Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS


NEONATORUM DI RUANG PICU-NICU
RSD. dr. SOEBANDI JEMBER

Afthon Yazid Abrory


1601032008

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Sepsi Neonaerum
telah di laksanakan dan disetujui oleh pembimbing klinik dan akademik pada
tanggal..di ruang PICU-NICU RSD dr. Soebandi Jember

Jember,

Oktober 2016

Pembimbing Ruangan

Pembimbing Akademik

(................................)

(.)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(...)

LEMBAR KONSULTASI
No.

Tanggal

Uraian Pembimbing

Paraf

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS NEONATORUM


A. Definisi Sepsis Neotatorum
Sepsis neonatorum adalah infeksi yang masuk ke dalam tubuh secara langsung
yang dapat menimbulkan gejala klinis yang berat (Manuaba, 2009).
B. Onset Waktu Terjadinya Sepsis Neonatorum
1. Sepsis onset dini (early-onset sepsis, eos):
Keadaan ini terjadi <72 jam setelah kelahiran. Keadaan ini didefinisakan
berkisar dari 24 jam sampai 6 hari, namun paling banyak terjadi dalam 72
jam setelah kelahiran. Kondisi ini disebabkan oleh pajanan vertical ke
jumlah bakteri yang tinggi selama kelahiran dan jumlah antibody
pelindung yang sedikit.
2. Sepsis onset lambat:
Keadaan ini terjadi >72 jam setelah kelahiran. Organisme biasanya dapat
melalui transmisi nosokomial dari orang ke orang.
C. Faktor Risiko Sepsis Neonatorum
1. Infeksi onset dini
a. Preterm (kurang bulan)
b. Ketuban pecah lama (>18 jam)
c. Demam pada ibu saat persalinan (>38oC)
d. Korioamnionitis
2. Infeksi onset lambat
a. Preterm (kurang bulan)
b. Penggunaan kateter vena atau arteri atau selang trakea
c. Antibiotik dalam jangka panjang
d. Kerusakan pada kulit akibat perekat, probe kulit dan sebagainya
(Lissauer, 2009)
D. Etiologi Sepsis Neotatorum
Penyebab sepsis neonatorum adalah bakteri gram positif dan gram negatif,
virus infeksi, dapat masuk secara hematogen, atau infeksi asenden (Manuaba,
2009). Sedang menurut amin & kusuma (2013) bakteri gram (-) dan fokus

primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, saluran empedu dan


saluran respirasi juga bisa berasal luka bakar terbuka.
E. Tanda dan Gejala Sepsis Neotatorum
Tanda dan gejala sepsis neonatorum menurut Surasmi (2003), umumnya tidak
jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut
ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada neonates yang
menderita sepsis:
1. Tanda dan gejala umum meliputi hipertermi atau hipotermi atau bahkan
normal, aktivitas lemah atau tidak ada dan tampak sakit, berat badan
menurun tiba-tiba,
2. Tanda

dan

gejala

pada

saluran

pernapasan

meliputi

gawat

napas/peningkatan kebutuhan ventilasi, dispnea, takipnea, apnea, tampak


tarikan otot pernapasan, merintih, mengorok, dan pernapasan cuping
hidung,
3. Tanda dan gejala pada sistem kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit
lembab, pucat, sianosis, bradikardi
4. Tanda dan gejala pada saluran cerna mencakup distensi abdomen, malas
atau tidak mau minum, muntah, diare,
5. Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi reflek moro abnormal,
iritabilitas, kejang, hiporefleksi, fontanel anterior menonjol, pernapasan
tidak teratur,
6. Tanda dan gejala hematologi mencakup tampak pucat, ikterus, petekie,
purpura, perdarahan, splenomegali.
7. Tanda dan gejala sistem hepar yaitu ikterus
8. Tanda dan gejala muskuloskeletal: berkurangnya pergerakan anggota
gerak pada tulang atau sendi

F. WOC

Bakteri, virus

G.
H.

Antenatal

Intranatal

Pascatnatal

I.
J. Penyakit infeksi
selama kehamilan
K.
L.Kuman melewati
plasenta &
M. umbilikus
N.

Masuk ke
sirkulasi
janin
O.

Perawatan
antenatal yg tidak
memadai

Proses
persalinan
tidak hygiene

Meningkatkan
invasi kuman
Masuk ke
tubuh bayi

Ketuban
pecah lama
>18 jam
Inhalasi cairan
amnion yg
terinfeksi

Prematur
Imaturitas
sistem imun
Peningkatan
risiko infeksi

Masuk ke sal.cerna
& sal.nafas

P.
Q.

SEPSIS NEONATORUM

R.

Infeksi sistemik melalui peredaran darah

S.
T.
U.
V.

Perawatan BBL
yg tidak baik
Imaturitas
sistem imun
Rentang
terhadap infeksi

Prosedur
infasif
Peningkatan
risiko infeksi
nosokomial
Masuk ke
tubuh bayi

W.

Infeksi sistemik melalui peredaran darah

X.
Y.
Z.

B1

B2

B3

B5

AA.
Disfungsi
AB.
neurologis

Vasokonstriksi
pemb.darah

Saluran
cerna

Aliran darah kapiler


paru terganggu

Mual,
muntah,
diare

AC.
Pusat
AD.
termoregulasi
terganggu
AE.
AF. Instabilitas
termolegulasi
AG.
Hipotermi
AH.

Perubahan membrane
kapiler alveolar

Hipertermi

AI.
AJ.

MK: Ketidakefektifan
Termoregulasi
AK.

MK:
Gangguan
pertukaran
gas

MK:
Ketidakseim
bangan
nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
tubuh

Perdarahan
Saluran cerna
Reflek hisap lemah
(prematur), tidak
mau minum &
menetek
MK: Risiko
ketidakstabilan
glukosa darah

Stimulasi
ke saraf
pusat

MK: Risiko
keterlambatan
perkembangan

Kebutuhan
nutrisi tidak
terpenuhi

Peningkatan jumlah
sel leukosit abnormal
darah yg terinfeksi
menyebar keseluruh
tubuh

MK:
Pertumbuhan
tidak
proporsional

MK: Risiko
infeksi
Instabilitas
termolegulasi

MK : Gangguan
jaringan cerebral

AL. Sumber patway : Surasmi (2009), Amin & Kusuma (2013) , NANDA (2015)
AM.

MK: Risiko
ketidakseimbangan
Volume Cairan

B10

Disorentasi
eyes, verbal,

Penurunan
kesadaran

AN.

Patofisiologi Sepsis Neotatorum

AO.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai

neonates melalui beberapa cara yaitu:


1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
AP.Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus
masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab
infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan
AQ.

Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan

serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilicus masuk ke tubuh bayi. Cara
lain yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat
terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau posrt de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misalnya herpes genitalis, candida albican dan n. gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan
AR.

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi

nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat:


pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman
atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut mengenai bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi juga dapat terjadi melalui
luka umbilicus (Surasmi, 2003).
AS.
AT.
AU.
AV.
AW.

Pemeriksaan Penunjang Sepsis Neotatorum

1. Pemeriksaan penunjang sepsis:

a. Darah perifer lengkap (DPL), hitung jenis, trombosit


b. Protein C-reaktif
c. Kultur darah
d. Urin-mikroskopis dan kultur
e. Cairan serebrospinal (CSS), jika terdapat indikasi
f. Rongent dada, jika terdapat indikasi
g. Lokasi infeksi-pertimbangkan aspirasi jarum atau biopsy untuk
pewarnaan Gram dan mikroskopi direk
h. Aspirasi trakea jika diventilasi
2. Prtimbangkan:
a. Kultur vagina ibu
b. Jaringan plasenta (Listeria monocytogeneses)
c. Skrining antigen cepat
d. Gas darah
e. Skrining koagulasi (Lissauer, 2009)
AX.

Pencegahan Terjadinya Sepsis Neonatorum

1. Pada masa antenatal


AY.Perawatan antenatal meliputi kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai
bila diperlukan
2. Pada saat persalinan
AZ.

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, dalam arti

persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu


dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan).
Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,
melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan
kulit dan selaput lendir.
BA.
3. Sesudah persalinan

BB.

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi

normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan


tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka
umbilicus secara steril. Tindakan invasive harus dilakukan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip aseptic. Menghindari perlukaan selaput lendir
dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum
dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti
disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel
yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang
berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional,
sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi
(Surasmi, 2003).
BC.

Penatalaksanaan Sepsis Neotatorum

1. Perawatan suportif: jalan nafas (IAirway), Pernapasan (Breathing),


Sirkulasi (Circulation). Pemeriksaan glukosa darah
2. Obati dengan antibiotik segera setelah terdapat kecurigaan sepsis, segera
setelah mengambil kultur, namun sambil menunggu hasil kultur
3. Pilih antibiotik bergantung pada insiden local
4. Sepsis onset dini
a. Mencakup organisme gram positif dan gram negatif, misalnya:
penisilin/amoksilin + aminoglikosida (misalnya
gentamisin/tobramisin)
5. Sepsis onset lambat
a. Juga diperlukan untuk mencakup stafilokokus koagulase-negatif dan
enterokokus, misalnya: metisilin/flukloksasilin + gentamisin atau
sefalosporin/gentamisin + vankomisin.
BD.

Jika kateter vena sentral terpasang, lepaskan jika tidak

responsive terhadap antibiotik, kultur positif persisten terhadap


organisme Gram negatif atau sakit berat (Lissauer, 2009).
BE.
BF.
BG.

Konsep Asuhan Keperawatan Sepsis Neotatorum

1. Pengkajian
a. Identitas:
BH.

Umur: <72 jam (berkisar 24 jam sampai 6 hari) dan >72

jam (Lissauer, 2009)


b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: Dispnea atau takipnea atau apnea
2) Riwayat penyakit sekarang: dispnea, takipnea, apnea, tampak
tarikan otot pernapasan, merintih, dan pernapasan cuping hidung
(Surasmi, 2003).
3) Riwayat penyakit dahulu: ibu pernah menderita penyakit yang
disebabkan oleh antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri malaria, sifilis dan
toksoplasma yang dapat ditularkan ke janin melalui melewati
plasenta dan umbilicus masuk ke dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin (Surasmi, 2003).
4) Riwayat kehamilan
BI.

Pernah menderita penyakit infeksi seperti toksoplasmosis,

rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis, ketuban pecah lama


(>18 jam) (Surasmi, 2003)
5) Riwayat Intranatal
BJ.

Ibu terinfeksi kuman yang menyebabkan amnionitis dan

korionitis menularkan pada janin melalui umbilicus juga dapat


terinfeksi dengan terinhalasi oleh bayi. Infeksi juga dapat terjadi
melalui kulit bayi atau posrt de entre lain saat bayi melewati jalan
lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes genitalis,
candida albican dan n. gonorrea), ibu demam (>38oC) saat
persalinan (Surasmi, 2003).
6) Riwayat Pascanatal
BK.

Terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar

rahim (misalnya melalui alat-alat: pengisap lendir, selang


endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut mengenai bayi dapat

menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi juga dapat


terjadi melalui luka umbilicus (Surasmi, 2003).
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum meliputi hipertermi atau hipotermi atau bahkan
normal, aktivitas lemah atau tidak ada dan tampak sakit, berat
badan menurun tiba-tiba,
2) Sistem pernapasan: terjadi gawat napas/peningkatan kebutuhan
ventilasi,dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernapasan,
merintih, mengorok, dan pernapasan cuping hidung,
3) Sistem kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan
sianosis, takikardi
4) Sistem saluran cerna mencakup distensi abdomen, malas atau tidak
mau minum, muntah, diare,
5) Sistem saraf pusat meliputi reflek moro abnormal, iritabilitas,
kejang, hiporefleksi, fontanel anterior menonjol, pernapasan tidak
teratur,
6) Hematologi mencakup tampak pucat, ikterus, petekie, purpura,
perdarahan, splenomegali.
7) Sistem hepar yaitu ikterus
8) Sistem muskuloskeletal: berkurangnya pergerakan anggota gerak
pada tulang atau sendi
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Kultur darah
a) Baku emas namun dapat negatif jika jumlah darah tidak cukup
b) Jika sepsis dicurigai jalur sentral, ambil contoh darah dari jalur
tersebut.
2) Hitung darah
BL.

Dipikirkan suatu infeksi bila:

a) Neutropenia atau neutrofilia


b) Peningkatan rasio sel imatur (batang): neutrofil total
c) trombositopenia
3) Protein C-reaktif

a) Meningkat pada infeksi; juga setelah aspirasi mekonium,


asfiksia dan pascapembedahan
b) Membutuhkan waktu beberapa jam untuk meningkat-pada
awalnya mungkin normal
4) CSS
BM.

