PENDAHULUAN
1
genetik dan lingkungan serta ditandai dengan gejala positif, negatif dan kognitif.
Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran, persepsi,
dan emosi serta perilaku.Gejala yang dapat diamati pada pasien skizofrenia adalah
penampilan dan perilaku umum, gangguan pembicaraan, gangguan perilaku,
gangguan afek, gangguan persepsi, dan gangguan pikiran.Gejala kognitif sering
mendahului terjadinya psikosis.Gejala positif (nyata) meliputi waham, halusinasi,
gaduh gelisah, perilaku aneh, sikap bermusuhan dan gangguan berpikir formal.
Gejala negatif (samar) meliputi sulit memulai pembicaraan, efek datar,
berkurangnya motivasi, berkurangnya atensi, pasif, apatis dan penarikan diri
secara sosial dan rasa tak nyaman (Videbeck, 2008). Pasien dengan skizofrenia
cenderung menarik diri secara sosial (Maramis, 2009).
Isolasi sosial sebagai salah satu gejala negatif pada skizofrenia dimana
klien menghindari diri dari orang lain agar pengalaman yang tidak
menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain tidak terulang lagi. Klien
akan mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
sosial dengan orang lain disekitarnya. Perasaan ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain akan
dirasakan oleh klien dengan isolasi sosial (Yosep, 2014).
Klien dengan isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain yang terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial adalah adanya
tahap pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik,
adanya gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu juga adanya norma-
norma yang salah yang dianut dalam keluarga serta factor biologis berupa gen
yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain faktor
predisposisi ada juga factor presipitasi yang menjadi penyebab adalah adanya
stressor sosial budaya serta stressor psikologis yang dapat menyebabkan klien
mengalami kecemasan (Prabowo, 2014).
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah,
penerapan Komunikasi Terapiutik pada pasien gangguan jiwa Isoslasi Sosial
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Bagaimana penerapan komunikasi terapiutik pada
pasien Isos (isolasi sosial).
b. Tujuan Khusus
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani 2015, prinsip dasarkomunikasi terapiutik meliputi :
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya
secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu
yang sangat menarik klien.
5
Kehangatan dan sikap pormisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
6
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien.
e. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan
resiko operasi, kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat.
f. Humor
Tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang
disebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
sering digunakan dalam bisnis seperti komunikasi melalui surat menyurat,
pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-lain.
7
b. Proksemik
Yaitu bahasa non verbal yang ditujukan oleh ruang, jarak antara
individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu
dengan objek.
c. Haptik
Yaitu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
mengelus dan mencubi. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.
d. Paralinguistic
Yaitu meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat
kalau kita hendak menginterpretasikan simbol verbal sebagai contoh.
e. Artifak
Artifak dalam komunikasi non verbal dengan berbagai benda
material disekitar kita.
f. Logo dan warna
Kreasi perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan
merupakan karya komunikasi bisnis, biasanya logo dirancang
dijadikan simbol dan suatu karya organisasi atau produk suatu
organisasi.
g. Tampilan fisik tubuh
Kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda
kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya dan tipe
tubuh.
8
2.6 Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Masalah Pasien ( Isolasi Sosial )
2.6.1 Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi social adalah keadaan di mana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Direja, 2015)
9
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Masukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktivitas menurun
16) Kurang energi(tenaga)
17) Rendah diri
2.6.3 Tindakan keperawatan terhadap pasien isolasi sosial
a. Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial
kadang perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap
terapeutik pada pasien.Tindakan yang harus dilakukan dalam membina
hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Berkenalan dengan pasien
3) Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
4) Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh demi kepentingan terapi
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi
10
2) Menayakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
3) Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
4) Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
11
i. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya
sosialisasi dengan lingkungan sekitar.
