Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH KEJANG DEMAM

DAN ANALISA KASUS

Kelompok 2
Mesi Purnama sari Besmina Yulefsi

Fitra Handayani Anita Turisia

Kiki Novita Nofriyanti

Santi Rahmadia Septi Marni

Amelia Desva Ezi Purnama Sari

Tiya Yesiska Itha Lodya Sari

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES PERTAMINA BINA MEDIKA


TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan
judul “Askep Kejang Demam” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR .....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................4

A. Definisi.................................................................................................4

B. Epidemologi..........................................................................................4

C. Etiologi.................................................................................................4

D. Patofisiologi .........................................................................................5

E. Faktor Resiko........................................................................................6

F. Klasifikasi Jenis Kejang.......................................................................7

G. Tanda dan Gejala Klinis.......................................................................8

H. Pemeriksaan Fisik.................................................................................8

I. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................8

J. Diagnosis .............................................................................................9

K. Penatalaksanaan ..................................................................................9

L. Prognosis ..............................................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................12

A. Pengkajian.............................................................................................12

iii
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................15

C. Perencanaan .........................................................................................16

BAB IV ANALISA KASUS

BAB V PENUTUP........................................................................................... 24

A. Kesimpulan ..........................................................................................24

B. Saran ....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi

pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini

dikarenakan , anak yang berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap

berbagai pengakit disebabkan system kekebalan tubuh belum terbangun secara

sempurna (Harjaningrum, 2011).

Kejang demam pada anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih

dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga

menjadi Epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental (Aziz, 2008). Serangan

kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung nilai

ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus

mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung

lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur bias

mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bias menyebabkan kematian (Fida

& Maya, 2012).

Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang

dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan)

sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kesurakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan

semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko penyebab

1
2

keterlambatan perkembangan, retradasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10%

dapat berkembang menjadi Epilepsi (Mohammadi, 2010).

Menurut WHO tahun 2012 kejang demam yang barakibat epilepsy terdapat

80% di Negara-negara miskin dan 3,5-10,7/1000 penduduk Negara maju,

sedangkan di Indonesia kejang demam yang berakibat epilepsy terdapat 900 ribu

sampai 180 ribu penderita dan penanganannya pun belum menjadi prioritas

dalam system kesehatan nasional. Estimasi jumlah kejadian kejang demam 2-5%

anak antara umur 3 bulan – 5 tahun di Amrika Serikat dan Eropa Barat. Insiden

kejadian kejang demam di Asia 3,4-9,3% anak Jepang dan 5% di India

(Andretty, 2015).

Kejadian kejang demam dapat menyebabkan perasaan ketakutan berlebihan,

terutama secara emosional dan kecemasan pada orang tua (Jones & Jacobsen,

2007). Tingkat pengetahuan orang tua yang berbeda dapat mempengaruhi

pencegahan kejang demam pada anak saat anak mengalami demam tinggi.

Pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua tentang kejang

demam sangat diperlukan karena dapat menurunkan kecemasan orang tua

(Riandita, 2012).

Hasil penelitian (Rahayu, 2015) menunjukkan hamper 80% orang tua takut

terhadap serangan kejang demam yang meninmpa anaknya. Berdasarkan

penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang penanganan

kejang demam sangat bervariasi. Namun perbedaan penegtahuan ini akan

mengakibatkan penanganan kejang demam pada anak yang berbeda pula.

Penanganan ibu tentang kejang demam dan penelataksanaan di Indonesia juga

sangat bervariasi, mengingat hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan
3

pertimbangan rasa takut atau khawatir dan kebingunan orang tua terhadap

anaknya ketika mengalami serangan kejang demam, diperlukan upaya

pencegahan terhadap berulangnya serangan kejang demam tersebut. Upaya

pencegahan dan menghadapi kejang demam. Orang tua harus diberi informasi

tentang tindakan awal penetalaksanaan kejang demam pada anak.

Sebanarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi kejang

demam pada anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah

sakit. Mengukur suhu tubuh dan memberi obat penurun panas, kompres air

hangat (yang suhunya lebih sama dengan suhu badan anak) dan memeberikan

cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh anak. Ibu harus menyadari

bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang,

dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat (Raftery, 2008).

B. Tujuan

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam ?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada

massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007).

Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden

puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam jarang

terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam lebih sering

terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan risiko pada anak yanga

memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan dengan

demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak, tetapi

dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian besar

kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya infeksi

intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).

