Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

STRES

Disusun oleh :
Anggind Grandika Andromeda, S. Ked.

Pembimbing :
Dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
Dr. B. Gebyar Tri Baskoro, Sp.A
Dr. Ramzi Syamlan, Sp.A

Disusun untuk melaksanakan tugas


Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Ilmu Penyakit Anak
RSUD dr. Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB I

Pengertian Stres
Fisika mengartikan stres sebagai suatu penggunaan kekuatan yang cukup
besar terhadap suatu obyek atau sistem, baik untuk merusak maupun merubah
bentuknya. Istilah tersebut kemudian digunakan untuk menjelaskan adanya suatu
tuntutan untuk beradaptasi bagi seseorang, atau reaksi seseorang terhadap tuntutan
tersebut. Secara opuler istilah stress tersebut berkaitan dengan adanya perubahan,
yang meliputi perubahan psikologik, kondisi psikologik maupun tekanan lingkungan.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi stes menurut
Baum adalah Stres adalah pengalaman emosional yang negatif dan disertai
perubahan-perubahan biokimiawi, yang dimaksudkan untuk beradaptasi dengan jalan
memanipulasi situasi untuk merubah stressor atau mengakomodasikan dampak-
dampaknya.
Sampai saat ini belum ada definisi stres yang baku, karena tidak ada
kesepatakan dalam memberikan batasan stres tersebut. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan pandangan mengenai penyebab stres yang bervariasi dan belum tentu
berlaku secara umum.
Selye adalah sarjana yang pertama kali menjelaskan stres sebagai suatu
sindroma biologic. Sindroma ini merupakan manifestasi dari suatu keadaan yang
disebut stress yang mencakup semua perubahan-perubahan spesifik yang
mempengaruhi sistem biologic suatu organisme. Selye mengamati bahwa keadaan ini
merupakan reaksi umum yang terjadi dalam merespon berbagai bentuk rangsangan.
Reaksi biologic ditandai dengan peningkatan umum produksi hormon-hormon
tertentu dari kelenjar hipofise atau suprarenalis yang meningkatkan atau memperbaiki
pertahanan tubuh terhadap stressor-stresor yang beragam. Selye memandang reaksi
stres tersebut sebagai suatu sindroma adaptif organisme dalam merespons stressor
eksternal.
Selye menyebut konsepnya tersebut sebagai konsep GAS (General
Adaptation Syndrome) dengan formulasi sebagai berikut:
a. FASE I, disebut fase peringatan (alarm), dimana seluruh respons tubuh dalam
keadaan siaga umum, namun sistem organ spesifik belum terpengaruh, dengan
perkataan lain tubuh masih belum beradaptasi. Jika stress berlanjut akan
masuk ke fase II.
b. FASE II, disebut fase adaptasi atau resistensi, dimana selama fase ini tubuh
mengadaptasikan metabolismenya untuk menghadapi adanya stres selama
waktu yang tak ditentukan. Respon stres dipusatkan pada sistem organ
spesifik atau pada proses yang paling ampuh dalam mengatasi stress ini
dengan jalan melakukan supresi. Energi adaptasi ini terbatas sehingga apabila
stress berlanjut akan masuk ke fase III.
c. FASE III, disebut fase kelelahan (exhaustion). Selama fase ini, sistem organ
atau proses penanggulangan stres menjadi lumpuh. Jika fase ini berlanjut
dapat berakhir dengan kematian.
Hal-hal yang menimbulkan kondisi stress disebut stressor dan didefinisikan sebagai
suatu peristiwa; keadaan seseorang atau objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang
membuat stres dengan segala dampaknya. Ruang lingkup stressor sangat luas, mulai
dari yang bersumber dan bersifat psikososial seperti frustasi, sampai yang bersifat
bioekologik dan fisik seperti kebisingan, pencemaran, suhu dan nutrisi. Sikap
antisipatif dan imajinatif dapat merupakan stressor yang memicu reaksi stres. Secara
umum disimpulkan bahwa setiap penyebab terhadap gangguan keseimbangan atau
homeostasis baik yang bersumber dari dalam maupun luar individu tersebut
dinamakan stressor.
Pandangan bahwa stress itu merupakan konsep primer psikologik dan
sekunder fisiologik berimplikasi sebagai berikut:
Konteks suatu stressor sama pentingnya dengan stressor itu sendiri dalam
menentukan reaksi organism terhadap stressor.
Karakteristik psikologik organism juga menentukan muncul atau tidaknya
stress dengan segala reaksi kelanjutannya.
Stressor sendiri dapat bersifak psikologik.
Dengan mempertimbangkan factor-faktor tersebut di atas, konsep GAS dapat kita
terima sebagai suatu model sifat dasar umum respons terhadap stress.

Aspek Biologik Stres


Riset modern tentang fisiologi stress dimulai pada awal abad XX oleh Ivan
Pavlov yang meneliti keterpaduan antara proses fisiologik dan proses psikologik.
Walter Canon mengeksplorasi respon terpadu terhadap adrenalin (juga terhadap
noradrenalin). Terlihat bahwa respon adrenalin terhadap stress fisiologik memerlukan
penyesuaian visceral yang melindungi individu serta mempertahankan homeostasis.
Selye sendiri memusatkan penelitiannya pada aksis anterior-adrenokortikal.
Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa tidak ada respons hormonal tunggal
terhadap semua stressor dan ternyata banyak didapatkan pola respons endokrin yang
berbeda. Tahun 1940-an ditemukan dua system parallel diensifalom sebagai struktur
pengatur sentral utama system syaraf otonom. Perkembangan selanjutnya ditemukan
serotonin dan adrenalin sebagai mediator fungsi-fungsi sentral diensefalik, dan
ditemukannya kerja CRF (Cortirotropin Releasing Factor).
Reaksi stress dan dampaknya melibatkan orak dan fungsi seluruh tubuh kita.
Stres sangat mempengaruhi rasa penginderaan, system pencernaan, fungsi pernafasa,
kulit traktus urogenetalis. Stres fisik maupun psikis/emosional akan mengaktifkan
amigdala, yaitu struktur yang dalam model terakhir ini dimasukkan ke dalam system
lumbik yang ada hubungannya dengan kompinen emosional otak. Respons emosional
yang dihasilkan sebagian ditransmisikan ke korteks frontal orbitomedial yang
bertidak sebagai pengatur setalah mendapat umpan balik dari system faaliah tubuh,
sebagian lagi ditransmisikan dan merangsang respons hormonal hipotalamus.
Hipotalamus akan melepaskan hormone CRF (Cortirotropin Releasing Factor) yang
pada gilirannya akan merangsang kelenjar hipofise. Karena rangsangan ini hipofise
anterior akan menghasilkan ACTH (Adreno Cortico Tropic Hormon) sementara
hipofise posterior menghasilkan Vasopresin yang juga berperan dalam system faaliah
tubuh. ACTH yang dihasilkan akan merangsang kelenjar suprarenalis dimana badian
medulla akan mensekresikan adrenalin sementara bagian korteks menghasilkan
kortikostreoid mineral. Hipofise dan hipotalamus secara bersama-sama terlibat dalam
regulasi system endokrin dan system syaraf otonom baik syaraf ortosimpatik maupun
parasimpatik. Tubuh memang disiapkan untuk bereaksi melawan atau lari melalui
sepasang jalur yaitu respins sarafi yang berlangsung cepat dan respons hormonal yang
berlangsung lama.
Diketahui bahwa psikotropika memiliki efek pad aperilaku dimana obat-obat
tersebut bekerja lewat reseptor neurotransmitter yang mempengaruhi neurotransmisi.
Neuron prasinap melepaskan neurotransmitter dan manifestasi perilkau tersebut
ditentukan oleh neurotransmitter yang lebih banyak berperan.
Pada ansietas yang lebih berperan adalah noradrenalin, GABA (Gama Amino
Butyric Acid).
Noradrenalin terbanyak dijumpai di lokus seruleus pada daerah rostral pons.
Neuro-neuron disini berhubungan dengan korteks serebri, bang otak dan medulla
spinans. Lotus Seruleus menerima masukan berupa nyeri dan keadaan yang potensial
berbahaya, mengirimkan ke seluruh daerah otak yang mungkin diaktifkan selama
mengatai situasi demikian. Pada percobaan dengan kera rangsangan pada locus
serulesu akan menghasilkan respons takut, sedangkan perusakan daerah tersebut akan
menurunkan kepekaaan reaksinya. GABA merupakan neurotransmitter utama yang
mempunyai sifat inhibisi prasnaps pada susuna syrafa pusat. Rangsangan pada sector
GABA akan menyebabkan hiperpolarisasi dan menghambat neuron tersebut. Obat-
obatan anti-ansietas (benzodiazepine) memperkuat daya kerja GABA.
Neuron serotonergik raphe nuclei pada daerah rostral batang otak
berhubungan dengan korteks serebri, system limbic (terutama bagian amigdala dan
hipokampus) dan hipotalamus. Pemberian serotonin pada hewan percobaan diduga
menimbulkan ansietas, namun belum terbukti pada manusia walaupun telah terbukti
efek pemberian antidepresan pada gangguan panic diduga berkaitan dengan efek
serotoninergik. Menurunnya jumlah imipramine binding site yang terlihat pada
jaringan otak post-mortem pelaku bunuh diri mengesankan adanya peran serotonin
baik pada ansietas maupun depresi.
Pada keadaan depresi, terdapat bukti-bukti pada binatang percobaan bahwa
konsentrasi nerodrenalin dana serotonin dalam celah sinaps antar neuron menjadi
berkurang, disampun berkurangnya serotonin reseptor dan hipersensitivitas reseptor
pascasinaps. Ada hipotesa yang menyatakan bahwa depresi merupakan akibat dari
terlalu sedikitnya aktivitas noradrenergic dan atau serotoninergik. Didapat data yang
menunjukkan adanya peran dopamine yang menurun pada depresi, tapi meningkat
pada keadaan mania. Bukti biokemik menunjukkan adanya peningkatan metabolit-
metabolit dopamine pada kasus manic dan penurunan pada kondisi depresi. Pada
keadaan depresi juga didapatkan bukti adanya disregulasi asetilkolin.
Stres emosional bias mencetuskan terjadinya serangan epilepsy. Pada kondisi
ansietas terjadi perubahan-perbahan fungsi maupun morfologi sel dan molekul. Salah
satu perubahan tersebut antara lain menurunnya konsentrasi ion kalsium yang
dihubungkan dengan menurunnya nilai ambang kejang dan inisiasi potensial aksi
secara spontan. Pada manuasia hipokalsemia diketahui merupakan penyebab kejang.
Selain itu perubahan neurotransmitter pada kondisi stress dapat mempengaruhi
terjadinya serangan epilepsy. Menurunnya GABA pada ansietas akan menurunkan
sifat inhibisi (menahan pelepasan muatan listrik), sehingga terjadi gangguan
keseimbangan antara aksitasi dan inhibisi yang berakibat terjadinya suatu serangan
epilesi. Asetilkolin yang meningkat pada ansietas akan menyebabkan depolarisasi
massif yang menyebabkan terjadinya pelepasan muata listrik dan timbullan seranga
epilepsy.
Sumber-sumber Stres
Sumber stress psikologik ada 4 yaitu frustasi, konflik, tekanan dan krisis:

