Anda di halaman 1dari 6

Learning Objective

1. Hubungan situasi yang dialami pasien dengan gejala klinis yang ditampakkan?
2. Terapi Skenario?
3. Kriteria waktu hypochondriasis?

Answer :
1. Hubungan situasi yang dialami pasien dengan gejala klinis yang ditampakkan?
Gangguan fungsional yang ditemukan bersamaan dengan gangguan struktural organis dapat
berhubungan sebagai berikut :
a. Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau pempengaruhi timbulnya
gangguan struktural seperti asma bronkial, hipertensi, penyakit jantung koroner, artritis reumatoid
dan lain-lain,
b. Gangguan atau kelainan struktural dapat meyebabkan gangguan psikis dan menimbulkan
gejala-gejala gangguan fungsional seperti pada pasien penyakit kanker, penyakit jantung, gagal
ginjal, dan lain-lain,
c. Gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh sebab yang berbeda
(suatu koinsidensi).
Untuk mempermudah pemahaman berdasarkan ada tindaknya patologi sistem organ, gangguan
psikosomatik dibagi menjadi :
a. Gangguan psikosomatik fungsional (malfungsi fisiologi)atau gangguan psikosomatik
primer,
b. Gangguan psikosomatik sturuktur (malfungsi fisiopatologis) atau gangguan psikosomatik
sekunder.
Dalam kenyataannya diklinik jarang sekali faktor psikis/emosi seperti frustasi, konflik, ketegangan
dan sebagainya dikemukakan sebagai keluhan utama oleh pasien, justru keluhan-keluhan fisis yang
beraneka ragam yang selalu ditonjolkan oleh pasien. Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien
umumnya terletak dibidang penyakit dalam seperti keluhan sistem kardiovaskuler, sistem
pernapasan, saluran cerna, saluran orgenital, dan sebagainya.
Keluhan-keluhan tersebut adalah manifestasi adanya ketidakseimbangan sistem saraf autonom
vegetatif seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk pingsan, banyak berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesik nafas, gangguan pada lambung, dan usus, diare, anoreksia, kaki dan
tangan dingan, kesemutan, merasa panas atau dingan seluruh tubuh dan banyak lagi gejala yang
lainnya. Seringkali keluhan berpindah-pindah dari sistem organ ke sistem lainnya dan kenudian
menghilang dalam waktu yang singkat.
Menurut Kurt Kroenke guru besar ilmu kedokteran diIndiana USM bahwa gangguan psikosomatik
lebih banyak terjadi pada perempuan dari pada laki-laki dan gejalanya mulai muncul ketika pasien
berumur 30 tahun. Kalau gejala fisik yang tidak jelas baru muncul di usia 50-60 tahun ( kompas 12
juni 2008)

2. Etiologi
Adapun etiologi yang tercantum dalam buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I, FKUI
2002 : 229 oleh Arif Mansjoer ialah :
a. Stres umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon
secara adekuat.
b. Stres spesifik dan nonspesifik

1
Stres psikis spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang
menyebabkan ketidaseimbangan homeostatis.
c. Variasi fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dengan penyakit variabel lainnya adalah kerja
monosit sistem kekebalan.
3. Dasar Psikofisiologi dan Psikopatologi
Walaupun patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan psikis/emosi
belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian para
ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan
psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologi dan biokemis pada tubuh
seseorang. Perubahan pisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf
autonom vegetatif sistem endokrin dan sistem imun (Aru W.Sudoyo, 2007).

Oleh karena itu, belakangan ini perubahan-perubahan fisiologi tersebut dapat diterangkan dengan
bidang ilmu baru yaitu psiko-neuro-endokrinologi atau psikoneuroimunologi atau ada yang
memakai istilah psiko-neuro-imuno-endokrinologi. Perubahan pada ketiga sistem tersebut
bersamaan dan saling tumpang tindih(Aru W.Sudoyo, 2007).

4. Ciri –Ciri, Kriteria Klinis Dan Keluhan


a. Ciri – Ciri Gangguan Psikosomatik
Untuk mempertajam diagnosis dan untuk membatasi diri dari gangguan psikiatris yang nyata
(misalnya psikosis), gangguan psiko-somatik memiliki ciri-ciri dan kriteria klinis sebagai berikut
(Aru W.Sudoyo, 2007) :
1) Tidak didapatkan kelainan psikiatris (distorsi realita, waham dan sebagainya),
2) Keluhan yang timbul selalu berhubungan dengan emosi tertentu,
3) Keluhan berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain,
4) Riwayat hidup pasien penuh dengan konflik atau stres,
5) Terdapat perasaan negatif (dongkol,cemas,sedih,cemburu dan sebagainya),
6) Ada faktor perdisposisi (biologis atau perkembangan kejiwaan ),
7) Terdapat faktor presipitasi/pencetus (fisis ataupun psikis),
b. Kriteria Klinis Penyaki Psikosomatik
Kriteria yang biasanya ada (Aru W.Sudoyo Ilmu Penyakit Dalam jilid IV 2007:896):
1) Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu,
2) Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke kelainan sistem lain. Dinamakan
shifting phenomenon atau alternasi,
3) Penuh dengan stres sepanjang kehidupan (stressful live situation), yang menjadi sebab konflik
mentalnya,
4) Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhan-keluhannya,
5) Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi), proksimal dari keluhan-keluhannya,
6) Adanya faktor predisposisi, dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien rentan
terhadap faktor presipitasi itu. Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik/somatis,
biologis stigma neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosio-kultural.
Kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada, tetapi bila ada salah satu atau lebih, presumtif,
indikatif untuk penyakit psikosomatik.
c. Keluhan Gangguan Psikosomatik
Keluhan gangguan psikomatik dapat dibagi dalam (Kesehatan Jiwa di Puskesmas, 2003 ; 14):

2
1) Keluhan fisik murni : keluhan fisik atau jasmani murni tanpa jelas ada keluhan mental
emosional, seperti : bisul, batuk pilek, demam, sakit mata, muntah berak sakit tenggorokan, luka
bakar, luka sayat, memar, kurus, rabin, wasir, mimisan.
2) Keluhan fisik ganda : keluhan fisik yang disertai dengan keluhan mental emosional sebagai
penyerta. Keluhan – keluhan itu dapat saling berkaitan, dapat pula masing – masing berdiri sendiri
seperti : kurang gizi disertai murung, demam tifoid disertai kesadaran menurun, usia lanjut disertai
pikun, kejang disertai ketergantungan alkohol/ obat tidur.
3) Keluhan psiko – somatik : keluhan fisik yang biasanya berlatar belakang faktor mental
emosional, keluhan itu biasanya berhubungan dengan ke tujuh sistem tubuh manusia, yaitu :
a) Kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) : brdebar – debar, tengkuk pegal, tekanan
darah tinggi.
b) Gastro – intestinal (sistem pencernaan) : ulu hati sakit, perut sakit, kembung, mencret kronis.
c) Tractus respiratorius (sistem pernapasan) : sesak napas, asma, mengik
d) Dermis (kulit) : gatal – gatal, eksim.
e) Muskulo – skeletal (otot dan tulang) : encok rematik,pegal – pegal, sakit kepala, kejang.
f) Endokrin (kelenjar endokrin) banyak keluar keringat, sering gugup, gangguan haid.
g) Tractus uro – genital (sistem kemih dan alat kelamin) : masih mengompol, nafsu seks
berlebihan/ kurang.
4) Keluhan mental emosional : keluhan yang jelas berlatar belakang faktor emosional, yaitu yang
berkaitan dengan masalah alam perasaan, alam pikiran, dan alam perilaku. Dapat dibagi dalam 6
kelompok keluhan :
a) Susah tidur atau gangguan tidur, perilaku antisosial, agresif, menentang dan menantang.
b) Gelisah, mengamuk, mengacau, ketakutan, curiga, cemburu, menarik diri, perilaku aneh/
kacau, mendengar suara bisikan.
c) Murung, mudah tersinggung, banyak menangis,/ tertawa, gembira/ sedih, banyak bicara/
membisu, hiperaktif/ pasif.
d) Kecemasan yang tidak rasional dan perilaku menghindar cemas, was – was, panik, takut,
yamg tidak rasional/ fobia, prestasi kerja menurun.
e) Sering menggunakan obat tidur/ tenang/ ganja.
f) Kesulitan belajar, atau konsentrasi, ganguan makan, tidak mau sekolah.
Selain keluhan – keluhan gangguan psikosomatik, ada beberapa hal yang harus ditanyakan pada
klien yang diantaranya sebagai berikut :
1) Sudah berapa lama keluhan itu di rasakan, apakah sudah lebih dari 3 bulan?
2) Apakah keluhan itu dirasakan sebulan sekali?
3) Apakah gairah kerja, gairah belajar, gairah makan dan gairah seks berkurang/ bertambah?
4) Apakah ada gangguan dalam keluarga/ pekerjaan/ sekolah/ masyarakat?
5) Apakah selama ini menggunakan obat tidur/ penenang, alkohol, rokok, narkotik?
6. Pencegahan Gangguan Psikosomatik
Pencegahan adalah suatu bentuk pelayanan yang akan membantu pasien dan keluarga untuk
menurunkan faktor resiko terhadap penyakit. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
mengurangi stres, yakni (S. Budiha) :
a. Membangun kebiasaan baru,
b. Mengihindari perubahan yaitu upaya yang dilakukan untuk tidak melakukan perubahan yang
tidak perlu,
c. Menyediakan waktu yaitu menyediakan waktu tertentu atau membatasi waktu untuk
memfokuskan diri beradaptasi dengan stresor,
d. Pengelolaan waktu, hal ini berguna untuk seseorang yang tidak dapat mengerjakan berbagai
hal dalam waktu yang bersmaan,

