Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

ISOLASI SOSIAL

1.1 Pengertian
Isolasi social adalah keadaan seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama ekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain diekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Yusuf dkk, 2015)
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. (Keliat A. Budi & Akemat, 2009).

1.2 TandadanGejala
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat
makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam
mobilitas.

1
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

1.3 Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi
sosial adalah :
1. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa
ootidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap
bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan
anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga
sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele, sering
menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu
mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas
keberhasilan anak .
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh
: Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat
atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan
seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan
isolasi sosial.

2
4. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya
yang anggota keluarga menderita skizofrenia.

b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor Internal maupun eksternal meliputi.
1. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti :
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara .
2. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun
biologis.
4. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
5. Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang

3
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
6. Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat
menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan
kemandiriannya.

1.4 AkibatMasalah
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 :
156dalamSujono & Teguh, 2009). Perubahan persepsi sensori halusinasi
adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau
persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat
bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada
(Johnson, B.S, 1995:421 dalam Sujono & Teguh, 2009).
Menurut Maramis (1998:119 dalam Sujono & Teguh, 2009)
halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang
dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.

1.5 Pohon Masalah


Gangguan sensori persepsi :Halusinasi (Effect)

Isolasi Sosial (Core Problem)

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri RendahKronik) (Cause)

4
1.6 Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
5. Bila serangan pertama
a) Membangkitkan dan diagnosis
b) Pemeriksaan psikologi
c) Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji
fungsi tiroid
d) Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus
temperralit, neoplasma).
1.7 MasalahKeperawatandanData yang PerluDikaji
MasalahKeperawatan Data yang perludikaji
1. Wawancara :
a) Merasa sepi
b) Merasa tidak aman
c) Hubungan tidak berarti
d) Bosan dan waktu terasa lambat
e) Tidak mampu konsentrasi
ISOLASI SOSIAL f) Merasa tidak berguna
g) Tidak yakin hidup
h) Merasa ditolak.
2. Observasi
a) Banyak diam
b) Tidak mau bicara
c) Menyendiri
d) Tidak mau berinteraksi
e) Tampak sedih
f) Ekspresi datar dan dangkal
g) Kontak mata kurang.

5
1.8 DiagnosaKeperawatan
1. IsolasiSosial.
2. HargaDiriRendahKronik
3. RisikoGangguanPersepsiSensori: Halusinasi

1.9 RencanaTindakanKeperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 : SP 1 :
 Mengidentifikasi penyebab isolasi  Mendiskusikan masalah yang
sosial pasien dirasakan keluarga dalam
 Berdiskusi dengan pasien tentang merawat pasien
keuntungan berinteraksi dengan  Menjelaskan pengertian, tanda
orang lain dan gejala isolasi sosial yang
 Berdiskusi dengan pasien tentang dialami pasien beserta proses
kerugian tidak berinteraksi dengan terjadinya
orang lain  Menjelaskan cara - cara merawat
 Mengajarkan pasien cara pasien isolasi sosial.
berkenalan dengan satu orang
 Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam
kegiatan harian
SP 2 : SP 2 :
 Mengevaluasi jadwal kegiatan  Melatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara merawat
 Memberikan kesempatan kepada pasien dengan isolasi sosial
pasien mempraktekkan cara  Melatih keluarga melakukan
berkenalan dengan satu orang cara merawat langsung kepada
 Membantu pasien memasukkan pasien isolasi sosial.
kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian

6
SP 3 : SP 3 :
 Mengevaluasi jadwal kegiatan  Membantu keluarga membuat
harian pasien jadual aktivitas dirumah
 Memberikan kesempatan kepada termasuk minum obat
klien berkenalan dengan dua orang (Discharge planning)
atau lebih  Menjelaskan follow up pasien
 Menganjurkan klien memasukkan setelah pulang.
dalam jadwal kegiatan harian

7
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (2008). Buku saku Diagnosa Keperawatan, (Alih Bahasa)
Monica Ester. Edisi 8. Jakarta : EGC

Keliat A. Budi, Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.

Perry, Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Sagung Seto Stuart, GW. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC.

Stuart. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). EGC : Jakarta.

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Yusuf dkk. 2015. Buku ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai