REFERAT
PSIKIATRI MILITER
Disusun Oleh:
Pembimbing Klinik
dr. Merry Tjandra, M. Kes, Sp.KJ
1
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
2
BAB I
PENDAHULUAN
Rasio wanita dan laki-laki adalah kirakira 2:1, usia onset sukar untuk
ditentukan, karena sebagian besar pasien melaporkan bahwa mereka
mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Pasien biasanya
datang untuk mendapatkan perawatan dokter pada usia 20 tahunan,
walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat terjadi pada hampir setiap
usia. Hanya sepertiga pasien yang menderita gangguan kecemasan umum
mencari pengobatan psikiatrik. Banyak pasien pergi ke dokter umum, dokter
penyakit dalam, dokter spesialis kardiologi, spesialis paru-paru, atau dokter
spesialis gastroenterologi untuk mencari pengobatan. (Muslim,R.2011)
3
ational Comorbidity Study melaporkan bahwa satu diantara empat
orang, memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan cemas, dan angka
prevalensi sebesar 17,7% dalam satu tahun. Perkiraan yang diterima untuk
prevalensi gangguan cemasan umum dalam satu tahun adalah dari 3-8%.
Gangguan cemas menyeluruh kemungkinan merupakan gangguan yang
paling sering ditemukan dengan gangguan mental penyerta, biasanya
gangguan cemas atau gangguan mood lainnya. Kemungkinan 50% dengan
gangguan cemas menyeluruh memiliki gangguan mental lainnya. (Kessler
RC,dll).
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
2. Etiologi
a. Faktor biologis
Efektivitas terapeutik benzodiazepine dan azaspiron telah
memfokuskan upaya riset biologis pada asam aminobutirat dan
system neurotransmitter serotonin. Benzodiasepin diketahui
mengurangi ansietas sedangkan flumazenil dan beta karbolin
diketahui mencetuskan ansietas.walaupun tidak ada data yang
meyakinkan yang menunjukan bahwa reseptor benzodiazepine
abnormal pada pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh,
beberapa penilith telah terfokus pada lobus oksipitalis yang
memiliki konsentrasi reseptor benzodiazepine paling banyak di
otak.
Area otak lain yang didalilkan terlibat dalam gangguan
ansietas menyeluruh adalah ganglia basalis, system limbic, dan
korteks frontalis. Karena buspiron adalah agonis reseptor
serotonin 5-HT₁A., terdaoat hipotesis bahwa pengaturan system
5
serotonergik pada gangguan ansietas menyeluruh adalah
abnormal. System neurotransmitter lain yang menjadi subjek
penelitian gangguan ansietas menyeluruh mencakup
neurotransmitter norepinefrin, glutamate, dan kolesistokinin.
b.Faktor psikososial
6
3. Klasifikasi
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh (Menurut
PPDGJ III)
Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak
dapat santai) dan
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung,
pusing kepala, mulut kering, dsb)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan
untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan keluhan somatik
berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk
beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis
utama gangguan cemas menyeluruh, selama hal tersebut tidak
memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32-),
gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-)
7
Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari
keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya muncul
hampir setiap hari selama 6 bulan).
Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok
Mudah merasa bersalah
Sulit berkonsentrasi atau fikiran menjadi kosong
Mudah marah
Otot tegang
Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur yang
gelisah dan tidak puas)
Fokus dari ansietas dan kekhawatiran tidak terbatas hanya pada
gambaran gangguan Aksis 1, mis. Ansietas atau cemas bukan karena
mengalami serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa
malu berada di keramaian (seperti pada fobia sosial), merasa kotor
(seperti pada gangguan obsesi kompulsif), jauh dari rumah atau
kerabat dekat (seperti pada gangguan ansietas perpisahan),
bertambah berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), mengalami
keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
mengalami penyakit serius (seperti pada hipokondriasis), juga
ansietas dan kekhawatiran tidak hanya terjadi selama gangguan stres
pasca trauma.
Ansietas, kekhawatiran, atau gejala fisis menyebabkan distres yang
secara klinis bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan, atau area
penting fungsi lainnya.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologs langsung dari suatu
zat, atau keadaan medis umum (mis. Hipotiroidisme) dan tidak
terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan psikotik, atau
gangguan perkembangan pervasif
8
di mana gagasan seperti dasar keselamatan dan keadilan merupakan
norma-norma budaya. Karena kurangnya kesiapan emosional
membuat kekacauan dan gangguan yang lebih mungkin setelah
kejadian tersebut, pencegahan primer harus dimulai dengan pengakuan
kebutuhan untuk penyebaran informasi yang cepat mengenai ancaman
(misalnya, peringatan dini untuk tornado dan badai atau pelaporan
serangan teroris diantisipasi yang diperoleh dari sumber-sumber
intelijen yang handal), diikuti oleh perkembangan respon yang
direncanakan, praktek respon, dan penyediaan dana dan fasilitas untuk
mendukung rencana tersebut. Semua langkah-langkah ini mengurangi
rasa ketidakberdayaan masyarakat sebelum peristiwa semacam itu
terjadi dan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memberikan
dukungan sosial kepada para korban (Benedek, 2002).
9
Selanjutnya, mengidentifikasi populasi berisiko tinggi, seperti pekerja
bencana, orang di zona dampak, anak-anak, dan yang memiliki
penyakit kronis. Strategi penjangkauan dan pendidikan masyarakat
sangat penting, karena korban bencana dan trauma jarang mencari
perawatan kesehatan jiwa. Hal ini penting untuk mendidik kelompok
medis dan masyarakat tentang respon normal dan diprediksi akan
peristiwa abnormal, serta kapan harus merujuk untuk perawatan
kesehatan jiwa tambahan. Menginformasikan masyarakat dan
pemimpin pemerintahan tentang gejala sisa perilaku dan emosional
yang terkait dengan bencana, memastikan alokasi dana dan sumber
daya untuk fenomena dalam rencana pemulihan bencana (Bleich dkk,
2002).
10
tanggap, diskusi yang sedang berlangsung dan kejujuran antara
penyedia layanan dan responden darurat dapat membuka jalur
komunikasi untuk mengkoordinasikan dan mengevaluasi efektivitas
respon dan untuk mendorong kohesi dan kelompok pemahaman
tentang peristiwa yang sedang berlangsung. Hal ini dapat berfungsi
untuk mempertahankan kinerja orang untuk pengelolaan bencana,
untuk mengurangi isolasi individu, dan untuk membantu
mengidentifikasi anggota tim yang mungkin membutuhkan perhatian
kesehatan jiwa lainnya. Sama seperti obat analgesik, pembekalan
mungkin memiliki efek untuk menghilangkan rasa sakit, untuk
mengembalikan fungsi, dan membatasi kecacatan tetapi tidak untuk
mencegah penyakit atau gangguan. Pertemuan kelompok individu
dengan eksposur sangat berbeda mungkin benar-benar meningkatkan
eksposur, oleh karena itu, meningkatkan gejala. Selanjutnya yang
dirancang dengan baik, studi empiris yang diperlukan. Uji klinis
menunjukkan bahwa psikoterapi kognitif-perilaku pendekatan
kecemasan, penarikan sosial, simtomatologi depresi, dan hyperarousal
dapat efektif. Uji klinis menunjukkan bahwa bahkan intervensi singkat
dapat mengurangi gejala langsung depresi, kecemasan, gangguan
stress pascatrauma dan dapat mengurangi perkembangan morbiditas
jangka panjang. Karena sumber daya medis dapat dengan cepat
kewalahan dalam situasi bencana berskala besar atau pertempuran,
bukan dokter, asalkan terlatih dalam pemberian terapi ini,
memungkinkan untuk pemberian perawatan yang lebih efektif.
Pendekatan dan obat perawatan lainnya menjadi lebih penting karena
gangguan kejiwaan menjadi lebih jelas dan lebih kronis dan dapat
mempengaruhi makna peristiwa kehidupan biasa untuk tiap korban
(Chamey, 2010).
11
banyak hal, mirip dengan praktek sipil kecuali fakta bahwa psikiater
militer pergi bekerja di seragam militer. Departemen Pertahanan
memiliki rumah sakit perawatan tersier di seluruh Amerika Serikat,
Eropa, dan Asia, dan lembaga-lembaga ini semua memiliki psikiatri
rawat jalan atau klinik kesehatan perilaku interdisipliner dan bangsal
rawat inap bagi anggota militer yang sakit jiwa, serta anggota keluarga
mereka. Beberapa psikiater militer menerima pelatihan sarjana medis
dan tinggal di lembaga sipil. Namun, Kongres AS pada tahun 1975
meresmikan Uniformed Services University of the Health Science
(USUHS) untuk memberikan pendidikan kedokteran dan
memproduksi dokter untuk layanan militer. USUHS menyediakan
program gelar dokter 4 tahun dan sejumlah program gelar sarjana di
ilmu-ilmu dasar dan klinis. Pusat Studi Stres Trauma USUHS
melakukan penelitian dan konsultasi masyarakat, federal, dan lembaga
internasional tentang hal-hal di sekitar respon individu dan masyarakat
trauma, bencana, dan perang. Jepang, Inggris, dan Rusia adalah antara
negara-negara dengan institusi yang mengajarkan kurikulum-militer
khusus untuk penyedia layanan medis militer. Seperti di negara-negara
lain, negara-negara ini juga meminta untuk dokter tugas nasional tidak
secara khusus dilatih dalam institusi militer selama masa perang atau
krisis (Cohen, 2009).
12
mempengaruhi anggota militer dan keluarga, bahkan ketika anggota
layanan tidak digunakan (Cohen, 2009).
13
Berbagai jenis misi, pola penyebaran, dan sistem pendukung
medis di antara berbagai cabang militer AS menimbulkan kesulitan
besar untuk pengembangan pendekatan triservice terpadu untuk
pengelolaan stres operasional. Tentara biasanya menyebarkan unit
besar untuk jangka waktu yang luas dan mengalokasikan sejumlah
besar aset medis untuk mendukung unit-unit ini. Dukungan medis ini
termasuk layanan khusus. Angkatan Laut dan Korps Marinir
mengerahkan unit yang lebih kecil di laut dan darat. Petugas medis
umum dan nondokter memberikan dukungan medis, dan perawatan
khusus tidak tersedia secara rutin di teater operasional. Angkatan
Udara memiliki misi jangka pendek dan jangka panjang. Selain
langsung merawat pasien, psikiater militer berkonsultasi dengantokoh
masyarakat dan dokter sipil yang tidak terbiasa menanggapi trauma
fisik dan emosional skala besar (Greiger, 2009)
14
infrastruktur sosial medis yang lebih inklusif; Oleh karena itu,
program pengobatan yang kurang bergantung pada sistem medis
militer. Negara-negara lain semakin dihadapkan dengan manajemen
stres operasional dalam pemeliharaan perdamaian dan misi
kemanusiaan. Negara-negara Asia yang baru-baru ini mengalami
bencana alam dan peristiwa teroris juga mempelajari pendekatan
untuk mengevaluasi dan mengobati orang yang terkena trauma
(Holloway, 2012)
15
unit aslinya. Korban militer di masa depan mungkin semakin
bergantung pada perawatan oleh teman-teman satuan, petugas medis,
dan pemimpin garis depan, daripada unit medis khusus atau spesialis
di rumah sakit di belakang. Negara-negara terbelakang mungkin
memiliki akses terbatas ke teknologi canggih, cara sehingga lebih
tradisional mengatur praktek medis dan psikiatris mungkin tetap
relevan dalam situasi tertentu (Mollica, 2009).
16
senjata pemusnah massal (kimia, biologi, radiologi, dan agen nuklir).
Di Amerika Serikat, serangan teroris di Pentagon dan World Trade
Center, serta distribusi fatal surat yang tercemar anthrax dalam musim
gugur 2001, telah diendapkan dalam perang yang sedang berlangsung
terhadap terorisme. Peristiwa ini telah diintensifkan sebagai upaya
untuk meningkatkan koordinasi antara lembaga-lembaga sipil, non-
militer, pemerintah, dan militer untuk menanggapi peristiwa teroris di
masa depan di Amerika Serikat yang, sampai tulisan ini, dianggap tak
terelakkan. Klarifikasi peran militer dan responden sipil dan
mengintegrasikan kesehatan jiwa dan kegiatan kesehatan masyarakat
dalam hal triase, pengobatan, konsultasi, dan pendidikan di setiap
tanggapan bersama terhadap krisis merupakan tantangan bagi militer
dan psikiater bencana (Solomon, 2013).
7. Penatalaksanaan
a. Prinsip kedekatan
Penderita harus ditangani sedekat mungkindengan tempat dimana
ia mengalami gangguan emosional.
b. Prinsip kedinian
Penderita harus segera ditangani begitu ia mengalami gangguan
kejiwaan.
c. Prinsip harapan
Penderita harus berharap dan diharapkan oleh komando
untukkembali bertugas di kesatuannya segera setelah
mendapatkan pengobatan.
(Martin,2013)
17
digunakan untuk menentukan prioritas penanganan pada perang dunia
pertama. Klasifikasi ini digunakan oleh para tentara perang untuk
mengidentifikasi tentara korban perang yang mengalami luka ringan
dengan tujuan agar setelah dilakukan tindakan penanganan dapat
kembali kemedan perang. Triage adalah suatu proses memilih pasien
menurut tingkat kegawatan dan prioritas dalam penanganan pasien.
Klasifikasi triage dimedan perang yaitu warna hijau untuk penderita
gangguan jiwa ringan. Warna kuning untuk penderita gangguan jiwa
sedang. Warna merah untuk gangguan jiwa berat (Yohana, 2014).
18
sertraline 50 mg 1x1, jika pasien mengalami cemas dapat dibrikan
obat anti anxietas (alprazolam 0,25 mg 3x1) (Roby,2014).
BAB III
KESIMPULAN
1. Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan
yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang
berlebihan. Kondisi ini dialami selama beberap minggu hingga
sampai berbulan-bulan (6 bulan).
2. Menurut PPDGJ :
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
b. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
c. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak
dapat santai) dan
d. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung,
pusing kepala, mulut kering, dsb)
1. Menurut DSM-IV-TR :
Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih)
dari keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya
muncul hampir setiap hari selama 6 bulan).
a. Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok
b. Mudah merasa bersalah
c. Sulit berkonsentrasi atau fikiran menjadi kosong
d. Mudah marah
e. Otot tegang
f. Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur
yang gelisah dan tidak puas)
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Elvira, SD dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit
FKUI : Jakarta. 2013
Benjamin JS dan Virginia AS. Buku Ajar Psikiatris Klinis. Hal. 259-263.
Ed. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010
Benjamin JS dan Virginia AS. Buku Ajar Psikiatris Klinis. Hal. 233-234.
Ed. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2.
Jakarta: EGC; 2010.
Benjamin, JS dan Virginia, AS,. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010.
21