Anda di halaman 1dari 7

Stres, Patofisiologi Ganguan Cemas, dan Kaitannya dengan Kasus pada

Pemicu

Pendahuluan
Ny. D, seorang sekretaris,perempuan, usia 30 tahun, mengeluh nyeri di leher yang
menjalar ke legan kanan hingga ke ibu jari sejak 2 bulan yang lalu. Pasien banyak
menggunakan komputer dan merasa kursi mejanya terlalu tinggi. Keluhan berkurang
sedikit saat diberi parasetamol. Nyeri dirasakan memberat dan cenderung menetap
sejak 1 bulan terakhir. Pasien menjadi sulit fokus, tidak dapat tidur, dan merasa
khawatir apabila ia tidak akan sembuh dan tidak bisa bekerja seperti biasa lagi.
Dilakukan pemeriksaan fisik dan hasilnya sebagai berikut: tanda vital dan status
generalis dalam batas normal. Didapatkan nyeri radikuler dengan Numerical-rating
scale (NRS): 6. Dari pemeriksaan neurologis ditemukan refleks biseps kanan menurun
sementara refleks trisepsnya normal. Tidak ditemukan refleks Hoffman Tromner pada
pemeriksaan ekstremitas atas kanan. Terdapat hipoestesi di lengan atas sisi luar
hingga ibu jari tangan kanan. Kekuatan lengan kanan dalam batas normal.

Pada Lembar Tugas Mandiri ini saya akan membahas mengenai stress, patofisiologi
gangguan cemas, dan kaitannya dengan kasus pada pemicu.

Isi
Stres
Stres adalah respon tubuh yang menyebabkan tegangan fisik maupun emosional
ketika terdapat perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang
menyesuaikan diri.1,2 Respon stress dimediasi oleh interaksi yang kompleks antara
sistem saraf, endokrin, dan imun yang melibatkan aktivasi axis sympathetic-adreno-
medullar (SAM) (fast response), axis hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA) (slow
response), dan sistem imun.2

Stres dipicu oleh stimulus yang disebut stressor. Stressor dikelompokkan menjadi dua
kategori besar yaitu physical stressor dan psychological stressor. Contoh physical
stressor adalah cedera, nyeri, infeksi, atau kondisi penyakit fisik lainnya. Sementara
itu, psychological stressor merupakan kejadian, situasi, atau kondisi yang kita anggap
sebagai tantangan atau ancaman, seperti kehilangan orang yang disayangi, tuntutan
akadmeik yang besar, dan lain-lain.3

Stres merupakan respon alami tubuh untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang
terganggu dan bersifat adaptif. Akan tetapi, apabila paparan stressor berlangsung
lama, repetitive, atau intens, respon stress menjadi maladaptif dan merugikan. Stres
dapat bermanifestasi menjadi ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, meningkatkan
denyut jantung, sesak napas, sulit tidur, perubahan pola makan, susah
berkonsentrasi, bahkan pemburukan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya
(baik fisik maupun mental).2,4

Gangguan Cemas
Ketakutan (fear) adalah respon emosional terhadap ancaman yang nyata atau
dirasakan, sedangkan ansietas atau kecemasan adalah antisipasi/kewaspadaan
terhadap ancaman di masa depan. Gangguan kecemasan (anxiety disorders) adalah
gangguan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan serta gangguan perilaku terkait.
Gangguan cemas termasuk gangguan yang sering dijumpai di klinik psikiatri meskipun
prevalensi kejadiannya belum diketahui secara pasti karena banyak orang yang
mungkin bergejala tidak mencari bantuan ahli sehingga tidak dapat didiagnosis.
Gangguan cemas terjadi karena interaksi dari faktor-faktor biopsikososial, kerentanan
genetik yang berinteraksi dengan situasi tertentu yang penuh tekanan atau trauma
yang menyebabkan sindrom yang signifikan secara klinis. 5,6
Gambar 1. Peran amygdala dalam timbulnya respon rasa takut7

Sebelum membahas mengenai patofiologi gangguan kecemasan, perlu diketahui


bahwa gangguan kecemasan berkaitan dengan respon terhadap rasa takut.
Sedangkan bagian otak yang terutama terlibat dalam respon rasa takut ini adalah
amygdala. Stimulus lingkungan yang diterima amygdala akan melewati nukleus lateral
kemudian menuju nukleus basolateral dan akhirnya tiba di nukleus sentral. Nukleus
sentral tersebut akan mengaktivasi dan memicu munculnya perubahan fisiologis dan
perilaku yang berkaitan dengan rasa takut.7

Norepinephrine, serotonin, dopamine, dan gamma-aminobutyric acid (GABA)


merupakan mediator cemas yang penting dalam sistem saraf pusat. Sistem saraf
otonom, terutama divisi simpatis, memediasi sebagian besar gejala kecemasan. Ada
dua mekanisme terjadinya rasa cemas:
1. Hiperaktivasi aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal)
Gambar 2. Mekanisme terjadinya cemas: hiperaktivasi aksis HPA7

Central nucleus of amygdala (CeA) mengaktivasi hippocampus yang kemudian


mengaktivasi hipotalamus. Hipotalamus mengaktivasi kelenjar pituitary untuk
menstimulasi kerja korteks adrenal melalui pelepasan ACTH (Adrenocorticotrophin
hormone). Korteks adrenal pun menyekresi epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah
banyak dan timbulah rasa cemas.

2. Mekanisme stressor akut

Gambar 3. Mekanisme terjadinya cemas: mekanisme stressor akut7


Keberadaan stressor akut meningkatkan aktivitas locus cereleus. Hal ini meningkatkan
kerja medula adrenal sehingga produksi norepinephrine meningkat. Dampaknya
timbul gejala cemas dan penurunan fungsi vegetatif. 7

Gambar 4. Patogenesis Gangguan Cemas8

1. Pada perempuan, inividu yang rentan secara genetik, dan teori biologi lain yang
masih diselidiki.
2. Predisposisi kejadian ansietas: ada ketidakseimbangan dan/atau abnormalitas
fungsi dari norepinephrine, serotonin, dopamine, dan gamma-aminobutyric
acid (GABA), yang mana neurotransmitter-neurotransmitter ini berhubungan
dengan regulasi perasaan cemas pada sistem saraf pusat.
3. Karena ada abnormalitas, maka ketika menerima ancaman lingkungan,
hippocampus dan girus cinguli memproses ancaman secara abnormal.
4. Modulasi preforontal cortex dari penurunan fungsi amygdala dan pemrosesan
ancaman secara abnormal membuat amygdala secara maladaptif mengaktivasi
respon takut.
5. Aktivasi HPA axis meningkatkan kadar kortisol dan aktivasi SAM axis
meningkatkan kadar epinephrine. Hormon-hormon stress berinteraksi dengan
otak dan tubuh melalui mekanisme yang kompleks dan rumit.
6. Kondisi ini bermanifestasi menjadi keadaan emosional yang maladaptif yang
menyebabkan ketakutan, kekhawatiran, dan stress yang berelebihan yang
disebut gangguan kecemasan (anxiety disorder).8
7. Selain itu, aktivasi kronik dari hormon-hormon stress dalam kurun waktu yang
lama menyebabkan kematian neuron di hippocampus. Akibatnya hippocampus
pun mengecil dan kemampuan hippocampus dalam mengintegrasi stimulus
lingkungan secara normal menurun, bahkan menjadi abnormal. Hal ini pun
dapat berujung pada terjadinya gangguan kecemasan. 8

Penutup
Kaitannya dengan Kasus pada Pemicu
Pada pemicu, berdasarkan kriteria diagnostic gangguan kecemasan menyeluruh
menurut DSM IV-TR,7 kemungkinan pasien menunjukkan gejala-gejala gangguan
kecemasan menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) yang dipicu oleh stres akibat
penyakit yang dideritanya. Beberapa gejala yang dialami pasien antara lain menjadi
sulit fokus, tidak dapat tidur, dan merasa khawatir apabila ia tidak akan sembuh dan
tidak bisa bekerja seperti biasa lagi.
Referensi
1. P2PTM Kemenkes RI. Apakah yang dimaksud stress itu? Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2020 Mar 30 [cited 2023 Jan 9]. Available from:
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stress/apakah-yang-
dimaksud-stres-itu
2. Chu B, Marwaha K, Sanvictores T, et al. Physiology, Stress Reaction. [Updated
2022 Sep 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541120/
3. Centre For Studies on Human Stress. Stressors. Montréal: Centre For Studies
on Human Stress. 2019 [cited 2023 Jan 9]. Available from:
https://humanstress.ca/stress/what-is-stress/stressors/#:~:text=
Two%20broad%20categories%20of%20stressors%20A%20stressor%20is,str
essors%3A%20Physiological%20%28or%20physical%29%20stressors%20an
d%20Psychological%20Stressors.
4. World Health Organization. Stress. Geneva: 2021 Oct 12 [cited 2023 Jan 9].
Available from: https://www.who.int/news-room/questions-and-
answers/item/stress
5. Lukman P. Gangguan cemas menyeluruh. In: Elvira S, Hadisukanto G. Buku
ajar psikiatri FKUI. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2018.
6. Chand SP, Marwaha R. Anxiety. [Updated 2022 May 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470361/
7. Raharjanti N. The etiology of mental disorder [unpublished lecture notes].
Neuropsychiatry module. Depok: University of Indonesia; lecture given 2023
Jan
8. Yu Y. Pathogenesis of anxiety disorders [Internet]. 2013 Oct 28 [cited 2023 Jan
10]. Calgary: The Calgary Guide to Understanding Disease. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/wp-content/uploads/2015/05/Pathogenesis-
of-Anxiety-Disorders.jpg

Anda mungkin juga menyukai