B. Epidemiologi

Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5 tahun. An

ak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan perbandingan sekitar 1,4 : 1.

Kejang demam pertama paling sering terjadi pada usia 1 hingga 2 tahun (Puspone

goro dkk,2006, Lumbantobing,2007).

4
5

C. Etiologi

Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat p

renatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling s

ering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis terutama yang disebabk

an oleh Shigella atau Campylobacter, dan infeksi saluran kemih merupakan penye

bab lain yang lebih jarang (Moe, et al, 2007).

D. Patofisiologi

Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab kej

ang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat. Pen

yebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia mengurangi

mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan transmisi sinaps e

ksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan ekstabilitas neuron otak

selama proses maturasinya. Suhu yang sering menimbulkan kejang demam adalah

38,5%0C (Basuki, 2009).

Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures susc

eptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2 (krom

osom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Hal i

ni menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam satu keluarga.

Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau Na’channelopathy dan gaminobutiric a

cid A receptor merupakan gangguan genetik yang mendasari terjadinya kejang de

mam.

Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen endoge

n seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron, mungkin


6

menghubungkan demam dengan bangkitan kejang. Penelitian pendahuluan pada a

nak mendukung hipotesis bahwa cytokine network teraktivasi dan diduga berpera

n dalam pathogenesis kejang demam. Namun, segnifikansi klinis dan patologis pe

ngamatan ini masih belum jelas (Gatti, 2002).

Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam anta

ra lain:

1. Demam itu sendiri

2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral

Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah

yang bisa muncul diantaranya ialah:

Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik

dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit atau lebih dari

15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel neuron, selain itu resiko cedera

juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi kontraksi otot mulut dan lidah saat a

nak mengalami kejang, hipertermi pada anak terjadi setelah kejang saat aktivitas o

tot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami peningkatan dan kurangnya

pengetahuan orang tua dalam menangani dan mencegah kejang demam pada anak.
7

E. Faktor Risiko

Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :

1. Faktor Demam

Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan kej

ang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami demam le

bih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 390C memiliki risiko 1

0 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam disbanding denga

n anak yang demam kurang 390C.

2. Faktor Usia

Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko ban

gkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua tahu

n. (Fuadi,2010).

3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga

Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor risik

o untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun saudar

a kandung (first degree relative).

a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang

demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.

b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita

kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam

20%-22%.
8

c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah m

enderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang dema

m meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak oleh i

bu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)

4. Faktor Perinatal dan Pascanatal

 Kehamilan pada umur lebih 35 tahun

 Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan timbulnya

bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).

5. Faktor Vaksinasi/Imunisasi

Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada anak, s

eperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-mumps-rube

lla (MMR). (Mayo Clinic, 2012).

F. Klasifikasi Kejang Demam

1. Kejang demam Sederhana (KDS)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya

akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa geraka

n fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana

merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang demam (Pusponegoro, 2006).

2. Kejang Demam Kompleks (KDK)

Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri keja

ng lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau k
9

ejang umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali dalam 24 j

am. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau keja

ng berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. K

ejang lama terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro,2006).

G. Tanda dan Gejala Klinis

 Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik klonik

bilateral.

 Seringkali kejang berhenti sendiri.

 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.

 Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defi

cit neurologis.

 Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38OC

H. Pemeriksaan Fisik

Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi suhu seb

enarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik lainnya bertu

juan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi intrakranial

meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium darah
10

Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah, glukosa

darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin (The Barba

ra, 2011).

2. Urinalisis

Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus

infeksinya (Guidelines, 2010).

3. Fungsi Lumbal

Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

4. Radiologi

Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana. Dipertim

bangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.

5. Elekroensefalografi (EEG)

Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.

J. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunja

ng. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun

2. Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal


11

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak

menunjukan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

K. Penatalaksanaan

Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:

1. Pengobatan fase akut

Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:

a. Pertahankan jalan napas

b. Lindungi anak dari trauma/cidera

c. Posisikan anak tidur setengah duduk

d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.

2. Mencari dan mengobati penyebab demam

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkin

an meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk m

encari penyebab.

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering berula

ng dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara pengobat

an profilaksi :

1) Profilaksi intermitten pada waktu demam

2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari


12

Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat

badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap

pasien menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula diberika

n secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada w

aktu pasien demam.

Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian

obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menun

jukan ciri sebagai berikut:

a) Kejang lama > 15 menit.

b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi mental,

Hidrosefalus.

c) Kejang fokal.

d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan

 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk fe

nobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selam

a 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 b

ulan.

L. Prognosis

 Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.


13

 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yan

g sebelumnya normal.

 Kemungkinan berulang kejang demam.

 Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko ber

ulangnya kejang demam adalah: riwayat kejang demam dalam keluarga. Usia

kurang lebih 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya kejang s

etelah demam

 Kemungkinan terjadinya epilepsi.

Faktor risiko menjadi epilepsi apabila :

1. Kelainan neorologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pe

rtama

2. Kejang demam yang pertama adalah kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.


14

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesis

a. Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,

tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua,

penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan

kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun

dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang

dari 18 bulan.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami

kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks

biasanya mengalami penurunan kesadaran.

2) Riwayat penyakit sekarang

Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan

anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada

jenis kejang demam yang dialami anak.

c. Riwayat perkembangan anak


15

Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan

keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami

kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).

d. Riwayat imunisasi

Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit

infeksi atau virus seperti virus influenza.

e. Riwayat nutrisi

Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual

dan muntahnya.

f. Pengetahuan keluarga

Pemahaman penyakit dan perawatan

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum biasanya anak rewel

b. TTV

1) Suhu : >38,0⁰C

2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit

Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit

3) Nadi : >100 x/menit

c. BB

Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang

berarti

d. Kepala

Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak


16

e. Mata

Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.

f. Mulut dan lidah

Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor

g. Telinga

Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran

yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.

h. Hidung

Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa

hidung berwarna merah muda.

i. Leher

Terjadi pembesaran kelenjar getah bening

j. Dada

1) Thoraks

a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu

pernapasan

b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama

c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.

2) Jantung

Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung

I: Ictus cordis tidak terlihat

P: Ictus cordis di SIC V teraba


17

P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang

jantung),

SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah

kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea

parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea

parasternalis kanan.

A: BJ II lebih lemah dari BJ I

k. Abdomen

Lemas dan datar, kembung

l. Anus

Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak

m. Ekstermitas :

1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.

2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.

3. Aktivitas kejang

Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang

4. Penilaian tingkat kesadaran

a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,

dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai

GCS: 15-14.

b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.


18

c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,

berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.

d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila

dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi

jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.

e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.

f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,

mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot

Respon Skala

Kekuatan otot tidak ada 0

Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1

Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2

Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3

Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan 4

tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi

Kekuatan otot normal 5


19

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan

sirkulasi otak

2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


20

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen 3320 1. Memastikan jalan

perfusi jaringan serebral keperawatan diharapkan masalah 1. Pertahankan kepatenan nafas tidak terganggu.

berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi jaringan jalan nafas 2. Agar suplay oksigen

gangguan afinitas Hb serebral dapat teratasi dengan 2. Berikan oksigen tambahan terpenuhi

Oksigen, penurunan Hb kriteria hasil: sesuai yang diperintahkan

oksigen, hipervolemia, Status neurologi 0909

hipoventilasi. 1. Kesadaran dari 3 (cukup Manajemen edema serebral

terganggu) menjadi 5 (tidak 2540

terganggu) 1. Monitor adanya 1. Mengkaji keluhan

2. Tekanan intrakranial dari 2 kebingungan, perubahan yang dirasakan

(banyak terganggu) menjadi 5 pikiran, keluhan pusing dan 2. Mengetahui status

(tidak terganggu) pingsan. kardiorespirasi pasien

3. Pola bernafas dari 2 (banyak 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Meminalisir adanya

terganggu) menjadi 5 (tidak 3. Monitor TIK dan CPP tingkatan pada TIK

terganggu) 4. Kurangi stimulus dalam


21

4. Aktivitas kejang dari 3 (sedang) lingkungan pasien dan CPP

menjadi 5 (tidak ada) 5. Berikan anti kejang, sesuai 4. Batasi kunjungan

kebutuhan pada pasien

5. Meminimalkan

adanya pembekuan

dara

2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam 3740

berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 1. Pantau suhu dan tanda- 1. Pemantauan tanda-

dehidrasi, suhu hipertermi dapat teratasi dengan tanda vital lainnya tanda vital dapat

lingkungan tinggi, kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan menentukan

penyakit, peningkatan Termoregulasi 0800 keluaran,sadari perubahan perkembangan

laju metabolisme. 1. Tingkat pernafasan dari 1 kehilangan cairan yang tak keperawatan

(sangat terganggu) menjadi 4 dirasakan selanjutnya.

(sedikit terganggu) 3. Dorong konsumsi cairan 2. Pemantauan asupan

2. Hipertermi dari 1(berat) menjadi 4. Beri obat atau cairan IV dan keluaran untuk

4 (ringan) (antipiretik, agen anti mengetahui

3. Sakit kepala dari 2 (banyak bakteri dan agen anti kebutuhan cairan
22

mengganggu) menjadi 5 (tidak menggigil) yang dibutuhkan

terganggu) 5. Tutup pasien dengan sehingga pemberian

selimut atau pakaian ringan, cairan dapat diberikan

tergantung pada fase secara tepat.

demam (memberikan 3. Kebutuhan cairan

selimut hangat untuk fase meningkat karena

dingin, menyediakan adanya proses

pakaian atau linen tempat penguapan.

tidur ringan untuk demam 4. Antipiretik berfungsi

dan fase bergejolak/flush) untuk menurunkan

6. Fasilitasi istirahat, terapkan panas.

pembatasan aktivitas. 5. Proses hilangnya

7. Pantau komplikasi- panas akan terhalangi

komplikasi yang oleh pakaian tebal dan

berhubungan dengan tidak dapat menyerap

demam serta tanda dan keringat.

gejala kondisi penyebab 6. Aktifitas yang


23

demam (kejang, penurunan berlebihan dapat

tingkat kesadaran,dll) meningkatkan

metabolisme dan

panas.

7. Pemantauan yang

ketat untuk

menghindari

terjadinya kondisi

yang lebih buruk serta

dapat memberikan

intervensi secara

cepat dan tepat.

3. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan 6480

Faktor-faktor risiko : keperawatan diharapkan masalah 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Meminimalisir

Eksternal resiko cidera dapat teratasi dengan aman bagi pasien terjadinya cedera

1. Fisik (contoh : kriteria hasil: 2. Singkirkan benda-benda fisik bagi pasien.

rancangan struktur 1. Mampu menjelaskan cara 2. Meminimalisir


24

dan arahan mencegah injury dari 1 (berat) berbahaya dari lingkungan terjadinya cedera

masyarakat, ke 4 (Ringan) 3. Sediakan tempat tidur dan fisik bagi pasien.

bangunan dan atau 2. Mampu menggunakan fasilitas lingkungan yang bersih 3. Meminimalisir

perlengkapan; mode kesehatan yang ada dari 1 dan nyaman terjadinya cedera

transpor atau cara (sangat terganggu) ke 4( sedikit fisik bagi pasien.

perpindahan; terganggu)

Manusia atau 3. Mampu mengenali perubahan Manajemen Kejang 2680 1. Meminimalisisr rasa

penyedia pelayanan) status kesehatan dari 1 (sangat 1. Longgarkan pakaian tidak nyaman pada

2. Biologikal ( contoh : terganggu) ke 4 (sedikit 2. Balikkan badan klien ke pasien

tingkat imunisasi terganggu) satu sisi 2. Mencegah

dalam masyarakat, 4. Mampu memodifikasi gaya 3. Pandu gerakan klien komplikasi

mikroorganisme) hidup untuk mencegah injury 4. Monitor arah kepala dan dekubitus

3. Kimia (obat- dari 1 (berat) ke 4 (ringan) mata selama kejang 3. Meminimalisisr

obatan:agen farmasi, 5. Tetap di sisi klien selama adanya cedera

alkohol, kafein, kejang 4. Meminimalisir

nikotin, bahan 6. Catat karakteristik kejang resiko cedera saat

pengawet, kosmetik; kejang.


25

nutrien: vitamin, 5. Melakukan

jenis makanan; pengawasan saat

racun; polutan) pasien kejang

4. Internal 6. Mencatat frekuensi

a. Psikolgik kejang

(orientasi afektif)

b. Mal nutrisi

c. Bentuk darah

abnormal, contoh

leukositosis/leuko

penia

d. Perubahan faktor

pembekuan,

e. Trombositopeni

f. Sickle cell

g. Thalassemia,
26

h. Penurunan Hb,

i. Imun-autoimum

tidak berfungsi.

j. Biokimia, fungsi

regulasi (contoh :

tidak

berfungsinya

sensoris)

k. Disfugsi

gabungan

l. Disfungsi efektor

m. Hipoksia jaringan

n. Perkembangan

usia (fisiologik,

psikososial)

5. Fisik (contoh :

kerusakan
27

kulit/tidak utuh,

berhubungan dengan

mobilitas)

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran: Proses Penyakit

berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 5602

Gangguan fungsi kurang pengetahuan dapat teratasi 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui

kognitif, gangguan dengan kriteria hasil: dengan proses penyakit sejauhmana

memori, kurang Pengetahuan:Proses penyakit yang spesifik pengetahuan yang

informasi, kurang 1803 2. Jelaskan patofisiologi dimiliki keluarga dan

sumber pengetahuan, 1. Faktor resiko dari 1 (tidak ada penyakit dan bagaimana kebenaran informasi

kurang minat untuk pengetahuan) menjadi 4 hubungannya dengan yang di dapat.

belajar. (pengetahuan banyak) anatomi fisiologi, sesuai 2. Menambah wawasan

2. Tanda dan gejala penyakit dari kebutuhan keluarga terkait faktor

2 (pengetahuan terbatas) 3. Jelaskan tanda dan gejala yang dapat

menjadi 4 (pengetahuan yang umum dari penyakit, menimbulkan kejang

banyak)
28

3. Proses perjalanan penyakit sesuai kebutuhan demam.

biasanya dari 1 (tidak ada 4. Jelaskan mengenai proses 3. Memberikan

pengetahuan) menjadi 4 penyakit, sesuai kebutuhan informasi kepada

(pengetahuan banyak) 5. Jelaskan komplikasi kronik keluarga terkait gejala

4. Tanda dan gejala komplikasi yang mungkin ada, sesuai yang timbul dari

penyakit dari 1 (tidak ada kebutuhan kejang demam.

pengetahuan) menjadi 4 6. Edukasi mengenai tanda 4. Memberikan

(banyak pengetahuan) gejala yang harus informasi kepada

5. Manfaat manajemen penyakit dilaporkan kepada petugas keluarga sehingga

dari 1 (tidak ada pengetahuan) kesehatan. keluarga bisa

menjadi 4 (banyak 7. Jelaskan alasan dibalik mengambil

pengetahuan) terapi yang sikap/tindakan secara

direkomendasikan tepat.

5. Memberikan

informasi kepada

keluarga apabila

kejang demam tidak


29

segera dilakukan

penanganan.

6. Sebagai upaya

mendidik keluarga

dalam penanganan

terkait kejang demam.

7. Memberikan

informasi kepada

keluarga terkait tujuan

setiap tindakan

perawatan.
30

BAB IV

ANALISA KASUS

I. IDENTITAS DATA

Nama Anak : An S Nama Ayah – Pendidikan: Tn R - SMK

Tempat – tanggal lahir : Jakarta, 13/04/2020 Nama Ibu – Pendidikan : Ny A – SMA

Usia : 2 Th 7 bulan Pekerjaan Ayah : Pegawai Swasta

Agama : Islam Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah tangga

Suku – Bangsa : Indonesia

Alamat rumah – Nomor telpon : Jakarta Selatan

Dx : Demam Kejang

II. KELUHAN UTAMA DIRAWAT

Minggu, tanggal 28 Nov 2022 Pukul 21:33 Pasien datang ke IGD RS MX diantar oleh

keluarga dengan keluhan : Ibu pasien mengatakan pasien panas tinggi sudah 1 hari SMRS,

dirumah sudah diberi parasetamol sirup, panas turun namun setelah 3 jam panas naik lagi, mual

ada, muntah 2x, badan terasa lemas, pasien rewel, sering menangis dan gelisah. Pukul 21:40

Pasien mengalami kejang di IGD lama ± 2 menit, pasien diberikan obat stesolid 10 mg supp,

dumin 250 mg supp.


31

III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

(Riwayat Kehamilan dan Kelahiran dilakukan hanya pada anak-anak dengan kasus kebutuhan

khusus, pada neonatus dan bayi)

A. Prenatal : Rutin kontrol ke dokter kandungan, USG tiap trimester, selama hamil pernah

demam 1 kali, dengan suhu puncak 38 derajat Celsius,

B. Intranatal : Persalinan ditolong oleh bidan, secara normal

C. Postnatal : Rutin kontrol ke bidan psaca melahirkan

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU

A. Penyakit yang pernah diderita waktu kecil : Tidak ada

B. Pernah di rawat di Rumah sakit : Belum

C. Obat-obatan yang digunakan : Tidak ada

D. Tindakan operasi : Tidak

E. Alergi : Tidak ada

F. Imunisasi : BCG, Polia, DPT, Campak, MMR, Hepatitis B ( Vaksin Lengkap)


32

V. RIWAYAT SOSIAL

A. Yang mengasuh : Ibu

B. Hubungan dengan anggota keluarga : Hubungan dengan anggota keluarga yang lain cukupbaik

C. Hubungan dengan teman sebaya : Baik

D. Pembawaan secara umum : Baik

E. Lingkungan rumah : Pasien tinggal dilingkungan yang bersih dan sehat

VI. KEBUTUHAN DASAR SEBELUM SAKIT

A. Makan

1. Makanan yang disukai/tidak disukai : Ayam goreng

2. Pola makan / jam makan : Makan pagi, makan siang dan makan sore

B. Tidur

1. Lama tidur siang : 3 Jam

2. Lama tidur malam : 10 Jam

3. Kebiasaan sebelum tidur : Menonton TV

C. Personal hygiene

1. Mandi : 2 x Sehari

2. Mencuci rambut : 2 x Seminggu

3. Menggosok gigi : 2 x Sehari


33

D. Eliminasi

1. BAB – karakteristik feses : 2-3 x Sehari, Lunak berbentuk

2. BAK – Karakteristik urine : 5 - 7 x Sehari, Urine kuning jernih

E. Aktivitas bermain – jenis permainan : menonton youtube anak-anak

VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

A. Diagnosis Medis : Kejang demam

B. Tindakan operasi : Tidak

C. Status nutrisi : Pasien kurang nafsu makan, makan pagi 3 suap, makan siang ½ porsi tidak

habis, makan sore 1/2 porsi tidak habis

D. Status cairan : Infus Kaen 1 B 1700 ml/24 jam. Setiap kali sehabis makan pasien minum air

putih 100 ml

E. Obat-obatan : - Stesolid 10 mg supp (supp) KP

- Dumin 250 mg supp (supp) KP

- Tempra sirup 3 x I cth

- Infus KAEN 1B 1700 ml/24 jam

- Starxon 1 x 700 mg iv

- PCT 150 mg iv jika S>38,5 C

E. Aktivitas : Mobilitas pergerakan aktif ditempat tidur, ADL dibantu secara menyeluruh
34

F. Tindakan keperawatan

Kompres hangat, TTV, kepatenan oksigenasi,

G. Hasil pemeriksaan penunjang – laboraturium

Hb: 13,2 Ht:36 Eritrosit: 4,8 Leukosit: 15,9 Neutrofil: 7,3 Limfosit: 2,8 Trombosit: 312

LED: 13* CRP: 2,70 Dengue NS1: Nonreaktif

Thorax Foto: Tidak tampak kelainan dikedua lapang paru dan jantung

Kesan : Jantung dan paru dalam batas normal

H. Data tambahan : Ibu mengatakan sebelumnya anak pernah kejang saat demam di usia 1 tahun.

Kejang 2x dalam 3 hari. Ibu mengatakan, dulu saat kecil ayahnya juga pernah kejang saat

demam

VIII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

B. TB/BB (persentile) : TB: 90 cm BB: 14 kg

C. Lingkar kepala : 50 cm

D. Mata : Tidak anemis

E. Hidung : Tidak ada polip

F. Mulut : Tidak ada peradangan

G. Telinga : Bersih serumen sedikit


35

H. Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk

I. Dada : Simetris

J. Jantung : Tidak ada kelainan

K. Paru-Paru : Suara nafas mengi

L. Perut : Supple tidak tegang tidak ada tahanan

M. Punggung : Tidak ada kelainan

N. Genitelia : Bersih

O. Ekstremitas : Kedua ekstremitas tangan dan kaki dapat digerakan tanpa ada

kelainan

P. Kulit : Turgor kulit baik, akral hangat

Q. Tanda-tanda Vital : HR:168 x/mnt, S: 38,1 C, RR: 42 x/mnt, SPO2: 98 % dengan

pemberian O2 binasal 2 lpm

IX. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN

(Gunakan Format DDST untuk anak usia ≤ 6 tahun)

A. Personalsosial…: Pasien mampu bersosialisasi berteman dengan teman seusia nya di

lingkungan rumah
36

B. Motorik halus : Pasien mampu menggerakan bola mata, menggerakan tangan secara

bersamaan, Pasien mampu menulis dikertas kosong nama pasien sendiri.

C. Motorik kasar: Pasien mampu berdiri diatas 1 kaki, naik tangga

D. Bahasa & kognitif: Pasien mampu memanggil mamah

X. DAMPAK HOSPITALISASI

Pasien tampak sedih dan menangis ketika akan ditinggal pulang oleh ayahnya

XI. RESUME HASIL PENGKAJIAN (RIWAYAT MASUK HINGGA SAAT INI)

Pasien masuk RS MX melalui IGD pada tanggal 28 Nov 2022 Pukul 21:33 Pasien datang

ke IGD RS MX diantar oleh keluarga dengan keluhan : Ibu pasien mengatakan pasien panas

tinggi sudah 1 hari SMRS, dirumah sudah diberi parasetamol sirup panas turun namun setelah 3

jam panas naik lagi, mual ada, muntah 2x, badan terasa lemas, pasien rewel, sering menangis

dan gelisah. Pukul 21:40 Pasien mengalami kejang diIGD lama ± 2 menit, pasien diberikan obat

stesolid 10 mg supp, dumin 250 mg supp.

Pasien dilakukan pengkajian dan observasi TTV, HR: 185 x/mnt, S: 40,1 C, RR:42x/mnt,

SPO2: 98 %. Pasien diberi oksigen secara binasal 3 lpm, dilakukan pemasangan infus dan

pengambilan darah, infus diberikan cairan KAEN 1B 500 ml + kcl 25 meq/8 jam, dilakukan

pengambilan sample darah dan PCR swab untuk rawat inap Kemudian pasien dilakukan thorax

foto. PCR swab hasil negatif. Pasien dirawat di ruang perawatan anak kamar 7109.Selama

perawatan teraphy yang diberikan :

- Stesolid 10 mg supp (supp) KP


37

- Dumin 250 mg supp (supp) KP

- Infus KAEN 1B 1700 ml/24 jam

- Starxon 1 x 700 mg IV

- PCT 150 mg IV jika S>38,5 C


38

DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif

 Ibu Pasien mengatakan demam tinggi  Terpasang ivfd Kaen Ib

sudah 1 hari ini pada anaknya 1700ml/24jam

 Ibu Pasien mengatakan badannya  Nadi=185x/i

anaknyalemas  Pernafasan=42x/i

 Ibu Pasien mengatakan anaknya mual  Suhu=40.1

muntah sudah 2x  SPO2=98%

 Ibu pasien mengatakan anaknya  Ro thorax dan PCR swab=negative

rewel dan ,menangis dan gelisah  Stesolid 10mg supp

 Ibu pasien mengatakan anaknya


Hb: 13,2 Ht:36 Eritrosit: 4,8
kejang di ugd selama 2 menit dan
Leukosit: 15,9 Neutrofil: 7,3
diberikan obat penenang lewat anus
Limfosit: 2,8 Trombosit: 312

LED: 13* CRP: 2,70 Dengue

NS1: Nonreaktif

 BB=14kg

 Mukosa bibir kering

 Gelisah dan rewwel

 Mata cekung

 Susah tidur
39

Analisa Data

NO DATA MASALAH ETIOLOGI

1 Hipertermih Peningakatan suhu

tubuh,peningkatan
 Ibu Pasien mengatakan
metabolisme
demam tinggi sudah 1
basa,dan
hari ini pada anaknya
peningkatan
 Ibu Pasien mengatakan
kebutuhan oksigen
badannya anaknya lemas

 Ibu Pasien mengatakan

anaknya mual muntah


Perubahan
sudah 2x
keseimbangan dari
 Ibu pasien mengatakan
membrane sel
anaknya rewel
neuron terjadi difusi
dan ,menangis dan
dari ion kalium
gelisah

 Ibu pasien mengatakan

anaknya kejang di ugd Neurotransmitter yg

selama 2 menit dan membantu meluas

diberikan obat penenang sel keseluruh sel ke

lewat anus membrane sel


40

 Terpasang ivfd Kaen Ib Ketidakseimbangan Hipertermih

1700ml/24jam nutrisi kurang dari

 Nadi=185x/i kebutuhan tubbuh.


Kejang demam
 Pernafasan=42x/i

 Suhu=40.1

 SPO2=98%
Peningkatan
 Ro thorax dan PCR
timbunan asam
swab=negative
laktat
 Stesolid 10mg supp

Hb: 13,2 Ht:36 Eritrosit:

4,8 Leukosit: 15,9 Peningkatan asam

Neutrofil: 7,3 Limfosit: lambung

2,8 Trombosit: 312 Mual muntah

LED: 13* CRP: 2,70 berlebihan

Dengue NS1: Nonreaktif

BB=14kg Gangguan

pemenuhan nutrisi

Masalah Keperawatan sesuai prioritas

1.Hipertermi

2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.gangguan pola nafas tidak efektif

4.anxiety

5.
41

dst
Diagnosa Keperwatan Tujuan
No Nic Noc
DS dan DO Kriteria Hasil
42

1 Diharapakan Hipertermi  Lakukan kompres

setelah dilakukan hangat


 Ibu Pasien
asuhan
mengatakan  Kaji skala nyeri
keperawatan
demam tinggi
 Pantau ttv sekali 15
selama 1x24 jam
sudah 1 hari ini
menit
diharapan
pada anaknya
demamnya teratasi  Berikan posisi semi
 Ibu Pasien
fowler
mengatakan Dengan criteria

badannya hasil:  Anjurkan anakbanyak

anaknyalemas makan dan minum


 Ttv dalam
 Ibu pasien
batas  Motivasi anak banyak
mengatakan
normal makan dan minum
anaknya rewel
 Anak  Kaji kejang pada
dan ,menangis
kembali anak
dan gelisah
ceriah dan
 Ibu Pasien  Berikan 02 jika perlu
gembirah
mengatakan
 Pantau intake ouput
anaknya mual  Anak dapat
pada anak
muntah sudah 2x berinteraks

 Ibu pasien i dengan  Berikan analgetik jika

mengatakan baik perlu

anaknya kejang seperti  Berikan obat suposs


di ugd selama 2 semula jika perlu
menit dan

diberikan obat

penenang lewat  Kaji mual dan

anus muntah yg keluar

 Terpasang ivfd
43

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi

pada anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama (leb

ih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga m

enjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Demam, umur, genetik, riw

ayat prenatal dan perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.

Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang b

erlangsung secara singkat kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu

24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks merupakan kejang yang berlangsun

g lebih dari 15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang d

emam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat yang me

ngurangi mekanisme menghambat aksi potensial dan meningkatkan transmisi sin

aps eksitatorik. Tanda gejala yang mungkin muncul seperti peningkatan suhu tub

uh mendadak hingga ≥ 38oC. pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu

laboratorium darah, urinalisis, fungsi lumbal, radiologi, EEG dan penatalaksanaa

n medis berupa mencari dan mengobati demam terlebih dahulu dan memberikan

pengobatan profilaksis terhadap kejang yang berulang.

Selanjutnya untuk asuhan keperawatan perlu dilakukan dengan melakukan p

roses keperawatan dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evalu

asi. Pegkajian yang dilakukan merupakan pengkajian secara komperehensif. Dia

gnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan


44

serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak, hipertermia berhubunga

n dengan peningkatan laju metabolisme, resiko cidera berhubungan dengan gang

guan sensasi, dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

B. Saran

Anak yang mengalami kejang demam perlu mendapat perhatian lebih dan pe

natalaksanaan yang tepat. Oleh sebab itu, peran orang tua sangat penting dalam

mengetahui kondisi anak, apakah memiliki tanda gejala, faktor risiko, dan kemun

gkinan kekambuhan. Mematuhi peraturan penggunaan obat dari dokter dan jadw

al kontrol juga sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA
45

Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian

eplilepsi di Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta

Aziz, H. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, edisi 2. Jakarta: Salemba

Medika

Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika .

Harjaningrum, A. 2011. Smart Patient: Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas.

Jakarta: PT. Linggar Pena Kreativa.

Jones, T., & Jacobsen, S. T. 2007. Childhood Febrile Seizures: Overview and

Implication. Int J Med Sci.

Mohammadi, M. 2010. Febrile Seizures: Four Steps Alogarithmic Clinical

Approch.Irania Journal of Pediatric, volume 20 (No1), page 5-15

http://journals.tums.ac.ir

Munir Badrul. 2015, Neurologi Dasar. Cetakan pertama, Universitas Brawijaya Malang,

Sagung Seto. Jakarta

Riandita, A. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Deman Dengan

Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Media Medika Muda

Rahayu, S. 2015. Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengatahuan

Tentang Pengelolaan Kejabg Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita.

Politeknik Kesehatan Surakarta


46
47

Anda mungkin juga menyukai