Anda di halaman 1dari 25

1

Penatalaksanaan Agorafobia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecemasan merupakan suatu perasaan yang difus, tidak menyenangkan,
rasa ketakutan yang samar, sering disertai oleh gejala otonom seperti sakit kepala,
berkeringat, jantung berdebar, rasa sesak di dada, rasa tidak nyaman di perut, dan
gelisah yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri dengan
tenang dalam jangka waktu yang lama.1
Gangguan kecemasan, termasuk didalamnya gangguan panik dan
agorafobia, fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif kompulsif, gangguan
stres pasca trauma, gangguan stress akut, gangguan kecemasan menyeluruh,
adalah salah satu gangguan mental yang paling sering terjadi di populasi umum.1
Pada pembahasan referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
penatalaksanaan salah satu gangguan kecemasan yaitu agorafobia yang erat
hubungannya dengan gangguan panik. Agorafobia dan gangguan panik adalah
gangguan psikiatrik dengan prevalensi seumur hidup yang cukup tinggi yaitu
sekitar 5 persen dari populasi. Prevalensi seumur hidup dari agorafobia berkisar
antara 0,6 hingga 6 persen. Dilaporkan satu dari dua puluh orang di Amerika
Serikat perna mengalami gangguan panik dengan prevalensi seumur hidup
sebanyak 3,8 persen untuk gangguan panik, 5,6 persen untuk serangan panik dan
2,2 persen untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak
memenuhi kriteria diagnosis lengkap. 2
Agorafobia yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu agora yang artinya di
pasar diluar ruangan dan fobos yang artinya ketakutan, adalah rasa takut atau
kecemasan berada sendirian di tempat-tempat publik atau di tempat yang sulit
untuk meloloskan diri. Keadaan ini mungkin merupakan fobia yang paling
mengganggu, karena terjadinya agorafobia dapat mengganggu secara bermakna

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

2
Penatalaksanaan Agorafobia

kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam situasi kerja atau di lingkungan


sosial di luar rumah. 1,3
Agorafobia dapat timbul pada orang yang tidak megalami serangan panik,
akan tetapi sebagian besar penderita yang datang untuk pengobatan mempunyai
riwayat serangan panik ataupun gangguan fobia sosial yang sangat berat yang
menimbulkan gejala yang mirip serangan panik. Penderita agorafobia pada
umumnya menghindari tempat terbuka yang ramai karena takut terjadi serangan
panik dari situasi tersebut. Sehingga, orang yang menderita agorafobia dapat
mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari yang sangat berat karena tidak
mampu pergi keluar dari tempat yang dirasakan aman seperti rumah, tidak dapat
keluar bekerja, membeli kebutuhan hariannya maupun untuk bersosialisasi.1

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

3
Penatalaksanaan Agorafobia

BAB 2
GANGGUAN KECEMASAN DAN AGOAFOBIA

2.1 Gangguan Kecemasan


2.1.1 Definisi
Kecemasan adalah suatu perasaan yang difus, tidak menyenangkan, rasa
ketakutan yang samar-samar, sering disertai oleh gejala otonom seperti sakit
kepala, berkeringat, jantung berdebar, rasa sesak di dada, rasa tidak nyaman di
perut, dan gelisah yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk duduk atau
berdiri dengan tenang dalam jangka waktu yang lama. Kecemasan merupakan
suatu sinyal waspada yang memperingatkan adanya bahaya / ancaman yang akan
datang dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
keadaan tersebut. Ancaman tersebut sumbernya tidak diketahui (unknown) dan
tidak jelas / samar-samar (vague). 1
Berdasarkan konsepnya, kecemasan merupakan respon normal dan adaptif
yang memiliki kualitas untuk menyelamatkan hidup dan memperingatkan
terhadap ancaman yang dapat menyebabkan kerusakan tubuh, rasa takut,
keputusasaan, atau frustasi. Keadaan tersebut mengarahkan seseorang untuk
mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah ancaman dan meringankan
akibatnya.1
2.1.2 Epidemiologi
Gangguan kecemasan merupakan salah satu gangguan psikiatri yang
paling sering terjadi. National Comorbidity Study melaporkan bahwa 1 dari 4
orang memenuhi kriteria diagnostik paling tidak salah satu dari gangguan
kecemasan serta didapatkan prevalensi 12 bulan sebesar 17,7 %. Wanita lebih
sering mengalami gangguan kecemasan dibandingkan dengan pria. Prevalensi
gangguan kecemasan semakin berkurang pada status ekonomi yang lebih tinggi. 1
2.1.3 Gejala
Gejala-gejala kecemasan memiliki dua komponen, yaitu kesadaran
terhadap sensasi fisiologis (seperti berdebar-debar dan berkeringat) dan kesadaran
terhadap rasa gugup atau takut. Gejala motorik dan viseral dari kecemasan antara