Frustasi
Frustasi adalah suatu rasa kekecewaan yang sangat mendasar (fundamental)
yang berhasil menggoyahkan sendi-sendi filsafah hidup, serta menimbulkan jalan
buntu yang tidak dapat diatasi,a tau setidaknya yang tidak dapat diatasi secara
memadai, Frustasi adalah terhalangnya suatu usaha pencapaian kebutuhuan sehingga
menimbulkan ketegangan, ketakutan atau kecemasan yang perlu dihilangkan dengan
suatu cara penyesuaian diri atau mekanisme ego. Frustasi bisa bersumber dari luar
dirinya (eksternal) atau dan dalam dirinya sendiri (internal).
Frustasi Eksternal
Frustasi bentuk ini dapat bersifat fisik atau social. Contoh yang bersifat fisik,
misalnya bencana alam seperti badai, gempa bumi, banjir atau yang berkaitan
dengan ulah manuaia seperti kecelakaan, kebakaran, perang, terorisme dan
sebagainya.
Frustasi Internal
Keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk daya fikiran, kemampuan yang tak
memadai, kurangnya dukungan social, kegagalan yang disebabkan
keterbatasan dan kekeliruan seseorang, kesemua itu menjadi sumber stress
sekaligus sumber utama terjadinya devaluasi diri dan frustasi. Jadi sumber
frustasi ( kekecewaan) tersebut lebih berkaitan denga individu itu sendiri.

Konflik
Sering frustasi ini uncul bukan dari situasi tunggal, tapi bisa juga berasal dari
suatu konflik antara kdua kebutuhan atau tujuan dimana dipilih salah satu diantaranya
akan membuat frustasi lainnya. Unsur dasar frustasinya memamng berupa frustasi
antisipatif yang muncul saat memilih salah satu pilihan. Jadi konflik adalah suatu
bentrokan antara dua (atau leih) ambisi atau dorongan keinginan yang sama-sama
menarik, sama-sama tidak menarik, sehingga pilihan menjadi tidak mudah, sukar atau
malahan tidak mungkin memilih.
Konflik Pendekatan Penolakan
Disini ada kecenderungan yang sama kuatnya antara ingin mencapai atau
menghindari tujuan yang sama. Pada saat tujuan masih jauh keinginan untuk
maju lebih tinggi dibandingkan keinginan untuk mundur, tapi saat tujuan
makin dekat, kecenderungan untuk mundur semakin kuat.
Konflik Pendekatan Ganda
Disini terjadi persaingan antara dua atau lebih tujuan yang sama-sama
diinginkan.
Konflik Penolakan Ganda
Contoh konflik semacam ini antara lain bingung dalam memilih apakah
menganggur saja atau berkerja tapi tidak menyukai pekerjaan tersebut.

Tekanan
Problem persesuaian juga bias berasal tekanan yang mempersulit usaha keras
seseorang.
Tekanan dari Dalam
Tekanan dari dalam secara tipikal berkaitan dengan self idea seseorang dan
sajauh mana cita-citanya. Sering seseorang mematok tolak ukur yang tidak
realistic dalam hidup ini, sehingga akan menempatkan seseoranga tersebut
dibawah tekanan ang terus menerus dan erat serta menempatkannya dalam
suasana yang tidak nyaman.
Tekanan dari Luar
Banyak tekanan muncul dari tuntutan lingkungan. Orang tua bias menekan
anak mereka untuk meraih nilai yang bagus, anak menuntut waktu dan
tenada yang banyak dari orang tua mereka. Pendidikan, pekerjaan, tanggung
jawab bias berubah menjadi tekanan.
Krisis
Krisis adalah suatu keadaan mendadak yang menimbulkan stress pada
seseroang atau kelompok, misalnya kematian, kecelakaan, penyakit yang memerlukan
operasi segera, masuk sekolah pertama kali. Konflik yang terjadi berlarut-larut dan
berkepanjangan dapat mengakibatkan krisis.
BAB II

Bentuk-bentuk reaksi stress psikologik


Jika seseorang merasa mampu mengatasi stress, perilakunya berorientasi pada
masalah yang tujuan utamanya adalah mengatasi cenderung tuntutan keadaan. Jika
kemampuan seseorang terancam oleh situasi stress, reaksinya akan cenderung
berorientasi pada pembelaan ego dengan maksud melindungi diri dari devaluasi diri
serta meredakan ketegangan serta ansietas yang menyakitkan.

Reaksi berorientasi tugas/masalah


Reaksi ini bertujuan untuk memenuhi secara realistic tuntutan-tuntutan situasi
stress. Cara ini berdasarkan kesadaran objektif tentang keadaan, bersifat konstruktif
(membangun) berdasarkan nalar dan langsung secara sadar.

Reaksi menyerang
Dengan menyerang seseorang mencoba untuk melenyapkan atau mengatasi
hambatan dalam memuaskan kebutuhannya. Cara ini berdasarkan kecenderungan
dasar organism hidup saat mengalami hambatan. Bentuk menyerang yang paling khas
adalah sikap marah atau bermusuhan yang ditujukan langsung pada objek atau orang
yang dipandang sebagai penghalang. Menarik diri adalah bentuk yang paling
mendasar kedua dari reaksi stress.
Kompromi
Karena banyaknya situasi tidak dapat diatasi dengan cara menyerang langsung
atau dengan menarik diri, maka diperlukan cara lain yaitu kompromi. Kompromi bias
berupa merubah metode dalam menguasai situasi, menerima tujuan penggati, atau
mencari jalan lain selain dari cara sekarang. Setiap individu yang menghadapi
kelaparan bias saja berkompromi dengan nalurinya misalnya melakukan pencurian
yang sekali ini saja atau bisa juga makan cacing, kutu usuk, laba-laba atau bahkan
daging manusia.

Reaksi-reaksi yang berorientasi tugas/masalah (menyerang, menarik diri, dan


kompromi mempunyai langkah-langkah yang sala, yaitu:
- Mempelajari dan menentukan masalah
- Menyusun alternative penyelesaian
- Menilai umpan balik atau hasil dari tindakan untuk melihat apakah ada
kesalahan yang mungkin terjadi yang dapat dibenahi atau diperbaiki
Dalam keadaan stress yang terus menerus yang tidak dapat diselesaikan dengan
sumber yang ada, individu sering mengembangkan strategi untk mengatai situasi.
Miler dalam penelitiannya sebagaimana yang dikutip oleh Coleman, dimana individu
sengaja dibanjiri informasi yang melebihi kemampuan daya-olahnya, ternyata
memberikan berbagai bentuk reaksi, yaitu;
- omission, tidak memproses sebagian dari informasi
- error, memproses secara tidak benar dan tidak melakukan koreksi
- queuing, melambatkan respons selama informasi menumpuk pada puncaknya
dan kemudian
- filtering, secara sistematis mengabaikan kategori informasi tertentu yang
sesuai dengan rencana prioritas
- approximation, member respons dengan cara yang kurang cermat dan tepat
dikarenakan takanan waktu
- escape, lari dari situasi atau mengambil cara lain untuk memutuskan arus
informasi
Walaupun perilaku yang berorientasi masalah/tugas memiliki kesempatan
yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan, tapi perilaku ini pun tidak selalu
berhasil mengatasi situasi stress.
BAB III

Mekanisme Pertahanan Ego


Ego (self) merupakan pusat yang mengiterograsikan kepribadian, dan setiap
ancaman terhadap harkat atau keutuhannya merupakan ancaman terhadap jati diri
individu tersebut, untuk itu berbagai mekanisme ini dibutuhkan manakala seseorang
mendapatkan dirinya dalam suatu situasi yang mengancam integritas dirinya.
Mekanisme pertahanan ego memiliki kelemahan-kelemahan, aitu
mengandung penipuan diri sendiri dan penyimpangan dari kenyataan dan yang
biasanya tidak adaptif dalam pandangan peyelesaian yang realistic terhadap masalah
penyesuaian tersebut. Individu yang terus meneru mecari dalih atas kekeliruan-
kekeliruan cenderung untuk tidak mendapat manfaat dari cara ini. Dikarenakan
mekanisme pertahanan ini bekerja pada tingkat yang relative di bawah alam sadar,
mekanisme ini bukan merupakan sasaran untuk dilakukan pemeriksaan dan penilaian
dalam tingkat kesadaran normal. Mekanisme pertahanan ego seperti halnya
mekanisme yang berorientasi tugas masalah, juga bisa melibatkan cara-cara
menyerang, menarik diri dan kompromi. Berbagai bentuk pembelaan ego antara lain:
Penyangkalan Realitas (denial)
Yaitu melindungi diri dari kenyataan yang tidak menyenangkan dengan cara
menolak untuk menerima atau menghadapinya.
Fantasi
Yaitu memuaskan keinginan yang membuatnya frustasi dengan capaian-
capaian yang imajiner.
Rasionalisasi
Yaitu mencoba untuk membuktikan bahwa perilakunya masuk akal dan bisa
dibenarkan, bermanfaat bagi diri dan mendapat dukungan sosial.
Proyeksi
Yaitu menempatkan kesalahan pada orang lain atas kesulitan yang dialaminya
atau menuging orang lain atas keinginan yang tidak pantas dari dirinya.
Represi
Yaitu mencegah fikiran ang menyakitkan dan berbahaya agar tidak masuk ke
alam sadarnya.
Pembentukan Reaksi
Yaitu mencegah keinginan-keinginan yang berbahaya dengan pengungkapan
lewat sikap dan perilaku yang sangat berlawanan dan menggunakannya sebagai
penghambat (sawar).
Penebusan (undoing)
Yaitu menebus diri dari keinginan dan tindakan-tindakan yang tak bersusila
dengan cara meniadakannya. Meminta maaf atas kesalahan terhadap respons yang
kurang matang dan biasanya merupakan tingkatan aspirasi yang lebih rendah
Identifikasi
Yaitu meningkatkan harga diri dengan mengidentifikasikan diri pada orang
atau lembaga yang telah punya nama
Intropeksi
Yaitu menutupi kelemaan dengan memperhatikan sifat-sifat yang diinginkan
atau dengan menyimpan frustasi lewat pemuasan yang berlebihan di bidang lain.
Salah Pindah (displacement)
Yaitu melepaskan perasaan tertahan, biasanya yang bersifat permusuhan pada
objek yang kurang berbahaya dibandingkan dengan objek semula
Isolasi (penyekatan) Emosional
Yaitu mengurangi keterlibatan ego dan menarik diri ke dalam bentuk
kepasifan untuk melindungi diri dari rasa nyeri.
Intelektualisasi
Yaitu memutuskan atau meniadakan beban emosi dari situasi yang
menyakitkan, atau memisahkan sikap yang bertentangan lewat bagian yang terikat
dengan logika
Sublimasi
Yaitu memuaskan atau mengalihkan keinginan seksual yang memfrustasikan
ke dalam bentuk non seksual
Simpatisme
Yaitu berusaha untuk mendapatkan simpati dari orang lain, dukungan terhadap
rasa harga dirinya yang mengalami kegagalan
Pemeranan
Yaitu mengurangi ansietas yang muncul kaena keinginan yang tabu dengan
memperoleh pengungkapannya.
BAB IV

Banyak para ahli yang mempelajari cara penanganan stress mempercayai


bahwa dengan mengurangi stress akan membuat kesehatan menjadi lebih baik. Mc.
Lean seperti yang dikutip oleh Pasnau, merumuskan 3 langkash penyelesaian yaitu
mengurangi derajat stressor, memberikan teknik untuk menunjang kesehatan dana
menahan dampak stressor terhadap kesehatan. Semenara itu Lugh & Reises seperti
yang dikutip oleh Prijosembodo menekankan perlunya penatalaksanaan yang didasari
atas dimensi psikologik, biologic dan sosiologic.

Anda mungkin juga menyukai