Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untuk membina hubungan
terapeutik antara perawat-klien dan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
perawat kepada klien. Kelemahan dalam berkomunikasi masih menjadi masalah
bagi perawat maupun klien karena proses keperawatan tidak berjalan secara
maksimal dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Pasien sering
mengeluh terhadap pelayanan keperawatan dimana pelayanan yang kurang
memuaskan dan membuat pasien jadi marah, hal tersebut terkadang disebabkan
kesalahpahaman komunikasi dengan tenaga keperawatan yang tidak mengerti
maksud pesan yang disampaikan pasien (Sya’diyah, 2013).
Menurut data WHO, Di seluruh Amerika Serikat dan Eropa, kepuasan
konsumen memainkan peran yang semakin penting dalam kualitas reformasi
perawatan dan kesehatan. selama 10 tahun terakhir, ke proliferasi dari survei yang
memfokuskan secara eksklusif pada pengalaman pasien, aspek yaitu dari
pengalaman perawatan seperti waktu tunggu, kualitas dasar fasilitas, dan
komunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, yang semuanya membantu
mengidentifikasi prioritas nyata bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Di antara tujuh belas negara, Italia berada di peringkat kedua oleh WHO. Tapi
hanya 20 % penduduknya mengatakan mereka puas dengan sistem perawatan
kesehatan mereka (Anonim, 2012).
Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan
perilaku akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam
bertingkah laku.Gangguan jiwa berat ada tiga macam yaitu Schizofrenia,
gangguan bipolar dan psikosis akut.Dengan Schizofrenia yang paling dominan
yaitu sejumlah 1% hingga 3% warga dunia (Nasir & Muhith, 2011).Skizofrenia
adalah gangguan multifaktorial perkembangan saraf yang dipengaruhi oleh faktor

1
genetik dan lingkungan serta ditandai dengan gejala positif, negatif dan kognitif.
Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran, persepsi,
dan emosi serta perilaku.Gejala yang dapat diamati pada pasien skizofrenia adalah
penampilan dan perilaku umum, gangguan pembicaraan, gangguan perilaku,
gangguan afek, gangguan persepsi, dan gangguan pikiran.Gejala kognitif sering
mendahului terjadinya psikosis.Gejala positif (nyata) meliputi waham, halusinasi,
gaduh gelisah, perilaku aneh, sikap bermusuhan dan gangguan berpikir formal.
Gejala negatif (samar) meliputi sulit memulai pembicaraan, efek datar,
berkurangnya motivasi, berkurangnya atensi, pasif, apatis dan penarikan diri
secara sosial dan rasa tak nyaman (Videbeck, 2008). Pasien dengan skizofrenia
cenderung menarik diri secara sosial (Maramis, 2009).

Isolasi sosial sebagai salah satu gejala negatif pada skizofrenia dimana
klien menghindari diri dari orang lain agar pengalaman yang tidak
menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain tidak terulang lagi. Klien
akan mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
sosial dengan orang lain disekitarnya. Perasaan ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain akan
dirasakan oleh klien dengan isolasi sosial (Yosep, 2014).
Klien dengan isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain yang terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial adalah adanya
tahap pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik,
adanya gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu juga adanya norma-
norma yang salah yang dianut dalam keluarga serta factor biologis berupa gen
yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain faktor
predisposisi ada juga factor presipitasi yang menjadi penyebab adalah adanya
stressor sosial budaya serta stressor psikologis yang dapat menyebabkan klien
mengalami kecemasan (Prabowo, 2014).

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah,
penerapan Komunikasi Terapiutik pada pasien gangguan jiwa Isoslasi Sosial
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Bagaimana penerapan komunikasi terapiutik pada
pasien Isos (isolasi sosial).
b. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kemampuan pasien memperkenalkan diri.

2. Mengidentifikasi kemampuan pasien berkenalan dengan orang lain.

3. Mengidentifikasi kemampuan pasien bercakap-cakap dengan orang lain.

4. Mengidentifikasi kemampuan pasien menyampaikan dan membicarakan


masalah pribadi kepada orang. .
5. Menggambarkan kemampuan pasien untuk melakukan interaksi sosial.
1.4 Manfaat
Dapat memberikan manfaat dalam bidang keperawatan jiwa khususnya
tentang penerapan Komunikai Terapiutik pada pasien dengan isolasi sosial.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defisi Komunikasi Terapiutik pada Gangguan Jiwa


Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2016), komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, (Siti
Fatmawati, 2010)
Menurut (Stuart 2011) komunikasi terapeutik adalah merupakan
hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Menurut (Potter-Perry 2012).