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

4
Penatalaksanaan Agorafobia

lain: pusing, hiperhidrosis, hiperrefleksia, hipertensi, palpitasi, midriasis pupil,


gelisah, takikardia, tremor, sakit perut, diare, dan sinkop. 1
Selain gejala-gejala tersebut di atas, rasa cemas juga mempengaruhi
kemampuan berpikir, persepsi dan belajar. Keadaan tersebut menghasilkan
kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya pada ruang dan waktu tetapi juga
pada orang dan arti suatu peristiwa. Distrosi tersebut dapat mengganggu belajar
dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat,
dan mengganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan hal lain. 1
2.1.4 Patofisiologi
1. Aspek psikologikal.
Teori Psikoanalitik.
Rasa cemas dianggap sebagai sinyal terhadap munculnya sesuatu yang
membahayakan di alam bawah sadar. Sebagai respon terhadap sinyal tersebut, ego
seseorang membentuk suatu mekanisme pertahanan untuk mencegah perasaan dan
pikiran yang tidak dapat diterima untuk tidak muncul ke alam sadar. Salah satu
konsekuensi yang tidak menguntungkan dengan menganggap gejala kecemasan
sebagai suatu gangguan bukannya sebagai suatu sinyal adalah sumber penyebab
kecemasan tersebut menjadi diabaikan. Tujuan terapi pada gangguan cemas bukan
untuk menghilangkan rasa cemas tersebut, melainkan untuk meningkatkan tingkat
toleransi seseorang terhadap rasa cemas itu, sehingga orang tersebut dapat
mengidentifikasi masalah yang menimbulkan rasa cemas.

Teori Perilaku.
Berdasarkan teori perilaku, rasa cemas timgul sebagai respon dari stimulus

lingkungan yang spesifik. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang


dibesarkan oleh ayah yang berlaku kasar, maka anak tersebut akan segera merasa
cemas jika ia melihat ayahnya. Dan jika di generalisasi, ia akan menjadi tidak
percaya dengan pria-pria lain disekitarnya. Pada model pembelajaran sosial,
seorang anak akan memunculkan rasa cemas dengan meniru kecemasan yang ada
lingkungannya, seperti meniru orang tuanya yang cemas.

Teori Eksistensi.
Teori eksistensi memberikan penjelasan mengenai gangguan cemas

menyeluruh, dimana sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi stimulus spesifik


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

5
Penatalaksanaan Agorafobia

yang menyebabkan rasa cemas yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi
adalah seseorang merasa hidup di dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas
adalah respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti.
2. Aspek Biologis.
Sistem Saraf Otonom.
Stimulus terhadap sistem saraf otonom menimbulkan beberapa gejala
tertentu yaitu pada sistem kardiovaskuler (palpitasi), sistem muskuloskeletal
(nyeri kepala), sistem gastrointestinal (diare), dan sistem respirasi (takipneu).
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan kecemasan, terutama pasien
dengan serangan panik, menunjukkan peningkatan tonus simpatetik, yang
beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli sedang.

Neurotransmitter.
o Epinephrine
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan
berupa serangan panik, insomnia, terkejut, autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinefrin pada gangguan kecemasan adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas mendadak. Badan sel pada sistem noradrenergik terutama berlokasi di
lokus seruleus di pons rostral, dan memiliki akson yang menjurus ke korteks
serebral, system limbik, medulla oblongata dan medulla spinalis. Percobaan pada
primata telah menunjukkan bahwa stimulasi pada lokus seruleus menghasilkan
suatu respon ketakutan pada binatang dan ablasi pada daerah yang sama
merintangi atau bahkan sama sekali menghambat kemampuan binatang untuk
membentuk suatu respon ketakutan.
Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pada pasien dengan gangguan
panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik (Isoproterenol) dan antagonis
reseptor -2 adrenergik (Yohombin / yocon) dapat mencetuskan serangan panik
secara lebih sering dan lebih berat. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebagai
agonis reseptor -2 adrenergik dapat menurunkan gejala kecemasan pada
beberapa situasi percobaan dan terapeutik.
o Serotonin

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

6
Penatalaksanaan Agorafobia

Ditemukannya banyak tipe reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian


akan peran serotonin dalam pathogenesis gangguan kecemasan. Berbagai jenis
stress akut dapat menyebabkan peningkatan 5-hydroxytryptamine (5-HT) pada
korteks prefrontal, nucleus accumbens, amigdala dan hipotalamus lateral.
Ketertarikan dalam hubungan tersebut pertama kali dimotivasi oleh pengamatan
bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapeutik pada beberapa
gangguan kecemasan, seperti contoh clomipramine (Anafril) pada gangguan
obsesif kompulsif. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu agonis reseptor
serotonergik tipe 1A, pada pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan
kemungkinan adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel dari
sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di nucleus raphe di batang otak
rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistem limbik (khususnya amigdala dan
hipokampus), dan hipotalamus.
o GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan dapat sangat terlihat dari
efektivitas obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada
reseptor GABA tipe A. Meskipun benzodiazepine potensi rendah paling efektif
terhadap gejala gangguan kecemasan menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi
seperti alprazolam dan clonazepan ditemukan efektif dalam terapi gangguan
serangan panik.
3. Aspek Neuroanatomi.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem
limbik juga memiliki reseptor GABAA dalam konsentrasi yang tinggi. Penelitian
ablasi dan stimulasi pada primata juga menunjukkan bahwa sistem limbik
berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua daerah pada sistem limbik telah
menarik

perhatian

peneliti,

yaitu

peningkatan

aktivitas

pada

jalur

septohipokampus yang diduga berkaitan dengan kecemasan, dan girus singulata


yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif.

Korteks Serebral
Korteks serebral frontalis berhubungan dengan regio parahipokampus,
girus singulata, dan hipotalamus, sehingga diduga terlibat dalam menyebabkan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

7
Penatalaksanaan Agorafobia

gangguan kecemasan. Korteks temporalis juga dikaitkan dengan patofisiologis


gangguan cemas. Hubungan tersebut didasarkan pada kemiripan presentasi klinis
dan elektrofisiologi (EEG) antara beberapa pasien dengan epilepsi lobus
temporalis dan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
4. Aspek Genetik.
Penelitian genetik telah menghasilkan data yang kuat bahwa terdapat suatu
komponen genetik yang berperan terhadap penkembangan gangguan kecemasan.
Hereditas telah diakui sebagai faktor predisposisi perkembangan gangguan
kecemasan. Hampir separuh dari pasien dengan gangguan kecemasan juga
memiliki seseorang dalam keluarganya yang mengalami gangguan yang serupa.
Data dari kelahiran kembar juga mendukung hipotesis gen yang berperan dalam
kelainan gangguan kecemasan.
5. Brain-imaging Studies.
Pada suatu penelitian struktural dengan CT scan dan MRI menunjukkan
peningkatan ukuran ventrikel otak. Pada suatu penelitian, peningkatan ukuran
ventrikel otak terkait dengan lama waktu pasien menggunakan benzodiazepine.
Pada suatu penelitian MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporalis kanan
ditemukan pada pasien dengan gangguan panik. Beberapa penelitian pencitraan
otak lainnya juga menunjukkan adanya temuan abnormal pada hemisfer kanan
otak tetapi tidak pada hemisfer kiri. Hal ini menunjukkan bahwa keasimetrisan
serebral mungkin penting dalam perkembangan gejala gangguan kecemasan pada
pasien tertentu. Penelitian pencitraan fungsional otak, sebagai contoh positron
emission tomography (PET), single photon emission computed tomography
(SPECT), dan electroencephalography (EEG), menunjukkan penemuan abnormal
pada korteks frontalis, area oksipitalis dan temporalis pada pasien dengan
gangguan kecemasan, sedangkan girus hipokampus pada penelitian mengenai
gangguan panik. Pada gangguan obsesif kompulsid diduga terdapat kelainan pada
nucleus kaudaus. Pada Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pencitraan
fungsional otak menunjukkan peningkatan aktivitas pada amigdala.
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR), gangguan kecemasan terdiri dari 1:
1) Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia;
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

8
Penatalaksanaan Agorafobia

2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Agorafobia dengan atau tanpa gangguan panik;


Fobia spesifik;
Fobia sosial;
Gangguan obsesif kompulsif;
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD);
Gangguan stress akut;
Gangguan kecemasan menyeluruh.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III (PPDGJ-III), gangguan cemas dikaitkan dengan gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40 F48).

F40 F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN


GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxietas Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia Sosial
F40.2 Fobia Khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan Anxietas Fobik Lainnya
F40.9 Gangguan Anxietas Fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F43 Reaksi terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi)
F45 Gangguan Somatoform
F48 Gangguan Neurotik Lainnya
Pada pembahasan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai agorafobia dan
penatalaksanaannya. 3

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

9
Penatalaksanaan Agorafobia

2.2 Agorafobia
2.2.1 Definisi
Agorafobia adalah rasa takut atau kecemasan berada sendirian di tempattempat publik atau di tempat yang sulit untuk meloloskan diri. Keadaan ini
mungkin merupakan fobia yang paling mengganggu, karena terjadinya agorafobia
dapat mengganggu secara bermakna kemampuan seseorang untuk berfungsi di
dalam situasi kerja atau di lingkungan sosial di luar rumah. Sebagian besar
peneliti di bidang gangguan panik percaya bahwa agorafobia hampir selalu
berkembang sebagai komplikasi pada pasien yang memiliki gangguan panik. 1
2.2.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian prevalensi seumur hidup agorafobia berkisar antar
26 %. Penelitian tentang agorafobia pada lingkungan psikiatri telah melaporkan
bahwa sekurangnya tiga perempat pasien yang terkena agorafobia juga menderita
gangguan panik. 1
2.2.3 Etiologi
1. Faktor Biologis
Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin
dan Gamma-Amino-Butyric Acid (GABA). Disfungsi serotonergik cukup jelas
dalam gangguan panik dan berbagai studi dengan campuran obat agonis-antagonis
serotonin telah menunjukkan tingkat peningkatan kecemasan. Bukti praklinis
menunjukkan bahwa hambatan lokal transmisi GABAergic di basolateral
amigdala, otak tengah, dan hipotalamus dapat menimbulkan respon fisiologis
kecemasan. Data biologis telah menyebabkan fokus pada batang otak (terutama
neuron noradrenergik dari lokus seruleus dan neuron serotonergik di nucleus
raphe medialis), sistem limbik (kemungkinan bertanggung jawab untuk terjadinya
kecemasan yang terjadi lebih dahulu), dan korteks prafrontalis (kemungkinan
bertanggung jawab untuk terjadinya penghindaran fobia).
Penelitian pencitraan otak (sebagai contoh dengan menggunakan magnetic
resonance imaging / MRI) pada pasien dengan gangguan panik telah
menunjukkan patologi di lobus temporalis, khususnya hipokampus. Sebuah
penelitian dengan MRI melaporkan adanya keadaan abnormalitas, khususnya
atrofi kortikal, pada lobus temporalis kanan pasien dengan gangguan panik.
Penelitian pencitraan fungsional otak (sebagai contoh dengan menggunakan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

10
Penatalaksanaan Agorafobia

positron emission tomography / PET) telah menunjukkan suatu disregulasi aliran


darah serebral. Secara spesifik, gangguan kecemasan dan serangan panik dapat
disertai dengan vasokonstriksi serebral yang dapat menyebabkan gejala system
saraf pusat, seperti pusing, dan gejala system saraf perifer yang mungkin
diakibatkan oleh hiperventilasi dan hipokapnia. 1
2. Faktor Genetik
Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan risiko gangguan
panik sebesar empat sampai delapan kali lipat pada sanak saudara derajat pertama
pasien dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat
pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Penelitian terhadap anak
kembar yang telah dilakukan sampai sekarang melaporkan bahwa kembar
monozigotik adalah lebih memungkinkan untuk menjadi sesuai untuk gangguan
panik dibandingkan dengan kembar dizigotik. 1
3. Faktor Psikososial
Teori Kognitif Perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respons yang
dipelajari, baik dari perilaku orang tua atau melalui proses pengkondisian klasik
(the process of classic conditioning). Dalam proses pengkondisian klasik dari
gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, suatu stimulus yang berbahaya
(contoh: serangan panik) yang terjadi dengan suatu stimulus netral (contoh: naik
bus) dapat menyebabkan penghindaran stimulus netral. 1

Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik memandang

serangan panik sebagai akibat dari

pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan


kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan
menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatic.
Pada agorafobia, teori psikoanalitik menekankan kematian orang tua ada masa
anak-anak dan riwayat kecemasan terhadap suatu perpisahan (separation anxiety).
Sendirian di tempat public menghidupkan kembali kecemasan masa anak-anak
mengenai ditelantarkan. Mekanisme pertahanan yang digunakan adalah represi,
pengalihan, penghindaran dan simbolisasi. Perpisahan traumatic pada masa anak-

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

11
Penatalaksanaan Agorafobia

anak dapat mempengaruhi perkembangan system sarafnya dalam cara tertentu


sehingga anak menjadi rentan terhadap kecemasan pada masa dewasanya. 1

2.2.4 Tanda dan Gejala


Pasien dengan agorafobia sangat menghindari situasi dimana akan sulit
untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka ditemani oleh seorang teman atau
anggota keluarga di tempat-tempat tertentu seperti di jalanan yang sibuk, toko
yang ramai, ruang yang tertutup seperti di terowongan, jembatan, elevator, dan di
kendaraan tertutup seperti kereta bawah tanah, bus, pesawat udara. Pasien
mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah.
Pada kasus yang lebih parah, pasien mungkin akan menolak untuk keluar rumah.
Jika disertai dengan serangan panik, maka akan timbul tanda fisik berupa
takikardia, palpitasi, sesak nafas, dan berkeringat. Serangan dapat berlangsung
selama 20 30 menit namun jarang lebih dari 1 jam.
Gejala depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia.
Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri pada orang dengan gangguan
panik adalah lebih tinggi dibandingkan dengan orang tanpa gangguan mental.
Oleh karena itu, klinisi harus menyadari risiko bunuh diri ini. 1

2.2.5 Diagnosis
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV
(DSM-IV-TR). 1
Kriteria untuk Agorafobia.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

12
Penatalaksanaan Agorafobia

Catatan:Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan


diagnosis spesifik di mana terdapat agorafobia (misalnya: gangguan panik dengan
agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.
A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan
sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau dimana kemungkinan tidak
terdapat pertolongan saat tidak terduga atau situasi yang mempredisposisi
serangan panik atau gejala mirip panik. Ketakutan agorafobik secara khas
menyangkut kelompok atau situasi karakteristik meliputi berada di luar rumah
sendirian, berada di tempat ramai atau berdiri di barisan, berada di jembatan,
dan bepergian dengan bus, kereta atau mobil.
Catatan:
Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas
pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia social jika
penghindaran terbatas pada situasi social.
B. Situasi dihindari (misalnya jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah
dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan
serangan panik atau gejala mirip panik, atau perlu di dampingi teman.
C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
mental lain, seperti fobia social, fobia spesifik, Obesive-Compulsive disorder
(OCD), posttraumatic stress disorder (PTSD), atau gangguan kecemasan
berpisah (separation anxiety disorder).

300.01 Gangguan Panik tanpa Agorafobia.


Kriteria Diagnostik:
A. Kedua-duanya (1) dan (2):
(1) Serangan panik rekuran / berulang yang tidak terduga.
(2) Paling kurang satu serangan diikuti oleh paling kurang 1 bulan (atau lebih)
berikut ini:
a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
b) Ketakutan mengenai arti serangan atau akibatnya (misalnya,
kehilangan kendali, menderita serangan jantung, menjadi gila)
c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

13
Penatalaksanaan Agorafobia

B. Tidak terdapat agorafobia


C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme).
D. Serangan panik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia

social,

fobia

spesifik,

Obesive-Compulsive

disorder

(OCD),

posttraumatic stress disorder (PTSD), atau gangguan kecemasan berpisah


(separation anxiety disorder).

300.21 Gangguan Panik dengan Agorafobia.


Kriteria Diagnostik:
A. Kedua-duanya (1) dan (2):
(1) Serangan panik rekuran / berulang yang tidak terduga.
(2) Paling kurang satu serangan diikuti oleh paling kurang 1 bulan (atau lebih)
berikut ini:
a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
b) Ketakutan mengenai arti serangan atau akibatnya (misalnya,
kehilangan kendali, menderita serangan jantung, menjadi gila)
c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
B. Terdapat agorafobia
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme).
D. Serangan panik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia

social,

fobia

spesifik,

Obesive-Compulsive

disorder

(OCD),

posttraumatic stress disorder (PTSD), atau gangguan kecemasan berpisah


(separation anxiety disorder).

300.22 Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.


Kriteria Diagnostik:
A. Adanya agorafobia berhubungan denga rasa takut mengalami gejala mirip
panik (misalnya, pusing atau diare).
B. Tidak pernah memenuji criteria untuk gangguan panik.
C. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

14
Penatalaksanaan Agorafobia

penyalahgunaana zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum.


D. Jika terdapat hubungan dengan suatu kondisi medis umum yang ditemukan,
rasa takut yang dijelaskan dalam kriteria A secara jelas melebihi dari yang
biasanya dihubungkan dengan kondisi tersebut.

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III


(PPDGJ-III).2
F40.0 Agorafobia
Pedoman Diagnostik:
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
a) Gejala psikologis atau pun otonomik yang timbul harus merupakan manifetasi
primer dari anxietas dan bukan merupakan sekunder dari gejala lain seperti
waham atau pikiran obsesif;
b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam)
sekurangnya dua dari situasi berikut: banyak orang, tempat-tempat umum,
bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau sidah merupakan gambaran yang
menonjol.
F40.00 Agorafobia Tanpa Gangguan Panik.
F40.01 Agorafobia Dengan Gangguan Panik.
2.2.6 Diagnosis Banding

Gangguan medis: penyakit kardiovaskular, penyakit pulmonal, penyakit


neurologis, penyakit endokrin, intoksikasi obat, halusinogen, putus obat, dan

kondisi medis lainnya.


Gangguan mental: gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian

paranoid, gangguan kepribadian menghindar.


Fobia spesifik dan fobia sosial.

2.2.7 Prognosis
Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan
panik. Jika gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

15
Penatalaksanaan Agorafobia

berjalannya waktu. Untuk mendapatkan reduksi agorafobia yang cepat dan


lengkap, terapi perilaku kadang diperlukan. Agorafobia tanpa riwayat gangguan
panik sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis, dan gangguan
depresif dan ketergantungan alkohol sering kali mempersulit jalannya.

BAB 3
PENATALAKSANAAN AGORAFOBIA

Sebagian besar penyebab agorafobia adalah gangguan panik. Jika


gangguan panik diobati, agorafobia sering kali menunjukan perbaikan seiring
dengan berjalannya waktu. Dengan terapi, sebagian besar pasien agorafobia
mengalami perbaikan. Beberapa terapi dari agorafobia adalah farmakoterapi,
terapi kognitif dan perilaku, terapi psikososial lain, dan kombinasi dari psikoterapi
dan farmakoterapi.
3.1 Farmakoterapi
Obat trisiklik dan tetrasiklik, inhibitor monoamin oksidase (MAOIs-monoamine
oxidase inhibitor), inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRIs-serotoninspesific reuptake inhibitors) dan benzodiazepine merupakan golongan obat yang
efektif dalam terapi gangguan panik

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

16
Penatalaksanaan Agorafobia

Jenis Obat
SSRIs
Paroxetine
Paroxetine CR
Fluoxetine
Sertaline
Fluvoxamine
Citalopram
Escitlopram
Tricyclic Antidepressants
Clomipramine
Imipramine
Desipramine

Dosis awal (mg)

Dosis maintenance (mg)

5-10
12.5-25
2-5
12.5-25
12.5
10
10

20-60
62.5
20-60
50-200
100-150
20-40
20

5-12.5
10-25
10-25

50-125
150-500
150-200

Benzodiazepines
Alprazolam
0.25-0.5 tid
0.5-2 tid
Clonazepam
0.25-0.5 bid
0.5-2 bid
Diazepam
2-5 bid
5-30bid
Lorazepam
0.25-0.5 bid
0.5-2 bid
MAOIs
Phenelzine
15 bid
15-45 bid
Tranylcpromine
10 bid
10-30 bid
RIMAs
Moclobemide
50
300-600
Brofaromine
50
150-200
Atypical Antidepressants
Venlafaxine
6.25-25
50-150
Venlafaxine XR
37.5
150-225
Other Agents
Valproic Acid
125 bid
500-750 bid
Inositol
6000 bid
6000
Tabel 1.1 Rekomendasi dosis untuk terapi anti panik
3.1.1

Obat trisiklik dan tetrasiklik


Obat trisiklik merupakan antidepresan yang umum digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk gangguan panik. Golongan obat trisiklik ini dapat
dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu golongan trisiklik primer, tetrasiklik
amin sekunder (nortripyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine,
amitriptyln).
Golongan

obat

trisiklik

bekerja

dengan

menghambat

reuptake

neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja


sebagai penghambat reuptake norepinefrine, sedangkan amin tersier menghambat
reuptake serotonin pada sinaps neuron.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