2.6.4 Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan isolasi social
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di
rumah adalah:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan tentang :
1) Masalah sosial dan dampaknya pada pasien
2) Penyebab isolasi sosial
3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial antara lain :
c. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap
peduli dan tidak ingkar janji
d. Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu tidak
mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar
e. Tidak membiarkan pasien dirumah
f. Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien
g. Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
h. Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi
i. Menyusun perencanaan pulang bersam keluarga
12
BAB III
ROLE PLAY ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
Di suatu RSJ ada seorang perawat yang akan melakukan perawatan khusus
kepada px baru dengan masalah isolasi social(menarik diri). Dan mula-mula perawat
tersebut melakukan perkenalan dan pendekatan dengan px, tp px masih terlihat malu
dan tidak banyak bicara, dan menghindar.
Perawat 1 : Ouwhh, nama yang bagus, seperti orangnya,, maukah bapak sedikit
berbincang-bincang dengan saya sekarang?
Perawat 2 : (perawat mengikuti px) kenapa pak? Disini saya akan membantu
menyelesaikan masalah bapak. Baiklah kalau bapak mungkin tidak
mau sekarang, bagaimana kalau besok?
13
Perawat 1 : ohh,, di taman bunga situ ya pak? Ternyata bapak pintar memilih
tempat yang bagus ya? Hehe. Jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 8
pagi saja?
Perawat 2 : baiklah kalau begitu saya tinggal dulu ya pak? Sampai ketemu besok
ya pak? (sambil berjabat tangan). Assalammu’alaikum . . .
SP 1
Pada hari berikutnya perawat mengajak satu orang temanya untuk menemui px,
perawat tersebut ingin membantu pasien untuk berinteraksi/berkenalan dengan 1
orang. Dan pasien sudah nampak sedikit mau bicara, dan rasa malunya sedikit
menghilang.
Perawat 1 : Selamat pagi pak? Sesuai janji saya kemaren disini saya akan
membantu menyelesaikan masalah bapak.
Perawat 1 : oh iya pak, perkenalkan juga, ini teman saya yang kemaren, dia juga
seorang perawat disini.
Perawat 2 : baiklah, kira-kira bapak mau ngobrol dengan kita berapa lama?
Px : 15 menit saja.
Perawat 2 : oke, pertama tama saya ingin tau kenapa bapak menjadi suka
menyendiri seperti sekarang ini? Apa penyebabnya?
14
Px : dulu waktu kecil saya sering di ejek dan dikucilkan teman-teman saya
karena menganggap saya ini jelek. Sehingga saya lebih suka
menyendiri daripada di ejek terus.
Perawat 2 : baiklah, mumpung masih pagi, gimana kalau kita bertiga jalan-jalan
mengitari taman sambil olahraga.
Px : baiklah . . .
15
Perawat 1 : baiklah pak, kita rasa cukup untuk hari ini, kita berharap dengan ini
bapak sudah tidak suka menyendiri lagi dan mau berbaur dengan orang
lain.
Px : iya mas.
Perawat 1 : besok kita akan datang lagi menemui bapak, apakah di waktu dan
tempat yang sama?
SP2
Keesokan harinya perawat mengajak lagi teman yang kemarin serta mengajak 1 px
lain yang memiliki masalah yang sama dan keadaanya sekarang sudah jauh lebih baik
untuk dijadikan sebagai contoh. Serta membawa beberapa peralatan permainan yang
melibatkan beberapa orang pemain.
Px : pagi mba . . .
Perawat 1 : Sesuai janji kemarin saya kembali datang menemui bapak guna
membantu menyelesaikan masalah bapak. Dan ini saya perkenalkan
lagi teman baru buat bapak, namanya bapak masriadi, beliau juga
awalnya memiliki masalah yang sama dengan bapak, tapi sekarang
keadaanya sudah jauh lebih baik, dan akan segera pulang.
Perawat 2 : Baiklah, untuk hari ini saya ingin mengajak bapak untuk bermain
bersama-sama. Apakah bapak bersedia?
