Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUA
N

1.1Latar Belakang
Tidur sebagai salah satu bagian dari kebutuhan fisiologis
merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua
manusia untuk dapat berfungsi secara optimal baik yang
sehat maupun yang sakit. Namun dalam keadaan sakit, pola
tidur seseorang biasanya terganggu karena nyeri atau
gangguan yang dirasakan. Tidur penting untuk kesejahteraan
fisik dan

mental, mencegah kelelahan fisik dan mental.

Seseorang yang sedang sakit apabila mengalami kurang tidur


dapat memperpanjang waktu pemulihan dari sakit (Prihardjo,
2006). Bila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan
tidur yang cukup akan mengalami masalah fisik dan mental,
diantaranya; perasaan capek, kurang konsentrasi, daya ingat
berkurang, kurang mampu mengambil keputusan, mudah
tersinggung

dan

tidak

relaks,

mual,

pusing

serta

meningkatkan resiko kecelakaan (WHO, 2008). Individu yang


dirawat

di

rumah

sakit

sering

mengalami

gangguan

pemenuhan tidur, baik yang berupa kesulitan untuk memulai


tidur, sering terjaga sewaktu tidur maupun bangun terlalu
dini (Prihardjo, 2006).

Tidur

sebagai

kebutuhan

dasar

manusia

2
sangat

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang berakibat


timbulnya gangguan pemenuhan tidur pada seseorang, ada 4
(empat) faktor yang mempengaruhi tidur, yaitu : faktor fisik,
psikologis, gaya hidup, dan lingkungan(Prihardjo, 2006).
Kurang tidur,

sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari, gangguan


tidur dialami oleh pasien jiwa, salah satu penyebabnya stress,
rasa khawatir, cemas, adanya gangguan fisik / organik dan
mereka

yang

menderita

gangguan

mental

emosional

(Sugiwati, 2011).
Ada kaitan antara gangguan istirahat-tidur dengan
hospitalisasi. Hospitalisasi atau dirawat di rumah sakit
terbukti

dapat

menyebabkan

gangguan

istirahat-tidur,

ketidakmampuan klien mendapatkan posisi yang nyaman dan


rasa

nyeri

merupakan

penyebab

terserang

gangguan

istirahat- tidur sebagai efek hospitalisasi. Penyebab lain


adalah

takut

terhadap

tes

diagnostik

dan

tindakan

pembedahan yang akan diberikan pada klien serta benturan


masalah pekerjaan dan keluarga (Marta, 2007).
Prinsip penanganan insomnia yaitu mengoptimalkan
pola tidur yang sehat. Terapi insomnia dapat dilakukan
dengan pendekatan nonfarmakologi ataupun pendekatan
farmakologi

(Liya,

2008).Fokus

utama

dari

pengobatan

insomnia harus diarahkan pada identifikasi faktor penyebab.


Setelah faktor penyebab teridentifikasi maka penting untuk
mengontrol dan mengelola masalah yang mendasarinya.
Tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien jiwa
dengan gangguan tidur adalah dengan latihan relaksasi
progresif sebagai salah satu tehnik relaksasi otot yang
mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan,

kram otot, nyeri leher dan pinggang, tekanan darah tinggi,


fobi ringan dan gagap (Marta, 2007).

1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
a. Pengertian relaksasi progresif
b. Gerakan relaksasi progresif
c. Pengertian Insomnia
d. Penggolongan Insomnia
e. Penyebab Insomnia
f. Penanganan Insomnia

1.3Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk

mengetahui
mengetahui
mengetahui
mengetahui
mengetahui
mengetahui

pengertian relaksasi progresif


gerakan relaksasi progresif
pengertian insomnia
penggolongan insomnia
penyebab insomnia
penanganan insomnia

BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1

Relaksasi Progresif
Relaksasi adalah suatu proses pembebasan diri dari

segala macam bentuk ketegangan pikiran senetral mungkin


atau tidak memikirkan apapun (Hakim, 2004). Kaitan antara
relaksasi dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sangat
erat, karena istirahat dan tidur tergantung dari relaksasi otot.
Untuk itu perawat harus mengetahui tentang pergerakan
badan yang baik, disamping istirahat tidur juga dipengaruhi
anxietas (Marta, 2007). Untuk mendapatkan hasil yang
optimal

dalam

relaksasi,

ada

tiga

hal

yang

harus

diperhatikan, yaitu : posisi yang nyaman, pikiran yang


beristirahat dan lingkungan yang nyaman atau tenang (Mija,
2005).
Langkah awal yang dilakukan adalah sebuah ruang
(dapat tertutup atau terbuka) yang memungkinkan udara
bebas

keluar

masuk

sangat

dianjurkan

dalam

latihan

relaksasi. Kursi yang dapat fleksibel naik dan turun lebih


diutamakan daripada tempat tidur sehingga dapat diletakkan
di tempat-tempat yang diinginkan.
Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan
penjelasan mengenai otot-otot yang dilatih (Neila,
2012):

2.1.1

Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot

tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam


tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta
membuat kepalan ini
sambil

semakin kuat (gambar 2.1),

merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat


kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan
rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini
dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks
yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada
tangan kanan.

Gambar 2.1 Gerakan pertama mengepalkan


tangan.
2.1.2

Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot

tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan


cara

menekuk

kedua

lengan

ke

belakang

pada

pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian


belakang

dan

lengan

bawah

menegang,

menghadap ke langit- langit (gambar 2.2).

jari-jari

Gambar 2.2 Gerakan kedua menekuk kedua lengan


ke belakang.

2.1.3

Gerakan ketigaadalah untuk melatih otot-otot

Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di


bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 2.3). Gerakan
ini

diawali

dengan

menggenggam

kedua

tangan

sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua


kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan
menjadi tegang.

Gambar 2.3 Gerakan otot-otot biceps.


2.1.4

Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-

otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otototot bahu dapat dilakukan dengan

cara mengangkat

kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan


dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus gerakan
ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung atas, dan leher.

Gambar 2.4 Gerakan otot-otot bahu.

2.1.5

Gerakan

kelima

sampai

ke

delapanadalah

gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otototot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otototot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi
dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis
sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan
yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata
diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga
dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otototot yang mengendalikan gerakan mata.

Gambar 2.5 Gerakan otot dahi dan otot mata


2.1.6

Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan

ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan


cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit
gigi-gigi
rahang.

sehingga

ketegangan

di

sekitar

otot-otot

Gambar 2.6 Gerakan untuk rahang

2.1.7

Gerakan

mengendurkan

kedelapan
otot-otot

ini
sekitar

dilakukan

untuk

mulut.

Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan


ketegangan di sekitar mulut.

Gambar 2.7 Gerakan untuk mulut


2.1.8

Gerakan kesembilan dan gerakan kesepuluh

ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian


depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot
leher bagian belakang baru kemudian otot leher
bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala
sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk
menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan
ketegangan di bagian belakang leher dan punggung
atas.

Gambar 2.8 Gerakan untuk melatih leher belakang

2.1.9 Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih


otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan
cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta
untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat
merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.

Gambar 2.9 Gerakan untuk melatih leher depan


2.1.10 Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih
otot-otot punggung.
Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat
tubuh

dari

sandaran

kursi,

kemudian

punggung

dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak


seperti pada gambar 6. Kondisi tegang dipertahankan
selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan
otot-otot menjadi lemas.

Gambar 2.10 Gerakan untuk melatih otot


punggung

2.1.11 Gerakan keduabelas, dilakukan untuk


melemaskan otot-otot dada.
Pada gerakan ini, klien diminta untuk menarik nafas
panjang

untuk

mengisi

sebanyak-banyaknya.

paru-paru

Posisi

ini

dengan
ditahan

udara
selama

beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian


dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan
dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega.
Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini
diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan rileks.

Gambar 2.11 Gerakan untuk melatih otot dada


2.1.12
Gerakan ketigabelasbertujuan untuk
melatih otot-otot perut.
Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat
perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut
menjadi kencang dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan

bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal


untuk perut ini.

Gambar 2.12 Gerakan untuk melatih otot perut


2.1.13

Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih

otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua


belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
Gerakan

ini

dilanjutkan

dengan

mengunci

lutut,

sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot


betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien harus
menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu
melepaskannya. Setiap

gerakan dilakukan masing-

masing dua kali.

Gambar 2.13 Gerakan untuk melatih otot paha.

2.2

Insomnia

2.2.1

Definisi
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau

mempertahankan tidur. Keadaan ini adalah keluhan tidur


yang paling sering, dapat bersifat sementara maupun
persisten (Yundini, 2006). Insomnia didefinisikan oleh
Goldenson,

dalam

The

Encyclopedia

of

Human

Behaviour, sebagai a temporer or chronic loss of sleep,


kehilangan

tidur secara temporer atau kronis. WHO

mendefinisikan

insomnia

sebagai

suatu

kondisi

ketidakpuasan seseorang dalam hal kuantitas atau


kualitas tidurnya dan berlangsung selama beberapa
waktu (Sutrisno, 2007).
Kurangnya

waktu

tidur

dari

kriteria

normal,

sebaiknya tidak digunakan dalam mendiagnosa insomnia


karena beberapa individu mempunyai jam tidur yang
sedikit tetapi tidak mempunyai keluhan insomnia, dan
sering disebut short sleeper. Sebaliknya ada orang yang
merasa kurang tidur, padahal jumlah jam tidurnya masih
dalam batas normal sehingga memerlukan tidur lebih
lama. Orang yang membutuhkan waktu tidur lebih dari 8
jam disebut long sleeper (Yundini, 2006).
Penderita insomnia pada dasarnya hanya punya dua
keluhan utama, dimana seseorang sulit masuk tidur, dan

sulit

mempertahankan

tidur.

Insomnia

dapat

didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang


sulit
tidur

masuk

tidur, atau kesulitan mempertahankan

dalam kurun waktu tertentu sehingga menimbulkan


penderitaan atau gangguan dalam berbagai fungsi
sosial, pekerjaan ataupun fungsi- fungsi kehidupan
lainnya (Erry, 2004).
2.2.2

Penggolongan Insomnia
WHO menggolongkan insomnia ke dalam golongan

Disorder of Initiating and Maintining Sleeps (DIMS), dan


membagi insomnia menjadi

tiga

golongan besar

sebagai berikut (Erry, 2004) :


a. Transient insomnia
Penderita transient insomnia biasanya termasuk orang
yang tidur secara normal, tetapi dikarenakan suatu
stres yang berlangsung dalam waktu yang tidak terlalu
lama, misalnya perjalanan jauh dengan kapal terbang
yang melampaui zona waktu, maka hospitalisasi
mereka menjadi tidak bisa tidur.
b. Short term insomnia
Penderita

short

situasional,

term

misalnya

insomnia
kehilangan

mengalami
atau

stres

kematian

seseorang yang dekat, perubahan pekerjaan dan


penyakit

fisik.

Biasanya

penderita

insomnia

golongan ini diderita tiga minggu dan akan pulih


seperti biasa.
c. Long term insomnia

Long term insomnia adalah insomnia kronik. Insomnia


ini dapat berlangsung dalam waktu berbulan-bulan
sampai

bertahun-tahun dan perlu diobati dengan

teknik tertentu atau dengan obat-obatan yang sesuai


dengan gangguan utama yang diderita pasien.

Menurut Bastman (2005) insomnia terbagi menjadi


dua macam, yaitu insomnia primer dan insomnia
sekunder.
a. Insomnia Primer
Orang-orang yang termasuk golongan insomnia primer
tercakup dalam kelompok yang khas. Mereka tidak
neurotik dan tampak sehat, prinsipnya mereka tidak
bisa

menikmati

tidurnya

meski

mereka

sampai

mendengkur. Insomnia primer dapat ditegakkan bila


tidak berhubungan dengan gangguan mental organik.
Pada umumnya insomnia primer mempunyai masa
latensi tidur yang panjang, efisiensi tidur yang rendah
dan tipe ini sangat jarang.
b. Insomnia Sekunder
Jenis

insomnia

penderita

ini

kelainan

banyak
jiwa

dijumpai
seperti

pada

para

psikoneurotik.

Penderita psikoneurotik mempunyai keluhan insomnia,


tidurnya

terganggu

oleh

banyak

mimpi

yang

berlangsung dari saat mulai tidur sampai bangun. Pola


mimpi

mereka hampir sama, misalnya berjumpa

dengan orang yang sudah meninggal, jatuh dari


tempat yang tinggi, dikejar-kejar orang jahat dan
binatang yang mengerikan. Oleh karena tidur mereka
sering disertai mimpi yang seram (pavor nocturnes),

maka pada keesokan harinya pada waktu bangun


tidur,

mereka

akan

merasakan

keletihan

dan

kebugaran tubuhnya berkurang. Insomnia sekunder ini


merupakan

suatu

keadaan

insomnia

yang

berhubungan dengan gangguan mental atau faktorfaktor organik secara bermakna.

Sedangkan menurut Erry (2004) ada tiga tipe


gangguan insomnia, yaitu :
a. Tidak dapat masuk atau sulit tidur, disebut juga
insomnia inisial dimana pada keadaan ini sering
dijumpai pada orang-orang muda yang mengalami
anxietas (kecemasan), berlangsung selama 1 3 jam.
Kemudian pada akhirnya tidur kan terjadi.
b. Terbangun tengah malam beberapa kali, orang-orang
ini dapat masuk tidur dengan mudah, tetapi setelah 2
3 jam akan terbangun dan tidur kembali, dan
kejadian ini dapat terjadi berulang kali.
c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini, disebut
juga insomnia terminal, yang mana orang-orang ini
dapat tidur dengan mudah dan cukup nyenyak, akan
tetapi pada saat pagi buta sudah terbangun, dan tidak
dapat tidur lagi. Biasanya hal ini terjadi pada orangorang yang mengalami depresi.
2.2.3

Penyebab Insomnia
Menurut Laniwaty (2006), tidak semua insomnia

didasari

oleh

adanya

suatu

kondisi

psikopatologik,

namun insomnia dapat pula disebabkan karena kondisi


atau penyakit fisik dan karena faktor ekstrinsik seperti
suara atau bunyi, suhu udara, tinggi suatu daerah,

penggunaan

bahan-bahan

yang

mengandung

stimulansia susunan saraf pusat.


a. Suara

atau

bunyi:

biasanya

menyesuaikan dengan suara atau


tidak

mengganggu

orang
bunyi

tidurnya. Bukan

dapat
sehingga

intensitasnya tetapi makna dan suara itu. Misalnya


seorang

yang takut diserang atau dirampok, pada

malam hari ia terbangun berkali- kali hanya karena


suara yang halus sekalipun. Bila intensitas rangsang
cukup tinggi maka Arousal Promoting System akan
membangunkan kita.
b. Suhu udara: kebanyakan orang akan berusaha tidur
pada suhu udara yang menyenangkan bagi dirinya.
Bila suhu udara rendah ia memakai selimut, bila suhu
tinggi ia memakai pakaian tipis. Insomnia sering
dijumpai didaerah tropik.
c. Tinggi suatu daerah: Insomnia merupakan gejala yang
sering dijumpai pada mountain sickness, terjadi pada
pendaki gunung yang lebih dan 3500 meter di atas
permukaan

laut.

mempengaruhi

Sleep

Hipoksia

hipobanik

Promoting

System

dapat
secara

langsung.

Nafas yang lebih cepat juga merupakan

tambahan

rangsang

terhadap

Arousal

Promoting

System.
d. Penggunaan

bahan-bahan

yang

mengandung

stimulansia susunan saraf pusat. Insomnia dapat


terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi
yang

mengandung

kafein,

tembakau

yang

mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan


yang mengandung amfetamin atau yang sejenis.

e. Penyakit jasmani tertentu: misalnya arteriosklerosis,


tumor otak, demensia presenil, tirotoksikosis, Sindrom
Cushing, demam, kehamilan
ketiga, rasa nyeri, diabetes

normal
melitus,

trimester

ulkus duodeni,artritis reumatika,


pada

cacingkremi

anak, tuberkulosis paru yang berat,

penyakit jantung koroner tertentu.


f. Penyakit

psikiatrik:

ditandai

dengan

gangguan

afektif,

beberapa

adanya

penyakit

insomnia

gangguan

psikiatrik

seperti

neurotik,

pada

beberapa

gangguan kepribadian, gangguan stres pasca-trauma


dan lain-lain.
2.2.4

Tanda dan gejala insomnia


Tanda dan gejala penderita insomnia menurut

Christopher (2007), penderita mengalami kesulitan untuk


tidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang
hari merasakan kelelahan. Awal proses tidur pada pasien
insomnia mengacu pada latensi yang berkepanjangan
dari waktu akan tidur sampai tertidur. Dalam Insomnia
psiko-fisiologis, pasien mungkin mengeluh perasaan
cemas, tegang, khawatir, atau mengingat secara terusmenerus masalah-masalah di masa lalu atau di masa
depan karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu
lama tanpa tertidur.
Pada

insomnia

akut,

dimungkinkan

ada

suatu

peristiwa yang memicu, seperti kematian atau penyakit


yang menyerang orang yang dicintai. Hal ini dapat
dikaitkan dengan timbulnya insomnia. Pola ini dapat

menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien dapat


mengalami insomnia, berulang terus-menerus. Semakin
besar usaha yang dikeluarkan dalam mencoba untuk
tidur, tidur menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam
saat setiap menit dan jam berlalu hanya

meningkatkan perasaan terdesak

dan usaha untuk

tertidur. Tempat tidur akhirnya dapat dipandang sebagai


medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam
lingkungan yang asing (Christopher, 2007).
2.2.5

Penanganan Insomnia
Prinsip penanganan insomnia (Daniel, 2009) selain

KIE yaitu mengoptimalkan pola tidur yang sehat. Terapi


insomnia

dapat

dilakukan

dengan

pendekatan

nonfarmakologi ataupun pendekatan farmakologi. Fokus


utama dari pengobatan insomnia harus diarahkan pada
identifikasi faktor penyebab. Setelah faktor penyebab
teridentifikasi maka penting untuk mengontrol dan
mengelola
faktor

masalah

penyebab

penanganan

yang
yaitu

gangguan

mendasarinya.

Identifikasi

dengan

mengoptimalkan

medis,

psikiatri

serta

penanganan nyeri, menangani gangguan tidur primer,


dan

penyalahgunaan

obat-obatan,

jika

mungkin

dilakukan, mengurangi atau menghentikan obat-obatan


yang diketahui memiliki efek yang mempengaruhi fungsi
tidur, pada kebanyakan kasus, insomnia kronis dapat
disembuhkan jika penyebab medis atau psikiatri di
evaluasi dan diobati dengan benar (Liya, 2011)
Penanganan terapi non farmakologi (Daniel, 2009)
terdiri dari cognitive and behavioral therapy meliputi:
sleep hygine, sleep restriction atau pembatasan tidur,

relaxation therapy atau terapi relaksasi dan stimulus


control therapy.

Sleep hygine adalah salah satu komponen terapi


perilaku untuk insomnia. Beberapa langkah sederhana
dapat diambil untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
tidur pasien. Langkah-langkah ini meliputi : mencuci
muka, sikat gigi, buang air kecil sebelum tidur, tidur
sebanyak yang dibutuhkan, berolahraga secara rutin
minimal 20 menit sehari, idealnya 4-5 jam sebelum
waktu tidur, hindari memaksa diri untuk tidur, hindari
caffeine, alkohol, dan nikotin 6 jam sebelum tidur, hindari
kegiatan lain yang tidak ada kaitannya dengan tidur
kecuali hanya untuk sex dan tidur.
Sleep
tempat

Restriction

tidur

meningkatkan

hanya
kualitas

dengan

membatasi

untuk

tidur

tidur.

waktu

sehingga

Terapi

ini

di

dapat
disebut

pembatasan tidur. Hal ini dicapai dengan rata-rata waktu


di tempat tidur dihabiskan hanya untuk tidur. Pasien
dipaksa untuk bangun pada waktu yang ditentukan
walaupun pasien masih merasa mengantuk. Ini mungkin
membantu tidur pasien yang lebih baik pada malam
berikutnya karena kurang tidur dari malam sebelumnya.
Sleep restriction ini didasarkan atas pemikiran bahwa
waktu

yang

terjaga

di

tempat

tidur

adalah

kontraproduktif sehingga mendorong siklus insomnia.


Maka tujuannya adalah untuk menigkatkan efisiensi tidur
sampai setidaknya 85%. Awalnya pasien disarankan ke

tempat tidur hanya pada saat tidur. Kemudian mereka


diijinkan untuk meningkatkan waktu terjaga di tempat
tidur 15 20 menit permalam setiap minggu,

asalkan efisiensi tidur melebihi 90%. Waktu di tempat


tidur berkurang sebesar 15 - 20 menit jika efisiensi tidur
dibawah 90%.
Relaxation therapy meliputi relaksasi otot progresif,
latihan pernafasan dalam serta meditasi. Relaksasi otot
progresif

melatih

mengendalikan

pasien

untuk

ketegangan

mengenenali

dengan

dan

melakukan

serangkaian latihan , pada latihan perrnafasan dalam


maka

pasien

diminta

untuk

menghirup

dan

menghembuskan nafas dalam perlahan- lahan.


Stimulus
langkah

control

sederhana

therapy
yang

terdiri

dapat

dari

beberapa

membantu

pasien

dengan gejala insomnia, dengan pergi ke tempat tidur


saat

merasa

mengantuk,

hindari

menonton

TV,

membaca, makan di tempat tidur. tempat tidur hanya


digunakan untuk tidur dan aktivitas seksual. jika tidak
tertidur 30 menit setelah berbaring, bangun dan pergi ke
ruangan lain dan melanjutkan teknik relaksasi, mengatur
jam alarm untuk bangun pada waktu tertentu setiap
pagi,

bahkan

pada

akhir

pekan,

hindari

bangun

kesiangan, hindari tidur siang panjang di siang hari.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Relaksasi adalah suatu proses pembebasan diri dari segala macam
bentuk ketegangan pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan
apapun (Hakim, 2004). Kaitan antara relaksasi dan pemenuhan
kebutuhan istirahat tidur sangat erat, karena istirahat dan tidur
tergantung dari relaksasi otot. Untuk itu perawat harus mengetahui
tentang pergerakan badan yang baik, disamping istirahat tidur juga
dipengaruhi anxietas (Marta, 2007)

DAFTAR PUSTAKA

Bastman. 2005. Arti Tidur Dalam Kehidupan Seharihari, dalam


Kumpulan Makalah Insomnia. Jakarta:IDAAJI
Davis, Marta(2007)The Relaxation & Stress Reduction Workbook
Bahasa Indonesia ; Achiryani S Hamid dan Budi Anna Keliat,
Jakarta ; EGC.
Depkes RI, (2009), Profil Kesehatan Indonesia,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta:

Erry(2004)Apakah Waktu tidur Anda Telah Cukup? Avaliable from:


http://www.hanyawanita.com/health_sex/health/artikel2.html
.
Diakses tanggal 12 Desember 2014.
Hakim Thursan (2004)Mengatasi Gangguan Mental dan Fisik.
Jakarta : Puspa Suara.
Hasibuan, (2008), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT.
Bumi Aksara. Hastono (2007)Analisa Data Kesehatan. Jakarta :
FKM. UI
Iwan(2009)Skala Insomnia (KSPBJ Insomnia Rating Scale).
http://www.sleepnet.com. Diakses 4 Desember 2014; 10.00
WIB
Liya

Rosdiana Sholehah (2011) Penanganan Insomnia,


Bagian/SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Mija. (2005)Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa Indonesia: Asih


Yasmin, Jakarta : EGC.
Neila

(2012)
Langkah-langkah
relaksasi otot
progresif.
http://www.psikologizone.com/langkah-langkah-relaksasiotot- progresif/06511533

Prihardjo R., (2006)Perawatan Nyeri ; Pemenuhan Aktivitas


Istirahat Pasien.

Jakarta : EGC
Sri Sugiwati. (2011)Gangguan Pola Tidur 2-11 hari pasca Operasi
(Jurnal Keperawatan Indonesia vol 7). Jakarta : FKUI.
Sugiyono (2014)Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta

WHO. (2008)Mental Disorder in Primary Care ; Sleep Problem,


Devision of Mental Health and Prevention of Substance
Abuse
Yundini(2006)Gangguan

Tidur
Psikosomatis.
Avaliable from:http://www.mail
archive.com/sukasukamu@yahoogroups.com/msg00328ht
ml. (diakses 15
Desember 2014)

Anda mungkin juga menyukai