17
Penatalaksanaan Agorafobia

Diantara obat-obat trisiklik, clomipramine dan imipramine adalah yang


paling efektif dalam pengobatan gangguan panik. Pengunaan clomipramine dan
imipramine harus dimulai dari dosis rendah, 10 mg per hari dan dititrasi perlahanlahan pada awalnya dengan 10 mg sehari tiap dua sampai hari, selanjutnya lebih
cepat dengan 25 mg sehari tiap dua sampai tiga hari, jika dosis rendah ditoleransi
dengan baik. Efek samping yang paling sering yang menyebabkan ketidak
patuhan pasien dalam minum obat adalah overstimulasi selama awal terapi.
Overstimulasi dapat dihindari dengan menggunakan jadwal titrasi dosis secara
perlahan-lahan. Pasien gangguan panik memerlukan dosis penuh clomipramine
dan imipramine dan biasanya memerlukan waktu yang lama untuk menunjukan
respon, biasanya 8 sampai 12 minggu. 1
3.1.2

Inhibitor monoamin oksidase (MAOIs) dan Reversibel inhibitor monoamin


oksidase (RIMAs)
Obat ini menghalangi aktivitas monoamine oksidase, enzim yang
menghancurkan monoamine neurotransmitters norephinerfin, serotonin dan
dopamin.
Inhibitor monoamin oksidase (MAOIs) juga efektif di dalam pengobatan
gangguan panik. Beberapa penelitian menunjukan MAOIs lebih efektif
dibandingkan obat trisiklik dan pada pasien yang tidak memberikan respon pada
pengobatan

trisiklik,

memberikan

respon

yang

baik

pada

pengobatan

menggunakan MAOIs. Jika pasien gangguan panik diobati dengan MAOIs, pasien
tampak tidak mengalami efek samping awal overstimulasi seperti yang terjadi
pada obat trisiklik. Dosis MAOIs harus mencapai dosis yang digunakan untuk
pengobatan depresi dan harus berlangsung 8-12 minggu. 1
Reversibel inhibitor monoamin oksidase (RIMAs) sebagai contoh moclobemide
dan brofaromine tidak seperti MAOIs, obat golongan ini tidak meerlukan
pantangan makanan karena interaksi obat dengan makanan maupun dengan obat
lain sangat minimal dan dapat ditolerasi dengan baik. Dari hasil penelitian
moclobemide didapatkan memiliki efektifitas yang sama seperti fluoxetin atau
clomipramine dalam terapi gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia dan
brofaromine memiliki efektifitas yang sama dengan clomipramine atau
fluvoxamine namun tidak memiliki efek samping yang ditimbulkan oleh
ireversibel inhibitor monoamin oksidase (MAOIs)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

18
Penatalaksanaan Agorafobia

3.1.3

Inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRIs)


Obat golongan ini mencakup fluxetine, citalopram dan setraline. SSRIs
dinilai memiliki efektifitas yang sama dengan obat trisiklik dan jauh lebih baik
ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal
karena kerjanya yang kurang mempengaruhi sistem kolinergik, adrenergik dan
histaminergik. Karena kerjanya yang efektif dan memiliki efek samping yang
minimal SSRIs merupakan terapi lini pertama untuk gangguan panik akut dengan
atau tanpa agorafobia dan terapi jangka panjang yang dikombinasikan dengan
golongan benzodiazepine. Obat diberikan 3-6 bulan atau lebih tergantung kondisi
individu agar kadar stabil dalam darah dan mencegah kekambuhan. Jika respon
yang dihasilkan minimal atau tidak memberikan respon yang baik setelah terapi
selama 6 minggu, dosis obat dapat dinaikan setiap 2 minggu, dan jika setelah
dinaikan sampai dosis maksimum tidak memberikan reaksi maksimal maka
pertimbangkan untuk menganti terapi dengan SSRI jenis lain atau obat dari
golongan lain. Interaksi farmako yang berbahaya akan terjadi bila SSRIS
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin
secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia,
kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital. 1,7,8

3.1.4

Benzodizepin
Pemakaian benzodiazepine dalam pengobatan gangguan cemas adalah
terbatas karena dapat menyebabkan ketergantungan, gangguan kognitif dan
penyalahgunaan. Terapi benzodiazepine dapat digunakan pada gangguan panik
karena memiliki onset yang lebih cepat (onset satu sampai dua minggu, mencapai
puncak pada empat sampai delapan minggu) dibandingkan farmakoterapi lainnya.
Pada beberapa pasien klinis dapat memulai pengobatan dengan suatu
benzodiazepine, dan mentritasi obat lain (sebagai contoh clomipramine) dan
selanjutnya menghentikan perlahan-lahan (tapering off) (selama empat sampai
sepuluh minggu) benzodiazepine setelah delapan sampai dua belas minggu.
Beberapa contoh golongan benzodiazepin yang digunakan adalah alprazolam,
clonazepam, lorazepam. Sebagai contoh alprazolam memiliki awitan kerja cepat,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

19
Penatalaksanaan Agorafobia

dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu setelah itu perlahan-lahan diturunkan


dosisnya sampai akhirnya dihentikan. 1,3

3.1.5

Kegagalan Pengobatan
Jika suatu obat dari satu kelas (sebagai contoh golongan trisiklik) tidak
efektif, maka suatu obat dari golongan yang berbeda harus dicoba. Jika
pengobatan dengan satu obat tidak efektif maka kombinasi obat dapat dicoba
(sebagai contoh golongan benzodiazepin dan golongan trisiklik; suatu golongan
SSRIs dan golongan trisiklik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa antikonvulsan sebagai contoh carbamazepine dan asam valproat adalah efektif dalam
pengobatan gangguan panik. Golongan inhinitor saluran kalsium (CCB) juga
efektif dalam pengobatan gangguan panik sebagai contohnya verapamil.
Jika

dihadapkan

dengan

kegagalan

pengobatan

maka

harus

mempertimbangkan beberapa hal yaitu pertimbangkan kembali diagnosa, menilai


kepatuhan pasien terhadap pengobatan (dapat dengan mengukur konsertrasi obat
dalam plasma), dan mempertimbangkan kemungkinan faktor penyulit (diagnosa
psikiatrik komorbid sebagai contoh depresi dan penggunaan alkohol, marijuana
dan zat lain. 1

3.1.6 Lama Farmakoterapi


Jika pengobatan gangguan panik efektif, pengobatan biasanya dilanjutkan
selama delapan sampai dua belas bulan. Gangguan panik adalah suatu keadaan
yang kronis dan kemungkinan bertahan seumur hidup yang akan kambuh jika
pengobatan dihentikan. Pasien kemungkinan kambuh jika mereka diobati dengan
benzodiazepine dan terapi benzodiazepine dihentikan secara tiba-tiba yang
menyebabkan gejala putus zat. 1

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

20
Penatalaksanaan Agorafobia

3.2 Terapi kognitif dan perilaku


Terapi lain yang dilakukan selain farmakoterapi adalah terapi kognitif dan
perilaku
3.2.1 Terapi kognitif perilaku
Fokus dari terapi kognitif adalah instruksi mengenai keyakinan salah dari
pasien dan informasi mengenai serangan panik. Instruksi mengenai keyakinan
yang salah dari pasien adalah melakukan restrukturisasi kognitif yaitu membentuk
kembali pola pikir dan perilaku irasional dan mengantinya menjadi yang lebih
rasional berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru menginterpretasikan
sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda ancaman serangan panik, kiamat atau
kematian. Informasi tentang serangan panik adalah bahwa serangan panik jika
terjadi tidak akan mengancam kehidupan. Terapi biasanya berlangsung 30-45
menit dan pasien kemudia diberikan pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap
hari mengenai pengalaman hidup setiap hari dan bagaimana menyikapi setiap
peristiwa yang terjadi kemudia akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Terapi
ini biasanya memerlukan 10-15 kali pertemuan bisa kurang maupun lebih
tergantung dari kondisi masing-masing individu.
Penerapan relaksasi. Diberikan pada hampir semua individu yang mengalami
gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia. Tujuan penerapan relaksasi
(contohnya relaksasi Hebert Benson) adalah untuk meredahkan secara relatif cepat
serangan panik dan memberikan pasien rasa kendali mengenai tingkat panik dan
serangan panik 1,3,7,8
3.2.2 Latihan pernapasan
Hiperventilasi yang bersamaan dengan serangan panik kemungkinan
disertai dengan beberapa gejala seperti rasa pening dan pusing, suatu pendekatan
langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien bagaimana
mengendalikan dorongan untuk melakukan hiperventilasi. Setelah latihan
tersebut,

pasien

dapat

menggunakan

teknik

tersebut

untuk

membantu

mengendalikan hiperventilasi selama satu serangan panik. Prinsipnya adalah


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

21
Penatalaksanaan Agorafobia

melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu mengeluarkan dengan
lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan mengsugesti pikiran ke arah
yang ingin di capai (Konstruktif). Latihan ini akan berlangsung sekitar 20-30
menit yang dibimbing oleh dokter kemudia nantinya pasien dapat melakukan
sendiri setiap harinya di rumah.1,3

3.2.3 Pemaparan in vivo


Pemaparan in vivo digunakan sebagai terapi perilaku primer untuk
gangguan panik. Teknik melibatkan pemaparan yang semakin besar/sering
terhadap stimulus yang ditakuti; dengan berjalannya waktu, pasien mulai peka
terhadap pengalaman yang dirasakan. Sebelumya fokus dari terapi adalah pada
stimulasi eksternal. Sekarang ini, teknik ini sudah termasuk paparan pasien
dengan sensasi takut interensik. (sebagai contoh, takipnea dan takut mengalai
serangan panik). 1

3.3.Terapi psikososial lain


3.3.1 Terapi keluarga
Keluarga pasien dengan gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia
mungkin menjadi kesulitan dan terganggu dengan perjalanan gangguan tersebut.
Terapi keluarga bertujuan untuk memgarahkan keluarga untuk membantu
mendidik dan mendukung pasien dengan gangguan panik dan adorafobia. Terapi
dalam keluarga sering kali membantu dan memberikan manfaat bagi kesembuhan
pasien. 1

3.3.2 Psikoterapi berorientasi tilikan


Psikoterapi beroreintasi tilikan dapat bermanfaat dalam pengobatan
gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia. Pengobatan memusatkan pada
membantu pasien memahami arti sadar terhadap kecemasannya, simbolisme
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

22
Penatalaksanaan Agorafobia

situasi yang dihindari, kebutuhan untuk merepresi/menekan dorongan, dan


kemajuan sekunder dari gejala. 1

3.4 Kombinasi Psikoterapi dan Farmakoterapi


Meskipun farmakoterapi adalah efektif dalam menghilangkan gejala
primer gangguan panik, psikoterapi mungkin diperlukan untuk mengobati gejala
sekunder. Menurut Glen O Gabbard, pasien dengan gangguan panik sering kali
memerlukan kombinasi terapi obat dan psikoterapi. Pasien dengan serangan panik
dan agrofobia yang telah diterapi pengendalian gejala dengan farmakoterapi
sering kali enggan untuk kembali ke kehidupan pada umumnya disebabkan oleh
ketakutan. Maka disini diperlukan psikoterapeutik untuk mengendalikan
ketakutannya. Beberapa pasien sering kali menolak pengobatan farmakoterapi
dikarenakan mereka percaya bahwa hal tersebut memyebabkan stigma bagi
mereka sebagai penderita gangguan mental, sehingga psikoterapeutik diperlukn
untuk membantu mereka mengerti dan menghilangkan penolakan terhadap
farmakoterapi. Untuk rencana pengobatan yang menyeluru dan efektif, pasien
memerlukan pendekatan psikoterapeutik disamping farmakoterapi yang sesuai.
Pada semua pasien dengan gejala gangguan panik atau agorafobia, pemeriksaan
psikodinamik yang cermat akan membantu menahan peran faktor biologis dan
dinamik. 1,2,8

BAB 4
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

23
Penatalaksanaan Agorafobia

KESIMPULAN
Berbagai farmakoterapi, terapi kognitif dan perilaku adalah efektif untuk
mengobati gangguan panik akut dan pengobatan jangka panjang gangguan panik
dengan atau tanpa agorafobia. Terapi akut lini pertama dari gangguan panik
dengan atau tanpa agorafobia adalah obat-obatan dari golongan inhibitor ambilan
kembali spesifik serotonin(SSRIs) seperti paroxetine, fluoxetine, sertaline,
fluvoxamine, citalopram, escitlopram.2,8
Obat-obatan lain yang terbukti efektif dalam pengobatan gangguan panik dengan
atau tanpa agorafobia adalah obat trisiklik, inhibitor monoamin oksidase (MAOIs)
dan benzodiazepine. Obat-obatan trisiklik dinilai efektif dalam terapi gangguan
panik dengan atau tanpa agorafobia namun pengunaannya dibatasi oleh efek
samping yang ditimbulkan. Sedangkan golongan inhibitor monoamin oksidase
juga efektif untuk mengobati gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia
namun dapat menimbulkan efek samping dan interaksi dengan obat lain dan
makanan. Obat golongan reversible inhibitor monoamin oksidase (RIMAs) seperti
moclobemide dan brofaromine tidak menimbulkan interaksi dengan makanan,
memiliki interaksi obat lebih sedikit dibandingkan MAOIs dan ditoleransi lebih
baik. Golongan benzodiazepine potensi tinggi sepperti lorazepam, alprazolam,
clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik dengan atau tanpa
agorafobia sebagai monoterapi maupun terapi kombinasi dengan SSRI. Meskipun
kerja golongan benzodiazepin dinilai efektif, cepat dan dapat ditoleransi dengan
baik, namun dapat menimbulkan efek samping berupa kekambuhan kecemasan,
gangguan memori, sindrom putus obat, ketergantungan dan dapat pula
disalahgunakan.1,2,5
Dalam pengobatan jangka panjang, efek terapi perlu dipertahankan
ataupun ditingkatkan, menunjukan petingnya pengobatan dalam jangka panjang.
Penghentian obat dapat menyebabkan kekambuhan pada sebagian besar pasien.2
Terapi kognitif dan perilaku adalah juga efektif untuk gangguan panik
dengan atau tanpa agorafobia yang lebih baik dibandingkan farmakoterapi saja
untuk pengobatan akut maupun jangka panjang. Farmakoterapi adalah efektik
untuk mengobati gejala primer sedangkan psikoterapi diperlukan untuk mengobati
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

24
Penatalaksanaan Agorafobia

gejala sekunder, sehingga kombinasi farmako terapi dan psikoterapi memberikan


hasil yang lebih baik dibandingkan farmakoterapi saja.1,2,8

DAFTAR PUSTAKA
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

25
Penatalaksanaan Agorafobia

1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadocks Synopsis
of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
2. Pull CB, Damsan C. Pharmacotherapy of panic disorder. Neuropsychiatr Dis
Treat. 2008; 4(4): 779795
3. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi
ke-dua; 2010.
4. Maslim R. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya, Jakarta, 2003
5. Setiabudi R, Nafrialdi. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Ed.5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
6. Maslim R. penggunaan klinis obat psikotropika. Edisi ke-tiga, Desember
2001;p14.
7. Preda A. Phobic disorder. 2014 [cited: 7 Juli 2015] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/288016-overview
8. Memon MA. Panic disorder. 2015 [cited: 7 Juli 2015] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/287913-overview

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Dharma Graha


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 22 Juni 25 Juli 2015

Anda mungkin juga menyukai