Anda di halaman 1dari 32

SEMINAR DOKTER MUDA

GANGGUAN PSIKOSOMATIS

Oleh:
Ivanna Alimsardjono

010810056

Arfika Wida Ekacitta

010810058

Amanda Cesariani P.

010810060

Yusuf Rizal

010810061

Eliezer Iswara Anindita

010810062

Eidho Mirozha

010810063

Pembimbing:
Imam Kurnen, dr., SpKJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ARILANGGA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOETOMO
SURABAYA
2013
DAFTAR ISI
1

JUDUL..... 1
DAFTAR ISI 2
1. DEFINISI. 3
2. ETIOLOGI 3
3. PATOFISIOLOGI 9
4. KLASIFIKASI. 14
5. MANIFESTASI....................... 14
6. DIAGNOSIS..

27

7. PENGOBATAN.

30

DAFTAR PUSTAKA. 33

GANGGUAN PSIKOSOMATIK
1. DEFINISI
Istilah psikosomatis berasal dari bahasa yunani (psyche berarti psikis dan soma
berarti badan). Istilah ini diperkenalkan oleh seorang dokter Jerman Heinrothke dalam
kedokteran Barat. Pada tahun 1818 ia menerbitkan desertasi yangmenekankan pentingnya
faktor psikososial dalam perkembangan penyakit fisik.
Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul psikologi abnormal mendefinisikan
psikosomatis yaitu bentuk macam-macam penyakit fisik yang ditimbulkan oleh konflikkonflik psikis/psikologis dan kecemasan-kecemasan kronis. Dia juga mendefinisikan
psikosomatis sebagai kegagalan sistem syaraf dan sistemfisik disebabkan oleh
kecemasan-kecemasan, konflik-konflik psikis dan gangguanmental.
Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM
IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis
yang mempengaruhi kondisi medis.
Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk
mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani
dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan
interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam
keadaan sehat maupun sakit.
Menurut Maramis (1998) dijelaskan bahwa gangguan psikosomatik adalah
gangguan jiwa yang dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif.
Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan
(soma). Ada istilah lain yang digunakan untuk menjelaskan gangguan psikosomatik,
yaitu gangguan psikofisiologis.
2. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis (Mansyur dkk, 1999):
1. Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu
tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe,
didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale)
menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada
kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan
kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota
3

keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang
dengan berbagai latar belakang untuk menyusunderajat relatif penyesuaian yang
diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah
menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara
pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka
mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik
atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang
berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang
pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang
memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel
lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari
secara kognitif dan penyakit mungkin

hormonal, seperti pada sindroma adaptasi

umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin


mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit.
Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis
anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon
dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit
sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan
sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat
mempengaruhi keadaan psikis dan mood.
Menurut Townsend (1995), faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
gangguan psikosomatik berdasarkan teori teori utama psikosomatik adalah sebagai
berikut :
1. Teori Psikososial
Alexander (1950) mengemukakan bahwa individu individu memperlihatkan
respon respon psikologis spesifik untuk emosi emosi tertentu. Sebagai contoh,
dalam berespon terhadap emosi marah, seorang individu mungkin mengalami
vasokontriksi perifer, yang menghasilkan suatu peningkatan tekanan darah. Dengan
emosi yang sama, pada individu yang lain mungkin menimbulkan respon vasodilatasi
serebral yang dimanifestasikan dengan suatu sakit kepala migraine.
4

Dumbar (1954) telah menyatakan bahwa individu individu dengan sifat sifat
kepribadian spesifik cenderung di presdiposisikan pada proses penyakit tertentu.
Walaupun

kepribadian

tidak

dapat memberikan

keterangan

secara

total

perkembangan kelainan kelainan psikofisiologisnya. Hubungan hubungan


yang mungkin adalah seperti berikut ini :
Asma

Karakteristik kepribadian dependen

Tukak; hipertensi

Represi rasa marah

Kanker

Kepribadian depresif

Arthritis Rheumatoid; ulseratif koloitis

Mengorbankan diri dan terhambat

Sakit kepala migraine

Kompulsif dan perfeksionis

Penyakit jantung koroner

Agresif kompetitif

Teori psikososial yang lain mempertimbangkan peran pembelajaran dalam respon


psikofisiologis terhadap stress (Pasquali, 1989). Jika seorang anak terus meminta
perhatian, peningkatan ketergantungan, atau peningkatan penerimaan individu
sekunder lainnya karena penyakit. Perilaku ini dapat dipandang sebagai respons
respons yang diinginkan dan kemudian ditiru oleh anak tersebut.
2. Teori Biologis
Selye (1956), yakin bahwa kelainan psikofisiologis terjadi saat tubuh terpajan
pada stress yang berkepanjangan, sehingga menghasilkan sejumlah pengaruh
fisiologis di bawah control langsung dari aksis hipofisis adrenal. Ia juga
menyatakan bahwa kecenderungan genetic mempengaruhi system organic yang
akan dipengaruhi dan menentukan jenis kelainan psikosomatik yang akan
berkembang dalam diri seorang individu.
3. Teori Dinamika Keluarga
Minuchin dan Kolega ( 1978), menyatakan kecenderungan dari individu individu
yang merupakan anggota keluarga dari suatu system keluarga yang disfungsional,
dimana menggunakan masalah masalah psikofisiologis untuk menutupi konflik
konflik interpersonal. Ansietas dalam suatu situasi keluarga disfungsional
dipindahkan dari konflik yang terjadi terhadap individu yang sakit. Ansietas menurun,
konflik dihindari dan individu tersebut menerima penghargaan yang positif untuk
gejala gejala yang dialaminya. Situasi tersebut tampaknya lebih nyaman, tapi
masalah yang sesungguhnya tetap belum terpecahkan.
Menurut Maramis (1998), penyebab timbulnya gangguan psikosomatik yaitu karena :
5

1. Penyakit organic dahulu


Penyakit organic yang dulu pernah di derita dapat menimbulkan predisposisi
untuk timbulnya gangguan psikosomatik pada bagian tubuh yang pernah sakit itu.
Misalnya pernah ada trauma kepala sehingga menderita sakit kepala sesudahnya, lalu
kelak bila terjadi suatu konflik, maka mungkin timbul lagi sakit kepala; dulu
menderita disentri, lalu kemudian dalam emosi tertentu timbullah keluhan pada
saluran pencernaan.
2. Identifikasi dengan seseorang yang sakit
Penderita itu sangat merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar di
identifikasinya. Misalnya sering sakit perut sesudah usus buntu anaknya dioperasi
; istri mengeluh tentang pernafasan sesudah suaminya

12 meninggal dunia

karena TBC paru paru ; sering sakit kepala waktu saudaranya di rawat di
rumah sakit karena meningo ensefalitis.
3. Tradisi dan adat istiadat
Tradisi keluarga dapat mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu. Misalnya, bila
menu diet terlalu diperhatikan maka mungkin nanti sering mengeluh tentang
lambung; bila sering ditaku takuti tentang hal hal seksual, dan konflik tidak dapat
diselesaikan

dengan

baik,

maka

timbul

impotensi, ejakulasi, prekok atau

dismenore.
4. Emosi yang menjelma secara simbolik elementer
Emosi adalah suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung biasanya tidak lama
yang mempunyai komponen pada badan dan jiwa individu. Afek adalah suatu perasaan
yang berlangsung lama yang tidak atau hanya sedikit disertai komponen somatik.Suatu
emosi menjelma secara simbolik elementer menjadi sustu gangguan fisik tertentu.
Misalnya bila seseorang cemas, maka timbul keluhan pada jantung; rasa benci
menimbulkan rasa ingin muntah; emosi atau afek yang salah terhadap kesucian
dapat menimbulkan impotensi atau frigiditas.
Cannon dalam percobaannya menunjukkan bahwa pengaruh emosi mempengaruhi
terjadinya kelainan fisiologik pada sekresi kelenjar, tonus otot, sirkulasi, dan fungsi
lain yang berada di bawah kendali susunan neurovegetatif. Bila keadaan ini
berlangsung lama maka akan muncul kelainan-kelainan struktur yang irreversibel.
5. Kepercayaan dan anggapan masyarakat
Dapat ditentukan juga oleh kebiasaan, anggapan dan kepercayaan masyarakat
disekitarnya. Misalnya, anggapan bahwa klimakterium menyebabkan wanita yang
mengalaminya sakit, maka seorang wanita yang mengalami klimakterium dan
6

berada

disekitar masyarakat

dengan

anggapan seperti itu akan mengeluh

sakit.Mudah atau sukarnya suatu gangguan psikosomatik tergantung sebagian besar


pada kematangan kepribadian individu, berat dan lamanya konflik pada kejiwaan.
Konflik pada kejiwaan yang berlangsung

lama,

terus menerus dan tanpa

penyelesaian akan menimbulkan ketegangan pada jiwa serta perasaan tidak


nyaman.
David B.Cheek, M.D. dan Leslie M. Lecron,B.A. dalam bukunya Clinical
Hypnotherapy

mengatakan

bahwa

ada

faktor

penyebab

berbagai

gangguan psikosomatis. Untuk memudahkan mengingat maka digunakan mnemonik


COMPISS (Conflict,Organ Language, Motivation, Past Experience, Identification, Selfpunishment,Suggestion/Imprint)
1. Conflict
Konflik internal muncul karena ada minimal dua bagian dari diri seseorang yang
saling bertentangan. Tujuan dari kedua bagian ini sebenarnya sama baiknya namun
karena bertolak belakang akibatnya timbul masalah.
Contohnya adalah seorang manajer yang selalu sakit kepala pada akhir bulan.
Ternyata ada dua bagian dari dirinya yang konflik. Satu bagian dirinya ingin agar ia
istirahat di rumah bersama keluarganya. Yang satu lagi ingin agar ia tetap bekerja agar
menerima uang lembur lebih banyak dengan menyelesaikan laporan bulanan.
Sebagai contoh kasus yang lain adalah seorang salesman yang sangat sukses namun
memiliki kecemasan sangat tinggi dan selalu berusaha menghindar untuk berjabat
tangan. Padahal dalam menjalankan aktivitasnya ia seringkali harus berjabat tangan
memperkenalkan diri dengan pelanggannya. Setelah dilakukan hipnoanalisis ternyata
saat ia masih remaja ia sering melakukan masturbasi dan ia ketakutan membayangkan
orang-orang yang dikenalnya akan bisa mengenali keburukannya
2. Organ Language / Unresolved problem
Ini adalah salah satu cara pikiran bawah sadar berbicara pada kita tentangmasalah
yang belum terselesaikan. Caranya adalah dengan memberi rasa sakit pada bagian
tertentu tubuh kita. Jadi masalah itu dimunculkan dalam bentuk symptom. Dengan
adanya symptom diharapkan pikiran bawah sadar mendapatkan perhatian dari pikiran
sadar. Makna symptom ini adalah, Saya tidak suka apa yang sedang anda lakukan.
Inilah penyakit yang bersifat psikosomatis. Seringkali apa yang tampaknya menjadi
masalah, menurut pikiran sadar, ternyata berbeda dengan yang dinyatakan oleh pikiran
bawah sadar.
3. Motivation
7

Symptom yang dialami seseorang sering kali mempunyai tujuan tersembunyi demi
keuntungan orang tersebut. Contohnya adalah seorang anak yang malas sekali belajar
sehingga ulangannya mendapatkan nilai jelek semua.Ternyata hal ini adalah salah satu
upayanya agar mendapatkan teguran dari orangtua. Ia menyamakan teguran dengan
perhatian. Ia ingin mendapatkan perhatian dari orangtuanya.
Contoh lain lagi adalah kasus pada seorang wanita yang mengalami migrain. Setelah
diselidiki lebih dalam ternyata pikiran bawah sadar wanita ini membuat wanita ini
mengalami

migrain

karena

dengan

demikian

suami

dan

anak-anaknya

memperhatikannya. Bila dalam kondisi normal, tanpa migrain,keluarganya biasanya


sibuk sendiri dan kurang memperhatikan wanita ini.
4. Past Experience
Pengalaman masa lalu yang menyakitkan, sesuai dengan persepsi pikiran bawah sadar,
mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan bertahan lama. Contohnya adalah phobia.
Ketakutan akan sesuatu, yang terjadi di masa lalu,terbawa hingga masa kini dan
sangat mengganggu seseorang.
5.Identification
Pada kasus ini klien mengidentifikasikan dirinya dengan satu figur yang
iakagumi.Contoh kasusnya adalah seorang klien yang sering ditipu oleh rekan
kerjanya. Ternyata ia mengidolakan seorang tokoh bisnis yang dulunya ditipu berkalikali sehingga akhirnya bisa sukses dan makmur. Identifikasi ini adalah sebuah program
yang bekerja sangat halus yang jika digunakan dengan baik maka akan menghasilkan
sesuatu yang positif. Satu hal yang perlu diingat bila kita menggunakan identifikasi
adalah apapun yang melekat pada seorang figur biasanya akan ikut terserap juga walau
terkadang ini bertentangan dengan nilai hidup kita. Hal ini bisa menimbulkan
permasalahan baru yang masuk dalam kategori conflict.

6.Self-punishment
Perasaan bersalah atas apa yang telah dilakukan di masa lalu sering kali termanifestasi
dalam sebuah perilaku untuk menghukum diri sendiri.
7.Sugesstion/Imprint
Imprint adalah sebuah kepercayaan/belief yang ditanamkan ke pikiranklien, biasanya
oleh figur yang oleh klien dipandang memiliki otoritas. Seorang wanita berumur 40 an
tahun menderita batuk puluhan tahun. Tak ada pengobatan yang bisa menyembuhkan
batuknya. Akhirnya ia pun mencoba hipnoterapi dan setelah dilakukan hipnoanalisis
8

akhirnya terungkap pada saat ia berusia 4 tahun ia sedang terbaring di ranjang rumah
sakit. Ia menderita batuk yang sangat parah.Ayah ibunya ada di sisi ranjangnya saat
seorang dokter mengatakan bahwa ia tak akan pernah sembuh dari batuknya.
Perkataan dokter ini langsung membuatnya ketakutan dan saat itulah perkataan sang
dokter menjadi sebuah kebenaran yangditerima pikiran bawah sadarnya.
3.

PATOFISIOLOGI
Interaksi antara sistem saraf dan imun menyediakan basis fisiologi bagi kedokteran
psikosomatis. Interaksi antara keduanya tidaklah satu arah. Sistem imun juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap sistem saraf begitu juga sebaliknya. Anomali sistem imun
bisa menjadi penyebab penyakit yang mengenai sistem saraf dan ini bisa bermanifes
pada kelainan psikiatrik.
Bukti interaksi antara sistem saraf dan imun dapat dirangkum sebagai berikut :

Alterasi respon imun dapat dikondisikan.

Stimulasi elektris dari lesi atau situs otak spesifik dapat mengubah fungsi imun

Stress merubah respon imun dan pertumbuhan tumor maupun infeksi pada
hewan percobaan.

Aktivasi dari sistem imun berkorelasi dengan aktivitas neurofisiolgis,


neurochemical, dan neuroendokrin pada sel sel otak.

Beberapa postulat dimana beberapa mekanisme sistem saraf mempengaruhi fungsi


imun telah dikemukakan sejak lama. Sebagai contoh, glukokortikoid disekresikan dari
korteks adrenal, katekolamin disekresikan dari terminal saraf simpatetik dan medulla
adrenal, hormone lain disekresi oleh pituitary dan organ endokrin lainnya, peptide (misal
endorphin) disekresi oleh medulla adrenal dan terminal saraf autonom. Jejaring ini tidak
hanya meliputi sistem saraf autonom dan mekanisme neuroendokrin klasik tapi juga
meliputi fungsi endokrin dari sistem imun. Beberaa produk sistem imun (misal sitokin,
peptide, dan faktor lain) yang berfungsi mengkoordinasi respon imun juga dapat
menyediakan sinyal penting kepada sistem saraf.

10

Skema diagram interaksi antara otak dan komponen dari sistem endokrin dan imun.
Kemampuan otak untuk mempengaruhi fungsi sistem imun lewat bermacam jalur
endokrin dan sistem saraf autonom, efek peptide dan sitokin yang diproduksi sistem
imun pada sel imun dan otak juga digambarkan pada skema tersebut. Singakatan : CRF,
corticotropin-releasing factor; CS, corticosteroids; Enk, enkephalins; Epi, epinephrine;
GH, growth hormone; I, immunocytes; NE, norepinephrine; NPY, neuropeptide Y; SP,
substance P; TNF, tumor necrosis factor.
Beberapa studi bahkan studi eksperimental menunjukkan bahwa pengkondisian
perilaku dapat memodifikasi respon imun. Studi oleh Ader dan Cohen pada 1975
menunjukkan bahwa obat imunosupresif, cyclophosphamide, yang diberikan bersamaan
dengan saccharin, penelanan subsequent saccharin pada waktu selanjutnya mencegah
produksi antibody dalam respon terhadap administrasi sel darah merah domba.
Percobaan ini menunjukkan bahwa sistem imun dapat diregulasi otak meski banyak
imunologis yang tidak terlalu mendukung studi ini. Teknik ini dipakai juga dalam
memperpanjang hidup tikus dengan SLE. Mekanisme tentang spesifisitas imunologikal
dari efek ini memang masih belum jelas, namun diperkirakan bahwa sekresi hormone
dan neurotransmitter mempunyai efek imunosupresif (misal glukokortikoid dan
katekolamin).
Dalam hubungannya dengan stres, stress kronik memang tidak sehat, tapi
mekanisme yang menyebabkan stress menurunkan sistem imun lebih kompleks dari
yang dibayangkan. Dogma yang popular menyatakan bahwa ini berdasar efek
imunosupresif dari glukokortikoid. Faktanya, glukortikoid endogen pada dosis fisiologis
tidak bersifat imunosupresif secara umum dan bahkan bisa meningkatkan fungsi imun.
Sehingga, glukortikoid bukanlah mekanisme mayor yang menekan fungsi imun.
Selain bukti bahwa stress punya efek imunosupresif pada hewan dan manusia, ada
bukti juga bahwa stress meningkatkan imun. Manusia umumnya mengalami stress akut
dapat menjadi rentan infeksi, tapi resistensi mengalami kolaps saat tekanan ini
dibebaskan.

11

Adrenalektomi menunjukkan pencegahan efek imunosupresif dari stress pada studi


hewan, tapi juga beberapa hewan yang adrenalnya diambil juga mengalami perubahan
imun terkait stress. Adrenalektomi efektif dalam studi memeriksa respon akut stressor
singkat (efek immunosupresif cepat direverse), tapi menjadi tidak bermakna pada stress
kronik. Studi baru menunjukkan peran penting katekolamin dari sistem saraf simpatis
dan medulla adrenal pada studi kasus kronik.
NK cell memang terlibat pada rejeksi tumor dan fungsi imunofisiologis jelas.
Bukti menunjukkan bahwa treatment yang penuh stress dapat menekan sel NK baik
pada manusia dan hewan. Efektor mayor dari efek pemicu stress ini adalah opiate dan
katekolamin lewat reseptor beta adrenergic
Kortikosteroid memang punya efek imunosupresif yang sudah sangat dikenal.
Namun studi Kass menunjukkan bahwa konsenstrasi optimal dari kortikosteroid adalah
esensial untuk perbaikan normal dan infeksi pada hewan yang telah diadrenalektomi.
Konsentrasi komponen kortikosteroid yang biasa dipakai untuk mendapat efek
imunosupresif biasanya menyebabka lisis sel imun terutama yang matur. Pada dosis
normal fisiologis, efek steroid justru stimulatori imun sedang pada dosis tinggi
ditemukan pada hewan yang stress. Involusi timus dipercaya terjadi karena stress
dengan mekanisme limfosit yang berpindah ke perifer. Involusi ini bisa diinduksi
dengan pemberian glukokortikoid dan dicegah dengan adrenalektomi.
Aktifitas NK cell tampaknya dihambat oleh stimulasi reseptor beta adrenergic.
Studi juga menunjukkan bahwa simpatektomi mengubah respon imun secara umum
menekan reaktifitas imun tapi juga terdapat efek paradoksal proliferasi limfosit dan
diferensiasi sel B. CRF yang diproduksi hipotalamus berperan stimulatori pada sel
imun, menstimulasi proliferasi sel B dan aktivitas sel NK juga produksi IL-1, IL-2, dan
IL-6. ACTH menginhibisi produksi antibody dan modulasi fungsi sel B.
Indikasi adanya bukti penting bahwa terdapat komunikasi bidireksional antar
sistem saraf dan imun. Terjadi via messenger kimia seperti hormone, neurotransmitter,
dan sitokin. Messenger tertentu dari sistem neuroendokrin memfasilitasi atau
menghambat fungsi sel imun. Sitokin seperti IL-1 adalah activator poten axis HPA, juga
punya efek fisiologis lain.
Konsentrasi katekolamin dan steroid yang adekuat menimbulkan efek fisiologis
begitu juga sitokin meski kadar dalam tubuh tidaklah signifikan sehingga fungsinya
masih dipertanyakan namun peptide yang disekresi terminal saraf di timus, spleen, dan
jaringan limfoid dapat mencapai konsentrasi local yang cukup untuk memodulasi sel
imun. Juga pada situs inflamasi local.
12

Messenger yang berpindah lebih siap dan lebih stabil secara metabolic dapat aktif
secara sistemik, dimana peptide yang lebih tidak stabil bekerja local. Sebagai molekul
lipofilik, glukokortikoid dapat penetrasi barrier membrane dan mempengaruhi sel pada
semua jaringan tubuh sedangkan katekolamin yang hidrofilik lebih labih dan aksinya
terbatas pada sistem sirkulatori. Katekolamin dan glukokortikoid predominan
menghambat respon imun, sedang peptide memfaslitasi. Ketika organism terancam,
aktivitas sistemik dari glukokortikoid yang membatasi respon imun mungkin penting
untuk mendepresi aktivitas imun untuk mencegah aksi autoimun yang tidak diinginkan.
Peptide dapat memfasilitasi respon imun pada area yang lebih sempit dekat tempat
keluarnya misal pada area inflamasi yang terinduksi oleh infeksi atau kerusakan
jaringan. Katekolamin dapat mencakup posisi intermediate pada konsenstrasi yang
cukup untuk aksi sistemik tapi tidak punya akses luas ke jaringandan punya durasi aksi
pendek kecuali bila kronik akan naik. Disimpulkan, susunan ini memungkinkan focus
pada aktivasi respon imun pada area local inflamasi sedangkan pencegahan perusakan
potensial autoimun yang bisa terjadi pada aktivasi luas.
Banyak studi melaporkan deficit imunitas diasosiasikan dengan penyakit psikiatri.
Terutama depresi. Penurunan fungsi imun dilaporkan pada pasien depresi diukur dengan
stimulasi mitogenik dan sitotoksisitas NK. Juga asosiasi kuat antara depresi dan elevasi
kortisol plasma, adalah alami bahwa deficit imun bisa terkait hiperkortisolemia. Depresi
juga terkait hiperaktivitas dan sistem noradrenergic. Cortisol dan NE juga berperan pada
imunosupresi. Studi Irwin et al menunjukkan bahwa administrasi CRF iv pada tikus
menurunkan imunitas, observasi pada CSF CRF yang naik pada depresi mayor
menunjukkan mekanisme potensial. Efek imunosupresif depresi terkait katekolamin
daripada glukokortikoid.
Studi awal menunjukkan fungsi imun yang menurun pada schizophrenia tapi studi
terbaru tidak mengedepankan hal ini.
Apabila aktivasi HPA yang menstimulasi imunitas menunjukkan mekanisme
feedback regulasi, keseimbangan antara sustem saraf dan sistem imun bisa menjadi
jelas. Hiperaktivitas axis HPA terhadap stimulasi imun akan menurunkan mekanisme
pertahanan imun dan hipoaktivitasnya akan menyebabkan penyakit autoimun.
Contohnya misal arthritis dimana inflamasi hiperaktif dan respon imun menjadi terlibat.
Kerentanan arthritis pada tikus di studi Lewis dapat dikarenakan hiposensitivitas axis
HPA terhadap stimuli stress normal sehingga efek antiinflamatori glukokortikoid
dipatahkan. Contoh lain adalah chronic fatigue syndrome dimana insufisiensi
13

glukokortikoid akibat keletihan, arthralgia, myalgia, adenopati, dan gangguan mood dan
tidur.
4. KLASIFIKASI
Menurut Maramis (1998), penderita gangguan psikosomatik secara umum dibagi
menjadi 3 golongan, yakni :
1. Mengeluh tentang badannya, tetapi tidak terdapat penyakit badaniyah yang
dapat menyebabkan keluhan keluhan atau tidak di temukan kelainan organik.
2. Terdapat kelainan organik, tetapi yang utama menyebabkannya ialah factor
psikologik.
3. Terdapat kelainan organik, tetapi terdapat juga gejala gejala lain yang timbul
bukan sebab penyakit organik tersebut, akan tetapi karena faktor psikologik ;
faktor psikologik ini mungkin timbul disebabkan penyakit organik tadi,
misalnya kecemasan.
5. MANIFESTASI
Konflik dan gangguan jiwa dapat menimbulkan gangguan badaniah yang terus
menerus, biasanya hanya pada satu alat tubuh saja, tetapi kadang-kadang juga berturutturut atau serentak beberapa organ yang terganggu. Untuk klasifikasi maka jenis gangguan
dibagi menurut organ yang paling terkena, yaitu kulit, otot dan tulang, saluran pernapasan,
sistem kardiovaskuler, saluran pencernaan, alat urogenital dan sistem endokrin.
Kulit
Bahwa emosi dapat menimbulkan gangguan pada kulit telah lama diketahui. Baru
tahun-tahun belakangan ini diperhatikan dan diselidiki hubungan antara timbulnya
pruritus, neodermatoses, hiperhidrosis dan reaksi kulit lainnya dengan kesukaran
penyesuaian diri terhadap stress dalam hidup manusia. Beberapa klinik dermatologi di
USA mencatat bahwa pada 75% atau lebih dari penderita mereka, faktor psikologik
memegang peranan yang sangat penting.
Alergi, menurut konsep tradisional adalah sebab mekanisme antigen-antibodi. Tetapi
pada banyak keadaan alergi tidak ditemukan antibodi. Tambah lagi adanya alergi fisik dan
kemudian juga bahwa psikotrauma juga penting, maka diperlukan suatu teori yang lebih
memuaskan.
Williams mengemukakan konsep disfungsi otonomik, yaitu untuk mengembalikan
keseimbangan fisiologik sesudah suatu serangan, badan akan bereaksi terhadap stress yang
beraneka ragam dengan suatu reaksi yang stereotype dengan mempergunakan semua
14

komponen sistem otonomik. Stres tersebut mungkin dapat merupakan invasi kuman, zat
protein nonspesifik, zat kimiawi, faktor fisika atau gangguan emosi. Reaksi yang
stereotype ini ialah reaksi pembuluh darah perifer, yaitu spasme arteriole dan atoni atau
dilatasi kapiler serta venule. Dilatasi yang pertama mengakibatkan hiperemi, yang
belakangan menimbulkan urtikaria. Reaksi pembuluh darah ini disebabkan aktifitas
asetilkolin yang berlebihan. Mungkin juga keseimbangan histamin dan adrenalin
mempengaruhinya.
Menurut Williams, definisi alergi adalah suatu predisposisi kongenital terhadap
disfungsi otonomik lokal yang ditimbulkan oleh serat-serat kolinergik susunan saraf
vegetatif. Pada orang yang normal reaksi ini hanya timbul bila ada stimulus yang keras,
pada orang yang peka (mempunyai alergi) reaksi ini sudah timbul dengan stimulus rendah.
Kombinasi antigen-antibodi hanya merupakan salah satu stimulus yang dapat mengganggu
keseimbangan fisiologik ini sehingga menimbulkan reaksi alergi.
Wolf dan kawan-kawan serta Holmes dan kawan-kawan memeriksa mukosa hidung
penderita-penderita mereka dalam berbagai keadaan. Bila seorang yang normal menarik
napas dihawa yang mengandung ammonium karbonat selama satu menit, maka tiba-tiba
terjadi hiperemi dan pembengkakan serta sekresi yang berkebihan dan obstruksi. Seorang
yang menderita hay fever memperlihatkan reaksi yang sama sesudah memotong bunga di
halamannya. Mukosa hidung orang-orang lain juga menunjukkan kelainan sama sewaktu
kepala mereka diikat keras sehingga timbul perasaan nyeri dan kemudian dilancarkan
kata-kata yang merangsang (diskusi tentang perkawinan yang tidak bahagia). Pada
penderita-penderita yang lain yang berada di dalam ruangan yang mengandung tepung
sari, gejala hay fever baru timbul setelah membicarakan kesukaran mereka.
Kita dapat melihat bahwa rhinitis vasomotorika dapat disebabkan banyak faktor yang
bekerja sendiri ataupun bersama-sama seperti infeksi, faktor fisika seperti kedinginan,
alcohol, pemberian hormone, bau-bauan keras, cahaya yang menyilaukan, kehamilan,
mesntruasi dan stimuli sexual yang tidak dijawab.
Graham dan Wolf mempelajari 30 orang penderita dengan urtikaria menahun dan
menemukan korelasi antara serangan dan gangguan emosi tertentu (kekecewaan dan
penjelasan tanpa perasaan bermusuhan). Mekanisme asthma bronkiale dan alergi terhadap
makanan boleh dikatakan sama dengan apa yang telah diutarakan diatas.
Pengobatan: pemberian antihistaminika, kortikosteroid atau simpatikomimetik. Bila
terdapat konflik, tentu juga perlu diberi psikoterapi.
Otot dan tulang
Dalam praktek sehari-hari sering terdapat keluhan tentang otot dan tulang. Ada yang
primer somatogenik, tetapi tidak sedikit juga yang primer psikogenik. Bila sudah
15

berlangsung lama, maka sukar untuk dibedakan lagi manakah yang primer dan kedua
faktor itu sangat erat saling mempengaruhi. Kita akan membicarakan arthritis rematoid,
mialgia dan atralgia.
Artritis rematoid, merupakan salah satu contoh gangguan psikosomatik yang timbul
bukan saja pada sendi, tetapi juga di banyak jaringan yang lain. Penyebab yang sebernya
belum diketahui, kadang-kadang rupanya ada pengaruh keradangan. Penderita arthritis
rematoid cenderung kearah masokistik, pengorbanan diri, konformist, tahu-diri, terhambat,
kompulsif, terlalu aktif berkenaan dengan gangguan dan berminat pada olahraga. Bersama
dengan pengobatan internis dilakukan psikoterapi yang akan lebih efektif bila dimulai
sebelum terjadi kerusakan pada banyak jaringan, juga dapat dipakai tranquilaizer.
Nyeri otot/mialgia sering terdapat dalam praktek. Kecuali hawa dan pekerjaan, maka
faktor emosi memegang peranan yang penting dalam menimbulkannya. Karena tekanan
psikologik, maka tonus otot meninggi dan penderita mengeluh nyeri kepala (mialgia
kepala, seperti terdapat suatu benda yang berat diatas kepala, seperti sedang memakai
surban atau helm), kaku kuduk (mialgia kuduk) dan nyeri punggung bawah. Ketegangan
otot dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sandi atau
atralgia. Gangguan-gangguan ini dibedakan dengan gangguan rematik (terdapat tandatanda inflamasi) yang juga sangat erat hubungannya dengan stress psikologik. Sambil
mencari penyebab tekanan psikologik, dilakukan psikoterapi suportif cara hidup yang
teratur dan kebiasaan kerja atau belajar yang tenang. Dapat diberi juga tranquilizer atau
obat pelemas otot.
Saluran pernapasan
Gangguan psikosomatik yang sering timbul dari saluran pernapasan ialah sindroma
hiperventilasi dan asma bronkiale dengan bermacam-macam keluhan penyerta.
Sindroma hiperventilasi, sering terdapat dalam praktek. Banyak mekanisme fisiologik
yang turut serta. Bagian-bagian sindroma ini dahulu dinamakan soldiers heart, cardiac
neurosis atau neurocirculatory asthenia. Menurut Rice (USA) 10% dari 1000 orang yang
datang berobat ke prakteknya menderita sindroma ini. McKell mendapat 5,8% sindroma
ini pada 500 orang yang mempunyai keluhan dari saluran pencernaan. Patogenesis
terjadinya hiperventilasi dapat berupa suatu kebiasaan, seperti mengisap rokok atau
bernapas panjang saat tegang. Hal ini terjadi tidak disadari. Kadang-kadang juga terjadi
hiperventilasi nonpsikogenik sebagai refelex, umpamanya pada infeksi, intoksilasi, panas
tinggi, penyakit pada susunan saraf pusat yang menyebabkan retensio urin akut.
Hiperventilasi biasanya merupakan tarikan napas panjang, tapi mungkin juga orang itu
menguap, mendengus, batuk kering, mendehem-dehem atau mengangkat dada. Dengan
hiperventilasi CO2 didalam alveoli mungkin turun menjadi separuh (normal 40mmHg
16

partial pressure) dan hal ini dicapai dalam waktu setengah hingga satu menit. CO 2 didalam
darah dan jaringan juga turun. Ion kalsium dalam plasma berkurang dan O 2 sukar dilepas
kepada jaringan yang kurang CO2. Kesadaran mungkin menurun. Bila disuruh melakukan
hiperventilasi dengan sengaja, maka gejala-gejala sindroma ini lebih jelas terlihat pada
orang muda, bila hiperventilasi keras dan cepat, bila O 2 dalam hawa kurang dan bila orang
duduk tegak.
Waktu penderita diperiksa sering kelihatan hiperventilasinya. Keluhan-keluhan yang
timbul ialah napas sesak, napas pendek, tidak enak didalam dada, seperti tertekan dadanya,
seperti mau habis nafas, badan lemah, rasa nyeri pada dada bagian atas (sebab mialgia
karena hiperventilasi) atau prekordial (sebab tekanan pada diafragma) oleh lambung yang
melembung karena erofagi), nyeri tekan pada epigastrium, pusing, kepala terasa ringan,
mabuk, penglihatan berawan, telinga berbunyi, kepala terasa menjadi besar, sekitar mulutmulut terasa seperti ditusuk-tusuk jarum, juga pada tangan dan kaki, otot-otot kuduk dan
lengan kaku sehingga kadang-kadang merupakan tetani, sinkope.
Menurut Engel, sinkope pada hiperventilasi mungkin terjadi melalui mekanisme
sebagai berikut:

Jenis Serebral : pengaruh langsung dari hiperventilasi terhadap peredaran darah


otak dan transport serta pelepasan O2.

Jenis Vasodepresor : sinkope sebelum atau sesudah hiperventilasi, hal ini paling
sering terjadi.

Hipotensi ortostatik : diperkeras atau timbul pada orang-orang yang peka.

Histeri.

Gejala-gejala yang lain mengenai sindroma hiperventilasi ialah: mulut dan tenggorok
kering, sehingga sering orang itu menelan dan timbulah disfagi, faringitis menahun. Sering
hawa juga ditelan (erofagi) yang menyebabkan rasa penuh di lambung, perut gembung,
perut tidak enak sehingga terjadi anorexi, kadang-kadang terasa panas-dingin, sering
kencing dan nyeri pada otot-otot. Sebab keluhan-keluhan beraneka ragam dan dari
berbagai sisterna, maka kita harus memeriksa dengan sangat teliti untuk menyingkirkan
penyakit-penyakit organik seperti perikarditis, angina pectoris, radang atau hernia nuclei
pulposi pada vertebra servikales, petit mal. Hiperventilasi juga mungkin terjadi pada orang
dengan asidosis diabetika atau uremi. Sebaliknya hiperventilasi yang psikogenik mungkin
juga terjadi pada penderita dengan penyakit organik dan penderita ini mungkin menjadi
invalid atau lebih lama sakit, sebab dikira gejala-gejala hiperventilasi itu disebabkan oleh
penyakit organik yang diderita, seperti pilek biasanya dapat menyebabkan hal ini.

17

Gejala-gejala hiperventilasi dapat diproduksi sewaktu penderita diperiksa: ia disuruh


duduk tegak lalu berhiperventilasi, kemudian ditanya kalau gejala-gejala pada waktu itu
sama dengan gejala-gejala yang dikeluhkannya. Penderita dengan sindroma hiperventilasi
mulai mengeluh sesudah beberapa kali tarik napas panjang, sebab mereka senantiasa
berada diambang pintu serangan.
Pengobatan: penerangan tentang mekanisme, diberitahukan bahwa sindroma ini sering
terdapat, mula-mula sebagai suatu reaksi fisiologik saja, tetapi kemudian menjadi
kebiasaan dan bahwa mungkin gejala-gejala kadang-kadang akan timbul lagi, tetapi ia
tidak usah khawatir sebab mekanismenya sudah diketahui, sebab ketidak-tahuan
menimbulkan kecemasan dan hal ini dapat memperberat gejala-gejala. Selanjutnya diberi
psikoterapi dengan memakai garis-garis yang telah dibicarakan.
Asma bronkiale: kecemasan dapat mengganggu ritme pernapasan dan diketahui bahwa
stress juga dapat menimbulkan serangan asma. Faktor emosi penting juga biarpun konsep
asma sekarang ialah alergi. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan
konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang.
Sering terdapat kadaan rumah tangga yang tidak memuaskan.
Pengobatan : menghilangkan stress, penyesuaian diri, menerangkan secara sederhana
mekanisme

konstriksi

bronkioli

itu

dan

pengaruh

bermacam-macam

faktor,

menghilangkan alergi serta mengatur pekerjaan sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan.
Pada orang dewasa bicarakanlah tentang keadaan rumah tangga, pekerjaan dan
sebagainya, pada anak-anak penting ialah hubungan dengan orang tua dan sikap mereka
terhadap anak itu, juga sikap terhadap saudara-saudara yang lain.
Sistem kardiovaskuler
Pada umumnya jantung dianggap penting sekali untuk hidup, berhentinya alat ini
berarti kematian individu. Karena itu bila dirasakan kelainan pada jantung segera timbul
perasaan takut. Mungkin juga melalui mekanisme sebagai berikut: sewaktu kita takut
jantung kita berdebar-debar dan sebaliknya bila jantung berdebar-debar atau dirasakan
lain, kita menjadi takut. Stres yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyutan
jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada
ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa
jantung dan tekanan darah. Gangguan fungsional seperti ini dapat menjadi fokus suatu
nerosa, terutama bila dokter yang memeriksa tidak hati-hati dengan ucapan-ucapannya
atau melakukan cara pemeriksaan berlebihan. Gejala-gejala yang sering didapati ialah :
takikardi, palpitasi, aritmia, rasa nyeri prekardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan
pingsan, sukar tidur. Gejala-gejala ini sebagian besar merupakan manifestasi kecemasan.
18

Hipertensi esensial, juga dapat merupakan suatu gejala gangguan psikosomatik.


Ketegangan emosi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan bila keadaan ini berlangsung
lama, maka terjadi fiksasi pada hipertensi itu. Pada permulaan juga terdapat gejala-gejala
gastrointestinal, sakit kepala dan kelelahan, bukan karena hipertensi itu, tetapi karena
faktor emosi yang juga menyebabkan hipertensi itu. Bila penderita tahu bahwa ia
menderita hipertensi tanpa diberi keterangan apa-apa, maka oleh karena ia mengetahui ini
mungkin timbul gejala-gejala sesudah mengetahui baru ia mulai mengeluh tentang sakit
kepala, palpitasi dan sebagainya. Belum diketahui dengan jelas berapa banyak pengaruh
emosi dalam pembentukan hipertensi esensial. Tetapi banyak gejala yang dikatakan karena
hipertensi, sebenarnya disebabkan oleh emosi. Dengan psikoterapi penderita lebih dapat
menyesuaikan diri dan dapat bekerja lebih efektif, biarpun hipertensi itu sendiri tidak
dipengaruhi oleh psikoterapi lain.
Sakit kepala vaskuler, terjadi karena dilatasi atau konstriksi pembuluh darah. Rasa
nyeri biasanya berdenyut-denyut dan bila keras, maka diikuti juga oleh gejala-gejala lain
yang mengenai saraf vegetatif, seperti berkeringat dingin, rasa mual sampai muntah,
matanya seperti mau keluar dari kepala, keluar air mata, palpitasi dan sebagainya. Sakit
kepala vasospastik (karena vasokonstriksi), terasa berkurang bila berbaring atau bila
kepala lebih rendah atau dikompres dengan air hangat dan diberi obat vasodilator
(analgetik kurang menolong). Sakit kepala vasotonik (karena vasodilatasi) terasa
berkurang bila duduk (bila kepala lebih rendah sakitnya lebih keras) atau dikompres
dengan air dingin/es, diberi obat vasokonstriktor dan analgetika. Disamping keadaan
umum badaniah dan perubahan suhu, emosi juga memegang peranan yang penting dalam
menimbulkan sakit kepala vaskuler.
Migren, ialah sakit kepala vaskuler pada separuh kepala. Terjadi dilatasi pada
pembuluh darah (tidak jarang didahului oleh vasokonstriksi yang menyebabkan prodroma
daripada migren) umpamanya melihat api-apian, mata berkunang-kunang dan kadangkadang timbul parese otot-otot mata (migren oftalmoplegik). Timbulnya serangan migren
dipengaruhi oleh perubahan suhu, sering timbul pada wanita waktu menstruasi dan pada
amarah yang tak tersalurkan.
Pengobatan ialah psikoterapi suportif, terutama bila pengaruh emosi jelas. Di samping
itu dapat diberikan obat untuk stabilisasi susunan saraf vegetatif dan neroleptika dalam
dosis rendah (sebagai stabilisator susunan saraf vegetatif dan emosi) selama beberapa
minggu berturut-turut, beberapa seri bila perlu dengan interval 1-2 minggu. Analgetik bila
perlu saja.
Rinitis vasomotorika, ialah pelebaran pembuluh darah selaput lendir hidung bila
terjadi perubahan hawa panas ke dingin, umpamanya sewaktu bangun pagi keluar dari
19

kamar tidur. Penderita bersin terus menerus 5-10 kali atau lebih dan dari hidung keluar
lendir yang encer. Sering diberi obat tetes hidung atau dilakukan kaustik pada selaput
lendir konkha hidung, tetapi bila emosi tidak distabilisasi, keluhan akan timbul lagi.
Neroleptika dalam dosis rendah dapat membantu juga.
Saluran Pencernaan
Gangguan saluran pencernaan sebagai manifestasi gangguan psikosomatik paling
sering terdapat dalam praktek, akan tetapi penderita harus diperiksa betul untuk
menyingkirkan penyebab somatogenik. Sebaliknya kita harus hati-hati jangan sampai
memperkeras atau memperkokoh gangguan psikosomatik karena ucapan atau pemeriksaan
fisik yang berlebihan.
Sindroma asam lambung mempunyai gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala
ulkus ventrikuli. Perasaan tidak enak dan sakit pada epigastrium sering disebabkan karena
kelainan fungsi lambung :sekresi asam lambung yang berlebihan, motilitas dan tonus yang
meninggi pada otot-otot dinding lambung. Gejala iritasi lambung oleh suatu zat atau
makanan tertentu hamper sama dengan gejala ulkus.
Stres psikologik memegang peranan besar dalam hal ini. Sering tidak didapati
kelainan pada X-foto ataupun gastroskopi. Sebagian kecil saja yang mempunyai ulkus
atau suatu degenaerasi maligna. Adajuga yang menderita gastritis menahun yang
nonspesifik. Sebab itu kita harus memerksa penderita dengan teliti. Bila tidak didapat
kelainan, maka hal Ini diterangkan pada penderita secara sederhana, supaya dapat
dihilangkan kecemasannya dan juga supaya terjadi kerja sama mengenai terapi. Janganlah
sampai kedua-duanya, penderita dan dokter, bersikeras mencari penyebab oganik bagi
keluhan-keluhan itu.
Gejala-gejala sindroma asam lambung biasanya merupakan perasaan tidak enak atau
nyeri pada epigastrium , pedas atau keluar rasa asam ke dalam mulut. Gejala-gejala
bertambah bila penderita lelah atau susah, makan tidak teratur dan mungkin juga bila
terjadi infeksi jalan nafas bagian atas.
Pengobatan: diberikan penerangan tentang macam gangguan, tentang cara pengobatan
dan tujuannya, dibicarakan masalah emosi dan diusahakan suatu cara hidup yang moderat.
Dipergunakan makanan yang enteng, yang tidak merangsang lambung. Dapat diberi obatobat yang mengikat asam lambung (antasida). Istirahat dan tidur yang cukup. Bila ada
infeksi jalan nafas, maka harus diobati dengan baik.
Contoh: seorang pemuda yang berminat besar dan bersekolah di SMA di Jakarta mulai
mengeluh dan menunjukkan gejala sindroma asam lambung. Sudah dibuat X-foto dan
20

diberikan bermacam-macam obat, tapi tidak berhasil. Ia sudah sakit beberapa bulan
lamanya dan tidak dapat bersekolah lagi. Ia kembali ke rumah orang tuanya di Surabaya
dan bekerja dengan ayahnya, kemudian membuka perusahaan sendiri, karena sudah
sembuh tidak lama sesudah pulang. Pemuda itu mempunyai cita-cita yang tinggi, tetapi
kemampuannya kurang dan ia tidak dapat menyesuaikan diri di Jakarta. Ia juga agak
pendiam dan lekas merasa. Di Surabaya ia senang dengan pekerjaanya dan merasa aman.
Gangguan psikosomatik saluran pencernaan dapat menimbulkan belbagai gejala yang
sering ditemukan dalam praktek sehari-hari.
Nafsu makan berasal dari susunan saraf pusat dan timbul karena ingatan dan asosiasi,
tetapi rasa lapar juga mungkin timbul karena gerakan saluran pencernaan yang agak keras.
Anorexia timbul sebab inhibisi psikologik melalui susunan saraf pusat atau melalui
simpatikus sehingga motilitas lambung berkurang. Anorexia sekunder terjadi karena
penyakit organic, diit yang salah atau obat-obat yang mengganggu alat pencernaan.
Nausea hanya berbeda mengenai kwantitas dengan anorexia. Mungkin sebabnya
sentral, mungkin juga stimulasi atau tekanan pada ujung saraf di peritoneum atau
mesenterium yang melekat paa lambung, bersama dengan atoni atau hipotoni.
Muntah sering didahului oleh nausea. Ada toni pada lambung, tetapi di bagian bawah
atau bagian tengah terjadi kontraksi. Isi lambung disemprotkan ke luar sebab ada kontraksi
otot-otot dinding perut dan diafragma serta kardia dalam keadaan relaksasi. Muntah ialah
suatu reflex yang kompleks. Terdapat sentrum muntah di medulla oblongata, dekat
nucleus dorsalis vagi. Muntah dipengaruhi oleh banyak sentra yang lain antara lain:
pengaruh yang datang dari olfaktorius, dari penglihatan dan vestibularis.
Disfagia : gangguan menelan, rasanya seperti makanan sukar melalui esophagus, atau
seperti makanan tertahan di leher (karena otot esophagus tidak segera melemas kembali).
Perlu penderita diperiksa betul untuk menyingkirkan penyakit organic.
Konstipasi : jalannya makanan sangat lambat dan terjadi resorbsi air yang banyak.
Konstipasi spastik: tonus meninggi pada kolon descendens, rectum dan anus sehingga
sukar dilalui makanan. Konstipasi atonik: oleh kelemahan otot-otot bergaris yang dipakai
untuk defekasi atau kelemahan otot-otot usus.
Diare : jalannya makanan terlalu cepat dan resorpsi air kurang sekali.
Rasa nyeri pada usus sering karena distensi atau kontraksi yang hebat sehingga
bagian cranial melebar sangat. Obstruksi ini timbul sebab spasmus usus, spincter tidak
melonggar atau tekanan dari luar (tumor). Iskemi atau anoxemi juga dapat menimbulkan
nyeri.
21

Saluran pencernaan bagian atas yang mudah terangsang

(irritable upper

gastrointestinal tract) terjadi nausea dan muntah-muntah. Muntah-muntah fungsional


sifatnya berulang-ulang, lama, lebih-lebih bila terjadi stress, tetapi biarpun sudah
terganggu lama keadaan badan masih cukup memuaskan. Sering timbul ruktus sebab
terlalu banyak hawa ditelan waktu makan.
Menurut Page pada 50% dari antara wanita yang hamil di USA terjadi muntahmuntah. Mungkin sealu berhubungan dengan kelainan hormonal waktu hamil mda, tetapi
ini hanya dapat mengakibatkan muntah-muntah ringan saja. Ada juga pengaruh dari faktor
kejiwaan dan factor lingkungan. Bila muntah-muntah sangat keras dinamakan hiperemesis
kehamilan. Sering berhubungan erat dengan ketegangan jiwa yang mendalam (jadi bukan
sebab toxemia) : kebencian terhadap graviditas, perasaan takut, perasaan tidak mampu
menghadapi kehamilan dan bila menjadi ibu kelak.
Pengobatan sindroma ini : antispasmodika, antiemetika dan tranquilazer di samping
psikoterapi. Pada ruktus dan erofagi diberi keterangan tentang mekanismenya. Pada
hiperemesis kehamilan: tenang dan dengan penuh pengertian tenrhadap penderita (jangan
berlaku terlalu simpatik); optimisme tentang prognosa, meyakinkan bahwa graviditas
akan berlangsung terus dengan baik dan penderita juga akan sanggup menjadi seorang ibu
yang baik.
Sindroma kolon yang mudah terangsang (irritable colon yndrome) dinamakan juga
colitis mukosa,kolon spastic, unstable colon atau cathartic coloc. Gangguan ini
ialah yang paling sering didapati dari semua gangguan perut.
Almy memeriksa orang-orang yang normal dan orang-orang dengan sindroma ini
melalui endoskopi dan kimografi (dimasukkan balon ke dalam balon), sebelum dan
sesudah stress. Ternyata dengan emosi agreif motilitas bertambah, sebaliknya emosi
regresif mengurangi pergerakan.
Pada banyak orang yang mengeluh tentang konstipasi didapati sifat-sifat bermusuhan,
membela diri dan bersemangat, serta pada sigmoid mereka didapati kontraksi dan gerakan
yang meninggi yang menyebabkan konstipasi itu. Pada banyak penderita dengan diare
fungsional didapati sifat menahan diri, kurang semangat, lekas putus asa dan sigmoid
mereka sering lemah. Kontraksi dan gerakan kurang.
Gejala-gejala sindroma ini : perut terasa penuh, meteorismus, nyeri (kolik), yang
berulang-ulang dan menahun. Rasa nyeri

di seluruh perut atau berpindah-pindah ,

terutama di perut bagian bawah. Mungkin rasa nyeri bertambah sesudah makan dan
berkurang bila terjadi flatus. Mungkin terjadi diare atau konstipasi.
22

Pada pemeriksaan didapati kolon yang nyeri bila ditekan dan yang dapat diraba, serta
meteorismus, bila bagian kolon ini yang terisi hawa ditekan, maka perasaan nyeri
bertambah. Tidak didapati kelainan yang lain.
Diagnose banding: karsinoma lambung, pancreas atau kolon, penyakit-penyakit pada
kandung empedu dan hati, colitis sebab ameba, diverticulitis, peritonitis tuberkulosa, ulkus
ventrikuli.
Pengobatan : di samping obat-obatan juga iberikan penerangan bahwa gangguan ini
bukan suatu penyakit yang berbahaya.
Obesitas sebagian besar karena orang itu makan terlalu banyak, biarpun penderita
mengatakan ia makan hanya sedikit sekali. Mungkin juga karena kelainan endokrin atau
hipotalamus. Pada obesitas yang hebat sering didapati factor psikologik. Tidak dapat
diterangkan secara memuaskan dengan teori: efisiensi otot-otot yang tinggi, respiratory
quotient yang rendah, specific dynamic action dari makanan atau penyimpanan yang
abnormal oleh orang gemuk itu. Mungkin juga ada factor keturunan, tetapi sering tabiat
untuk makan banyak merupakan hasil pengalaman , seperti pengecapan (engan lidah),
atletik, pendidikan dan lain-lain.
Suatu stress jiwa dapat menimbulkan anorexia pada beberapa orang , tetapi orang lain
bereaksi dengan makan lebih banyak. Tidak diketahui mengapa. Factor psikologik, mulai
dari ketegangan yang ringan sampai dengan suatu nerosa yang hebat, dapat menyebabkan
makan berlebihan. Kadang-kadang orang yang merasa tidak bahagiamencari kesenangan
dalam makanan. Mungkin bila ia mengalami banyak kekecewaan dalam pekerjaan atau
kehidupan sexual, makanan bukan saja merupakaan pembelaan atau hiburan, tetapi juga
dapat merupakan substitusi. Dan terjadilah lingkaran setan: ia menjadi gemuk lantas
kurang bergerak, sebab kurang bergerak ia menjadi tambah gemuk.
Obesitas dapat mengakibatkan sesak napas bila bekerja, mengganggu pergerakan,
memperhebat gangguan musculoskeletal umpamanya artrosis. Obesitas jugamemberi
predisposisi untuk hipertensi dan diabetes mellitus, serta dapat memperberat penyakit
kardiovaskuler.
Orang dengan obesitas harus membayar premi lebih besar pada asuransi jiwa. Statistic
menunjukkan bila berat badan orang-orang dengan obesitas diturunkan, maka umur
mereka menjadi lebih panjang.
Pengobatan ialah meyakinkan penderita bahwa berat badan itu perlu diturunkan,
mengatur tabiat makan, diit yang pantas, psikoterapi bila terdapat konflik, dapat juga
diberikan obat-obat untuk menekan nafsu makan beserta vitamin supaya tiak kekurangan
bila makan berkurang.
23

Alat Kemih dan Kelamin


Waktu kepribadian manusia berkembang, sering sikap dan emosi terhadap fungsi alat
kemih dan kelamin diisi dengan perasaan malu, penyesalan, jijik, atau bahkan kebencian.
Pendidikan, sikap orang tua dan kebiasaan sosiokultural penting untuk

ini. Sesudah

saluran pencernaan, gangguan fungsi pada system ini paling sering dijumpai.
Pada wanita gejala-gejala yang mungkin timbul sebab factor-faktor psikogenik ialah
rasa ntyeri dan parestese di panggul, dismenorea dan disparenia, sehingga tidak jarang
penderita mengalami tindakan operatif karena hal ini (seperti suspense uterus, kuretasi,
amputasi servix, adnexa diambil, apendektomi, sampai dengan histerektomi), tetapi
sesudah operasi penderita masih terus mengeluh saja. Operasi bukan saja berbahaya, tapi
malahan tambah meyakinkan penderita bahwa ia betul-betul menderita suatu penyakit
organic.
Anak-anak sering bereaksi dengan enuresis. Yang sering mempunyai sebab psikogenk
ialah frigiditas, impotensi dan ejakulasio prekoks. Rangsangan seksual menyebabkan
hiperemi di daerah genital yang menyebabkan perasaan tegang di daerah itu. Bila hiperemi
ini keras, maka mungkin timbul perasaan tidak enak atau nyeri, yang dinamakan juga pada
pria epididimitis erotica. Perlu diterangkan pada pasien bahwa hal ini tidak berbahaya
dan akan segera hilang sendiri sesudah rangsangan sexual iu hilang, dan juga bahwa
terjadinya atau tidak terjadinya orgasme atau eakulasi itu sama sekali tidak mengganggu
kesehatan. Yang justru dapat menganggu secara tidak langsung ialah perasaan cemas,
takut, beralah, malu, harga diriyang menurun, karena timbulnya gangguan psikosomatik
atau nerosa.
Akhirnya dapat ditambahkan bahwa untuk menyembuhkan suatu neurosa ataupun
gangguan psikosomatik dalam bidang ini, atau untuk menghilangkan ketegangan
emosional dan konflik tidak dapat dianjurkan supaya penderita mengadakan hubungan
sexual, kawin atau mengandung saja.
Sistem endokrin
Sistem endokrin memegang peranan penting dalam pertumbuhn dan perkembangan
individu, baik fisik maupun mental. Gangguan psikosomatik mengenai system ini yang
mungkin timbul ialah hipertiroidi dan sindroma menopause.
Hipertiroidi: Glandula tiroidea adalah kelenjar endokrin yang paling peting bagi
gangguan psikosomatik. Sudah lama diketahui bahwa sebelum gejala-gejala hipertiroid
timbul sering didahului konflik atau stress dalam hidup penderita. Nanti pada akhir-akhir
24

ini baru diberikan perhatian yang cukup pada factor emosi yangmungkin menyebabkan
gangguan ini atau mempengaruijalannya. Ternyata bahwa hamper semua penderita
mengalami suatu krisis emosional sebelum sakit. Sering hal ini berupa kehilangan orang
atau keadaan yang dapat memberikan perasaan aman pada penderita.
Hipertiroid tidak jarang terjadi pada orang yang sensitive dan lekas terkena kesan,
yang bereaksi agak keras, mempunyai perasaan tidak aman dan rasa tanggung jawab yang
besar. Sring gejala-gejala pada hipertiroid hanya merupakan mengerasnya sifat-sifat
kepribadian yang ada sebelumnya seperti ; hipermotilitas, lekas terpengaruh, mudah
terkejut bila menerima suara atau cahaya keras, gugup , lekas marah, rasa cemas yang
ringan.
Wanita dengan gangguan ini sering mempunyai banyak konflik dan kecemasan yang
ada hubungan dengan kelahiran anak, namun ia mempunyai keinginan keras untuk
mendapatkan anak. Tidak jarang terjadi psikosa yang dapat merupakan kegelisahan
umum, keadaan delirium dengan mania, halusinasi penderita yang lalu mungkin
mengalami depresi, kecemasan atau agitasi.
Pengobatan ialah usaha untuk mengendalikan metabolism dengan obat-obat dan
bilaperlu dioperasi. Transquilizer dapat sangat membantu. Psikoterapi perlu terutama
penderita dengan konflik yang mendalam dan yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Sindroma menopause: sering timbul gangguan jiwa dalam waktu ini yang merupakan
gangguan psikosomaik, nerosa ataupun psikosa. Menurut Novak gejala-gejala yang
disebabkan karena berkurangnya estrogen hanya perasaan panas pada kepala, kuduk dan
dada bagian atas dan rasanya muka menjadi merah,berkeringat sewaktu atau sesudah
perasaan ini. Timbul juga gejala-gejala yang lain yang menunjukkan mudah
terangsangnya susunan saraf vegetative seperti sinkope, rasa dingin dan parestesi, dispneu
dan vertigo. Jadi gejala ini semua menunjukkan bahwa meknaisme fisiologik yang
tergangu dan gejala-gejala mungkin terdapa juga pada orang yang tidak dalam
menopause.
Bila wanita dalam menopause terganggu agak berat, hal ini biasanya karena konflik
yang berat juga, yang tidak dapat diselesaikannya. Sering mereka ialah wanita yang hidup
sangat kaku,tidak tolerant,terlalu memikirkan kesusahannya, teliti berlebihan dan tertutup.
Menstruasi pada umumnya merupakan lambang kewanitaan dan bila hal ini berhenti,
maka wanita itu merasa tua. Masa yang lalu tidak mungkin kembali lagi dan masa depan
agak suram. Mereka mulai mengeluh tentang badannya dan mungkin menjadi depresif,
marah-marah serta takut akan nasibnya.
25

Untuk kaum pria tidak jelas adanya suatu keadaan menopause yang berhubungan
dengan mengurangnya hormon-hormon dari testis. Keadaan depresi, kecemasan dan
asteni biasanya merupakan akibat gangguan emosi yang timbul karena kehilangan rasa
harga diri, perasaan kalah terhadap nasib. Sebagian juga sebab tidak terdapat atau
kurangnya bantuan moril dari keluarga dan mungkin diperberat oleh meninggalnya temanteman.
6. DIAGNOSIS
Lewis memberikan beberapa kriteria khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatis
yaitu:
1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya
yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik.
2. Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang
dapat menyebabkan gejala-gejala.
3. Adanya suatu stres atau konflik yang menyulitkan penderita.
4. Reaksi penderita terhadap stres ini banyak hubungannya dengan gejala-gejala yang
dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan
manifestasi fisik dari konflik atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan.
5. Terjadinya stres harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan,
bertambah beratnya penyakit yang ada.
Untuk diagnosis perlu dievaluasi faktor-faktor sebagai berikut:

Komponen organik versus komponen nonorganik.

Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik.

Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi).

Stres yang menimbulkan gejala-gejala.

Beratnya gangguan fisik atau psikologik.

Saat ini, pada PPDGJ III digunakan istilah Gangguan Somatoform (F45) dengan
penjabaran sebagai berikut.

Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak
ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan
menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan
problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan
26

gejala anxietas dan depresi.

Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua
belah pihak.

F45.0 Gangguan Somatisasi


Gangguan pasti memerlukan semua hal berikut:
a. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun.
b. Tidak mau menerima nasehta atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci
a. Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi, dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi.
b. Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi
tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.
F45.2 Gangguan Hipokondrik
Untuk diagnosis pasti kedua hal harus ada:
a. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya 1 penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang
tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak
sampai waham).
b. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.
F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu.
b. Gejala subyektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak
27

khas).
c. Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan-pemeriksaan berulang, maupun penjelasanpenjelasan dari para dokter.
d. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur atau fungsi dari
sistem atau organ yang dimaksud.
F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
a. Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa, dan menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik.
b. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut.
c. Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun
medis, untuk yang bersangkutan.
F45.8 Gangguan Somatoform Lainnya
a. Pada gangguan ini, keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom dan terbatas
secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini sangat berbeda dengan
gangguan somatisasi (F45.0) dan gangguan somatoform tak terinci (F45.1) yang
menujukkan keluhan yang banyak dan berganti-ganti.
b. Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
Gangguan-gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
a. Globus hystericus (perasaan ada benjolan di kerongkongan yang menyebabkan
disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.
b. Torticolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (kecuali sindrom
Tourette)
c. Pruritus psikogenik
d. Dismenorrhea psikogenik
e. Teeth grinding
F45.9 Gangguan Somatoform Yang Tidak Tergolongkan (YTT)

28

7. PENGOBATAN
Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum tidak
mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik tetapi
keluhannya berlebihan.
Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat
ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya
yang rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya
bekerja tidak teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh
dapat diambil contoh sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah,
orang yang takut menjadi gemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut
pendidikan dan pengetahuan penderita.
Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu:
Fase 1: ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter
bersama-sama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan
fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak
terdapat penyakit organik dan dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik
serta keterangan tentang gejala-gejala. Berikan kesempatan kepada penderita untuk
bertanya.
Fase 2: merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk
memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien,

dapat

dikatakan antara lain:

bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita.

bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati.

bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain.

bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan


emosional.

bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan
hilang atau berkurang bila diobati dengan baik.

bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan.

bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul
gejala.

bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa.


29

bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala
merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan.

bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.
Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih

banyak bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus
berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh
kepercayaaan dan pengertian. Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan
baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan. (Budihalim, 1999)
Adapun tipe-tipe terapi yang digunakan bagi para penderita psikosomatis adalah :
1. Psikoterapi Kelompok dan Terapi Keluarga
Karena kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan
gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telahdiajukan sebagai
kemungkinan focus penekanan dalam psikoterapi untuk gangguan psikosomatik.
Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa pendekatankelompok harus juga menawarkan
kontak intrapersonal yang lebih besar,memberikan dukungan ego yang lebihh tinggi
bagi ego pasien psikosomatis yanglemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan
perpisahan parental. Terapikeluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam
hubungan antara keluargadan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang
sangat baik.
2. Terapi Perilaku
Biofeedback. Ini adalah terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan
untuk mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari
oleh pemikiran bahwa berbagai respon atau reaksi yangdikendalikan oleh sistem syaraf
otonam sebenarnya dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning.
Biofeedback mempergunakan instrumensehingga individu dapat mengenali adanya
perubahan psikologis dan fisik pada dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur
reaksinya.
Misalnya seseorang penderita migrain atau sakit kepala. Dengan menggunakan
biofeedback, ia bisa berusaha untuk rileks pada saat mendengansingal yang
menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau denyutan dikepala.
Penerapan teknik ini pada pasien dengan hipertensi, aritmia jantung,epilepsy dan nyeri
kepala tegangan telah memberikan hasil terapetik yangmembesarkan hati tetapi tidak
menyakitkan.
3. Teknik Relaksasi
30

Terapi hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang positif telah
diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alcohol dan zat lain dengan
menggunakan meditasi transcendental. Teknik meditasi juga digunakan dalam
pengobatan nyeri kepala.
Psikofarmaka
Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:
1. Obat tidur (hipnotik)
Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah
senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan
triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin
seperti tioridazin, prometazin.
2. Obat penenang minor dan mayor
Obat penenang minor
Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas, agitasi,
spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat
maksimal 2 bulan.
Obat penenang mayor
Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti
clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.
3. Antidepresan
Yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin,
imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian
ditingkatkan.

31

DAFTAR PUSTAKA
Budihalim S, Sukatman D. Psikosamatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI
Jakarta1999: 591-592
Budihalim S, Sukatman D. Psikofarmaka dan Psikosomatik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam
jilid II, FK UI Jakarta 1999: 602-03
Dunn, Adrian J. 2000. Interactions Between the Nervous System and the Immune System:
Implications
for
Psychopharmacology.
Diunduh
dari:
www.acnp.org/g4/gn401000069/ch069.html pada 21 Mei 2012 pukul 18.00
Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.1997: 276-303
Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Pertama. Airlangga Univerity Press.
Surabaya. 2005: 356-369.
Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FK UI 1999:228-231
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Cetakan
Pertama. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai