Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan

somatis yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of

Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah

digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi

kondisi medis sebagai satu atau lebih masalah psikologis atau perilaku yang

memiliki pengaruh dengan cara menghambat dan bermakna terhadap

perjalanan dan hasil keadaan medis umum, atau yang meningkatkan risiko

seseorang secara signifikan untuk memperoleh hasil yang merugikan.

Menurut Wittkower, psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai

usaha untuk mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek

fisis semua faal jasmani dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini

mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan interaksi antara fenomena

kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat maupun

sakit.

Berdasarkan dalam konteks penelitian yang dimaksud dengan

psikosomatis adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh tekanan-tekanan

emosional dan psikologis atau gangguan fisik yang terjadi sebagai akibat dari

kegiatan psikologis yang berlebihan dalam mereaksi gejala emosi.


2.2. Etiologi

Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini

bahwa sumber sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh.

Setiap fungsi organis / somatis yang terganggu oleh emosi-emosi yang kuat

(yaitu oleh konflik-konflik dan kecemasan hebat) bisa menjadi basis bagi

timbulnya bermacam-macam gangguan psikosomatis.

a. Stres Umum

Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau situasi kehidupan dimana

individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes

dan Richard Rahe, di dalam skala urutan penyesuaian kembali sosial

(social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan

yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-

rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan

kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan

kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah

menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk

menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan

lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang

yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah

tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka

mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan (Budihalim, 2006).

b. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik

Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai

kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan


ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan

gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali

diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang

memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi

miokardium) (Budihalim, 2006).

c. Variabel Fisiologis

Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit,

dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator

antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin

hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana

hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi

sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit.

Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju

hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung

atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab

lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan. Monosit

berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa

pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi

keadaan psikis dan mood (Budihalim, 2006).

2.3. Jenis Dan Gejala

Adapun jenis-jenis psikosomatis menurut Maramis (2004) adalah :

Psikosomatis yang menyerang kulit

Gangguan psikosomatis yang sering menyerang kulit adalah alergi.

Psikosomatis yang menyerang otot dan tulang


Gangguan psikosomatis yang sering menyerang otot dan tulang adalah

rematik, nyeri otot dan nyeri sendi.

Psikosomatis pada saluran pernafasan

Gangguan psikosomatis yang sering menyerang saluran pernafasan

yaitu, sindroma hiperventilasi dan asma.

Psikosomatis yang menyerang jantung dan pembuluh darah

Gangguan psikosomatis yang sering menyerang jantung dan pembuluh

darah adalah, darah tinggi, sakit kepala vaskuler, sakit kepala vasosvastik

dan migren.

Psikosomatis pada saluran pencernaan

Gangguan psikosomatis yang sering menyerang saluran pencernaan

adalah sindroma asam lambung dan muntah-muntah.

Psikosomatis pada alat kemih dan kelamin

Gangguan psikosomatis yang sering menyerang alat kemih dan kelamin

adalah nyeri di panggul, frigiditas, impotensi, ejakulasi dini, dan

mengompol.

Psikosomatis pada sistem endokrin

Gangguan psikosomatis yang sering menyerang sistem endokrin adalah

hipertiroid dan sindroma menopause.

2.4. Pemeriksaan

Pada praktik klinik sehari-hari, pemberi pelayanan kesehatan seringkali

dihadapkan pada permintaan pasien dan keluarganya untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium dan pencitraan (rontgen). Biasanya penderita

datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan


penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan

masalah (Kaplan & Sadock, 2010; Maramis, 2004).

Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran

ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga

dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.

Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam

hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.

Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk

rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.

Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu

penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.

2.5. Kriteria Klinis

Adapun kriteria klinis penyakit psikosomatis antara lain, yakni:

Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti

sekalipun, walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada

kelainan organik belum tentu bukan psikosomatik, sebab:

a. Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang

cukup lama dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-

alat yang dikeluhkan.

b. Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat

menerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang

dinamakan koinsidensi.

c. Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan

organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah


diberitahu oleh orang lain atau kadang-kadang oleh dokter yang

mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan

gelisah, yang dinamakan iatrogen.

Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik

yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih

mengakui bahwa dia sakit, masih mau aktif berobat.

Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu.

Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain,

yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi.

2.6. Diagnosis

Pada umumnya penderita dengan gangguan psikosomatis dapat dibagi

menjadi 3 golongan (Maramis, 2004).

a. Terdapat keluhan tentang fisik, akan tetapi tidak terdapat penyakit fisik

dan kelainan organik yang dapat menyebabkan keluhan tersebut.

b. Terdapat kelainan organik tetapi kelaianan primer yang menyebabkannya

adalah faktor psikologis.

c. Terdapat kelainan organik tetapi terdapat juga gejala lain yang timbul

bukan sebab penyakit organik itu, akan tetapi karena faktor psikologis.

Faktor psikologis ini mungkin timbul akibat penyakit organik seperti

kecemasan.
2.7. Pencegahan

Bergerak

Berolahraga minimal tiga kali dalam seminggu dapat meningkatkan

imunitas tubuh, menjaga kesehatan jiwa Anda dan mencegah serangan

panik.

Berpikir positif

Ini dapat mengurangi rasa sakit bila Anda tengah menderita penyakit.

Pikiran negatif justru menambah rasa sakit Anda menjadi dua kali lipat.

Tidur

Kurang tidur hanya akan membuat Anda rentan terhadap stres. Pastikan

Anda makan malam dua atau tiga jam sebelum Anda tidur malam, supaya

makan dapat tercerna sempurna untuk mencegah penyakit pencernaan

dan asam lambung.

Diet tepat

Beberapa penelitian justru menyebutkan bila Anda sering diet tanpa

bantuan ahli justru membuat imunitas tubuh berkurang. Hal ini berisiko

menimbulkan penyakit kejiwaan, seperti skizofrenia, depresi, cemas, dan

serangan panik.

Asupan sehat

Nutrisi yang tepat dapat menjaga kesehatan mental Anda. Pastikan Anda

mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin E dan B kompleks,

seperti kacang-kacangan, ikan, sereal, buah dan sayur.


Rileks

Hiduplah lebih santai. Lakukan yoga untuk menghindari serangan

depresi atau sekedar rutin mendengarkan musik untuk melatih jiwa Anda

tetap tenang. Musik yang tepat dapat menuntun jiwa Anda lebih tenang.

Sharing

Manusia diciptakan untuk bersosialisasi, karena itu jangan memendam

masalah. Usahakan Anda memiliki teman yang dapat Anda percaya atau

bergabung dalam kelompok diskusi. Memendam masalah, sama saja

seperti memendam sampah dalam tubuh Anda.

d. Penatalaksanaan

a. Psikoterapi Kelompok dan Terapi Keluarga

Pendekatan kelompok memberikan kontak interpersonal dengan

orang lain yang menderita penyakit yang sama dan memberikan

dukungan untuk pasien yang takut akan ancaman isolasi dan pengabaian.

Terapi keluarga memberikan harapan perubahan hubungan antar anggota

keluarga yang sering mengalami stres dan bersikap bermusuhan pada

anggota keluarga yang sakit (Kaplan & Sadock, 2010).

b. Terapi Perilaku

Peran penting psikiater dan dokter lain yang bekerja dengan pasien

psikosomatik adalah memobilisasi pasien untuk mengubah perilaku

dengan cara yang mengoptimalkan proses penyembuhan. Hal ini

memerlukan perubahan umum gaya hidup (cth., berlibur) atau perubahan

perilaku spesifik (cth., berhenti merokok). Terjadi atau tidaknya ini

bergantung pada ukuran besar kualitas hubungan antara dokter dan


pasien. Perasaan yang diketahui, dimengerti seseorang, dan menerimanya

adalah sumber kekuatan yang dapat memungkinkan pasien memulai

perilaku yang sehat (Kaplan & Sadock, 2010).

c. Teknik Relaksasi

Edmund Jacobson pada tahun 1983 mengembangkan suatu metode

yang dinamakan relaksasi otot progresif untuk mengajarkan relaksasi

tanpa menggunakan instrumentasi seperti yang digunakan di dalam

biofeedback. Pasien diajari untuk merelaksasikan kelompok otot. Ketika

mereka menghadapi dan menyadari situasi yang menyebabkan tegangan

pada otot mereka, pasien dilatih untuk relaksasi (Kaplan & Sadock, 2010).

Herbert Benson pada tahun 1975 menciptakan teknik meditasi dari

berbagai praktik dan agama Timur, seperti yoga. Semua teknik ini

memiliki kesamaan posisi nyaman, lingkungan yang damai, pendekatan

pasif, dan citra mental yang menyenangkan tempat seseorang dapat

berkonsentrasi (Kaplan & Sadock, 2010).

d. Hipnosis

Hipnosis efektif untuk menghentikan merokok dan menguatkan

perubahan diet. Hipnosis digunakan dalam kombinasi dengan

perumpamaan yang tidak disukai (cth., rokok terasa menjijikkan).

Beberapa pasien menunjukkan angka relaps yang cukup tinggi dan dapat

memerlukan pengulangan program terapi hipnotik (biasanya tiga hingga

empat sesi) (Kaplan & Sadock, 2010).

e. Farmakoterapi / Psikofarmaka

Terdapat 3 golongan senyawa Psikofarmaka:


Obat tidur (hipnotik)

Diberikan dalam jangka waktu pendek 2 - 4 minggu. Obat yang

dianjurkan adalah senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek

seperti nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada insomnia

dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti

tioridazin, prometazin (Kaplan & Sadock, 2010).

Obat penenang minor dan mayor

Diazepam merupakan obat penenang minor yang efektif

digunakan pada anxietas, agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi.

Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat maksimal 2

bulan (Kaplan & Sadock, 2010).

Obat penenang mayor yang paling sering digunakan adalah

senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti clorpromazin, tioridazin

dan haloperidol (Kaplan & Sadock, 2010).

Antidepresan

Obat antidepresan yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan

tetrasiklik seperti amitriptilin, imipramin, mianserin dan maprotilin

yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian ditingkatkan

(Kaplan & Sadock, 2010).

Anda mungkin juga menyukai