Meningitis:

a) Lebih dari 30 sel darah putih/mm3 (30 x 109/L), namun lebih


dari 20/mm3 (20 x 109/L) juga mencurigakan
b) Protein-pada bayi aterm (cukup bulan) >200 mg/dL (>2 g/L).
c) Glukosa-kurang dari 30% glukosa darah.
d) Dapat mengobservasi streptokokus grup B pada pewarnaan
Gram tanpa adanya sel darah putih
2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung,
sianosis, takikardi. (NANDA 220)
b. Hipetermi b/d penurunan respirasi/sepsis ditandai dengan bayi tidak
dapat mempertahankan menyusu, takikardi (NANDA 457),
c. Hipotermi b/d distress pernapasan, bayi dengan kekurangan energi
untuk mempertahankan menyusu ditandai dengan

peningkatan

konsumsi oksigen, penurunan ventilasi, takikardi (NANDA 458),


d. Discontinuitas pemberian ASI b.d prematuritas ditandai dengan
pemberian ASI non-ekslusif (NANDA 174)
e. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d prematuritas ditandai dengan
ketidak mampuan mempertahankan mengisap yang efektif, ketidak
mampuan mengoordinasi mengisap, menelan dan bernapas (NANDA
176)
f. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak
mampuan mencerna makanan dan ketidak mampuan mengabsorbsi
nutrien ditandai dengan diare, kelemahan otot untuk menelan, tonus
otot menurun (NANDA 177),

g. Pertumbuhan tidak proposional b.d penyakit kronis ditantai dengan


prematuritas, infeksi, malnutrisi (NANDA 478),
h. Risiko keterlambatan perkembangan b.d penyakit kronis ditandai
dengan prematuritas, nutrisi tidak adekuat (NANDA 479),
i. Risiko perluasan infeksi berhubungan dengan Penekanan sistem imun
ditandai dengan
j. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d status kesehatan fisik
ditandai dengan gangguan status kesehatan fisik, asupan diet tidak
cukup (NANDA 187)
k. Ikterik neonatus b.d bayi mengalami kesulitan transisi kehidupan
ekstra uterin ditandai dengan profil darah abnormal, kulit kuning
sampai orange (NANDA 188)
l. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d prematuritas ditandai dengan
tidak menghisap payudara terus menerus (NANDA 172)

3. Intervensi Keperawatan
BN. No.Dx
1. Gangguan
pertukaran gas

BO. Tujuan
BP.
Intervensi
BR. Klien
tidak 1. Lakukan manajemen pertukaran gas:
mengalami
gangguan
BS.Atur
posisi
klien
dengan
pertukaran gas 2x24 jam
meninggikan bagian kepala tempat
1. Fungsi paru klien dalam
tidur
batas normal
BT.
2. Tidak terdapat dispnea, 2. Lakukan monitoring dan evaluasi:
sianosis,
takikardi,
BU.
pernapasan
cuping
a. Fungsi paru (frekuensi napas,
hidung
kedalaman, dan usaha napas)
3. Tindak
menggunakan
b. Dispnea, takikardi, pernapasan
otot aksesoris untuk
cuping hidung, otot aksesoris
bernapas
untuk bernapas
BV.
c. Sianosis
d. Gas darah
BW.
BX.
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang
perawatan manajemen pertukaran gas
BY.
4. Laksanakan hasil kolaborasi:
a. O2
BZ.
b. Dengan laboran cek kadar gas
darah arteri

BQ. Rasional
1. Penatalaksanaan yang baik menjamin
keberhasilan:
CA.
Memaksimalkan
potensial
ventilasi dan mengurangi dispnea
2. Perbaikan pertukaran gas diketahui dengan
monitoring yang adekuat
a. Menentukan tindak lanjut yang sesuai
CB.
b. Adanya dispnea, pernafasan cuping
hidung dan takikardi menandakan
terdapatnya
peningkatan
kerja
pernafasan
c. Indikasi telah terjadi penurunan O2
d. Kadar PaO2 yang rendah dan PaCO2
yang tinggi menunjukkan perburukan
pernapasan
3. Pengetahuan yang adekuat merupakan
modal yang baik bagi perilaku sehat yang
lebih permanen
4. Profesionalisme lebih tepat:
a. Membantu memenuhi kebutuhan O2
dalam jaringan
b. Menunjukkan kondisi pernapasan
CC.

2. Hipertermi

CD. Peningkatan suhu


tubuh klien dalam waktu
2x24 jam
1. Suhu tubuh dalam batas
normal 36,50C-37,50C
2. Tanda-tanda vital dalam
batas normal
3. Tidak terjadi kejang

1. Lakukan menejemen penurunan suhu


tubuh
a. Kompres hangat
b. Beri ASI yang adekuat
CE.
2. Lakukan monitoring dan evaluasi
terhadap
a. Tanda-tanda vital (suhu, nadi,
pernafasan)
CF.
CG.
b. Kejang dan hidrasi (turgor kulit,
kelembapan membrane mukosa)
CH.
CI.
CJ.
CK.
CL.
CM.
CN.
3. Laksanakan hasil kolaborasi:
CO.
Antipiretik (jika
diindikasikan)
3. Ketidakseimba CQ. Kebutuhan
nutrisi 1. Lakukan manajemen nutrisi:
ngan nutrisi: klien terpenuhi dalam waktu
CR.
kurang
dari 6x24 jam
a. Ketahui sesuai kebutuhan klien
kebuuhan
1. Klien
menunjukkan CS.
tubuh
peningkatan BB ideal
b. Sajikan makanan yang sesuai

1. Penatalaksanaan yang baik menjamin


keberhasilan:
a. Menurunkan panas
b. Pemberian ASI yang adekuat membantu
menurunkan panas
2. Perubahan suhu tubuh diketahui dengan
monitoring yang adekuat
a. Perubahan tanda-tanda vital yang
signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
b. Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien
serta dapat menyebabkan pasien
kehilangan banyak cairan secara
evaporasi
yang
tidak
diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan
pasien masuk ke dalam kondisi
dehidrasi.
3. Profesionalisme lebih tepat:
CP.Antipiretik membantu menurunkan
panas
1. Penatalaksanaan yang baik menjamin
keberhasilan:
a. Makanan yang sesuai membantu
meningkatkan asupan nutrisi
b. Makanan yang sesuai dengan kondisi

4. Risiko

2. Kemampuan menghisap
dengan kondisi klien
adekuat
CT.
3. Kebutuhan
kalori
c. Tentukan kemampuan klien untuk
terpenuhi
memenuhi kebutuhan nutrisi
d. Catat kandungan nutrisi dan kalori
pada asupan
e. Timbang klien pada interval yang
tepat
2. Lakukan monitoring dan evaluasi
terhadap:
a. Derajat kesulitan menghisap dan
menelan
b. Bising usus
CU.
CV.
c. Kebutuhan kalori yang dibutuhkan
klien
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang
perawatan nutrisi bagi klien
CW.
4. Laksanakan hasil kolaborasi :
a. Dengan ahli gizi dalam pemberian
diet/pemenuhan nutrisi
CX.
b. Pemasangan NGT jika klien tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
peroral
CY. Glukosa darah klien 1. Lakukan manajemen kestabilan gula

klien membantu memenuhi kebutuhan


nutrisi dengan tepat
c. Mengetahui keadekuatan pemenuhan
nutrisi
d. Adanya kalori (sumber energi) akan
mempercepat proses penyembuhan
e. Mengetahui adanya penurunan atau
kenaikan berat badan
2. Perubahan status nutrisi diketahui dengan
monitoring yang adekuat
a. Indikasi pemenuhan kebutuhan nutrisi
tidak adekuat
b. Hipermetabolisme
saluran
gastrointestinal
akan
menurunkan
penyerapan usus
c. Adanya kalori (sumber energi) akan
mempercepat proses penyembuhan
3. Pengetahuan yang adekuat merupakan
modal yang baik bagi perilaku sehat yang
lebih permanen
4. Profesionalisme lebih tepat:
a. Mengetahui nutrisi apa saja yang
dianjurkan dan yang tidak boleh
dikonsumsi
b. Agar nutrisi klien tetap terpenuhi
1. Penatalaksanaan yang lebih baik menjamin

ketidakstabila stabil dalam waktu 3x24


n
kadar jam
glukosa darah 1. Keluarga
memahami
tentang
kestabilan
glukosa darah klien
2. Glukosa darah klien
terkontrol dan dalam
batas normal
3. Klien mengetahui tanda
dan gejala ketika terjadi
ketidakseimbangan
glukosa darah

5. Pertumbuhan
tidak
proposional

DG. Pertumbuhan klien


proporsional dalam waktu
7x24 jam
1. Klien
mencapai
pertumbuhan
yang
diharapkan
(lingkar
kepala, lingkar lengan,
berat badan, usia tulang,
panjang badan)

darah:
a. Tanyakan keluarga klien tentang
ketidak stabilan glukosa darah
CZ.
DA.
DB.
b. Beri diet sesuai indikasi
DC.
2. Lakukan monitoring dan evaluasi:
DD.
a. Faktor yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan glukosa
b. Tanda dan gejala hiperglikemi atau
hipoglikemi
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang
perawatan menstabilkan gula darah
4. Laksanakan hasil kolaborasi:
DE.
Dengan laboran cek kadar
gula darah secara berkala
1. Lakukan menejemen pertumbuhan
DH.
a. Ketahui riwayat kesehatan klien
DI.
b. Tentukan kemampuan klien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
2. Monitoring dan evaluasi
a. Lingkar kepala, lingkar lengan,
berat badan, panjang badan usia

2.

3.
4.
1.

2.

keberhasilan
a. Pengetahuan keluarga klien tentang
glukosa darah meningkatkan kepatuhan
keluarga dalam membantu terhadap
tindakan
keperawatan
dalam
menstabilkan glukosa darah klien
b. Diet yang sesuai meningkatkan status
kesehatan
Perubahan status gula darah diketahui
dengan monitoring yang adekuat
a. Mengantisipasi
faktor
pencetus
ketidakseimbangan glukosa darah
b. Mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi
Pengetahuan keluarga klien yang adekuat
dapat membantu proses keperawatan
Profesionalisme lebih tepat:
DF.Mengantisipasi terjadinya komplikasi
lanjut
Penatalaksanaan yang baik menjamin
keberhasilan:
a. Kesehatan yang buruk menghambat
proses pertumbuhan
b. Mengetahui keadekuatan pemenuhan
nutrisi
Perubahan pertumbuhan secara proposional
diketahui dengan monitoring yang adekuat
a. Kesesuaian pengukuran menentukan

2. Maturasi
fisik
berkembang normal

6. Risiko
perluasan
infeksi

DJ.
Klien
tidak
mengalami
perluasan
infeksi dalam waktu 3x24
jam
1. Tanda-tanda vital dalam
batas normal
2. Tidak ada tanda-tanda
perluasan infeksi

tulang
tingkat pertumbuhan yang proporsional
b. Bayi selama disusui
b. Kecukupan asupan nutrisi
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang 3. Pengetahuan yang adekuat membantu
pertumbuhn yang sesuai dan sarankan
proses keperawatan dan perhatian keluarga
selalu memperhatikan kondisi klien
membantu memonitoring pertumbuhan
klien
1. Lakukan manajemen pengendalian 1. Penatalaksanaan yang baik menjamin
infeksi:
keberhasilan
a. Pertahankan tekhnik isolasi
a. Menghindari penyebaran infeksi
b. Terapkan kewaspadaan universal
b. Meminimalkan
risiko
terinfeksi
DK.
menyebar
2. Lakukan monitoring dan evaluasi:
2. Perubahan status pengendalia infeksi
DL.
diketahui dengan memonitoring yang
DM.
adekuat
a. Faktor yang dapat meningkatkan
a. Mempersiapkan kemungkinan buruk
kerentanan terhadap infeksi
yang akan terjadi
b. Tanda-tanda vital
b. Reaksi demam indicator adanya infeksi
DN.
lanjut
c. Tanda-tanda perluasan infeksi
c. Mengenali sejak dini adanya tandaDO.
tanda perluasan infeksi mengurangi
DP.
risiko perluasan infeksi lebih cepat
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang 3. Pengetahuan keluarga yang adekuat dapat
penerapan tekhnik isolasi pada klien
membantu proses keperawatan
4. Laksanakan hasil kolaborasi:
4. Profesionalisme lebih tepat:
a. Pemberian antibiotik
a. Antibiotik mencegah perkembangan
DQ.
mikroorganisme pathogen
b. Dengan laboran untuk pemeriksaan
b. Memantau adanya perluasan infeksi
darah
melalui hasil laboratorium

DR. Daftar Pustaka


DS.
DT. Asrining Surasmi, Siti Handayani, Heni Nur Kusuma. 2009. Perawatan
Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC
DU. Hartono, Andry, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Neonatus normal dan
Patologis. Jakarta: Binapura Aksara.
DV. Herdman, T. Heather alih bahasa Anna Keliat, Budi dkk. 2015. Nanda
Internasional Inc. diagnosa keperawatan : definisi &klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta : EGC..
DW. H. Pudjiadi, Antonius, dkk. 2010. Pedoman pelayanan Medis Ikatan Dokter
Indonesia. Jakarta : IDAI.
DX. Huda Nurarif, Amin & Hamdani Rahil, Nazwar. 2016. Asuhan
Keperawatan Praktis berdasarkan penerapan diagnose Nanda, Nic, Noc
dalam berbagai kasus Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction.
DY. Wulandari, Dewi & Erawati Meira. 2016. Buku Ajar keperawatan Anak.
Yogyakarta : Pustaka Belajar.
DZ.
EA.

Anda mungkin juga menyukai