Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial masih menjadi perhatian di dunia kesehatan karena
dapat merugikan pasien yang dirawat di Rumah Sakit ataupun fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Hal ini terbukti dengan tingginya angka infeksi nosokomial di
dunia, yaitu pada negara berkembang sekitar 10 per 100 pasien yang dirawat
menderita infeksi nosokomial, sedangkan pada negara maju sekitar 7 per 100
pasien yang dirawat menderita infeksi nosokomial (WHO, 2015).
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan
oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Udara sangat
mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang terkontaminasi
oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi. Penularan melalui udara ini
umumnya mudah terjadi di dalam ruang yang terututup seperti di dalam gedung
Rumah Sakit atau Puskesmas, bangsal, kamar perawatan, atau pada laboratorium
klinik (Darmadi, 2008).
Persyaratan kualitas udara ruang rawat yang ditetapkan oleh Kementrian
kesehatan maksimum 500 CFU/m³ masih belum sepenuhnya terpenuhi. Misalnya,
di ruang rawat inap Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular Jakarta ditemukan
bahwa dari 167 spesimen hapus tangan dan kuku petugas yang diperiksa terdapat
85,1% yang tidak steril yang mengandung 31,6% kuman batang berspora; 17,9%
bakteri Coliform; 12,9% Staphylococcus epidermidis; 7,9% Pseudomonas
aeruginosa; 7,3% Clostridium spp.; 6,2% Klebsiella spp.; 5,1% Streptococcus
haemolyticus; 4,5% Clostridium welchii; 2,8% Proteus spp.; 2,3% E. coli; 1,1%
Staphylococcus aureus; dan 0,6% Pseudomonas spp. Ini berarti, ruang rawat inap
Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular Jakarta masih menjadi tempat yang sangat
rentan terhadap penularan penykit infeksi (Abdullah, 2011).

1
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti ingin mengetahui bakteri udara
apa saja yang terdapat di ruangan rawat inap Paviliun Matahari Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Undata Palu. Peneliti menyadari bahwa data mengenai
kejadian, angka kesakitan dan angka kematian infeksi nosokomial di Indonesia
masih kurang tetapi diperkirakan cukup tinggi mengingat keadaan Rumah Sakit
dan kesehatan umum relatif belum begitu baik. Kemudian melihat faktor
pemeliharaan ruangan di Rumah Sakit seperti kebersihan pada ruang rawat inap
berbeda dengan ruang operasi dan isolasi yang menggunakan sterilisasi yang
ketat, akses untuk masuk ke ruang rawat inap lebih mudah mengingat kepentingan
berkunjung ke ruang rawat inap lebih tinggi dibandingkan dengan ruang cuci atau
dapur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah "Bagaimanakah jenis bakteri udara
yang terdapat di ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD Undata Palu tahun
2016?".

C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
bakteri udara di ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD Undata Palu tahun
2016.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti : Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi pada tingkat strata 1
serta dapat menambah pengetahuan peneliti untuk melakukan penelitian
ilmiah.
2. Bagi Masyarakat : Bagi masyarakat diharapkan melalui hasil penelitian ini
dapat menambah pengetahuan mengenai jenis bakteri yang ada di ruang
Paviliun Matahari RSUD Undata Palu.

2
3. Bagi RSUD Undata Palu : Diharapkan dapat menjadi salah satu data tentang
jenis bakteri yang ada di ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD Undata
Palu.
4. Bagi Dunia Pendidikan : Diharapkan dapat menjadi acuan atau tambahan
informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan tentang identifikasi bakteri di ruang rawat inap :
1. Saleh (2015), dengan judul penelitian ” Pola Bakteri Aerob Penyebab
Infeksi Nosokomial Pada Ruangan Neonatal Intensive Care Unit (Nicu)
Blu Rsup Prof. Dr. R. D Kandou Manado". Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif yaitu untuk melihat pola bakteri aerob penyebab infeksi
nosokomial yang dilakukan pada ruangan Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) BLU RSUP Prof. DR. R. D Kandou Manado pada November
2014 hingga Januari 2015. Sampel yang diteliti berjumlah 30 sampel dan
di ambil berdasarkan kategori ruang perawatan, perabotan ruangan,
peralatan medis dan udara. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 11
spesies bakteri yaitu Bacillus subtilis 13 sampel (43,3%), Serratia
liquefaciens 4 sampel (13,3%), Lactobacillus 3 sampel (10%),
Enterobacter agglomerans 2 sampel (6,7%) dan Klebsiella pneumoniae 2
sampel (6,7%), Proteus mirabilis 1 sampel (3,3%), Proteus vulgaris 1
sampel (3,3%), Streptococcus non hemolitikus 1 sampel (3,3%),
Diplokokus 1 sampel (3,3%), Kokus gram positif 1 sampel (3,3%) dan
Kokus gram negatif 1 sampel (3,3%).
2. Imaniar (2013), dengan judul penelitian " Kualitas Mikrobiologi Udara di
Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul
Moeloek Bandar Lampung". Penelitian ini dilakukan dengan metode Total
Plate Count untuk menghitung jumlah koloni menggunakan media PCA
(Plate Count Agar) dan menggunakan media SDA (Saboraud Dekstrose
Agar) untuk mengidentifikasi jamur dan dilakukan pada tahun 2013.
Sampel diambil pada 16 inkubator bayi di unit Perinatologi Rumah Sakit

3
Umum Dr. Abdul Moeloek. Dari hasil penelitian didapatkan indeks angka
kuman udara di inkubator masih dalam batas normal yaitu mulai dari 8,16
cfu/m3 dan yang tertinggi 179,52 cfu/m3. Terdapat 8 jenis bakteri, yaitu
Neisseria sp., S. aureus, Streptococcus pneumonia, E.coli, Shigella sp.,
Salmonella sp., E. aerogenes., P. aeruginosa., dan Klebsiella pneumonia.
Didapatkan juga 4 jenis jamur yaitu Rhizopus sp., Saccharomyces sp.,
Aspergillus sp., dan Penicillium sp.
3. Izzah (2015), dengan judul penelitian "Kualitas Udara Pada Ruang
Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat
di Daerah Tangerang Selatan Dengan Parameter Jamur". Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kualitas udara melalui konsentrasi jamur
udara serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
konsentrasi jamur udara di ruang tunggu Puskesmas perawatan Ciputat
Timur dan Puskesmas non-perawatan Ciputat Tangerang Selatan.
Penelitian ini dilakukan pada Desember 2014 hingga Maret 2015.
Hasilnya adalah tidak ada perbedaan konsentrasi jamur yang signifikan
pada ruang tunggu Puskesmas perawatan Ciputat Timur dan Puskesmas
non-perawatan Ciputat Tangerang Selatan. Rata-rata konsentrasi jamur
udara pada ruang tunggu Puskesmas perawatan Ciputat Timur sebesar 432
CFU/m³ dan Puskesmas non-perawatan Ciputat Tangerang Selatan sebesar
495 CFU/m³.

Berdasarkan 3 penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, perbedaan


yang terdapat dengan penelitian ini adalah terdapat pada waktu, tempat, dan
metode penelitian seta lokasi pengambilan sampel.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Tinjauan Umum Rumah Sakit
a. Definisi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
b. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal
4, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi:
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
c. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 24,
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang

5
dan fungsi rujukan, Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah
Sakit:
1) Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a) Rumah Sakit umum kelas A;
b) Rumah Sakit umum kelas B;
c) Rumah Sakit umum kelas C;
d) Rumah Sakit umum kelas D.
2) Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a) Rumah Sakit khusus kelas A;
b) Rumah Sakit khusus kelas B;
c) Rumah Sakit khusus kelas C.
d. Ruang Pasien Rawat Inap
Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan
keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24
jam. Untuk tiap-tiap Rumah Sakit akan mempunyai ruang perawatan
dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan
fasilitas yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit kepada pasiennya
(Kemenkes RI, 2012).
e. Persyaratan Ruang Rawat Inap
Ruang rawat inap yang aman dan nyaman merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan pasien. Oleh
karena itu dalam merancang ruang rawat inap harus memenuhi
persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya ruang rawat inap yang
sehat, aman, dan nyaman (Kemenkes RI, 2014).
1) Persyaratan Bangunan
Untuk menciptakan ruang rawat inap yang sehat, aman, dan
nyaman, maka bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang
tenang, aman, dan nyaman, tetapi tetap memiliki kemudahan

6
aksesbilitas, serta terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan
kotoran, dan bising dari mesin/generator. Pintu masuk ke ruang
rawat inap harus terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan
lebar 90 cm, dan 40 cm. Pintu masuk ke kamar mandi pasien
minimal lebarnya 85 cm dan membuka ke luar kamar mandi.
Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah
pemeliharaannya, dan cukup rapat. Bukaan jendela harus dapat
mengoptimalkan terjadinya pertukaran udara dari dalam ruangan,
ke luar ruangan (Kemenkes RI, 2014).
2) Persyaratan Kesehatan Bangunan
a) Sistem Ventilasi
Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan
ruang rawat inap harus mempunyai sistem ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya.
Bangunan ruang rawat inap harus mempunyai kisi-kisi pada
pintu dan jendela yang dapat dibuka untuk kepentingan
ventilasi alami. Pada ruang rawat inap dan koridor minimal
terjadi 4 kali pertukaran udara per jam (Kemenkes RI, 2014).
b) Sistem Sanitasi
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap
bangunan Ruangrawat inap harus dilengkapi dengan sistem
air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan (Kemenkes
RI, 2014).
c) Sistem Pengkondisian Udara
Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di
dalam bangunan ruang rawat inap serta mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya serta
berpengaruh besar terhadap kesembuhan pasien, pengelola
bangunan ruang rawat inap harus mempertimbangkan
temperatur dan kelembaban udara. Kelembaban relatif

7
dipertahankan 30 - 60%, dan temperatur ruangan
dipertahankan sekitar 20°C - 26°C (Kemenkes RI, 2014).
Apabila ruang rawat inap menggunakan alat
pengkondisian udara, unit pengkondisian udara tersebut bisa
menjadi sumber mikroorganisme yang datang melalui filter-
filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu
yang tertentu. Apabila menggunakan sistem pengkondisian
udara sentral, maka saluran udara (ducting) harus dibersihkan
secara teratur (Kemenkes RI, 2014).
Meskipun telah dicegah dan diatur sedemikian rupa,
seperti pembersihan ruangan yang intensif, pemakaian sistem
pendingin udara, dan menjaga kelembaban ruang,
mikroorganisme seperti bakteri tetap akan ada pada udara di
ruang rawat inap. Oleh karena itu Menteri Kesehatan
mensyaratkan agar udara di dalam ruang rawat harus bebas
kuman patogen dengan angka total kuman tidak lebih dari
500 koloni/m³ udara (Abdullah, 2011).

2. Tinjauan Umum Tentang Bakteriologi


Bakteri merupakan makhluk hidup yang kasat mata, dan dapat juga
meyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorasi bagi gedung
apabila tumbuh dan berkembang biak pada lingkungan indoor. Gangguan
kesehatan yang muncul dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute
pajanan. Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar (misalnya dari
kerusakan tangga, endapan kotoran, dan sebagainya) serta dapat memberikan
pengaruh bagi manusia seperti saat bernapas, batuk, bersin (Antoniusman,
2013).
a. Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dapat dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri gram negatif.
Bakteri Gram negatif zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan

8
alkohol, pori-pori pada dinding sel akan membesar, permeabilitas
dinding sel menjadi besar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah
dilepaskan dan kuman menjadi tidak berwarna. Sedangkan pada bakteri
Gram positif akan mengalami denaturasi protein pada dinding selnya
oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan kaku, pori-
pori mengecil, permeabilitas kurang sehingga kompleks ungu kristal
jodium dipertahankan dan sel kuman tetap berwarna ungu (Widiyawati,
2006).
b. Morfologi Bakteri
Dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi lensa okuler
mikrometer dan objektif mikrometer, ukuran bakteri dapat diketahui.
Ukuran bakteri dinyatakan dalam satuan mikron. Panjang bakteri
umumnya berkisar 0.1-0.2 mikron (Antoniusman, 2013).
Bentuk bakteri sangat bervariasi, tetapi secara umum ada 3 tipe,
yaitu :
1) Bentuk batang/silindris (basil)
2) Bentuk bulat (kokus)
3) Bentuk spiral (spirilium)
Variasi bentuk bakteri atau koloni bakteri dipengaruhi oleh arah
pembelahan, umur, dan syarat pertumbuhan tertentu, misalnya makanan,
suhu, dan keaadaan yang tidak menguntungkan bagi bakteri
(Antoniusman, 2013).
1) Bentuk batang (silindris)
Bakteri bentuk batang (basil) dibedakan atas bentuk-bentuk sebagai
berikut
a) Basil tunggal, berupa batang tunggal
b) Diplobasil, berbentuk batang bergandengan dua-dua
c) Streptobasil, berupa batang beergandengan seperti rantai
2) Bentuk Bulat
Bakteri berbentuk bulat (kokus) dibagi menjadi bentuk-bentuk
sebagai berikut :

9
a) Monokokus, berbentuk bulat satu-satu
b) Diplokokus, bentuknya bulat bergandengan dua-dua
c) Streptokokus, memiliki bentuk bulat bergandengan seperti
rantai
d) Tetrakokus, berbentuk bulat terdiri dari 4 sel tersusun dalam
bentuk bujur sangkar sebagai hasil pembelahan sel ke dua arah
e) Sarkina, bentukanya bulat, terdiri dari 8 sel yang tersusun
dalam bentuk kubus sebagai hasil pembelahan sel ke tiga arah
f) Stafilokokus, berbentuk bulat tersusun seperti buah anggur
3) Bentuk Spiral
Bakteri berbentuk spiral dibagi menjadi :
a) Koma, berbentuk lengkung kurang dari setengah lingkaran
b) Spiral, berupa lengkung lebih dari setengah lingkaran
c) Spiroseta, berupa spiral yang halus dan lentur
(Antoniusman, 2013).
c. Bakteri Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk
bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan
uap air kering ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal
dari udara biasanya akan menempel pada permukaan tanah, lantai,
maupun ruangan. Bakteri yang berasal dari udara terutama yang
mengakibatkan infeksi di Rumah Sakit misalnya Bacillus sp.,
Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus, Coliform, virus
hepatitis, Clostridium sp., (Wuland, 2010).
Di dalam ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, penyakit
dapat menular melalui peralatan, bahan-bahan yang digunakan, makanan
dan minuman, petugas kesehatan, dan pengunjung. Penularan
mikroorganisme kepada manusia terjadi dengan mekanisme tertentu,
misalnya dengan tiupan angin, tetesan air atau droplet, percikan batuk
atau bersin, percakapan, dan kontak dengan permukaan tanah (Abdullah,
2011).

10
d. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Terdapat beberapa cara Identifikasi Bakteri, antara lain :
1) Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan dan
pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang
alami, yang pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses
pewarnaan mengakibatkan beberapa perubahan. Cara yang paling
baik adalah dengan membuat sediaan tetesan gantung (Kusnadi,
2012).
Teknik pewarnaan pada pemeriksaan mikroskopis
dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan respon sel
bakteri terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang digunakan.
a) Untuk pemisahan kelompok bakteri digunakan pewarnaan
Gram, dan pewarnaan acidfast /tahan asam untuk
Mycobacterium.
b) Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan flagel, pewarnaan
kapsul, pewarnaan spora, dan pewarnaan nukleus. Pewarnaan
Neisser atau Albert digunakan untuk melihat granula
metakromatik (volutin bodies) pada Corynebacterium
diphtheriae.
Untuk semua prosedur pewarnaan mikrobiologis dibutuhkan
pembuatan apusan lebih dahulu sebelum melaksanakan beberapa
teknik pewarnaan yang spesifik. Caranya tidak sulit tetapi
membutuhkan kehati-hatian dalam pembuatannya (Kusnadi, 2012).
2) Pembiakan Bakteri
Pembenihan atau media yaitu campuran bahan-bahan tertentu yang
dapat menumbuhkan bakteri, jamur ataupun parasit, pada derajat
keasaman dan inkubasi tertentu. Pembiakan diperlukan untuk
mempelajari sifat bakteri untuk dapat mengadakan identifikasi,
determinasi, atau differensiasi jenis-jenis yang ditemukan. Medium
pembiakan terdiri dari :

11
a) Medium Pembiakan Dasar
Pembiakan dasar adalah medium pembiakan sederhana yang
mengandung bahan yang umum diperlukan oleh sebagian besar
mikroorganisme dan dipakai juga sebagai komponen dasar
untuk membuat medium pembiakan lain. Medium ini dibuat dari
3 g ekstrak daging, 5 g pepton dan 1000 ml air. Dinamakan juga
bulyon nutrisi . Dengen penambahan 15 agar-agar diperoleh apa
yang dinamakan agar nutrisi atau bulyon agar (Irianto, 2006).
b) Medium pembiakan penyubur (Euriched Medium)
Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan
dasar dengan penambahan bahan lain untuk mempersubur
pertumbuhan bakteri tertentu yang pada medium pembiakan
dasar tidak dapat tumbuh dengan baik. Untuk keperluan ini ke
dalam medium pembiakan dasar sering ditambahkan darah,
serum, cairan tubuh, ekstrak hati dan otak (Irianto, 2006).
c) Medium Pembiakan Selektif
Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi
bakteri yang diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri
lain yang terdapat dalam bahan pemeriksaan. Dengan
penambahan bahan tertentu bakteri yang dicari dapat dipisahkan
dengan mudah. Yang termasuk ke dalam media selektif dan
differensial diantaranya :
a. Agar Garam Mannitol
Mengandung konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang
dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri,
kecuali Staphylococcus. Staphylococcus ini memperlihatkan
suatu zona berwarna kuning di sekeliling pertumbuhannya,
Staphylococcus yang tidak melakukan fermentasi tidak
akan menghasilkan perubahan warna (Kusnadi, 2012).
b. Agar Darah

12
Darah dimasukkan ke dalam medium untuk memperkaya
unsur dalam pembiakan mikroorganisme terpilih seperti
Streptococcus sp. Darah juga akan memperlihatkan sifat
hemolysis yang dimiliki Streptococcus.
a) Gamma hemolisis: tidak terjadi liysis sel darah merah,
tidak adanya perubahan medium di sekitar koloni.
b) Alpha hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dengan
reduksi hemoglobin menjadi metahemoglobin
menghasilkan lingkaran kehijauan sekitar pertumbuhan
bakteri.
c) Beta hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dilengkapi
kerusakan dan penggunaan hemoglobin oleh
mikroorganisme menghasilkan zonabeningsekeliling
koloni (Kusnadi, 2012).
c. Agar MacConkey
Menghambat pengaruh kristal ungu terhadap pertumbuhan
bakteri Gram positif, selanjutnya bakteri Gram-negatif
dapat diisolasi. Medium dilengkapi dengan karbohidrat
(laktosa), garam empedu, dan “neutral red” sebagai pH
indikator yang mampu membedakan bakteri enterik sebagai
dasar kemampuannya untuk memfermentasi laktosa
(Kusnadi, 2012).
3) Uji Biokimia
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat
dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-
reagen kimia. Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan
senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi (Irianto,
2006).

13
3. Tinjauan Tentang Infeksi Nosokomial
a. Definisi
Infeksi Nosokomial (IN) adalah infeksi yang terjadi atau didapat di
rumah sakit dan merupakan infeksi yang sangat khas, karena hanya
terjadi di rumah sakit. Insiden infeksi ini dilaporkan telah mencapai 45%,
khususnya yang terjadi di ICU (Intensive Care Unit), dan ini tergantung
pada besarnya rumah sakit dan besarnya departemen klinik. Sumber
infeksi nosokomial dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, penderita itu
sendiri (self infection), yaitu infeksi nosokomial berasal dari penderita itu
sendiri (flora endogen) yang berpindah dari satu jaringan ke jaringan lain.
Kedua, infeksi silang (cross infection), dimana infeksi nosokomial terjadi
akibat penularan dari penderita/orang lain di rumah sakit baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dan ketiga, infeksi lingkungan
(environmental infection), dimana infeksi disebabkan oleh kuman yang
didapat dari bahan/benda di lingkungan rumah sakit (Darmadi, 2008).
b. Batasan
Menurut Zulkarnaen (1999), infeksi nosokomial adalah infeksi
yang didapat di rumah sakit, terjadi sesudah 72 jam perawatan pada
pasien rawat inap yang di rawat lebih lama dari masa inkubasi suatu
penyakit. Infeksi nosokomial bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya.
Jadi harus di buktikan dulu apakah sebelumnya telah terdapat infeksi
yang berbeda dengan kuman yang ada di rumah sakit tersebut (
Zulkarnaen, 1999).
c. Epidemiologi
Menurut zulkarnaen (1999), faktor yang mempengaruhi terjadinya
suatu penyakit infeksi, termasuk infeksi nosokomial ialah:
1) Sumber mikroorganisme infeksi nosokomial dapat berasal secara
endogen dan eksogen. Infeksi eksogen dapat disebabkan karena
mikroorganisme dari lingkungan. Sedangkan infeksi endogen
disebabkan karena kuman oportunistik yang secara normal berada

14
dalam tubuh penderita (Black, 2002). Sumber mikroorganisme ini
dapat berasal dari benda, substansi, aliran udara maupun serangga.
2) Rute penyebaran rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya
pasien yang menderita infeksi yang sudah maupun yang belum
terdiagnosis. Penularan infeksi dapat terjadi melalui silang (infection
cross) dari suatu pasien kepada pasien lainnya (Zulkarnaen, 1999).
3) Inang yang rentan terhadap infeksi, pasien yang dirawat di rumah
sakit adalah orang yang sedang bermasalah dengan kesehatan dan
pada umumnya daya tahan tubuhnya sedang menurun sehingga
sangat rentan terhadap infeksi (zulkarnaen, 1999)
d. Etiologi
1) Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia
yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam
melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.
Adapun bakteri penyebab infeksi nosokomial dibagi menjadi 2
yaitu:
a) Bakteri komensal
Bakteri komensal ditemukan dalam flora normal manusia
yang sehat. Beberapa bakteri komensal yang dapat menyebkan
infeksi yaitu staphyloccoci coagulase negatif yang menyebabkan
infeksi intravaskulas dan Escherichia coli yang menyebabkan
infeksi saluran kemih.
b) Bakteri pathogen
i. Batang gram postif anaerob seperti misalnya clostridium
yang menyebabkan gangren
ii. Bakteri gram positif seperti staphyloccous aureus yang dapat
menyebabkan berbagai infeksi pada paru-paru, tulang,
jantung,dan aliran darah. Selain itu streptoccoci beta
hemolitik juga sering menyebkan infeksi nosokomial.

15
iii. Bakteri gram negatif seperti pseudomonas sp. Yang sering
berkolonisasi pada saluran pencernaan pada pasien yang
dirawat di rumah sakit. selain itu enterobacteriaceae seperti
Escherichia coli, proteus, klebsiella, enterobacter, serratia
marcescens) sering berkoloni pada area pemasangan kateter
dan nasal kanul.
iv. Bakteri lain seperti misalnya spesies legionella yang dapat
menyebabkan pneumonia.
(WHO, 2012)
2) Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh
berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media
penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory
syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan
dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis
dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi
darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme
lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit
kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes
simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan
(zulkarnaen, 1999).
3) Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan
mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit
dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans,
Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium (Ducel,
G., 2002).
e. Manifestasi Klinis dari Infeksi Nosokomial
1) Infeksi saluran kemih

16
Infeksi saluran kemih (UTI), yang dikenal sebagai
penggunaan kateter urin terkait UTI (CAUTIs) merupakan kejadian
tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya
dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Infeksi ini secara
signifikan tidak hanya disebabkan oleh tingginya insiden dan biaya
secara ekonomi, tetapi juga karena beratnya gejala sisa yang dapat
dihasilkan. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat
menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian.
Organisme yang bisa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella,
Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi
lebih awal lebih disebabkan oleh mikroorganisme endogen (dua
per tiga dari kasus) , sedangkan infeksi yang terjadi setelah
beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme
eksogen. Penyebabnya karena kontaminasi tangan atau sarung
tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk
membersihkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi dan
teknik aseptik yang gagal. Untuk pencegahan, alat yang digunakan
harus di sterilkan terlebih dahulu. Dipastikan bahwa alat-alat
tersebut steril dan tidak terkontaminasi oleh alat-alat yang tidak
steril (Darmadi, 2008).
2) Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia
(HAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki
peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal
ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian
dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi
5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan
menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu
napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-
50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang

17
disebabkan Pseudomonas aeruginosa atau yang mengalami
bakteremia sekunder (Porzecanski& bowton, 2006).
f. Sumber Penularan
Penularan adalah perjalanan kuman patogen dari sumber infeksi
ke hospes. Ada 4 jalan yang dapat di tempuh yaitu dengan kontak
langsung, alat, udara dan vector. (Suharto, 1994). Infeksi nosokomial
bisa terjadi secara endogen maupun eksogen. Infeksi eksogen di
sebabkan oleh organisme yang masuk ke pasien dari lingkungan.
Organisme tersebut bias berasal dari pasien lain, tenaga kesehatan,
pengunjung dan juga bisa masuk melalui serangga yang berasal dari
tempat kotor (toilet, tempat sampah) ke pasien. Infeksi endogen
disebabkan kuman oportunis yang berasal dari mikroflora normal pasien
sendiri. Kuman oportunis seringkali menyebabkan infeksi jika pasien
memiliki resistensi yang rendah ataupun jika flora normal yang bersaing
dengan kuman patogen telah dieliminasi oleh antibiotik yang diminum
pasien (Black, 2002).
g. Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Penularan infeksi nosokomial dapat dibedakan menjadi beberapa
cara, yaitu: (Syndman D, 2007)
1) Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak
langsung, dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi
berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person
pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fecal oral. Sedangkan
kontak tidak langsung, terjadi apabila penularan membutuhkan objek
perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati
tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya
kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2) Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu.

18
Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan
intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
3) Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang
cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya,
mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit terlepas akan
membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan
Tuberculosis.
4) Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut
penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara
mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor,
misalnya Shigella dan Salmonella oleh lalat. Penularan secara internal
bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau
tidak mengalami perubahan biologik, misalnya yersenia pestis pada
ginjal.

19
4. Kerangka Teori

Rumah Sakit

Ruang rawat
inap

Gram Negatif,
Gram Positif
Infeksi Bakteri
Nosokomial Udara

Morfologi :
-kokus
-batang
-spiral

Agar Darah
Isolasi dan Identifikasi
bakteri Media Pertumbuhan

MacConkey
Agar

Pewarnaan Gram Uji Biokimia

Bakteri

Keterangan : = Diteliti

= Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

20
5. Kerangka Konsep

Ruang Rawat
Inap

Bakteri Udara

Agar darah Mac Conkey Agar

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

B. Landasan Teori
Ruangan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana
penderita tinggal/ mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana
pelayanan kesehatan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan,
dan rahabilitasi medik. Melihat faktor pemeliharaan ruangan di rumah sakit
seperti kebersihan pada ruang rawat inap berbeda dengan ruang operasi dan isolasi
yang menggunakan sterilisasi yang ketat, akses untuk masuk ke ruang rawat inap
lebih mudah mengingat kepentingan berkunjung ke ruang rawat inap lebih tinggi
dibandingkan dengan ruang cuci atau dapur (Epa, 2008)
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit, atau infeksi
yang disebabkan oleh kuman yang didapat selama berada di rumah sakit.
Prevalensi infeksi nosokomial dari masing-masing rumah sakit sangat bervariasi
(WHO, 2002).
Jenis bakteri gram negatif yang paling umum ditemukan adalah
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,Escherichia coli, Enterobacter
cloacae, dan Klebsiellapneumoniae (Sudoyo, 2009).

21
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004, persyaratan kualitas udara yaitu tidak ada bakteri
patogen dan indeks angka kuman pada ruang rawat inap adalah maksimum 500
CFU/m³ (Izzah, 2015).

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian observational deskriptif. Dalam penelitian
observasional deskriptif, peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena
yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikan secara apa adanya, dan tidak
dilakukan analisis mengapa fenomena tersebut terjadi (Sastroasmoro, 2014).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD
Undata Palu dan laboratorium kesehatan daerah provinsi Sulawesi Tengah.
Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan November tahun 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Menurut Sastroasmoro (2014) yang dimaksudkan dengan populasi
dalam penelitian adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik
tertentu. Populasi dalam penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Populasi target
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir penerapan
hasil penelitian, dan biasanya bersifat umum. Populasi target pada
penelitian ini adalah bakteri yang terdapat pada udara.
b) Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang dapat
dijangkau oleh peneliti dan dibatasi oleh tempat dan waktu. Populasi
terjangkau dari penelitian ini adalah bakteri udara yang terdapat pada
udara di ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD Undata Palu pada
saat penelitian dilakukan.
2. Sampel

23
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Sampel merupakan bagian dari
populasi terjangkau yang direncanakan untuk diteliti langsung serta telah
memenuhi kriteria pemilihan, yakni kriteria inklusi dan ekslusi
(Sastroasmoro, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah koloni bakteri yang
terdapat pada cawan petri setelah proses pengambilan sampel.
Untuk menentukan besar sampel yang menggambarkan keseluruhan
obyek belum ada ketentuan yang pasti karena ukuran sampel tidak dapat
digeneralisasi. Untuk itu pada penelitian ini peneliti mengukur pada 4 titik
pengamatan dengan menggunakan 2 buah cawan petri pada setiap titik
pengamatan di ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD Undata Palu.

D. Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan secara probability sampling dengan cara
simple random sampling. Pada teknik ini setiap subyek dalam populasi terjangkau
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai
sampel penelitian.

E. Definisi Operasional
Menurut Sastroasmoro (2014) definisi operasional adalah suatu batasan
yang dibuat oleh peneliti terhadap konsep yang akan ditelitinya, sehingga tidak
ada makna ganda dari istilah yang digunakan oleh seorang peneliti. Dalam
penelitian ini terdapat beberapa definisi operasional, yaitu :
a) Ruangan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana
penderita tinggal/ mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari
pelaksana pelayanan kesehatan yang meliputi observasi, diagnosa,
pengobatan, keperawatan, dan rahabilitasi medik (Epa, 2008).
b) Bakteri udara adalah jenis bakteri udara yang diperoleh pada sampel yang
diambil dari medium agar darah dan agar MacConkey yang diletakkan di
ruang rawat inap Paviliun Matahari RSUD Undata Palu dan telah dilakukan
isolasi dan identifikasi. Kemudian dilanjutkan dengan uji biokimiawi yang

24
dicocokkan dengan tabel perbandingan karakteristik dari masing-masing
bakteri (Putra, 2015).
c) Kultur bakteri adalah perkembangbiakan mikroorganisme atau sel jaringan
hidup dalam media khusus yang kondusif bagi pertumbuhannya, yang
dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah Sulawesi Tengah (Dorland,
2006)

F. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat Penelitian
a. Cawan petri
b. Inkubator
c. Loop/Ose
d. Mikroskop
e. Object Glass
f. Pembakar bunsen
g. Pipet steril
h. Tabung reaksi
i. Rak tabung

2. Bahan Penelitian
a. Air suling
b. MacConkey agar
c. Blood agar
d. KIA agar
e. BHIA agar
f. Larutan pewarnaan gram (Gentian violet, lugol, decolorisation,dan
safranin)
g. SIM medium
h. Citrat medium
i. Glukosa medium
j. Laktosa medium

25
k. Sukrosa medium
l. Maltosa medium
m. Mannitol medium
n. Metil red medium
o. Vogest proust medium
p. Urea medium
q. Acid medium (Labkesda Sulawesi Tengah, 2015)

G. Prosedur Penelitian
1. Prosedur Penelitian
a. Persiapan cawan petri
1) a Cawan petri terbagi menjadi 2 :
a) 4 cawan petri yang mengandung Media agar darah. Media
agar darah digunakan untuk isolasi bakteri gram positif
b) 4 cawan petri yang mengandung MacConkey Agar.
MacConkey agar digunakan untuk isolasi bakteri gram
negatif. (Putra, 2015)
2) Cawan petri yang telah berisi agar darah dan MacConkey agar
dibungkus menggunakan aluminium foil hingga semua cawan
petri tertutup.
3) Cawan petri yang telah terbungkus aluminium foil selanjutnya
diletakkan pada wadah cooler box yang telah berisi es batu.
4) Cawan petri siap untuk dibawa ke tempat pengambilan sampel.
(Labkesda Sulawesi Tengah, 2015)
b. Menurut Ririn (2002), teknik pengambilan sampel identifikasi bakteri
adalah :
5) Teknik sedimentasi menggunakan cawan petri yang mengandung
Media agar darah dan MacConkey Agar
6) Sampel diambil dengan cara meletakkan 8 buah cawan petri yang
masing-masing berisi 4 Media agar darah dan 4 MacConkey agar