3
e. Modifikasi lingkungan,
f. Mengurangi respon fisiologis terhadap stres.
Sumber: digilib.uinsby.ac.id/12414/3/Bab%202.pdf

2. Terapi Skenario?
Kata "hypnosis" pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter ternama di inggris
yang hidup antara tahun 1795 - 1860. Sebelum masa James Braid, hypnosis dikenal dengan nama
Mesmerism / Magnetism.
Hipnosis berasal dari kata "hypnos" yang merupakan nama dewa tidur orang yunani. Namun perlu
dipahami bahwa kondisi hypnosis tidaklah sama dengan tidur. Orang yang sedang tidur tidak
menyadari dan tidak bisa mendengar suara-suara disekitarnya. Sedangkan orang dalam kondisi
hipnosis, meskipun tubuhnya beristirahat (seperti tidur), ia masih bisa mendengar dengan jelas dan
merespon informasi yang diterimanya.

Decara umum teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam 2 kategori besar, yaitu :
1. Teori berdasarkan neuropsiko-fisiologis yang menerangkan hipnosis sebagai suatu keadaan
dimana kondisi otak berubah dan oleh karena itu faal otakpun juga berubah. Teori berdasarkan
psikologis yang memandang sebagai hubungan antar manusia yang khas (termasuk teori
sugesti, disosiasi, psikoanalitik, psychic relative exclusion dan lain-lain). (Kaplan & Sadock,
2004).
2. Teori psikofisiologis. Beberapa peneliti menerapkan formasi retikulare, hipokampus, dan
struktur subkortikal yang memerantarai komunikasi. Hingga teori teori yang lain termasuk
inhibisi sel ganglion otak, eksitasi dan inhibisi dari neuron-neuron, fokus eksitasi sentral yang
mengelilingi area non eksitasi, anemia serebral, pergeseran energi saraf dari sistem saraf pusat
menuju sistem vasomotor, perlambatan vasomotor mengakibatkan anemia lobus frontal
“synaptic ablation” dimana impuls-impuls saraf langsung masuk ke dalam sejumlah canel-canel
yang lebih kecil (perhatian selektif) juga dipertimbangkan.

Terdapat dua sistem saraf, yaitu sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat. Sistem saraf otonom
mengatur sistem internal, yang biasanya merupakan gerak yang di luar kendali pikiran sadar. Yang
termasuk dalam kendali sistem saraf otonom, antara lain adalah detak jantung, sistem pencernaan, dan
aktivitas kelenjar. Sistem saraf pusat mengatur respons motorik hingga impresi sensori melalui otak dan
saraf pada tulang belakang. (IBH, 2002).
Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua bagian, yang cara kerjanya saling bertolak belakang.

1. Sistem saraf simpatik, yang bertanggung jawab terhadap mobilisasi energi tubuh untuk kebutuhan
yang bersifat darurat. misalnya, jantung berdetak lebih cepat dan lebih kuat, tekanan darah meningkat,
atau pernapasan menjadi lebih cepat. Saat mengalami ketakutan secara fisik yang terjadi adalah: lutut
dan tangan gemetar, telapak tangan dan wajah berkeringat, jantung berdebar lebih kencang dan keras,
tarikan napas lebih cepat, dan perut terasa tidak enak atau mungkin mual. Semua itu disebabkan karena
sistem saraf simpatik sedang in-action sebagai respons dari perasaan takut dan tegang.
2. Sistem saraf parasimpatik mengakibatkan detak jantung melambat, tekanan darah turun, dan respons
insting dari kondisi istirahat dan relaksasi. Respons parasimpatik mengakibatkan seseorang menjadi
lebih tenang dan nyaman. Semua itu bertujuan untuk menghemat energi tubuh.
Kedua sistem saraf, simpatik dan parasimpatik, tidak bisa aktif bersamaan. (IBH, 2002)

Konsep Hipnosis dalam Penanganan Nyeri

4
Metode non farmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok : terapi
dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup
beragam bentuk stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupungtur,, aplikasi
panas atau dingin, olahraga). Sedangkan, startegi kognitif-prilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi
pasien terhadap nyeri, dan member pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri.
Strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hypnosis, dan biofeedback.
(Goldmann, 2003)

Laporan klinis mengenai efikasi hipnosis untuk mengontrol nyeri telah ditemukan oleh Esdaile
(1846), seorang ahli bedah yang mengembangkan hipnosis sebagai anestesi untuk amputasi di India,
dimana efikasi hipnosis mencapai 80% (Spiegel 1985)

Terdapat 3 prinsip umum yang mendasari penggunaan hipnosis dalam penanganan nyeri yaitu :
(Spiegel, 1985)

1. Menyaring ekspresi nyeri, Pasien dapat memahami bahwa tidak terdapat korelasi antara intensitas
stimulus nyeri dengan besarnya penderitaan yang diakibatkannya..
2. Tidak bertarung melawan nyeri. Berjuanglah bersama dengan nyeri, berdialoglah dengannya atau
menjadi marah hanya membuatnya menjadi lebih parah. Pada kenyataannya ketegangan reaktif
otot-otot di sekitar area nyeri akan benar-benar meningkatkan sensasi nyeri. Pasien dapat belajar
bahwa dengan relaksasi fisik yang sederhana mereka dapat meredakan nyeri itu sendiri.
3. Gunakan self hipnosis. Hal ini akan memberikan sense of control dan penguasaan yang lebih besar
atas pengalaman mereka.
Aplikasi Hipnosis pada Nyeri

