Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PLENO

MODUL

“CEMAS”

Disusun oleh KELOMPOK 3


Firmansyach Thenu (09401911003)
Abdu Ar’Rauf Syuaib (09401911009)
Andryan Kurniawan Yau (09401911014)
Vivi Felayati Sangaji (09401911020)
Muhamad Afif Riondi (09401911025)
Afaf Nida Rafifah (09401911030)
Marwa R.D.W. Hamzah (09401911035)
Emy Herawati Antoni (09401911040)
Fitrawan Pandabo (09401911045)
Naswia Munui (09401911050)

BLOK NEUROPSIKIATRI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS KHAIRUN
2021
I. SKENARIO 2

Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan merasa cemas sejak 1 tahun
yang lalu setelah suaminya meninggal. Keluhan sering disertai dengan sakit kepala,nyeri ulu hati, dada
berdebar-debar, nafsu makan menurun dan hilang minat dalam beraktivitas . Pasien sudah melakukan
pengobatan di beberapa dokter spesialis dan hasil pemeriksaan dalam batas normal,akan tetapi pasien
masih merasakan keluhan yang sama.

II. KATA SULIT


-
III. KALIMAT KUNCI
1. Perempuan berusia 35 tahun
2. Keluhan merasa cemas sejak 1 tahun yang lalu sejak suaminya meninggal
3. Keluhan sering disertai sakit kepala, nyeri ulu hati, dada berdebar-debar, nafsu makan
menurun, dan hilang minat dalam beraktivitas.
4. Sudah melakukan pengobatan di beberapa dokter spesialis dan hasil pemeriksaan
dalam batas normal, akan tetapi pasien masih merasakan keluhan yang sama.

IV. PERTANYAAN
1. Apa defenisi anxiety (kecemasan)?
2. Apa saja klasifikasi cemas?
3. Jelaskan patomekanisme dari cemas serta hubungannya dengan keluhan lainnya!
4. Jelaskan Diferensial Diagnosa!
a. Gangguan Anxietas Menyeluruh
b. Gangguan Panik

V. JAWABAN
1. Apa defenisi anxiety (kecemasan)?
Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.
Sumber : Jurnal FK Universitas Lampung 2016
2. Apa saja klasifikasi cemas?
 Gangguan panik tanpa agorafobia
 Gangguan Panik Dengan Agorafobia
 Agorafobia Tanpa Riwayat Cangguan Panik
 Fobia Spesifik
 Fobia Sosial
 Gangguan Obsesif-Kompulsif
 Gangguan Stres Pasca Trauma
 Gangguan Stres Akut
 Gangguan Ansietas Menyeluruh
 Gangguan Ansietas Organik Akibat (Nyatakan Kondisi Medis Umum)
 Gangguan Ansietas Terinduksi Zat
 Gangguan Ansietas YTT
Sumber : Kaplan dan Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. EGC. Tabel 6-1.
Hlm. 43-44

3. Jelaskan patomekanisme dari cemas serta hubungannya dengan keluhan lainnya!


Panca indera manusia dan dikoordinasi untuk merespon oleh sistem saraf pusat. Proses
yang terjadi melibatkan jalur : korteks serebri – sistem limbik – sistem aktivasi retikuler –
hipotalamus, yang selanjutnya akan memberikan impuls pada kelenjar hipofisis untuk
mengekskresikan mediator hormonal yang lain, misalnya kaetokolamin. Setelah itu
barulah muncul tanda dan gejala pada tubuh sebagai reaksi dari perubahan hormonal
tersebut. Kumpulan dari gejala-gejala tersebut yang dimaksud dengan gangguan
kecemasan
Sumber : Fakultas kedokteran universitas semarang

4. Jelaskan Diferensial Diagnosa!


a. Gangguan Anxiety Menyeluruh
1. DEFINISI
kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatic yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan
yang jelas bagi pasien

( Sumber : PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PSIKIATRI RS ISLAM SULTAN


AGUNG SEMARANG NOMOR : 559.3/PER/RSISA/V/2019 )

2. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi gangguan cemas menyeluruh secara nasional di Indonesia masih
belum jelas. Namun secara global diperkirakan bahwa prevalensi gangguan cemas
menyeluruh di dunia berkisar antara 3-8%.

Global

Prevalensi gangguan cemas menyeluruh dalam satu tahun diperkirakan 3-8%. Studi
lainnya National Comorbidity Study melaporkan 1 dari 4 orang memenuhi setidaknya
salah satu kriteria gangguan cemas. Studi ini juga melaporkan prevalensi gangguan
cemas cukup tinggi yakni 17,7%

Prevalensi : 3% - 8% dari populasi umum, 50% penderita GAM juga mempunyai


gangguan mental lain. Onset antara usia 20-30 tahun, ratio laki-laki :perempuan = 2 :1.
Kebanyakan pasien GAM pergi berobat pada dokter umum, internist, cardiologist,
pulmonolog, gastro-entrologist oleh karena gejala somatiknya Komorbiditas gangguan
anxietas menyeluruh 90% memiliki setidaknya satu kali seumur hidup mengalami
gangguan ini, 66% memiliki gangguan saat Axis I lainnya

Sumber :
 Redayanti P. Gangguan Cemas Menyeluruh. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto
G (ed). Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. 2014. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
 Jurnal Fakultas kedokteran Universitas Hasanudin 2016

3. ETIOLOGI
Etiologi : Anxietas Menyeluruh

Perspektif Teoritis Etiologi gangguan anxietas menyeluruh mencakup perspektif


psikoanalisis,kognitif-behavioral, dan biologis.

 Pandangan Psikoanalisis
Teori psikoanalisis berpendapat bahwa sumber kecemasan menyeluruh (GAD)
adalah konflik yang tidak disadari antara ego dan impul-impuls id. Impuls-impuls
tersebut, biasanya bersifat seksual atau agresif, berusaha untuk mengekspresikan diri,
namun ego tidak membiarkaan karena tanpa disadari ia merasa takut terhadap hukuman
yang akan diterima. Sumber kecemasan sebenarnya yaitu hasrat-hasrat yang
berhubungan dengan impulsimpuls id yang ditekan dan berjuang untuk
mengekspresikan diri selalu hadir. Dengan kata lain tidak ada cara untuk menghindari
kecemasan, jika seseorang meninggalkan id ia tidak lagi hidup, dengan demikian orang
tersebut hampir selalu mengalami kecemasan. Orang yang menderita gangguan anxietas
menyeluruh (GAD) tidak mengembangkan tipe pertahanan sehingga selalu merasa
cemas.

 Pandangan Kognitif-Behavioral

Pemikiran utama teori kognitif behavioral tentang orang yang menderita anxietas
menyeluruh (GAD) adalah gangguan yang disebabkan oleh proses-proses berpikir yang
menyimpang. Orangorang yang menderita GAD sering kali salah mempersepsikan
kejadian-kejadian yang biasa seperti menyeberang jalan merupakan sesuatu hal yang
mengancam dan di kognisi mereka terfokus pada antisipasi berbagai bencana pada masa
mendatang (Beck dalam Navison, Neale, & Kring, 2004). Perhatian para pasien GAD
mudah terarah pada stimulus yang mengancam (Mogg, Millar, & Bradley dalam
Davison, dkk, 2004).
Terlebih lagi pasien GAD lebih terpicu untuk mengintrepetasi stimulus yang tidak
jelas sebagai sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai kejadian yang
mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka (Butler &Mathews dalam Davison, dkk,
2004). Sensitivitas pasien GAD yang sangat tinggi terhadap stimulus yang mengancam
juga muncul bila stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar (Bradley dkk dalam
Davison, dkk, 2004). Pandangan kognitif lain diajukan oleh Borkovec dan para
koleganya bahwa (Borkovec & Newman dalam Davison, dkk, 2004) mereka
memfokuskan pada gejala utama GAD, yaitu kekhawatiranberdasarkan perspektif
hukuman. Seseorang mungkin bertanya-tanya mengapa ada orang yang sering merasa
khawatir karena kekhawatiran dianggap sebagai kondisi negatif yang seharusnya tidak
mendorong pengulangan. Borkovec dan para koleganya mengumpulkan bukti-bukti
bahwa kekhawatiran sebenarnya merupakan penguatan negatif; ia mengalihkan pasien
dari berbagai emosi negatif sehingga diperkuat oleh hasil yang positif bagi individu
terkait.
Kunci untuk memahami posisi ini adalah menyadari bahwa kekhawatiran tidak
menciptakan banyak ketegangan emosional, sebagai contoh hal itu tidak menciptakan
berbagai perubahan fisiologis yang menyertai emosi, dan pada kenyatannya
menghambat pemrosesan stimulasi emosional. Dengan demikian, melalui rasa khawatir,
orang-orang yang menderita GAD menghindari berbagai citra yang tidak mengenakkan.
dan sebagai konsekuensinya kecemasan yang mereka rasakan terhadap berbagai citra
tersebut tidak hilang. Salah satu kemungkinan data yang menunjukkan bahwa penderita
GAD menuturkan mengalami lebih banyak pascatrauma yang mencakup kematian,
cedera, atau penyakit. namun demikian, hal tersebut bukan sesuatu yang mereka
khawatirkan, kekhawatiran dapat mengalihkan para penderita GAD dari berbagai citra
pascatrauma yang menyakitkan.

 Perspektif Biologis

Beberapa studi mengindikasikan bahwa GAD dapat memiliki komponen genetik. GAD
sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan penderita
gangguan ini, dan terdapat kesesuaian yang lebih tinggi di antara kembar MZ dibanding
kembar DZ. Namun tingkat komponen genetik ini tampaknya rendah (Hettema, M.
Neale & Kendler dalam Davison, dkk, 2004).

Model neurobiologis yang paling umum untuk gangguan anxietas menyeluruh


dilandasi oleh pengetahuan mengenai cara kerja benzodiazepine, suatu kelompok obat-
obatan yang sering kali efektif untuk menangani kecemasan, para peneliti menemukan
suatu reseptor dalam otak untuk benzodiazepine yang berhubungan dengan
neurotransmitter penghambat yaitu asam gamma-aminobutyric (GABA). Pada reaksi
ketakutan yang normal, neuron di seluruh otak memicu dan menciptakan kecemasan.
Proses tersebut juga merangsang sistem GABA, yang menghambat aktivitas ini dan
mengurangi kecemasan. GAD dapat disebabkan oleh kerusakana dalam sistem GABA
sehingga kecemasan tidak dapat dikendalikan. benzodiazepine dapat mengurangi
kecemasan dengan meningkatkan pelepasan GABA secara bersama, obat-obatan yang
menghambat sistem GABA memicu peningkatan kecemasan (Insell dalam Davison,
dkk, 2004). Banyak hal yang masih harus dipelajari, namun pendekatan ini tampaknya
ditakdirkan untuk meningkatkan pemahaman kita terhadap kecemasan.
Sumber : ANXIETY DISORDER (Memahami gangguan kecemasan: jenis-jenis,
gejala, perspektif teoritis dan Penanganan ) Umniyah Saleh, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN

4. PATOMEKANIME
Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 5th ed. Arlington : American Psychiatric Publishing. 2013. pp 189-
95

5. FAKTOR RISIKO
Biologis
Genetis
Abnormal jalur otak
Iregular neurotransmitter
Sosial
Peristiwa traumatis
Respon takut orang
Kurang dukungan sosial
Perilaku
Menghindari stimuli fobik
Kurang kesempatan penghindaran
Kognitif
Konflik psikologis
Keyakinan irasional
Sensitivitas berlebih
Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 5th ed. Arlington : American Psychiatric Publishing. 2013. pp 189-
95

6. MANIFESTASI KLINIS

TANDA-TANDA FISIK ANSIETAS

 Takikardi  Berkeringat

 Palpitasi  Kulit Dingin


 (Kesadaran
Abnormal
Terhadap
Jantung)

 Hipertensi  Mual Atau Muntah

 Napas  Diare
Sesak /
Napas
Cepat

 Nyeri Dada  Tidak Nyaman di Perut (Kupu-kupu)


Atau Tidak
Nyaman

 Sensasi  Pusing, Kepala Terasa Ringan, Pingsan


Tercekik

 Gemetar,  Midriasis (Dilatasi Pupil)


Tergoncang

 Tegang  Parestesia
Otot

 Mulut
Kering
Sumber : Kusumawardhani, Agung, dkk. (2018). Crash Course Psikiatri, Edisi Indonesia
Pertama. Elsevier Singapore. Hlm 145.

