Anda di halaman 1dari 14

Nama

Stambuk
Kelompok
Hari/ Tanggal
Judul

: Khairunnisa
: N 101 13 116
: ( Sembilan )
: Jumat 21 oktober 2016
: Telingaku bernanah

Step 1
1
2

3
4
5

Otoscope : Oto adalah istilah telinga dalam kondisi tidak normal. Kondisi normalnya
auris. Sedangkan scope adalah suatu akhiran atau suffix yang artinya alat untuk
melihat. Otoscope adalah alat yang digunakan untuk melihat/inspeksi telinga
Cairan serosa : Serosa adalah cairan yang berisi terutama air dan beberapa protein
seperti enzim amylase . Cairan ini dihasilkan oleh sel sel serosa , yang disusun
sebagai kelompok yang disebut asinus dalam kelenjar serosa. Kelenjar serosa
sebagian besar ditemukan pada kelenjar parotis dan kelenjar lakrimal . serosa dapat
juga dihasilkan dari kelenjar campuran seperi kelenjar submaksilaris.
Bulging : Bulge artinya yang menonjol
Membran tymphani : Membran artinya lapisan tipis jaringan yang menutupi
permukaan rongga, atau membagi ruang atau organ. Tympani adalah strukturtipis
antara meatus acusticus externus dan telinga tengah
Erosi adalah terkikisnya suatu permukaan ; ulserasi dangkal atau superficial

Learning Objectives
1. Anamnesis sesuai skenario, komplikasi, prognosis dan pemeriksaan penunjang
2. Prosedur diagnostik untuk mendeteksi kelainan telinga
3. Patofisiologi dan pathogenesis otitis media akut
4. Gambar tipe-tipe perforasi
5. Pemeriksaan fungsi pendengaran
6. Penatalaksanaan otitis media akut
Jawaban
1. a. Anamnesis
-

Lokasi= Ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua


telinga. Jadi, tanyakan pada pasien sakitnya pada telinga kanan atau
telinga kiri. Tanyakan juga sekret ini keluar dari satu atau kedua
telinga. Tetapi, diskenario pasiennya tidak menyebutkan lebih
spesifiknya sakitnya dan sekret yang keluar dibagian telinga yang
sebelah mana.
Onset dan durasi = Tanyakan sejak kapan pertama kali dia merasakan
ada gangguan pada telinganya, sudah berapa lama dia merasakannya.

Didalam skenario, keluar cairan berwarna kuning dan berbau busuk


pada saat sore hari ketika amir sedang duduk termangu
Kualitas = Ditanyakan sakit yang dia rasakan seperti apa. Dalam
skenario Amir sambil berlarian dan dia mengorek-orek telinganya
ketika telinganya terasa amat sakit .
Kuantitas = ditanyakan apakah timbulnya tiba-tiba atau bertahap.
Dalam sehari berapa kali mengeluarkan sekret dan disertai dengan
nyeri atau tidak. Dalam skenario, timbulnya tiba-tiba pada saat sore
hari. Tetapi, dalam skenario tidak menjelaskan berapa kali keluar
sekretnya. Tapi , diskenario dijelaskan pada saat keluar sekretnya amir
juga merasakan sakit yang hebat.
Faktor modifikasi = ditanyakan apakah sakitnya makin berat pada saat
melakukan aktifitas atau tidak. Sudah pernah kedokter sebelumnya.
Sudah pernah mengkonsumsi obat-obatan ototoksik sebelumnya untuk
mengurangi sakitnya. Dalam skenario, sakitnya makin berat ketika
tidak melakukan aktifitas yaitu ketika amir sedang duduk termangu
didepan pintu rumahnya. Pada saat itu, ibunya amir menghampiri amir
dan mengajak amir untuk kedokter. Dokterpun menyarankan untuk
dilakukan pembersihan telinga dan pemberian antibiotic tetes telinga
dan oral.
Keluhan penyerta = apakah ada riwayat trauma kepala, telinga
tertampar, trauma akustik, terpajan bising, atau pernah menderita
penyakit infeski virus seperti parotitis, influensa berat dan meningitis.
Dalam skenario, amir mengalami batuk pilek sejak 1 minggu terakhir.
Kronologi = pada sore yang cerah, ketika amir duduk sambil termangu
didepan pintu rumahnya. Tidak lama kemudian, telinganya keluar
cairan berwarna kuning, ada sedikit darahnya pula, berbau busuk.
Pada saat itu, telinganya sakit sekali, dia mengorek-orek telinganya
sambil lari kedalam rumah. Kemudian ibunya membawa amir
kedokter. Ternyata sebelumnya amir mengalami batuk pilek sejak 1
minggu yg lalu. Sehari sebelumnya telingnya masuk air saat mandi.

Pemeriksaan fisik: Didapatkan cairan serosa, berbau, terdapat bulging dan erosi
disekitar membran timpani dengan menggunaka otoskop.
Dokter menyarankan: untuk dilakukan pembersihan telinga dan pemberian antibiotik
tetes telinga dan oral.
Diagnosis pada skenario : Otitis Media Akut Stadium Preforasi Stadium
Perforasi:
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering

disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi


kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan
bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
(nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Pengobatan untuk stadium perforasi yaitu pemberian obat
antibiotik dan obat cuci telinga.
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut,
yaitu:
1 Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2 Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,
seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada
gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran
timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3 Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada
membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan
aktivitas normal.
b. Komplikasi
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui
erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi
komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari:
mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah,
paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi
antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural,
empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis.24,45 Komplikasi tersebut umumnya
sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua
jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif
kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan
menggunakan antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi
c. Prognosis
Prognosis OMA dubia ad bonam jika pengobatan adekuat, tergantung dari faktor-faktor
eksterna dan interna. Faktor eksterna antara lain adalah resistensi kuman, yag dapat
disebabkan karena pengobatan yag tidak adekuat, antibiotic yag tidak cocok, atau dosis
yang terlampaui rendah, atau jagka waktu pemberian terlampaui pendek, atau
pemberian yang tidak kontinyu. Faktor interna terutama ialah pertahanan umum tubuh
terhadap infeksi.

Sumber : Djafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2007
d. Pemeriksaan penunjang
1 Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2 Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3 Kultur dan uji sensitifitas; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4 Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara.
Sumber:

Sosialisman & Helmi. 2006. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT(editor).
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Departemen Kesehatan RI. 2014. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan.

2. Penyakit Infeksi pada telinga


a Otitis eksterna akut
1 Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul)
Infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel
Kuman penyebab biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini
disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan ikat longgar
dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa
nyeri dapat juga timbul pada saat membuka mulut (sendi temporomandibula).
Terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel besar dapat menyumbat
telinga
2 otitis eksterna difus
Mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam.
Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya
Kuman penyebabnya biasanya golongan pseudomonas. Kuman lain yang dapat
menjadi penyebab adalah Staphylococcus albus, Escherichia coli, dan
sebagainya.
Dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis

d.

Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar
getah bening regional membesar dan nyeri tekan, terdapat secret yang berbau.

Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga
Jamur yang tersering menginfeksi adalah Pityrosporum, Aspergilus. Kadangkadang ditemukan juga candida albicans atau jamur lain.
Pityrosporum menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe
Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh pada liang telinga, tetapi
seringpula tanpa keluhan.
Herpes Zoster Otikus
Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.
Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit didaerah muka sekitar liang telinga,
otalgia dan terkadang disertai paralisis otot wajah.
Pada keadaan berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.
Otitis eksterna maligna
infeksi difus di liang telinga luar dan struktur lain di sekitarnya.
Biasanya terjadi pada orang tua dengan diabetes mellitus.
Terjadi peradangan yang meluas secara progresif ke lapisan subkutis, tulang
rawan, dan ke tulang disekitarnya, sehingga timbul kondritis, osteitis, dan
osteomyelitis yang menghancurkan tulang temporal
Gejalanya adalah rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh rasa
nyeri, secret yang banyak serta pembengkakan liang telinga. Saraf facial dapat
terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.

Referensi : FKUI. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi 7. Badan Penerbit FKUI: Jakarta
3. Patogenesis
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan
pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan
terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba
Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang
menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA). Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena:
1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem
kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar
dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga
tengah

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 6575% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).
Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45db (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak
tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya

Referensi :
Munilson,J.,dkk. 2015. Penatalaksanaan otitis media akut. Bagian Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang
4. Gambar tipe tipe perforasi

Perforasi sentral : lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior,


dan postero-superior, kadang sub total.
b Perforasi marginal : terdapat pada pinggi membran timpani dengan adanya erosi
dari annulus fibrosus yang sering disertai jaringan granulasi. Perforasi marginal
yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
c Perforasi atik : terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
Sumber : Mansjoer A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid IA. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia : Jakarta
5. Tes penala (garpu tala) merupakan pemeriksaan pendengaran kualitatif dan terdiri atas
berbagai macam tes.Tes penala lebih akurat dalam mendeteksi adanya penurunan
pendengaran daripada tes bisikan dan dapat menentukan jenis tuli, apakah konduktif atau
sensorineural. Garpu tala yang dapat digunakan berfrekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz
karena untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif terdengar adalah bunyi antara
500-2000 Hz. Apabila tidak memungkinkan penggunaan tiga garpu tala yang telah
disebut, maka yang digunakan adalah garpu tala dengan frekuensi 512 Hz. Garpu tala
tersebut tidak terlalu dipengaruhi suara bising lingkungan
a