Hypnobirthing merupakan sebuah paradigma baru dalam pengajaran melahirkan secara alami,
Teknik ini mudah dipelajari, melibatkan relaksasi yang mendalam, pola pernapasan lambat dan
petunjuk cara melepaskan endorfin dari dalam tubuh (zat relaksan alami tubuh) yang memungkinkan
calon ibu menikmati proses kelahiran yang aman, lembut, cepat dan tanpa proses pembedahan.
(Prihantanto., 2008). Melahirkan dengan teknik ini banyak memberi manfaat bagi calon ibu, antara lain
rasa nyaman, berkurangnya rasa sakit (bahkan ada yang tidak merasakan sakit sama sekali) hingga rasa
bahagia. Teknik ini mudah dipelajari, melibatkan relaksasi yang mendalam, pola pernapasan lambat
dan petunjuk cara melepaskan endorfin dari dalam tubuh (relaksan alami tubuh) yang memungkinkan
calon ibu menikmati proses kelahiran yang aman, lembut, cepat dan tanpa proses pembedahan.

Hypnobirthing dicetuskan pakar ginekologi Dr. Grantly Dick-Read, dalam bukunya Childbirth
Without Fear pada 1944. Hypnobirthing selanjutnya dikembangkan oleh Marie Mongan, pendiri
HypnoBirthing Institute. Terapi ini mengajarkan para ibu untuk memahami dan melepaskan Fear-
Tension-Pain Syndrome yang seringkali menjadi penyebab kesakitan dan ketidaknyamanan selama
proses kelahiran. Saat perempuan yang melahirkan terbebas dari rasa takut, otot-otot di tubuhnya
termasuk otot rahim akan mengalami relaksasi, yang akan membuahkan proses kelahiran yang lebih
mudah dan bebas stres. Dalam beberapa kasus, tahapan proses kelahiran juga menjadi lebih pendek,
mengurangi kelelahan selama perjuangan melahirkan bayi dan ibu akan tetap segar, penuh energi
setelah melahirkan.“Bisa dikatakan Hypnobirthing membuat proses melahirkan bebas dari rasa takut,
tidak bebas dari rasa sakit, meskipun beberapa perempuan mengalami proses melahirkan tanpa rasa
sakit sama sekali,” ujar Mongan. “Mengurangi ketakutan akan membuat tubuh ibu bekerja seperti yang
seharusnya Dengan memahami betapa efektifnya jawaban tubuh terhadap proses melahirkan yang lebih
lembut, seorang ibu HypnoBirthing memiliki keahlian secara lisan dan visual mengenai kemampuan

5
alaminya dalam mengikuti cara alami ideal melahirkan. Secara cepat ibu akan belajar mempercayai
insting melahirkan pada tubuhnya, bahwa tubuhnya diciptakan untuk bekerja dalam irama yang selaras
saat mengeluarkan bayi ke dunia.“Ada perbedaan besar antara Hypnobirthing dan kelas pendidikan
melahirkan lainnya, dan ini bukanlah hanya potongan hipnotis. Hypnobirthing lebih menekankan
melahirkan dengan cara positif, lembut, aman dan bagaimana mencapainya dengan mudah,” ujar
Mongan. Pada 1958, the American Medical Association menyetujui terapi dengan menggunakan
hipnotis, meski sejauh ini terapi hipnotis yang dipakai untuk memudahkan proses kelahiran bayi belum
banyak diketahui publik. (Prihantanto., 2008).

Sumber: digilib.uinsby.ac.id/12414/3/Bab%202.pdf

3. Kriteria waktu hypochondriasis?


Pedoman Diagnostik PPDGJ-III Gangguan Hipokondriasis (F45.2) Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini
harus ada:

A. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi
keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik
yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan
bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

B. Tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan
penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipokondriasis

A.Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa seseorang memiliki penyakit serius berdasarkan
pada kesalahan interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh.

B.Preokupasi tetap ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang sesuai.

C.Keyakinan pada kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti pada gangguan waham tipe
somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran terbatas mengenai penampilan (seperti pada gangguan
dismorfik tubuh).

D.Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam fungsi
sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.

E.Durasi gangguan setidaknya 6 bulan.

F.Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan anxietas menyeluruh, gangguan
obsesif kompulsif, gangguan panik, episode depresi berat, anxietas perpisahan, atau gangguan
somatoform lain.

Sumber: digilib.uinsby.ac.id/12414/3/Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai