdebar-debar dan sesak napas).
5. Bonevski, D. & Naumovska , A., 2019. Panic Attacks and Panic Disorder.
s.l.:IntechOpen.
11. Hasler, G., 2015. Asthma and Panic in Young Adults: A 20-year Prospective
Community Study. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine, Volume 171.
13. Heart Health, 2021. How to Tell the Difference Between a Panic Attack and a
Heart Attack.[Online]
Available at: https://health.clevelandclinic.org/the -difference-between-panic-
attacks- and-heart-attacks/
14. Van Rijn, B. & Wild, C., 2013. Humanistic and Integrative Therapies for
Anxiety and Depression: Practice-based Evaluation of Transactional
Analysis, Gestalt and Integrative Psychotherapies and Person Centered
Counseling. Transactional Analysis Journal, 43(2).
15. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. Fak Kedokt Univ
Islam Indones. 2010;1:1–4.
16. Boland, R., Verduin, M. Kaplan & Sadocks: Synopsis of Psychiatry. 12th
Edition. Wolters Kluwer. 2022.
17. Saleh U. Anxiety Disorder (Memahami gangguan kecemasan: jenis-jenis,
gejala, perspektif teoritis dan Penanganan). Kesehatan. 2019;1(1):1–58.
18. Tomb D. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. EGC. 2008;6(January):96–110.
19. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi ke-3.
Jakarta Penerbit Bagian Ilmu Kedokt Jiwa, FK Unika Atma Jaya hal.
2007;36–41.