tes rinne
Tes ini digunakan untuk membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran
melalui tulang. Cara melakukannya adalah dengan menggetarkan penala, lalu

meletakkan tangkainya di prosesus mastoid. Setelah suara tidak terdengar lagi oleh
pasien, pegang penala di depan telinga dalam jarak kira-kira 2,5 cm. Bila suara masih
terdengar, maka tes Rinne disebut positif (+) sedangkan bila tidak terdengar disebut
RInne negatif (-).
b

tes weber
Pada tes Weber, penala digetarkan lalu diletakkan pada garis tengah kepala, misalnya
di tengah dahi. Pasien lalu diminta menyebutkan apakah bunyi terdengar lebih keras
di telinga tertentu. Tanyakan pada pasien dimana bunyinya terdengar: pada satu sisi

pa tmenjawab dengan benar. Menurut berbagai studi, ditemukan bahwa apabila hasilnya

enurunan pendengaran yang sig


nifik
an dasisi.
pat diek
lusi.[3
]
atau
kedua
Padask
orang
normal,

bunyi sama-sama terdengar atau bisa juga

terdapat lateralisasi. Apabila terdapat lateralisasi, pelaporannya adalah Weber

enala

lateralisasi
ke
telinga
tersebut.
sama
kerasnya
s penala merupakan pemerik
saan pen
de
ngaran
kualitBila
atif bunyi
dan terdengar
terdiri ata
s be
rbagai

di kedua telinga,

s.[1] Tes penala lebih akurat da


lam mendete
ksi ada
nya penuruna
n pendengaran daripada
pelaporannya
adalah
Weber
tidak ada lateralisasi

n dan dapat menentukan jenis tuli, apakah konduktif atau sensorineural.[2,3] Pemeriksaan

tes swabach

nya dilakukan apapun hasil dari tes bisikan.[3] Pada LTM ini, yang akan dibahas adalah tes

Weber, dan tes Schwabach.

penala digetarkan, tangai penala diletakkan di prosesus mastoideus sampai tidak

arpu tala yang dapat digunakterdengar


an berfre
kuens
i 512,
1024
, dan 204penala
8 Hz dipindahkan
karena untu
bunyi.
Ketika
bunyi
menghilang,
kekprosesus

ran sehari-hari yang paling efektif terdengar adalah bunyi antara 500-2000 Hz. Apabila

mastoideus pemeriksa yang pendengarannya normal. Apabila bunyi masih terdengar,

mungkinkan penggunaan tiga garpu tala yang telah disebut, maka yang digunakan adalah

pendengaran
pasien
telah
mengalami
pemendekan.
a dengan frekuensi 512 Hz. Gberarti
arpu ta
la tersebut
tidak
terla
lu dipeng
aruhi suaraNamun
bisingapabila

bunyi

n.[1] Interpretasi tes penala dapat dilihat pada Tabel 1.

sudah tidak terdengar lagi, maka kemungkinannya adalah pendengaran pasien normal
atau memanjang. Untuk memastikannya. Dilakukan tes yang sama tapi dengan

Rinne

s ini digunakan untuk membanding


kan ha
ntara
n mela
lui udaramuladengmula
an ha
ntara
n melamastoid
lui
perubahan
urutan;
penala
digetarkan
pada
prosesus

pemeriksa,

ra melakukannya adalah dengan menggetarkan penala, lalu meletakkan tangkainya di

lalu setelah bunyinya hilang dipindahkan ke prosesus mastoid pasien. Apabila pasien

mastoid. Setelah suara tidak terdengar lagi oleh pasien, pegang penala di depan telinga

masih
dapat
mendengar
memanjang
ak kira-kira 2,5 cm. Bila suara
ma
sih te
rdengar, bunyi,
makaberarti
tes Rpendengarannya
inne disebut pos
itif (+
)

n bila tidak terdengar disebut RInne


negatif (-).[1
]
memanjang),
sedangkan

tes

bila ia tidak dapat mendengar lagi maka pendengarannya

normal (Schwabach sama dengan pemeriksa).

Weber

da

(Schwabach

Weber,

penala

digetarkan

lalu

pada garis tengah kepala, misalnya di tengah

en lalu diminta menyebutkan apakah bunyi


lebih keras di telinga tertentu. Pada orang

unyi sama-sama terdengar atau bisa juga


lateralisasi.

nya

adalah

Apabila
Weber

terdapat
lateralisasi

lateralisasi,
ke

telinga

Bila bunyi terdengar sama kerasnya di kedua

pelaporannya

adalah

Weber

tidak

ada
Tabel 1. Interpretasi tes penala. [1]

.[1]

referensi : FKUI. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
3

Kepala & Leher. Edisi 7. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.


6.

Tujuan penatalaksanaan OMA adalah mengurangi gejala dan rekurensi.Pada fase


inisial penatalaksanaan ditujukan pada penyembuhan gejala yang berhubungan dengan
nyeri dan demam dan mencegah komplikasi supuratif seperti mastoiditis atau meningitis.
Penatalaksanaan medis OMA menjadi kompleks disebabkan perubahan patogen penyebab.
Diagnosis yang tidak tepat dapat menyebabkan pilihan terapi yang tidak tepat. Pada anak
di bawah dua tahun, hal ini bisa menimbulkan komplikasi yang serius.
Diagnosis yang tidak tepat dapat menyebabkan pasien diterapi dengan antibotik yang
sebenarnya kurang tepat atau tidak perlu. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya
resistensi antibiotik, sehingga infeksi menjadi lebih sulit diatasi. Penatalaksanaan OMA
tergantung pada stadium penyakit yaitu:
Stadium oklusi
Pengobatan terutama untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan
negatif pada telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologis (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik (> 12 tahun atau dewasa).
Untuk sumber infeksi diberikan antibiotik apabila penyebabnya adalah kuman,
bukan virus atau alergi.
Stadium presupurasi
Antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetika. Antibiotika dianjurkan dari golongan
penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular sehingga
tidak terjadi mastoiditis terselubung. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 7
hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, diberikan eritromisin.
Pada anak diberikan dosis 50-100 mg/kgBB perhari dibagi menjadi 4 dosis,
amoksisilin 40 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis.
Stadium supurasi
Selain diberikan antibiotika harus disertai dengan miringotomi, bila membran
timpani masih utuh. Dengan miringotomi maka gejalan klinis lebih hilang dan
ruptur dapat dihindari.
Stadium perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang sekret keluar secara berdenyut
(pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi
membran timpani menutup.
Pada tahun 2004, American Academy of Pediatrics dan the American Academy of
Family Physicians mengeluarkan rekomendasi penatalaksanaan OMA. Petunjuk

rekomendasi ini ditujukan pada anak usia 6 bulan sampai 12 tahun. Pada petunjuk ini
di rekomendasikan bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapat antibiotika, dan pada anak
usia 6-23 bulan observasi merupakan pilihan pertama pada penyakit yang tidak berat atau
diagnosis tidak pasti, antibiotika diberikan bila diagnosis pasti atau penyakit berat. Pada
anak diatas 2 tahun mendapat antibiotika jika penyakit berat. Jika diagnosis tidak pasti,
atau penyakit tidak berat dengan diagnosis pasti observasi dipertimbangkan sebagai
pilihan terapi.
Observasi membuktikan bahwa penanganan OMA dengan menunggu dan melihat
(observasi) secara bermakna menurunkan penggunaan antibiotik pada populasi urban yang
datang ke instalasi gawat darurat. Metoda menunggu dan melihat menurunkan
penggunaan antibiotik pada 56% anak usia 6 bulan sampai 12 tahun dengan OMA.
Indikasi untuk protokol observasi adalah: tidak ada demam, tidak ada muntah, pasien atau
orang tua pasien menyetujui penundaan pemberian antibiotik. Kontra indikasi relatif
protokol observasi adalah telah mendapat lebih dari 3 seri antibiotik dalam 1 tahun ini,
pernah mendapat antibiotik dalam 2 minggu terakhir, terdapat otorea.30 Pilihan observasi
ini mengacu pada penundaan pemberian antibiotik pada anak terpilih tanpa komplikasi
untuk 72 jam atau lebih, dan selama waktu itu, penatalaksanaan terbatas pada analgetik
dan simtomatis lain. Pemberian antibiotik dimulai jika pada hari ketiga gejala menetap
atau bertambah.
Faktor-faktor kunci dalam menerapkan strategi observasi adalah: metoda untuk
mengklasifikasi derajat OMA, pendidikan orang tua, penatalaksanaan gejala OMA, akses
ke sarana kesehatan, dan penggunaan regimen antibiotik yang efektif jika diperlukan. Jika
hal tersebut diperhatikan, observasi merupakan alternatif yang dapat diterima untuk anak
dengan OMA yang tidak berat
Terapi simtomatis Penatalaksanaan OMA harus memasukkan penilaian adanya nyeri.
Jika terdapat nyeri, harus memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut.
Penanganan nyeri harus dilakukan terutama dalam 24 jam pertama onset OMA tanpa
memperhatikan penggunaan antibiotik. Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat
menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti
benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan kodein atau
analog, dan timpanostomi / miringotomi.
Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi hidung.
Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung. Tetapi baik antihistamin
maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau meminimalisir komplikasi
dari OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan
Terapi antibiotik Antibiotik direkomendasikan untuk semua anak di bawah 6 bulan,
6 bulan 2 tahun jika diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun dengan
infeksi berat (otalgia sedang atau berat atau suhu tubuh lebih dari 39oC ). Jika diputuskan
perlunya pemberian antibiotik, lini pertama adalah amoksisilin dengan dosis 80-90
mg/kg/hari. Pada pasien dengan penyakit berat dan bila mendapat infeksi -laktamase
positif Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis terapi dimulai dengan
amoksisilin-klavulanat dosis tinggi (90 mg/kg/hari untuk amoksisilin, 6,4 mg/kg/hari
klavulanat dibagi 2 dosis). Jika pasien alergi amoksisilin dan reaksi alergi bukan reaksi
hipersensitifitas (urtikaria atau anafilaksis), dapat diberi cefdinir (14 mg/kg/hari dalam 1
atau 2 dosis), cefpodoksim (10 mg/kg/hari 1 kali/hari) atau cefuroksim (20 mg/kg/hari

dibagi 2 dosis). Pada kasus reaksi tipe I (hipersensitifitas), azitromisin (10 mg/kg/hari
pada hari 1 diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari sebagai dosis tunggal harian) atau
klaritromisin (15 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi). Obat lain yang bisa digunakan
eritromisin-sulfisoksazol (50 mg/kg/hari eritromisin) atau sulfametoksazol-trimetoprim
(6-10 mg/kg/hari trimethoprim
Alternatif terapi pada pasien alergi penisilin yang diterapi untuk infeksi yang
diketahui atau diduga disebabkan penisilin resistan S.pneumoniae dapat diberikan
klindamisin 30-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi. Pada pasien yang muntah atau tidak
tahan obat oral dapat diberikan dosis tunggal parenteral ceftriakson 50 mg/kg
Jika pasien tidak menunjukkan respon pada terapi inisial dalam 48 -72 jam, harus
diperiksa ulang untuk mengkonfirmasi OMA dan menyingkirkan penyebab lain. Jika
OMA terkonfirmasi pada pasien yang pada awalnya diterapi dengan observasi, harus
dimulai pemberian antibiotik. Jika pasien pada awalnya sudah diberi antibiotik, harus
diganti dengan antibiotik lini kedua, seperti amoksisilin-klavulanat dosis tinggi,
sefalosporin, dan makrolid. Waktu yang optimum dalam terapi OMA masih
kontroversi.Terapi jangka pendek (3 hari azitromisin, 5 hari antibiotik lain) adalah pilihan
untuk anak umur diatas 2 tahun dan terapi paket penuh (5 hari azitromisin, 7-10 hari
antibiotik lain) lebih baik untuk anak yang lebih muda. Terdapat beberapa keuntungan dari
terapi jangka pendek yaitu: kurangnya biaya, efek samping lebih sedikit, komplian lebih
baik dan pengaruh terhadap flora komensal dapat diturunkan. Terapi antibiotik jangka
panjang dapat mencegah rekurensi dari OMA. Pertanyaan antibiotik apa yang akan
digunakan, untuk berapa lama, dan berapa episode OMA untuk menilai terapi belum
dievaluasi secara adekuat
Terapi bedah Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan
pendekatan pertama dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada
anak dengan OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti
mastoiditis dengan osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan
OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik
membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik,
laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi
pada: anak yang menderita toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan
kemungkinan OMA, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang
menggembung (bulging) dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan
OMA dengan komplikasi supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket
kedua antibiotic
Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus. Walaupun
timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA, tapi tidak
memberikan keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri. Timpanosintesis merupakan
prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya
sebagai penatalaksanaan rutin.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari
telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posteriorinferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang,
corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.

Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya.
Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering
diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah.
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal
dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif
Referensi :
Munilson,J.,dkk. 2015. Penatalaksanaan otitis media akut. Bagian Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

LEARNING OBJECTIVE
21 Oktober 2016

BLOK 19
SKENARIO 2
TELINGAKU BERNANAH

OLEH:

KHAIRUNNISA
N 101 13 116
KELOMPOK 9
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU 2016

Anda mungkin juga menyukai