Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stres dan kecemasan merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-
hari dan merupakan gejala yang normal pada manusia.Bagi orang yang
penyesuaiannya baik, maka stres dan kecemasan dapat cepat diatasi dan
ditanggulangi.Bagi orang yang penyesuaiannya kurang baik, maka stres dan
kecemasan merupakan bagian terbesar dalam kehidupannya. Apabila penyesuaian
yang dilakukan tidak tepat, akan menimbulkan dampak penyesuaian diri terhadap
kesehatan jasmani dan psikis. Munculnya perasaan kesepian, merasa terasing,
kelelahan fisik yang berkelanjutan, frustasi, kecemasan berlebihan, stres,
kecurigaan akan lingkungan sekitar (paronia), kecenderungan untuk menarik diri
dan depresi (Prawitasari, 2013). Segala permasalahan atau tuntutan penyesuaian
diri menyebabkan stress yang apabila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik
maka akan muncul gangguan badan ataupun gangguan jiwa (Maramis, 2015).
Stuart dan Sudeen (2013), menyatakan bahwa gangguan jiwa yang paling
umum adalah skizofrenia yang merupakan suatu penyakit otak persisten dan
serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan
dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah.
Angka kejadian skizofrenia di Amerika Serikat cukup tinggi (lifetime prevalence
rates) mencapai 1/100 penduduk.Sebagai perbandingan, di Indonesia bila pada
PJPT I angkanya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya pada PJPT II,
3/1000 penduduk bahkan bisa lebih besar lagi (Yoseph, 2014).
Diantara berbagai gangguan jiwa, gangguan neurotik (neurosis cemas)
merupakan gangguan jiwa yang paling banyak didapati dimasyarakat.2% - 4% di
antara penduduk di suatu tempat diperkirakan pernah mengalami gangguan cemas
(Hawari, 2013).Sedangkan menurut Atkinson (2015), bahwa Pasien skizofrenia
menunjukkan perilaku menarik diri, terisolasi, sulit diatur dan cemas.Cemas

1
merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.Keadaan emosi ini tidak memiliki objek
yang spesifik.Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
personal.
Terapi yang digunakan untuk pasien skizofrenia yang mengalami
kecemasan salah satunya adalah dengan terapi perilaku.Salah satu bentuk dari
terapi perilaku adalah dengan teknik relaksasi. Teknik relaksasi progresif yang
sering digunakan untuk mengurangi ketegangan otot serta kecemasan adalah
relaksasi progresif (Sheridan dan Radmacher, 2014). Latihan relaksasi progresif
sebagai salah satu tehnik relaksasi otot telah terbukti dalam program terapi
terhadap ketegangan otot mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia,
kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pinggang, tekanan darah tinggi, fobi ringan
dan gagap (Davis, 2015). Menurut Black dan Mantasarin (2013), bahwa tekhnik
relaksasi progresif dapat digunakan untuk pelaksanaan masalah psikis.Relaksasi
yang dihasilkan oleh metode ini dapat bermanfaat untuk menurunkan kecemasan,
kontraksi otot dan memfasilitasi tidur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan pokok
adalah apakah ada pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat
kecemasan.

2
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teknik relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tingkat kecemasan
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui Konsep Dasar Kecemasan
b. Untuk mengetahuiKlasifikasi Tingkat Kecemasan
c. Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecemasan
d. Untuk mengetahui Konsep Dasar Relaksasi Otot Progresif
e. Untuk mengetahui Manfaat relaksasi otot progresif
f. Untuk mengetahui Fisiologi Kontraksi dan Relaksasi
g. Untuk mengetahui Prosedur relaksasi otot progresif
h. Untuk mengetahui Indikasi relaksasi otot progestif
i. Untuk mengetahui Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif

1.4 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan, serta pemahaman, bagaimana pengaplikasian
relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien yang
mengalami gangguan kecemasan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kecemasan


Kecemasan merupakan reaktivitas emosional berlebihan, depresi yang
tumpul, atau konteks sensitif, respon emosional (Clift, 2014).Pendapat lain
menyatakan bahwa kecemasan merupakan perwujudan dari berbagai emosi yang
terjadi karena seseorang mengalami tekanan perasaan dan tekanan batin. Kondisi
tersebut membutuhkan penyelesaian yang tepat sehingga individu akan merasa
aman. Namun, pada kenyataannya tidak semua masalah dapat diselesaikan
dengan baik oleh individu bahkan ada yang cenderung di hindari.Situasi ini
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dalam bentuk perasaan
gelisah, takut atau bersalah (Supriyantini, 2013).
Menurut Rachmad (2017), kecemasan timbul karena adanya sesuatu yang
tidak jelas atau tidak diketahui sehingga muncul perasaan yang tidak tenang, rasa
khawatir, atau ketakutan. Ratih (2014) menyatakan kecemasan merupakan
perwujudan tingkah laku psikologis dan berbagai pola perilaku yang timbul dari
perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan.

2.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan


Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Menurut Peplau (1952) dalam Suliswati (2014) ada empat tingkatan
yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari.Individu
masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera.Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

4
b. Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,
terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu
dengan arahan orang lain.
c. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada
detil yang kecil dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh
perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah.Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya
pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.Biasanya disertai
dengan disorganisasi kepribadian.

2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecemasan


Yang et al, (2014), menyatakan bahwa kecemasan yang dialami
mahasiswa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sikap pengawas ujian, suasana
ujian, ketrampilan mahasiswa, ujian itu sendiri dan perasaan intern yang dialami
oleh mahasiswa itu sendiri (tidak yakin lulus).
Menurut Stuart (2013), faktor yang mempengaruhi kecemasan dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Faktor prediposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:
1. Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego.Id mempunyai
dorongan naluri dan impulsprimitive seseorang, sedangkan Ego

5
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang. Fungsi kecemasan dalam ego adalah mengingatkan ego
bahwa adanya bahaya yang akan datang (Stuart, 2013).
2. Teori Interpersonal
Stuart (2013) menyatakan, kecemasan merupakan perwujudan penolakan
dari individu yang menimbulkan perasaan takut.Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan yang menimbulkan kecemasan. Individu dengan harga diri
yang rendah akan mudah mengalami kecemasan.
3. Teori perilaku
Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus lingkungan
spesifik, pola berpikir yang salah, atau tidak produktif dapat menyebabkan
perilaku maladaptif. Menurut Stuart (2013), penilaian yang berlebihan
terhadap adanya bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah
kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman merupakan penyebab
kecemasan pada seseorang.
4. Teori biologis
Teori biologis menunjukan bahwa otak mengandung fisik dan penurunan
kemampuan individu untuk mengatasi stressor merupakan penyerta dari
kecemasan.reseptor khusus yang dapat meningkatkan neuroregulator
inhibisi (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berkaitan dengan kecemasan.
b. Faktor presipitasi
1) Faktor Eksternal
a) Ancaman Integritas Fisik Meliputi ketidakmampuan fisiologis
terhadap kebutuhan dasar sehari-hari yang bisa disebabkan karena
sakit, trauma fisik, kecelakaan.

6
b) Ancaman Sistem Diri Diantaranya ancaman terhadap identitas diri,
harga diri, kehilangan, dan perubahan status dan peran, tekanan
kelompok, sosial budaya.
2) Faktor Internal
a) Usia
Gangguan kecemasan lebih mudah dialami oleh seseorang yang
mempunyai usia lebih muda dibandingkan individu dengan usia yang
lebih tua (Kaplan & Sadock, 2014).
b) Stressor
Kaplan dan Sadock (2014) mendefinikan stressor merupakan tuntutan
adaptasi terhadap individu yang disebabkan oleh perubahan keadaan
dalam kehidupan.Sifat stresor dapat berubah secara tiba-tiba dan dapat
mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung
mekanisme koping seseorang.
3) Lingkungan
Individu yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati
(Stuart, 2013).
4) Jenis kelamin
Wanita lebih sering mengalami kecemasan daripada pria.Wanita memiliki
tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria.Hal ini
dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan emosinya, yang pada
akhirnya mempengaruhi perasaan cemasnya (Kaplan & Sadock, 2014).
5) Pendidikan
Dalam Kaplan dan Sadock (2013), kemampuan berpikir individu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.Semakin tinggi tingkat pendidikan
maka individu semakin mudah berpikir rasional dan menangkap informasi
baru. Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam
menguraikan masalah baru.

7
2.4 Konsep Dasar Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation) didefinisikan
sebagai suatu teknik relaksasi yang menggunakan serangkaian gerakan tubuh
yang bertujuan untuk melemaskan dan memberi efek nyaman pada seluruh tubuh
(Corey, 2013). Batasan lain menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif
merupakan teknik untuk mengurangi kecemasan dengan cara menegangkan otot
dan merilekkannya secara bergantian (Miltenberger, 2013).
Soewondo (2016), relaksasi otot progresif merupakan suatu keterampilan
yang dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan
ketegangan sehingga menimbulkan rasa nyaman tanpa tergantung pada
hal/subjek di luar dirinya.Relaksasi progresif dipandang cukup praktis dan
ekonomis karena tidak memerlukan imajinasi yang rumit, tidak ada efek
samping, mudah dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan pikiran menjadi
tenang, rileks dan lebih mudah untuk tidur (Davis & McKay, 2014).
Menurut Miltenberger (2013), teknik relaksasi dibedakan menjadi lima
jenis, yaitu relaksasi otot progresif, pernafasan diafragma, imagery training,
biofeedback, dan hypnosis. Dalam pelaksanaannya terdapat kesamaan prinsip
antara relaksasi otot progresif, imagery training, dan Hypnosis; yaitu terapis
barryak menggttnakan instruksi verbal untuk mengarahkan klien sementara klien
berkonsentrasi mengikuti instruksi. Smith (2015), menyebutkan bahwa seseorang
yang menguasai hypnosis pada umumnya akan dengan mudah melakukan
imagery training dan relaksasi progresif; dan demikian pula sebaliknya.

8
2.5 Manfaat relaksasi otot progresif
Relaksasi otot progresif telah digunakan dalam berbagai penelitian
didalam dan diluar negeri dan telah terbukti bermanfaat pada berbagai kondisi
subyek penelitian. Saat ini latihan relaksasi relaksasi otot progresif semakin
berkembang dan semakin sering dilakukan karena terbukti efektif mengatasi
ketegangan, kecemasan, stres dan depresi (Jacobson & Wolpe dalam Conrad &
Roth- 2017), membantu orang yang mengalami insomnia (Erliana, E., 2017),
hingga meningkatkan kualitas hidup pasien pasca operasi CABG (Dehdari,
2013), menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi esensial (Tri Murti,
2015), meredakan keluhan sakit kepala dan meningkatkan kualitas hidup (Azizi
& Mashhady,2015).

2.6 Fisiologi Kontraksi dan Relaksasi


Latihan relaksasi otot progresif melibatkan sembilan kelompok otot yang
ditegangkan dan dilemaskan, yaitu kelompok otot tangan, kaki, dahi, mata, otot-
otot bibir, lidah, rahang, dada dan leher. Gunawan (2015), Setiadi (2013), dan
Wibowo (2014), berpendapat pada anggota gerak relaksasi yaitu musculus
latissimus dorsi, musculus deltoideus, musculus trapezius, musculus biceps
brachii, musculus triceps brachii, musculus extensor carpi radialis, musculus
extensor carpi ulnsris, musculuspronator teres, musculus palmaris ulnaris, dan
musculus feksor digitorunt profundus.
Pada anggota gerak bagian bawah jenis otot yang terlibat pada kontraksi
dan relaksasi meliputi musculus illiopsoas, musculus tensor fasialata, musculus
rechus femoris, musculus vestus, musculus peroneus, musculus tibialis, musculus
ekstensor digitorum komunis, musculus pehinus, musculus gracillis, musculus
saleus, musculus adductor magnus musculus gluteus maksimus, musculus biceps
femoris, dan musculus plantaris.
Pada bagian kepala, wajah, dan mulut otot-otot yang terlibat pada saat kontraksi
dan relaksasi meliputi musculus frontalis, musculus okcipitalis, musculus

9
ohligeus oculi, musculus orbicularis oculi, musculus levator palpebra, musculus
triangularis, musculus orbicularis oris, musculus quadrates labii, musculus
bucsinator, musculus zigomaticus, musculus maseter, musculus temporalis,
musculus pterigoid, musculus genioglosus, dan musculus stiloglosus.

2.7 Prosedur relaksasi otot progresif


Individu belajar Latihan relaksasi otot progresif bagaimana menegangkan
sekelompok otot kemudian melepaskan ketegangan itu.Inti dari latihan tersebut
terletak pada kemampuan individu mengelola ketegangan fisik dan atau mental
dengan memahami perbedaan sensasi antara otot yang tegang dan rileks.
Soewondo (2014), mendeskripsikan prosedur relaksasi progresif sebagai berikut :
a. Pertama duduk bersandar pada kursi secara nyaman dan tenang.
b. Bila mengenakan kaca mata dan atau sepatu agar dilepas.
c. Menegangkan sekumpulan otot tertentu dan melemaskannya.
d. Menyadarkan klien akan perbedaan sensasi otot tegang dan rileks.
e. Jumlah kumpulan otot yang perlu ditegangkan dan dilemaskan tiap kali
hendaknya berkurang.
f. Klien diharapkan dapat mengelola ketegangan dengan menginstruksikan diri
sendiri untuk rileks kapan dan dimana saja.
Meskipun latihan relaksasi otot progresif tidak menimbulkan efek
samping yang berbahaya tetapi beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan ketika
memberikan latihan (Davis & McKay.2013), yaitu :
a. Menegangkan otot dalam waktu kurang lebih tujuh detik; disarankan tidak
lebih dari sepuluh detik.
b. Merilekskan otot membutuhkan waktu sekitar 30-40 detik.
c. Lebih nyaman dilakukan dengan mata tertutup.
d. Menegangkan kelompok otot dengan dua kali tegangan.
e. Menegangkan bagian tubuh sisi kanan terlebih dahulu kemudian sisi kiri.
f. Memeriksa apakah klien benar-benar rileks atau tidak.

10
g. Terus menerus memberi instruksi.
h. Memberi instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Teknik relaksasi otot progresif merupakan yang paling sesuai pada tahap awal
pelatihan relaksasi.Bilamana telah terampil dapat langsung diinstruksikan
untuk rileks. Peserta diminta untuk menjadikan perasaan rileks sebagai sebuah
sugesti yang dapat dihadirkan ketika diperlukan.

2.8 Indikasi relaksasi otot progestif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2016), bahwa indikasi dari terapi
relaksasi otot progresif, yaitu :
a. Klien yang mengalami insomnia
b. Klien yang sering stres
c. Klien yang mengalami kecemasan, dan
d. Klien yang mengalami depresi

2.9 Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2015) persiapan untuk melakukan teknik ini
yaitu:
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang
dan sunyi.
1. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi
dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.
3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.
4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya mengikat.

11
b. Prosedur
1. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan
yang terjadi.
c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks
yang dialami.
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang
Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan sehingga otot
di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang. b) Jari-jari
menghadap ke langit-langit
3. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar padabagian
atas pangkal lengan).
a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot biseps
akan menjadi tegang.
4. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya
mengendur.
a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh
kedua telinga.
b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi di
bahu punggung atas, dan leher.
5. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti
dahi, mata, rahang dan mulut).
a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot
terasa kulitnya keriput.

12
b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di
sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.
6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami
oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi
sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.
7. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut.
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan
di sekitar mulut.
8. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun
belakang.
a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian
otot leher bagian depan.
b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa
sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan
punggung atas.
9. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.
a) Gerakan membawa kepala ke muka.
b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di
daerah leher bagian muka.
10. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b) Punggung dilengkungkan
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian
relaks.
d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot
menjadi lurus.

13
11. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyakbanyaknya.
b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di
bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi
tegang dan relaks.
12. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut
a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu
dilepaskan bebas.
c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.
13. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan
betis).
a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga
ketegangan pindah ke otot betis
c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas. d) Ulangi setiap
gerakan masing-masing dua kali.

14
BAB III
PENANGANAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KECEMASAN
3.1 Kasus
Nn. A akan menghadapi uji kom untuk pertama kalinya di ruangan, nn. A sangat
cemas saat menghadapi ujikom tersebut. Saat memasuki ruangan nn. A bertemu
dengan perawat C yang mendampingi adiknya untuk melakukan uji kom juga.
Melihat keadan nn. A perawat C mengajarkannya terapi otot progresif untuk
menunrunkan Kecemasannya.
3.2 Penatalaksanaan Terapi Relaksasi Progresif Secara Mandiri Dan Kelompok
Pengaruh Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Klien
Skizofrenia Paranoid Di Rsjd Surakarta (2015)
Menurut jurnal diatas teknik relaksasi progresif dapat dilakukan dengan posisi
berbaring atau duduk di kursi. Dalam melakukan teknik relaksasi progresif,
mengulangi setiap petunjuk. Tegangkan setiap kelompok otot selama 5-7 detik
kemudian rileks selama 20-30 detik.
Langkah-langkahnya :
1) Mulailah dengan mengambil tiga dalam yaitu napas lambat, menghirup
melalui hidung dan melepaskan udara perlahan-lahan melalui mulut.
2) Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan bisep dan lengan bawah.
Bimbing pasien ke otot tegang, anjurkan memikirkan rasa dan
ketegangan otot sepenuhnya. Kemudian relaks.
3) Kerutkan dahi ke atas. Pada saat yang sama tekan kepala sejauh
mungkin kebelakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya.
Kemudian relaks.
4) Kerutkan otot muka seperti cemberut, mata dikedipkan, bibir
dimonyongkan ke depan, dan bahu dibungkukan. Kemudian relaks
5) Lengkukan punggung ke belakang sambil tarik napas dalam, tahan.
Kemudian relaks.

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kecemasan merupakan reaktivitas emosional berlebihan, depresi yang
tumpul, atau konteks sensitif, respon emosional (Clift, 2014).Pendapat lain
menyatakan bahwa kecemasan merupakan perwujudan dari berbagai emosi yang
terjadi karena seseorang mengalami tekanan perasaan dan tekanan batin. Kondisi
tersebut membutuhkan penyelesaian yang tepat sehingga individu akan merasa
aman. Namun, pada kenyataannya tidak semua masalah dapat diselesaikan
dengan baik oleh individu bahkan ada yang cenderung di hindari.Situasi ini
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dalam bentuk perasaan
gelisah, takut atau bersalah (Supriyantini, 2013)
4.2 Saran
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan untuk menambah
pengetahuan tentang kegawat daruratan psikiatri dan dapat menemukan masalah
baru dalam bidang kesehatan jiwa serta dapat memberikan solusi untuk masalah
tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, F., Andrijono., Saifuddin, A.B., editors., (2010). Buku Acuan Nasional
Onkologi Ginekologi. Edisi kedua.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Affandi. I. (2008). Mengatasi kecemasan Penderita Kanker. Diunduh dari:
http://www.imamaffandi.wordpress.co m/2008/02/07. tanggal 25 April
2008.
Kwan. (2007). Medical Music Therapy: The use of songs within a biopsychological
framework. Diunduh dari Singaporemusictherapy.com. tanggal 09 Juni
2008.
Watanabe, E., Fukuda, S., Hara, H., Maeda, Y., Ohira, H., & Shirakawa, T. (2014). Differences
in relaxation by means of guided imagery in a healhty community sample.
Alternative Therapies in Health Medicine Journal, 12, 60-72.

17

Anda mungkin juga menyukai