2.2 Tujuan komunikasi Trapeutik


Menurut Suryani 2015, Komunikasi terapeutik bertujuan untuk
mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan
diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4
2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani 2015, prinsip dasarkomunikasi terapiutik meliputi :
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya
secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu
yang sangat menarik klien.

2.4 Karakteristik Komunikasi Terapeutik


Karakteristik komunikasi terapeutik menurut Suryani 2015 yaitu sebagai berikut :
1. Ikhlas (Genuine)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima
dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya
secara tepat.
2. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien, objektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat (warmth)

5
Kehangatan dan sikap pormisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

2.5 Jenis Komunikasi Terapeutik


Menurut Potter and Perry dalam Sahara (2012). Jenis komunikasi terapeutik
adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi yang lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih
akurat dan tepat waktu. Kata-kata lain adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan. Komunikasi verbal
yang efektif harus :
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan
terjadinya kerancuan.
b. Perbendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengiriman pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan.
c. Arti denotative dan konotatif
Arti denotative memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata-kata serius
dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian.

d. Selaan dan kesempatan berbicara

6
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien.
e. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan
resiko operasi, kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat.
f. Humor
Tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang
disebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.

2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
sering digunakan dalam bisnis seperti komunikasi melalui surat menyurat,
pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-lain.

3. Komunikasi non verbal


Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain, perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi. Asuhan keperawatan pesan non verbal terdiri dari :
a. Kinesik
Adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk
bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh.

7
b. Proksemik
Yaitu bahasa non verbal yang ditujukan oleh ruang, jarak antara
individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu
dengan objek.
c. Haptik
Yaitu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
mengelus dan mencubi. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.
d. Paralinguistic
Yaitu meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat
kalau kita hendak menginterpretasikan simbol verbal sebagai contoh.
e. Artifak
Artifak dalam komunikasi non verbal dengan berbagai benda
material disekitar kita.
f. Logo dan warna
Kreasi perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan
merupakan karya komunikasi bisnis, biasanya logo dirancang
dijadikan simbol dan suatu karya organisasi atau produk suatu
organisasi.
g. Tampilan fisik tubuh
Kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda
kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya dan tipe
tubuh.

8
2.6 Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Masalah Pasien ( Isolasi Sosial )
2.6.1 Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi social adalah keadaan di mana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Direja, 2015)

2.6.2 Tanda dan gejala isolasi sosial


a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau berbicara
2) Tidak mengikutu kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis(acuh terhadap lingkungan)
9) Ekspresi wajah kurang berseri

9
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Masukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktivitas menurun
16) Kurang energi(tenaga)
17) Rendah diri
2.6.3 Tindakan keperawatan terhadap pasien isolasi sosial
a. Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial
kadang perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap
terapeutik pada pasien.Tindakan yang harus dilakukan dalam membina
hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Berkenalan dengan pasien
3) Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
4) Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh demi kepentingan terapi
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi

b. Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial


Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa
isolasi sosial merupakan masalah dan perlu diatasi : hal tersebut dapat
digali dengan menanyakan :
1) Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain

10
2) Menayakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
3) Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
4) Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

c. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap


1) Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
3) Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
4) Mulialah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/ anggota
keluarga
5) Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua,tiga,empat orang dan seterusnya
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh klien
7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien dengan orang lain. Beri
dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan
interaksinya.
d. Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki
e. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi unutk
membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan
f. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang konstruktif
g. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap
h. Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai
dengan keluarga terdekat

11
i. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya
sosialisasi dengan lingkungan sekitar.
2.6.4 Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan isolasi social
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di
rumah adalah:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan tentang :
1) Masalah sosial dan dampaknya pada pasien
2) Penyebab isolasi sosial
3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial antara lain :
c. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap
peduli dan tidak ingkar janji
d. Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu tidak
mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar
e. Tidak membiarkan pasien dirumah
f. Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien
g. Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
h. Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi
i. Menyusun perencanaan pulang bersam keluarga

12
BAB III
ROLE PLAY ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

Di suatu RSJ ada seorang perawat yang akan melakukan perawatan khusus
kepada px baru dengan masalah isolasi social(menarik diri). Dan mula-mula perawat
tersebut melakukan perkenalan dan pendekatan dengan px, tp px masih terlihat malu
dan tidak banyak bicara, dan menghindar.

Perawat 1 : Assalammu’alaikum, selamat pagi pak, perkenalkan nama saya


yuliana dan ini teman saya bella saya yang akan membantu merawat
bapak selama di sini. Nama bapak siapa? Senangnya dipanggil siapa?

Px : (hanya menunduk, memalingkan kepalanya, tidak berani melihat


lawan bicaranya). Saya ilwan

Perawat 1 : Ouwhh, nama yang bagus, seperti orangnya,, maukah bapak sedikit
berbincang-bincang dengan saya sekarang?

Px : (diam dan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu pergi


meninggalkan perawat).

Perawat 2 : (perawat mengikuti px) kenapa pak? Disini saya akan membantu
menyelesaikan masalah bapak. Baiklah kalau bapak mungkin tidak
mau sekarang, bagaimana kalau besok?

Px : (diam dan hanya mengangguk saja).

Perawat 2 : dimana pak? apakah di tempat ini saja?

Px : (diam, menggelengkan kepalanya dan menunjuk ketempat yang


diinginkan)

13
Perawat 1 : ohh,, di taman bunga situ ya pak? Ternyata bapak pintar memilih
tempat yang bagus ya? Hehe. Jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 8
pagi saja?

Px : (diam dan mengangguk saja)

Perawat 2 : baiklah kalau begitu saya tinggal dulu ya pak? Sampai ketemu besok
ya pak? (sambil berjabat tangan). Assalammu’alaikum . . .

Px : (membalas salam dengan nada pelan).

SP 1

Pada hari berikutnya perawat mengajak satu orang temanya untuk menemui px,
perawat tersebut ingin membantu pasien untuk berinteraksi/berkenalan dengan 1
orang. Dan pasien sudah nampak sedikit mau bicara, dan rasa malunya sedikit
menghilang.

Perawat 1 : Selamat pagi pak? Sesuai janji saya kemaren disini saya akan
membantu menyelesaikan masalah bapak.

Px : (hanya mengangguk dan melihat kearah teman perawat yang diajak


dengan rasa penasaran).

Perawat 1 : oh iya pak, perkenalkan juga, ini teman saya yang kemaren, dia juga
seorang perawat disini.

Teman & Px : (sama-sama mengangguk dan senyum)

Perawat 2 : baiklah, kira-kira bapak mau ngobrol dengan kita berapa lama?

Px : 15 menit saja.

Perawat 2 : oke, pertama tama saya ingin tau kenapa bapak menjadi suka
menyendiri seperti sekarang ini? Apa penyebabnya?

14
Px : dulu waktu kecil saya sering di ejek dan dikucilkan teman-teman saya
karena menganggap saya ini jelek. Sehingga saya lebih suka
menyendiri daripada di ejek terus.

Perawat 1 : pak, ketahuilah, sesungguhnya Allah itu tidak menciptakan segala


sesuatu tanpa ada manfaatnya, begitu pula dengan menciptakan
seseorang, meskipun kata orang anda itu jelek, tapi apa mereka tau
kalau ada kemampuan khusus yang anda miliki? Mereka mungkin
hanya menilai anda pada penampilanya saja, tapi bukan berarti anda
harus menghindar pada setiap orang, karena tidak semua orang
memiliki penilaian seperti itu, dan anda hanya harus mencari teman
yang mau menerima anda apa adanya.

Px : (hanya terdiam dan matanya berkaca-kaca menahan tangisan)

Perawat 1 : baik pak, sekarang apa yang ingin bapak lakukkan?

Px : (hanya menggelengkan kepalanya).

Perawat 2 : baiklah, mumpung masih pagi, gimana kalau kita bertiga jalan-jalan
mengitari taman sambil olahraga.

Px : baiklah . . .

Semua : (semuanya berjalan-jalan dan akhirnya duduk lagi di tempat semula)

Perawat 2 : gimana perasaan bapak sekarang setelah kita melakukan aktifitas


bersama-sama? Apakah sudah baik?

Px : terima kasih mas perawat, saya sangat senang karena sebelumnya


saya jarang sekali melakukan aktifitas bersama-sama seperti ini. 

15
Perawat 1 : baiklah pak, kita rasa cukup untuk hari ini, kita berharap dengan ini
bapak sudah tidak suka menyendiri lagi dan mau berbaur dengan orang
lain.

Px : iya mas.

Perawat 1 : besok kita akan datang lagi menemui bapak, apakah di waktu dan
tempat yang sama?

Px : iya pak, disini saja.

SP2

Keesokan harinya perawat mengajak lagi teman yang kemarin serta mengajak 1 px
lain yang memiliki masalah yang sama dan keadaanya sekarang sudah jauh lebih baik
untuk dijadikan sebagai contoh. Serta membawa beberapa peralatan permainan yang
melibatkan beberapa orang pemain.

Perawat 1 : semangat pagi pak ?

Px : pagi mba . . .

Perawat 1 : Sesuai janji kemarin saya kembali datang menemui bapak guna
membantu menyelesaikan masalah bapak. Dan ini saya perkenalkan
lagi teman baru buat bapak, namanya bapak masriadi, beliau juga
awalnya memiliki masalah yang sama dengan bapak, tapi sekarang
keadaanya sudah jauh lebih baik, dan akan segera pulang.

Px 2 : pagi . . . (sambil berjabat tangan)

Px 1 : pagi . . .(sambil tersenyum)

Perawat 2 : Baiklah, untuk hari ini saya ingin mengajak bapak untuk bermain
bersama-sama. Apakah bapak bersedia?

16
Px 1 : permainan apa mas? (dengan rasa penasaran)

Perawat 2 : permainan ular tangga. 

Px 1 : ohh, iya mas.. ayo silahkan . . .

Perawat 1 : Bapak mau dimana? Dan berapa lama?

Px 1 : di situ saja mas ! (sambil menunjuk suatu tempat) , jangan lama-lama


mas.

Perawat 1 : ya, baiklah ayo kita kesana !

(mereka semua pun akhirnya bermain permainan ular tangga dengan asyiknya sampai
satu jam satu jam telah mereka lalui sehingga melupakan waktu yang telah disepakati,
dan karena melihat px merasa senang, perawat pun membiarkan sampai permainan
selesai jika ada salah satu yang menang, dan kebetulan pemenangnya adalah px).

Perawat 2 : wahh, ternyata bapak jago juga ya bermainya. (sambil memuji px).

Px 1 : iya mas, karena waktu kecil saya suka permainan ini. (dengan
perasaan senang).

Perawat 2 : sekarang gimana perasaan bapak?

Px 1 : saya senang sekali mas, apalagi bermain bersama-sama seperti ini.

Perawat 1 : nah, maka dari itu, gimana kalau bapak saya beri tugas?

Px 1 : apa mas? (dengan rasa penasaran)

Perawat 1 : disini kan banyak pasien lain, saya minta bapak berkenalan dengan
salah satu px yang belum bapak kenal sebelumnya, dan saat kita
bertemu lagi besok tolong bapak kenalkan kepada saya. Apakah bapak
bersedia?

17
Px 1 : oh iya mas, akan saya coba, ( dengan penuh semangat)

Perawat 2 : baiklah, kita rasa cukup untuk hari ini, besok rencananya kita mau
ketemuan dimana? Jam berapa? Apakah seperti tadi?

Px 1 : iya mba, seperti tadi saja.

Perawat 2 : baik pak, kita tinggal dulu, sampai jumpan lagi besok . . .

Px 1 : iya mba . . .

(dan akhirnya px berusaha berkenalan dengan pasien lain yang belum ia kenal untuk
dikenalkan kepada perawat keesokan harinya).

SP3

Dan hari esok yang dinanti pun tiba, perawat menemui px sendiri, tidak dengan orang
lain seperti sebelumnya. Perawat juga merencanakan mengajak px keliling RS untuk
dikenalkan dengan komunitas-komunitas yang ada disitu. Selain itu px jg berhasil
mendapat kenalan baru yang nantinya akan dikenalkan kepada perawat.

Perawat 1 : semangat pagi pak?

Px 1 : pagi juga mba . . .

Perawat 1 : wahhh,, sudah punya kenalan baru ya???

Px 1 : oh iya mas, ini saya kenalkan, teman baru saya, namanya masriadi

Perawat 2 : wah ternyata bapak berhasil menyelesaikan tugas yang saya berikan
kemarin yah,, bagus . . .

Px 1 : terima kasih mas…

18
Perawat 2 : nah, untuk sekarang ini saya ingin mengajak bapak untuk berjalan-
jalan ke tempat komunitas-komunitas yang ada di sekitar sini, apakah
bapak bersedia?

Px 1 : ahh tidak mba,, saya malu kalau dilihat banyak orang.

Perawat 1 : tidak apa pak, mereka baik-baik kok pak..

Px 1 : baiklah mba, ayo.

(mereka pun akhirnya berjalan-jalan ketempat komunitas yang ada di sekitar situ, dan
perawat pun mengenalkan komunitas tersebut kepada px)

Perawat 2 : nah, sekarang bagai mana perasaan bapak?

Px 1 : saya senang sekali mba, karena di ajak ke tempat-tempat yang ramai


seperti tadi, karena saya jarang sekali ke tempat-tempat yang ramai.

Perawat 2 : nah, karena itu pak, kalau bapak ingin cepat pulang, bapak harus mau
berinteraksi dengan orang-orang yang ada disini, perkembangan bapak
sangat baik, bapak tinggal mengasah lagi rasa percaya diri bapak.

Px 1 : iya mba,,

Perawat 2 : baik pak, ini adalah pertemuan terakhir kita, untuk selanjutnya bapak
akan di bantu dengan teman yangh pernah saya kenalkan kemarin.

Px 1 : iya mas,, terima kasih banyak ya mba..

Perawat 1&2 : iya pak, terima kasih juga atas kerja samanya,, selamat siang…

Px : siang mba . . .

(dan dengan berjalanya waktu, pasien pun ahkirnya di perbolehkan pulang)

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik memiliki peranan yang besar dalam proses
pemulihan pasien gangguan jiwa khususnya pasien gangguan jiwa dengan
diagnosa Isolasi Sosial. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan peneliti terhadap
kondisi pasien yang baru dirawat, serta kondisi pasien yang telah menjalani
komunikasi terapeutik dalam jangka waktu tertentu. Komunikasi terapeutik
merupakan satu-satunya metode pemulihan yang diaplikasikan oleh perawat
terhadap pasien gangguan jiwa, disamping pemberian obat-obatan yang bersifat
sebagai penenang bagi pasien.
Faktor pendukung keberhasilan komunikasi terapeutik dalam proses
pemulihan pasien gangguan jiwa jenis isolasi sosial terletak pada pengetahuan
perawat, pengalaman perawat dalam bidang terapeutik, dukungan sarana dan pra
sarana dalam proses pemulihan, serta keluarga pasien. Faktor pendukung ini
menyebabkan semakin mudahnya proses pemulihan / perubahan tindakan pasien
ke arah normal melalui komunikasi terapeutik. Faktor penghambat keberhasilan
komunikasi terapeutik dalam proses pemulihan pasien gangguan jiwa jenis
isolasi sosial adalah kondisi psikis pasien isolasi sosial, kondisi perawat, bahasa
dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik, dan faktor lingkungan.

4.2 Saran
Mahasiswa diharapkan mampu memahami kondisi pasie, serta
menerapkan komunikasi terapiutik yang baik pada pasien dengan gangguan jiwa
isolasi social saat dilapanagan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Afnuhazi,Ridhyalla 2014. Komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa. Gosyen
Publishing, Jakarta.

Eyvin Berhimpong, dkk 2016. Pengaruh Latihan Keterampilan Sosialisasi Terhadap


Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi Sosial Di Rsj Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Mana. E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1,
Februari 2016
Mundakir, 2016, Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan, Edisi 2
Sya’diyah. 2013. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Zakiyah, dkk 2018. Penerapan Terapi Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok


Sosialisasi, dan Social Skill Training pada Pasien Isolasi Sosial. Jurnal
keperawatan.

21
LAMPIRAN

ANALISA JURNAL TENTANG KOMUNIKASI TERAPIUTIK PADA


ISOLASI SOSIAL

1) Penerapan Terapi Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, dan


Social Skill Training pada Pasien Isolasi Sosial (Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia,28 September 2018)
Penerapan SST juga dilakukan pada 35 pasien isolasi social dengan
mengacu pada Modul Terapi Keperawatan Jiwa (2016). Jumlah pertemuan
terapi pada tiap pasien berbeda tergantung kemampuan pasien dalam
memahami proses terapi. SST yang terdiri dari 4 sesi latihan, maksimal
dilakukan 6 kali pertemuan. Sesi pertama melatih pasien berkenalan dengan
sikap dan cara bicara yang baik dan jelas. Sesi kedua melatih pasien menjalin
persahabatan, sesi ini yang memerlukan jumlah pertemuan lebih banyak oleh
sebagian besar pasien, sesi ketiga melatih pasien untuk bekerjasama dalam
kelompok. sesi ini juga memerlukan latihan berulang-ulang sehingga pasien
mampu melakukannya secara alamiah. Pemberian terapi SST dilakukan
dengan mengintegrasikan pelaksanaan SP pada terapi generalis, minimal
setelah pasien mampu mengenal masalah isolasi sosial dan memperkenalkan
diri dengan perawat atau pasien lain, baik individu maupun dalam kelompok
melalui TAKS. Hasil penelitian menunjukkan ada penurunan tanda dan gejala
isolasi social (75,75%), dan peningkatan kemampuan pasien dalam
bersosialisasi (TG: 68,57%, TAKS: 83,90%, SST: 70,29%).

2) PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN SOSIALISASI TERHADAP


KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJ Prof.
Dr. V. L. RATUMBUYSANG MANADO (E-Journal Keperawatan (EKP)
Volome 4 Nomor 1, Februari 2016)

22
Latihan keterampilan sosial berisi diskusi tentang penyebab isolasi
sosial, diskusi tentang keuntungan bersosialisasi dan kerugian tidak
bersosialisasi serta latihanlatihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dari
satu orang. Dari hasil diskusi didapatkan rata-rata klien mengatakan penyebab
menarik diri yaitu karena malas bersosialisasi dan mengatakan bahwa orang
lain berbuat jahat pada dirinya. Klien juga bisa menyebutkan keuntungan
bersosialisasi dan kerugian tidak bersosialisasi dengan orang lain. Klien
melakukan latihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dan memasukkan
ke dalam jadwal sebagai bukti telah melakukan latihan berkenalan dengan
klien lain di dalam satu ruangan. Hal ini sesuai dengan tujuan strategi
pertemuan yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya, menyadari
penyebab isolasi social dan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed
Rankmenyatakan bahwa nilai signifikansi adalah 0,000 atau lebih kecil dari
nilai signifikasi 0,05 (0,000 < 0,005). Dari nilai diatas maka dapat diambil
kesimpulan yaitu H0 ditolak atau terdapat pengaruh penerapan latihan
sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Ruma Sakit
Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Arni Wiastuti (2011) di Rumah Sakit Ghrasia Provinsi DIY dengan jumlah
responden sebanyak 15 orang. Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign
Rank Test adalah nilai p=0,001 (p < 0,05) yang artinya Terapi Aktivitas
Kelompok Sosial Latihan Keterampilan Sosial berpengaruh dalam
meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi sosial di RS
Ghrasia Provinsi DIY.

3) Pengaruh Terapi Social Skills Training (Sst) Dan Terapi Suportif Terhadap
Keterampilan Sosialisasi Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah

23
Provinsi Jambi (Indonesian Journal for Health Sciences Vol.02, No.01, Maret
2018, Hal 65-70)
Social skills training adalah proses belajar dalam meningkatkan
kemampuan seseorang untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain dalam konteks sosial yang dapat diterima dan dihargai secara
sosial. Hal ini melibatkan kemampuan untuk memulai dan menjaga interaksi
positif dan saling menguntungkan. Untuk mendukung pelaksanaan SST
peneliti mengkombinasi dengan pelaksanaan Terapi suportif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi
suportif dan SST terjadi peningkatan keterampilan sosial dengan nilai ratarata
dari 65.26 sebelum diberikan terapi menjadi 65.68 setelah diberikan terapi.
Hasil uji statistik menunjukkan p-value 0.694 yang menunjukkan bahwa
walaupun terjadi peningkatan keterampilan sosial sesudah diberikan terapi
suportif dan SST akan tetapi perbedaan tidak bermakna pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi setelah diberikan terapi suportif dan SST.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Jumaini (2012) yang menunjukkan
bahwa pemberian terapi Cognitive Behavioral Social Skill Training
memberikan hasil yang signifikan pada peningkatan kemampuan kognitif dan
kemampuan psikomotor pada pasien isolasi sosial yang diberikan dengan
pendekatan kelompok.

24

Anda mungkin juga menyukai