16
Px 1 : permainan apa mas? (dengan rasa penasaran)
(mereka semua pun akhirnya bermain permainan ular tangga dengan asyiknya sampai
satu jam satu jam telah mereka lalui sehingga melupakan waktu yang telah disepakati,
dan karena melihat px merasa senang, perawat pun membiarkan sampai permainan
selesai jika ada salah satu yang menang, dan kebetulan pemenangnya adalah px).
Perawat 2 : wahh, ternyata bapak jago juga ya bermainya. (sambil memuji px).
Px 1 : iya mas, karena waktu kecil saya suka permainan ini. (dengan
perasaan senang).
Perawat 1 : nah, maka dari itu, gimana kalau bapak saya beri tugas?
Perawat 1 : disini kan banyak pasien lain, saya minta bapak berkenalan dengan
salah satu px yang belum bapak kenal sebelumnya, dan saat kita
bertemu lagi besok tolong bapak kenalkan kepada saya. Apakah bapak
bersedia?
17
Px 1 : oh iya mas, akan saya coba, ( dengan penuh semangat)
Perawat 2 : baiklah, kita rasa cukup untuk hari ini, besok rencananya kita mau
ketemuan dimana? Jam berapa? Apakah seperti tadi?
Perawat 2 : baik pak, kita tinggal dulu, sampai jumpan lagi besok . . .
Px 1 : iya mba . . .
(dan akhirnya px berusaha berkenalan dengan pasien lain yang belum ia kenal untuk
dikenalkan kepada perawat keesokan harinya).
SP3
Dan hari esok yang dinanti pun tiba, perawat menemui px sendiri, tidak dengan orang
lain seperti sebelumnya. Perawat juga merencanakan mengajak px keliling RS untuk
dikenalkan dengan komunitas-komunitas yang ada disitu. Selain itu px jg berhasil
mendapat kenalan baru yang nantinya akan dikenalkan kepada perawat.
Px 1 : oh iya mas, ini saya kenalkan, teman baru saya, namanya masriadi
Perawat 2 : wah ternyata bapak berhasil menyelesaikan tugas yang saya berikan
kemarin yah,, bagus . . .
18
Perawat 2 : nah, untuk sekarang ini saya ingin mengajak bapak untuk berjalan-
jalan ke tempat komunitas-komunitas yang ada di sekitar sini, apakah
bapak bersedia?
(mereka pun akhirnya berjalan-jalan ketempat komunitas yang ada di sekitar situ, dan
perawat pun mengenalkan komunitas tersebut kepada px)
Perawat 2 : nah, karena itu pak, kalau bapak ingin cepat pulang, bapak harus mau
berinteraksi dengan orang-orang yang ada disini, perkembangan bapak
sangat baik, bapak tinggal mengasah lagi rasa percaya diri bapak.
Px 1 : iya mba,,
Perawat 2 : baik pak, ini adalah pertemuan terakhir kita, untuk selanjutnya bapak
akan di bantu dengan teman yangh pernah saya kenalkan kemarin.
Perawat 1&2 : iya pak, terima kasih juga atas kerja samanya,, selamat siang…
Px : siang mba . . .
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik memiliki peranan yang besar dalam proses
pemulihan pasien gangguan jiwa khususnya pasien gangguan jiwa dengan
diagnosa Isolasi Sosial. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan peneliti terhadap
kondisi pasien yang baru dirawat, serta kondisi pasien yang telah menjalani
komunikasi terapeutik dalam jangka waktu tertentu. Komunikasi terapeutik
merupakan satu-satunya metode pemulihan yang diaplikasikan oleh perawat
terhadap pasien gangguan jiwa, disamping pemberian obat-obatan yang bersifat
sebagai penenang bagi pasien.
Faktor pendukung keberhasilan komunikasi terapeutik dalam proses
pemulihan pasien gangguan jiwa jenis isolasi sosial terletak pada pengetahuan
perawat, pengalaman perawat dalam bidang terapeutik, dukungan sarana dan pra
sarana dalam proses pemulihan, serta keluarga pasien. Faktor pendukung ini
menyebabkan semakin mudahnya proses pemulihan / perubahan tindakan pasien
ke arah normal melalui komunikasi terapeutik. Faktor penghambat keberhasilan
komunikasi terapeutik dalam proses pemulihan pasien gangguan jiwa jenis
isolasi sosial adalah kondisi psikis pasien isolasi sosial, kondisi perawat, bahasa
dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik, dan faktor lingkungan.
4.2 Saran
Mahasiswa diharapkan mampu memahami kondisi pasie, serta
menerapkan komunikasi terapiutik yang baik pada pasien dengan gangguan jiwa
isolasi social saat dilapanagan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Afnuhazi,Ridhyalla 2014. Komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa. Gosyen
Publishing, Jakarta.
21
LAMPIRAN
22
Latihan keterampilan sosial berisi diskusi tentang penyebab isolasi
sosial, diskusi tentang keuntungan bersosialisasi dan kerugian tidak
bersosialisasi serta latihanlatihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dari
satu orang. Dari hasil diskusi didapatkan rata-rata klien mengatakan penyebab
menarik diri yaitu karena malas bersosialisasi dan mengatakan bahwa orang
lain berbuat jahat pada dirinya. Klien juga bisa menyebutkan keuntungan
bersosialisasi dan kerugian tidak bersosialisasi dengan orang lain. Klien
melakukan latihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dan memasukkan
ke dalam jadwal sebagai bukti telah melakukan latihan berkenalan dengan
klien lain di dalam satu ruangan. Hal ini sesuai dengan tujuan strategi
pertemuan yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya, menyadari
penyebab isolasi social dan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed
Rankmenyatakan bahwa nilai signifikansi adalah 0,000 atau lebih kecil dari
nilai signifikasi 0,05 (0,000 < 0,005). Dari nilai diatas maka dapat diambil
kesimpulan yaitu H0 ditolak atau terdapat pengaruh penerapan latihan
sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Ruma Sakit
Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Arni Wiastuti (2011) di Rumah Sakit Ghrasia Provinsi DIY dengan jumlah
responden sebanyak 15 orang. Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign
Rank Test adalah nilai p=0,001 (p < 0,05) yang artinya Terapi Aktivitas
Kelompok Sosial Latihan Keterampilan Sosial berpengaruh dalam
meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi sosial di RS
Ghrasia Provinsi DIY.
3) Pengaruh Terapi Social Skills Training (Sst) Dan Terapi Suportif Terhadap
Keterampilan Sosialisasi Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
23
Provinsi Jambi (Indonesian Journal for Health Sciences Vol.02, No.01, Maret
2018, Hal 65-70)
Social skills training adalah proses belajar dalam meningkatkan
kemampuan seseorang untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain dalam konteks sosial yang dapat diterima dan dihargai secara
sosial. Hal ini melibatkan kemampuan untuk memulai dan menjaga interaksi
positif dan saling menguntungkan. Untuk mendukung pelaksanaan SST
peneliti mengkombinasi dengan pelaksanaan Terapi suportif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi
suportif dan SST terjadi peningkatan keterampilan sosial dengan nilai ratarata
dari 65.26 sebelum diberikan terapi menjadi 65.68 setelah diberikan terapi.
Hasil uji statistik menunjukkan p-value 0.694 yang menunjukkan bahwa
walaupun terjadi peningkatan keterampilan sosial sesudah diberikan terapi
suportif dan SST akan tetapi perbedaan tidak bermakna pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi setelah diberikan terapi suportif dan SST.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Jumaini (2012) yang menunjukkan
bahwa pemberian terapi Cognitive Behavioral Social Skill Training
memberikan hasil yang signifikan pada peningkatan kemampuan kognitif dan
kemampuan psikomotor pada pasien isolasi sosial yang diberikan dengan
pendekatan kelompok.
24