26
yang kemudian ditempatkan pada 4 titik ruangan yang diletakkan
setinggi 100 cm dari lantai.
7) Pengambilan sampel diambil setelah ruangan dibersihkan pada
pagi hari didasarkan pada waktu dimana diperkirakan paling
sedikit pasien datang ke ruang rawat inap.
8) Jumlah keseluruhan sampel adalah 24 sampel dengan perincian
berikut : 8 sampel pada minggu pertama, 8 sampel pada minggu
kedua, dan 8 sampel pada minggu ketiga.
9) Cawan petri dibiarkan terbuka dan terpapar selama 15 menit.
Setelah itu cawan petri ditutup dan dibawa ke Laboratorium
Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (Labkesda Sulawesi
Tengah, 2015)
c. Isolasi Bakteri
1) Cawan petri yang mengandung media agar darah dan MacConkey
agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
2) Setelah diinkubasi, koloni bakteri yang diperkirakan paling
banyak pada agar darah kemudian dipindahkan pada agar BHIA
(Brain Heart Infusion Agar), sedangkan koloni bakteri terbanyak
pada MacConkey agar dipindahkan pada KIA (Kliger Iron Agar).
Media BHIA dan KIA ini kemudian diinkubasi pada suhu 37°C
selama 24 jam.
3) Setelah 24 jam, pada agar KIA diamati warna dasar, warna lereng,
dan adanya H2S serta gas yang terbentuk. Sedangkan pada agar
BHIA diamati apakah terdapat pertumbuhan bakteri atau tidak.
4) Setelah diamati, kemudian bakteri yang tumbuh pada media KIA
dan BHIA dapat digunakan untuk melakukan pewarnaan gram
serta uji biokimia. (Labkesda Sulawesi Tengah, 2015)
d. Pewarnaan Gram
1) Ambil koloni bakteri dari media BHIA atau KIA menggunakan
ose, lalu oleskan secara sirkular pada kaca objek yang telah
dipanaskan dan ditetesi aquades sebelumnya.

27
2) Tunggu hingga aquades mongering pada kaca objek.
3) Setelah kering, lakukan fiksasi preparat dengan cara meletakkan
kaca objek pada api bunsen.
4) Prosedur pewarnaan gram siap dilakukan.
5) Lumuri preparat dengan larutan gentian violet, tunggu selama 1
menit.
6) Cuci preparat dengan air mengalir selama 1 menit
7) Lumuri preparat dengan larutan lugol selama 1 menit
8) Cuci preparat dengan air mengalir selama 1 menit
9) Lumuri preparat dengan larutan decolorisation selama 1 menit
10) Cuci preparat dengan air mengalir selama 1 menit
11) Lumuri preparat dengan larutan safranin selama 1 menit
12) Cuci preparat dengan air mengalir selama 1 menit
13) Keringkan preparat pada rak pengering
14) Tetesi preparat dengan minyak imersi untuk pengamatan di
mikroskop dengan perbesaran 100x
15) Amati preparat di mikroskop dengan perbesaran 100x. (Labkesda
Sulawesi Tengah, 2015)
e. Identifikasi bakteri
Sampel bakteri yang terdapat pada pertumbuhan media BHIA dan
KIA selanjutnya dilakukan prosedur uji biokimia untuk identifikasi
bakteri (Putra, 2015). Uji biokimia yang dilakukan yaitu uji SIM
(Sulfur, indol, Motility), sitrat, glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa,
mannitol, metil red, vogest proskauer,urea, dan acid. (Labkesda
Sulawesi Tengah, 2015)

28
H. Alur Penelitian

Ruang rawat inap Paviliun Matahari


RSUD Undata Palu

Cawan petri dibiarkan


terbuka selama 15 menit

Isolasi pada inkubator dengan


suhu 37°C selama 24 jam

Tidak ada Ada pertumbuhan


pertumbuhan bakteri bakteri

Media isolasi Media isolasi


Tidak ada bakteri (BHIA) (KIA)

Pewarnaan gram

Uji Biokimia

Jenis Bakteri

Gambar 3.1 Alur Penelitian

29
I. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan
dari hasil kultur media yang ditempatkan di ruang rawat inap Paviliun Matahari
RSUD Undata Palu.

J. Pengolahan Data
1. Editing
Editing ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap data
primer yang diperoleh.
2. Coding
Memberikan kode pada semua variabel untuk mempermudah dalam
pengolahan data yang dilakukan.
3. Entry
Memasukkan data ke program komputer.
4. Tabulating
Menyusun seluruh data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel maupun
grafik.
5. Describing
Menggambarkan seluruh data yang berupa tabel maupun grafik dalam
bentuk narasi atau kalimat.

K. Penyajian Data
Data-data yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini akan disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik

L. Teknik Analisis Data


Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif dengan melihat
pertumbuhan bakteri pada cawan petri di ruang rawat inap Paviliun Matahari
RSUD Undata Palu

30
M. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada
instansi tempat penelitian dilaksanakan. Setelah mendapat persetujuan tersebut
barulah dilakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika penelitian
(Yurisa, 2008)

31

Anda mungkin juga menyukai