7. DIAGNOSIS
Anamnesis

Sumber : Crash Course Psikiatri, Edisi Indonesia Pertama.

8. PENATALAKSANAAN
Pasien diterapi dengan obat golongan Benzodiazepine (alprazolam 2 x 0,25 mg). Jenis
obat-obat golongan Benzodiazepine ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam,
Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam. 1,2
Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat,
penggunaan obat-obat anti kecemasan dapat mengakibatkan beberapa efek samping.
Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal, dan paru haruslah diperhatikan
pemakaian obat-obatan ini.
Pada anak dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan
(paradoxes reaction) seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi,
atau gangguan tidur. Beberapa efek samping penggunaan obat antikecemasan adalah
sedatif (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dan
kemampuan kognitif melemah), rasa lemas, cepat lelah, dan adiktif walaupun sifatnya
lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya terjadi pada individu
peminum alkohol dan pengguna narkoba (maksimum pemberian obat selama 3 bulan).
Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus obat (rebound
phenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasi, atau
insomnia.
Keputusan untuk meresepkan suatu anti kecemasan pada pasien dengan gangguan
kecemasan menyeluruh harus jarang dilakukan pada kunjungan pertama. Karena sifat
gangguan yang berlangsung lama, suatu rencana pengobatan harus dengan cermat
dijelaskan. Dua obat utama yang harus dipertimbangkan dalam pengobatan gangguan
kecemasan menyeluruh adalah buspirone dan benzodiazepine.
Terapi obat untuk gangguan kecemasan umum sering kali dipandang sebagai
pengobatan selama 6-12 bulan, beberapa bukti menyatakan bahwa pengobatan harus
jangka panjang, kemungkinan seumur hidup. Kira kira 25% pasien mengalami
kekambuhan dalam bulan pertama setelah dihentikan terapi dan 60-80% kambuh selama
perjalanan tahun selanjutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi tergantung pada
benzodiazepine, tidak ada toleransi yang berkembang untuk efek terapeutik.
Benzodiazepine merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan kecemasan
menyeluruh. Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan,
sehingga pasien menggunakan benzodiazepine kerja cepat jika mereka merasakan
kecemasan tertentu. Pendekatan alternatif adalah dengan meresepkan benzodiazepine
untuk suatu periode terbatas, selama mana pendekatan terapeutik psikososial diterapkan.
Beberapa masalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepine dalam gangguan
kecemasan menyeluruh. Kira-kira 25-30% dari semua pasien tidak berespons dan dapat
terjadi toleransi serta ketergantungan. Beberapa pasien juga mengalami gangguan
kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian pasien berada dalam resiko
untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor.
Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodiazepine dipertimbangkan secara
spesifik. Diagnosis pasien, gejala sasaran spesifik, dan lamanya pengobatan semuanya
harus ditentukan serta informasi harus diberikan kepada pasien. Pengobatan untuk
sebagian besar keadaan kecemasan berlangsung selama dua sampai enam minggu,
diikuti oleh satu atau dua minggu menurunkan obat perlahan-lahan sebelum akhirnya
obat dihentikan.
Pengobatan bagi kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada rentang rendah
terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai respons terapeutik. Pemakaian
benzodiazepine dengan waktu paruh sedang (8-15 jam), kemungkinan akan menghindari
beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin dengan
waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi mencegah perkembangan efek merugikan
yang berhubungan dengan kadar plasma puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan
dengan benzodiazepine mungkin lebih dari sekedar efek anti kecemasan. Sebagai
contoh, obat dapat menyebabkan pasien memandang beberapa kejadian dalam
pandangan yang positif. Obat juga dapat memiliki kerja disinhibisi ringan, serupa
dengan yang dilihat setelah sejumlah kecil alkohol.
Buspirone kemungkinan besar efektif pada 60-80% pasien dengan gangguan kecemasan
menyeluruh. Data menyatakan bahwa buspirone lebih efektif dalam menurunkan gejala
kognitif dari gangguan kecemasan menyeluruh dibandingkan dengan menurunkan gejala
somatik. Bukti-bukti juga menyatakan bahwa pasien yang sebelumnya telah diobati
dengan benzodiazepine kemungkinan tidak berespons baik terhadap pengobatan
buspirone. Tidak adanya respons tersebut mungkin disebabkan oleh tidak adanya efek
nonansiolitik dari benzodiazepine, yang terjadi pada terapi buspirone. Buspirone
memiliki kerugian utama yaitu efeknya memerlukan waktu 2-3 minggu. Dapat
dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspirone kemudian di
lakukan tapering benzodiazepine setelah 2- 3 minggu disaat efek terapi buspirone sudah
mencapai maksimal.
Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors (SSRI), sertraline, dan paroxetin merupakan
pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan
anxietas sesaat. SSRI selektif terutama terhadap pasien GAD dengan riwayat depresi.
Pada pasien juga di lakukan psikoterapi. Psikoterapi yang terpilih untuk gangguan ini
adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Terdapat beberapa metode CBT, beberapa
diantaranya yakni metode restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi
interocepative.12 Inti dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara
kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon
emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.
Terapi restrukturisasi, melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya
dengan cara mengganti semua pikiran-pikiran negatif yang dapat mengakibatkan
perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-
pemikiran positif. Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu
pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocapnia ketika serangan panik
terjadi. Semua jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa
melibatkan dokter.

9. KOMPLIKASI
1. Mengisolasi diri.
2. Tidak dapat berinteraksi dengan orang lain.
3. Sangat sensitif pada kritikan.
4. Tingkat percaya diri yang rendah.
5. Depresi mayor
6. Kemampuan social yang buruk.
7. Menurunnya prestasi akademik atau pekerjaan.
Sumber : Diseases and Conditions: Social Anxiety Disorder (Social Phobia) 2018
10. PENCEGAHAN
1. Berolahraga secara teratur.
2. konsumsi makanan dengan seimbang
3. Berhenti merokok.
4. Membatasi jumlah alkohol dan kafein yang dikonsumsi.
5. Melakukan kegiatan atau latihan relaksasi secara teratur, seperti yoga, meditasi, atau
tai chi.
6. Melakukan hobi atau kegiatan relaks yang disukai, seperti bermain musik, berkebun,
merajut, ataupun melukis.
Sumber : Patriquin, M.A. & Mathew, S.J. (2018). The Neurobiological of
Mechanisms

11. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baikbila mendapat penatalaksanaan yang sesuai.
Sekitar 50% pasien mendapat perbaikan dalam tiga minggu pertamapengobatan.sekitar
77% membaik dalam sembilan bulan pengobatan.
sumber : PPK PSIKIATRI 2019

a. Gangguan Panik
1. DEFINISI
Gangguan panik adalah kecemasan yang ditandai serangan panik spontan dan dapat
berkaitan agorafobia (takut diruang terbuka, di luar rumah sendirian atau dalam
keramaian) dan disertai dengan kecemasan antisipatorik.
Sumber : Jurnal kedokteran universitas andalas

2. EPIDEMIOLOGI
2-3% dari populasi umum; 5-10% dari pasien perawatan primer. Onset remaja atau awal
20-an. Ratio perempuan : laki-laki 2-3 :1
Sumber : Jurnal kedokteran unhas

3. ETIOLOGI
 Faktor biologis:
Penelitian berdasarkan biologik pada gangguan panik deitemukan peningkatan
aktifitas syaraf simpatis. Penelitian neuroendokrin menunjukkan beberapa
abnormalitas hormon terutama kortisol. Neurotransmiter yang berpengaruh pada
gangguan panik adalah epinefrin, serotonin, dan gama amino butyric acid (GABA).
Zat yang bisa menginduksi terjadinya serangan panik antara lain:
- carbon dioksida (5 s/d 35%)
- sodium laktat dan bicarbonat
- bahan neurokimiawi yang bekerja melalui sistem neurotransmiter spesifik
- cholecystokinin dan caffein
- isoproterenol
 Faktor genetik:
Keluarga generasi pertama pasigotien gangguan panik 4-8 kali beresiko untuk
menderita gangguan ini. Kembar monozigot resiko lebih besar daripada dizigot

 Faktor psikososial:
- Teori kognitif perilaku : kecemasan bisa sebagai satu respon yang dipelajari dari
perilaku orangtua atau melalui proses kondisioning klasik yang terjadi sesudah adanya
stimulus luar yang menyebabkan individu menghindari stimulus tersebut.
- Teori psikososial : serangan panik muncul karena gagalnya pertahanan mental
menghadapi impuls/ dorongan yang menyebabkan anxietas.

Sumber : Jurnal kedokteran universitas andalas

4. PATOMEKANIME

Sumber : Jurnal FK Universitas Hasanuddin

5. FAKTOR RISIKO
- Jenis kelamin
- Trauma masa kecil
- Penyakit fisik berat
- Penumpukan stress
- Kepribadian
- Obat-obatan dan alcohol
Sumber : Jurnal FK Universitas Hasanuddin

6. MANIFESTASI KLINIS
a. Berdebar-debar
b. Nyeri dada
c. Sesak nafas
d. Tremor
e. Pusing
f. Merasa dingin atau panas berlebihan
g. Ada depersonalisasi atau derealisasi
Sumber : Jurnal Kedokteran Andalas 2012

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang

8. PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN PADA SEDIAAN PANIK
NO NAMA NAMA SEDIAAN DOSIS
GENERIK DAGANG ANJURAN
1. imipramine tofranil Tab 25 mg 75-
150mg/hari
2. clomipramin anafranil Tab 25 mg 75-150
e mg/hari
3. alprazolam Xanax Tab0,25;0,5; 2-4 mg/
1 mg hari
4. moclobemide Aurorix Tab 150 mg 300-600
mg/hari
5. sertralline zoloft Tab 50 mg 50- 100
mgg/hari
6. fluoxetine Antiprestin Caps 10;20 20-40
mg mg/hari

BUKU PSYCHIATRY : ESDISI 2018

9. KOMPLIKASI
Pada gangguan panik yang tidak tertangani dengan baik, akan membuat kondisi
penderita makin memburuk dan menimbulkan sejumlah masalah lain, seperti depresi,
kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA, menjadi antisosial, serta timbul
masalah di sekolah atau tempat kerja, hingga masalah keuangan.
Agorafobia merupakan jenis Fobia yang menyebabkan ketidakmampuan berat bagi
pasien karena membuat seseorang tidak mampu berfungsi dengan baik ditempat kerja
maupun dilingkungan sosial diluar rumah. Di Amerika Serikat sebagian besar peneliti
percaya bahwa Agorafobia hampir selalu terjadi akibat komplikasi pada pasien dengan
gangguan panik. Tetapi sebagian peneliti lain kurang setuju karena Agorafobia bisa juga
tanpa riwaat Gangguan Panik. Serangan Panik bisa juga ditemukna pada ganguan mental
lain (seperti: Gangguan Depresi) dan kondisi medik tertentu (seperti: Gangguan Putus
Zat atau Keracunan).
Sumber : Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

10. PENCEGAHAN
Belum ada cara yang secara signifikan dapat mencegah terjadinya gangguan panik.
Akan tetapi, ada beberapa tindakan yang bisa kita lakukan untuk mengurangi gejala-
gejala yang terjadi. Di antaranya adalah:
 Hindari jenis-jenis makanan atau minuman manis, mengandung kafein, atau
beralkohol.
 Berhenti merokok dan tidak menyalahgunakan NAPZA.
 Melakukan aktivitas menyehatkan, seperti berolahraga.
 Mencukupi kebutuhan tidur dan istirahat.
 Latihan manajemen stres dan teknik relaksasi, misalnya dengan melakukan
teknik pernapasan dalam dan panjang, yoga, atau melemaskan otot-otot.
 Bergabung bersama komunitas yang memiliki permasalahan yang sama. Hal ini
untuk menciptakan kesadaran, pemahaman, hingga membiasakan diri untuk
menangani kepanikan.
Sumber : Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

11. PROGNOSIS
Cenderung kambuh setiap hari 2-3 kali
Kronik dengan remisi dan eksaserbasi
Prognosis sangat baik dengan terapi
Kira-kira 30% – 40% pasien sembuh sempurna, 50% masih mempunyai gejala yang
ringan tapi tidak mengganggu aktifitas kehidupan sehari- hari. Sekitar 10% – 20% masih
terus mengalami gejala yang signifikan.
Sumber : Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai