Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP

SESAK

Oleh

dr. Febry Zufany Al Faridzi

Pendamping

dr. Agung Nugroho

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS BADEGAN

2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan

karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat,

dan para pengikutnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada

Puskesmas Badegan, yaitu dr. Agung Nugroho yang memberikan bimbingan dalam menempuh

program internsip ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul

“Sesak”. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam

penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Tugas laporan kasus ini dibuat agar menjadi tambahan wawasan pengetahuan bagi

pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Kritik

dan saran untuk penyempurnaan semoga dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita

semua. Amin.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Ponorogo, Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................................ 3

2.1 Identitas Pasien ............................................................................................... 3

2.2 Anamnesis ....................................................................................................... 3

2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................... 5

2.4 Diagnosis ........................................................................................................ 7

2.7 Tatalaksana ...................................................................................................... 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8

3.1 Definisi............................................................................................................ 8

3.2 Etiologi............................................................................................................ 8

3.3 Epidemiologi................................................................................................... 9

ii
3.4 Patofisiologi .................................................................................................... 9

3.5 Diagnosa Banding ........................................................................................... 11

3.5.1 Anamnesis ............................................................................................. 11

3.5.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 13

3.6 Kriteria Diagnosis ........................................................................................... 15

3.7 Terapi .............................................................................................................. 18

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................ 22

BAB V PENUTUP....................................................................................................... 24

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Patofisiologi Asma ................................................................................... 10

Gambar 3.2 Diagnosis Banding Sesak ......................................................................... 14

Gambar 3.3 Alur Diagnosis Asma ............................................................................... 17

Gambar 3.4 Terapi Asma ............................................................................................. 20

Gambar 3.5 Alur Terapi Serangan Asma ..................................................................... 21

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gejala Asma ................................................................................................. 16

Tabel 3.2 Derajat Asma Berdasarkan Serangan ........................................................... 17

Tabel 3.3 Derajat Asma Berdasarkan Kekerapan......................................................... 18

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronik yang cenderung menetap sebagai

kondisi seumur hidup, dengan derajat keparahan yang berbeda sepanjang hidup pasien asma.

Asma sering mulai timbul pada masa kanak-kanak, meskipun juga dapat berkembang pada

orang dewasa, dan mempengaruhi orang-orang dari segala usia (Kemenkes, 2020). Asma dapat

dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Gejala asma yang berulang

sering menyebabkan sulit tidur, kelelahan di siang hari, berkurangnya aktivitas dan

produktivitas (Nunes et al, 2017). Saat ini banyak riset yang menunjukkan bahwa asma adalah

kelainan multifaktorial yang kompleks dan etiologinya dikaitkan dengan interaksi antara

kerentanan genetik, faktor penjamu, dan paparan lingkungan. Faktor lingkungan (alergen di

dalam dan di luar ruangan, makanan, obat-obatan, bahan yang mengiritasi, ekspresi emosi

berlebih, asap rokok, polusi di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, perubahan

cuaca), faktor penjamu (obesitas, faktor nutrisi, infeksi, sensitisasi alergi), dan faktor genetik

(Shyamali et al, 2019).

Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang adalah untuk meraih pengendalian gejala

yang baik, mengurangi angka mortalitas terkait asma, eksaserbasi, keterbatasan saluran napas

yang bersifat persisten, dan efek samping obat. Pengendalian asma yang baik juga dapat

menghemat biaya terkait penatalaksaan asma, seperti kunjungan ke unit gawat darurat, rawat

inap di rumah sakit, pengobatan, sumber daya manusia, pemeriksaan penunjang, dan biaya lain

seperti transportasi atau asistensi perawatan sehari-hari (Nunes et al, 2017).

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah:

1. Bagaimana definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis banding, kriteria

diagnosis, dan terapi pasien asma?

2. Apa saja yang perlu dipikirkan ketika pasien datang dengan keluhan sesak?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pada laporan kasus ini adalah:

1. Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis banding, kriteria

diagnosis, dan terapi pasien asma.

2. Mengetahui poin-poin yang perlu diperhatikan ketika pasien datang dengan keluhan

sesak.

3. Memnuhi tugas program dokter internsip periode puskesmas.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

No. RM : 29860

Tanggal Lahir : 24 Mei 1995 (28 tahun)

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Alamat : Keden 3/1, Watubonang, Badegan, Ponorogo

Pemeriksaan : 13 Maret 2024

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang bersama keluarga ke UGD Puskesmas Badegan pada tanggal 13 Maret 2024
pukul 18.50 dengan keluhan sesak sejak tadi pagi dan memberat sejak 2 jam yang lalu. Pasien
merasakan sesak tiba-tiba. Kalau terlalu lelah atau ketika musim dingin pasien mengaku
terkadang sesak. Pasien merasakan batuk ringan namun tidak pilek. Pasien saat ini merasakan
demam. Saat ini ketika berbicara berupa penggalan kalimat. Pasien mengatakan terakhir sesak
2 bulan yang lalu, karena terlalu capek ditambah dengan cuaca dingin.

3
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat TB paru : disangkal

Riwayat asma : ada

Riwayat jantung : disangkal

Riwayat HT : disangkal

Riwayat dispepsia : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat TB paru : disangkal

Riwayat jantung : disangkal

Riwayat HT : disangkal

Riwayat alergi : ayah sesak kalau terlalu lelah atau cuaca dingin

Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat : (-)

Riwayat alergi makanan : (-)

Riwayat alergi suhu dingin : (+) sesak

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya pasien terakhir kambuh 2 bulan yang lalu, berobat di puskesmas dan di nebul,
keluhan membaik.

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok atau keluarga merokok: suami merokok

Riwayat alkohol : disangkal

4
Riwayat olahraga : jalan-jalan pagi tetapi jarang

Riwayat Gizi

Pasien makan dua-tiga kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk-pauk, dan sayur-mayur.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: pasien tampak lebih nyaman duduk

GCS : 456

Tekanan darah: 150/80 mmHg

Nadi : 98 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu aksila : 37,3 ℃

SpO2 : 95% room air

BB : 78 kg

TB : 170 cm

BMI : 27 (overweight)

Kepala-Leher

Bentuk normocephali, pucat (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), nafas cuping
hidung (-/-), bibir sianosis (-/-)

Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi supraclavikula (+/+)

Cor

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

5
Palpasi: ictus cordis ICS V midclavicular line sinistra

Perkusi:

batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : ICS V Midclavicular Line Sinistra

batas kanan bawah : ICS IV Linea Para Sternalis Dextra

Auskultasi:

Bunyi jantung I–II regular, murmur (-)

Pulmo

Inspeksi: Simetris

Palpasi: Stem fremitus simetris kanan & kiri.

Perkusi: Sonor pada semua lapang paru.

Auskultasi: Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-)

Wheezing: - +

+ +

+ -

Abdomen

Inspeksi: Tidak ditemukan adanya kelainan

Palpasi: Soefl (+), Nyeri tekan (-), hepatomegali (-)

Perkusi: Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normal

6
Ekstremitas

akral hangat (+), CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)

2.4 Diagnosis

Diagnosis kerja: Asma bronkial serangan sedang pada asma intermitten

Diagnosis banding:

Pneumonia

PPOK

Tuberkulosis

GERD

2.5 Tatalaksana

Farmakologi:

- Oksigen nasal canul 2 lpm


- Nebulisasi combiven
- Metilprednisolon 4 mg 3x1
- Salbutamol 2 mg 3x2 PRN sesak
- Guaifenesin 100 mg 3x1
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Observasi 30 menit

Non-farmakologi:

- Menghindari kehujanan
- Memakai selimut dan minyak kayu putih ketika sore-malam hari
- Memperbaiki pola tidur dan mengurangi konsumsi garam
- Menjaga lingkungan keluarga dari rokok
- KIE terkait terapi

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Asma merupakan penyakit kronis pada saluran pernafasan yang ditandai dengan
peradangan dan penyempitan saluran pernafasan. Asma ditandai dengan gejala mengi, sesak
napas, dada sesak dan/atau batuk yang bervariasi, dan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang
bervariasi. Asma memiliki tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari mengi yang sangat
ringan dan kadang-kadang hingga penutupan saluran napas akut yang mengancam jiwa.
Biasanya muncul pada masa kanak-kanak dan berhubungan dengan ciri-ciri atopi lainnya,
seperti eksim dan demam (Hashmi, 2023; GINA 2022).

Gejala dan keterbatasan aliran udara bervariasi seiring waktu dan intensitasnya. Variasi
ini sering kali dipicu oleh faktor-faktor seperti olahraga, paparan alergen atau iritan, perubahan
cuaca, atau infeksi virus saluran pernapasan. Gejala dan keterbatasan aliran udara dapat hilang
secara spontan atau respons terhadap pengobatan. Pasien dapat mengalami serangan asma
secara episodik (eksaserbasi) yang mungkin mengancam jiwa dan menimbulkan beban yang
signifikan bagi pasien (GINA 2022).

3.2 Etiologi

Etiologi keseluruhannya rumit dan masih belum sepenuhnya dipahami. Namun,


disepakati bahwa penyakit ini merupakan patologi multifaktorial, yang dipengaruhi oleh
genetika dan paparan lingkungan (Hashmi, 2023)

Faktor-faktor yang diketahui berhubungan dengan asma adalah kecenderungan genetik,


khususnya riwayat atopi pribadi atau keluarga (kecenderungan terhadap alergi, biasanya
terlihat sebagai eksim, demam, dan asma). Pemicu asma antara lain lingkungan (misalnya
tungau debu rumah; alergen hewan, terutama kucing dan anjing; alergen kecoa; dan jamur),
infeksi virus saluran pernapasan, Olahraga (hiperventilasi), sinusitis kronis atau rinitis,
penggunaan penghambat reseptor beta-adrenergik (termasuk sediaan mata), Pencemaran
lingkungan (asap tembakau), paparan pekerjaan, iritan (misalnya semprotan rumah tangga,
asap cat), berbagai senyawa dengan berat molekul tinggi dan rendah (misalnya, serangga,

8
tumbuhan, lateks, gusi, diisosianat, anhidrida, debu kayu, dan fluks; berhubungan dengan asma
akibat kerja), faktor perinatal (prematuritas dan peningkatan usia ibu; ibu yang merokok dan
paparan asap tembakau sebelum melahirkan; menyusui belum terbukti memberikan efek
protektif; Hashmi, 2023; Morris, 2023).

3.3 Epidemiologi

Menurut GINA (2022), asma menyerang 1-18% populasi di berbagai negara.


Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020, Asma merupakan salah satu jenis
penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat Indonesia, hingga akhir tahun 2020,
jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5% dari total jumlah penduduk Indonesia atau
sebanyak 12 juta lebih. Asma terjadi pada perempuan sebanyak 2,5% dan laki-laki sebanyak
2,3%. Prevalensi asma berdasarkan diagnosis dokter lebih banyak terjadi di perkotaan (2,6%)
daripada di pedesaan (2,1%; GINA 2022; Kemenkes, 2020).

Asma adalah penyakit umum yang menyerang sekitar 15% hingga 20% orang di negara
maju dan sekitar 2% hingga 4% di negara kurang berkembang. Hal ini jauh lebih umum terjadi
pada anak-anak. Hingga 40% anak-anak akan mengalami mengi pada suatu saat, yang jika
dapat disembuhkan dengan agonis beta-2, disebut asma, terlepas dari tes fungsi paru-paru (Yii,
2019).

3.4 Patofisiologi

Expert Panel Report 3 (EPR-3) tahun 2020 dari National Asthma Education and
Prevention Program (NAEPP) mencatat beberapa perubahan penting dalam pemahaman
patofisiologi asma: (NAEPP, 2020)

• Peran penting peradangan telah dibuktikan lebih lanjut, namun bukti-bukti yang
muncul menunjukkan variabilitas yang cukup besar dalam pola peradangan, sehingga
menunjukkan perbedaan fenotipik yang dapat mempengaruhi respon pengobatan.
• Dari faktor lingkungan, reaksi alergi tetap penting. Bukti juga menunjukkan peran
penting dan meluasnya infeksi virus pernapasan dalam proses ini

9
• Timbulnya asma pada sebagian besar pasien dimulai pada awal kehidupan, dengan pola
persistensi penyakit yang ditentukan oleh faktor risiko awal yang dapat dikenali,
termasuk penyakit atopik, mengi berulang, dan riwayat asma pada orang tua.
• Pengobatan asma saat ini dengan terapi anti inflamasi tampaknya tidak mencegah
perkembangan keparahan penyakit yang mendasarinya.

Mekanisme inflamasi pada asma dapat bersifat akut, subakut, atau kronis, dan adanya
edema saluran napas dan sekresi mukus juga berkontribusi terhadap obstruksi aliran udara dan
reaktivitas bronkus. Terdapat berbagai derajat infiltrasi sel mononuklear dan eosinofil,
hipersekresi mukus, deskuamasi epitel, hiperplasia otot polos, dan remodeling saluran napas.
(Han, 2020; Morris, 2023)

Gambar 3.1 Patofisiologi Asma (Han, 2020)

Beberapa sel utama yang diidentifikasi pada peradangan saluran napas meliputi sel
mast, eosinofil, sel epitel, makrofag, dan limfosit T teraktivasi. Limfosit T berperan penting
dalam regulasi inflamasi saluran napas melalui pelepasan berbagai sitokin. Sel-sel penyusun
saluran napas lainnya, seperti fibroblas, sel endotel, dan sel epitel, berkontribusi terhadap
kroniknya penyakit ini. Faktor lain, seperti molekul adhesi (misalnya selektin, integrin), sangat
penting dalam mengarahkan perubahan inflamasi pada saluran napas. Terakhir, mediator yang
berasal dari sel mempengaruhi tonus otot polos dan menghasilkan perubahan struktural serta
remodeling saluran napas (Gambar 3.1; Han, 2020; Morris, 2023).

10
Adanya hiperresponsif saluran napas atau hiperreaktivitas bronkus pada asma
merupakan respons berlebihan terhadap berbagai rangsangan eksogen dan endogen.
Mekanisme yang terlibat meliputi stimulasi langsung pada otot polos saluran napas dan
stimulasi tidak langsung oleh zat aktif farmakologis dari sel yang mensekresi mediator seperti
sel mast atau neuron sensorik yang tidak bermyelin. Derajat hiperresponsif saluran napas
umumnya berkorelasi dengan tingkat keparahan klinis asma (Han, 2020; Morris, 2023).

Peradangan kronis pada saluran napas dikaitkan dengan peningkatan hiperresponsif


bronkus, yang menyebabkan bronkospasme dan gejala khas berupa mengi, sesak napas, dan
batuk setelah terpapar alergen, iritan lingkungan, virus, udara dingin, atau olahraga. Pada
beberapa pasien dengan asma kronis, keterbatasan aliran udara mungkin hanya bersifat
reversibel sebagian karena remodeling saluran napas (hipertrofi dan hiperplasia otot polos,
angiogenesis, dan fibrosis subepitel) yang terjadi pada penyakit kronis yang tidak diobati (Han,
2020; Morris, 2023).

Peradangan saluran napas pada asma mungkin menunjukkan hilangnya keseimbangan


normal antara dua populasi limfosit Th yang “berlawanan”. Dua jenis limfosit Th telah
dikarakterisasi: Th1 dan Th2. Sel Th1 menghasilkan interleukin (IL)-2 dan IFN-α, yang penting
dalam mekanisme pertahanan seluler sebagai respons terhadap infeksi. Sebaliknya, Th2
menghasilkan serangkaian sitokin (IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-13) yang dapat memediasi
peradangan alergi. Sebuah studi oleh Gauvreau dkk menemukan bahwa IL-13 berperan dalam
respons saluran napas akibat alergen (Gauvreau, 2011; Han, 2020).

3.5 Diagnosa Banding

Sesak atau dispnea adalah gejala yang timbul dari interaksi kompleks antara penyakit
dan keadaan fisiologis dan umumnya ditemui di layanan kesehatan primer. Penyakit ini
dianggap kronis jika terjadi lebih dari satu bulan. Penyebab paling mungkin dari dispnea adalah
kondisi penyakit yang melibatkan sistem jantung atau paru seperti asma, penyakit paru
obstruktif kronik, gagal jantung, pneumonia, dan penyakit arteri koroner (Budhwar, 2020).

3.5.1 Anamnesis

Anamnesis yang komprehensif sangat penting untuk memulai pemeriksaan yang efektif
pada pasien dispnea. Dokter keluarga harus mempertimbangkan durasi gejala untuk
menentukan kronisitasnya, termasuk fluktuasi gejala, keterbatasan fungsional yang

11
diakibatkannya, faktor yang memperburuk, faktor pereda, riwayat medis dan pembedahan,
riwayat sosial, riwayat pekerjaan, usia, riwayat penggunaan tembakau, dan penggunaan obat-
obatan (Budhwar, 2020).

Penyakit parenkim paru, seperti fibrosis interstisial dan sarkoidosis, biasanya memiliki
perjalanan penyakit yang lambat dan progresif dengan sesak yang memburuk dan gangguan
seiring berjalannya waktu. Gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mempengaruhi
saluran pernafasan, termasuk asma, bronkitis kronis, atau bronkiektasis, dapat bertambah dan
berkurang seiring dengan peningkatan batuk dan produksi dahak selama kambuh (Budhwar,
2020).

Sensasi dispnea postural atau nokturnal yang mengindikasikan peradangan saluran


napas bagian atas mungkin disebabkan oleh sinusitis kronis atau GERD (Budhwar, 2020).

Pada pasien dengan penyakit jantung, riwayat gejala yang konsisten dengan gagal
jantung (misalnya dispnea saat aktivitas, ortopnea, mengi, sensasi penuh di kuadran kanan atas
perut, edema ekstremitas bawah atau anasarka, paroxysmal nocturnal dyspnea) harus diketahui
(Budhwar, 2020).

Tingginya insiden kecemasan dan depresi terjadi pada pasien dengan penyakit jantung-
paru kronis, yang dapat menyebabkan gejala dispnea pasien menjadi tidak proporsional. Tidak
adanya perburukan dispnea akibat olahraga harus segera mempertimbangkan penyebab
fungsional, seperti gangguan kecemasan (Budhwar, 2020).

Penyebab dispnea iatrogenik harus dipertimbangkan, terutama dengan penambahan


rejimen pengobatan pasien baru-baru ini. Misalnya, penggunaan beta-blocker dapat
memperburuk asma, penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid telah terbukti menyebabkan
bronkokonstriksi dan retensi cairan, dan penggunaan metotreksat dengan dosis berapa pun
telah dikaitkan dengan pneumonitis interstisial. Agen imunosupresif, kemoterapi, dan terapi
radiasi dapat menyebabkan dispnea melalui berbagai jalur, mulai dari kerusakan parenkim
langsung hingga dispnea sekunder akibat anemia. Asbes, dan baru-baru ini paparan arsenik,
diketahui menyebabkan penyakit paru-paru interstitial dan keganasan (Berliner, 2016; Parvez,
2013; Budhwar, 2020).

Riwayat merokok, termasuk paparan orang lain (paparan terhadap asap tembakau
lingkungan minimal 10 batang rokok per hari), secara signifikan meningkatkan risiko
terjadinya dispnea (Budhwar, 2020).

12
Penting untuk menanyakan tentang penggunaan herbal untuk menghindari potensi efek
samping. Misalnya, produk yang mengandung ephedra dapat meningkatkan tekanan darah;
bahan lain seperti St. John's wort, ginseng, hawthorn, danshen, dan teh hijau dapat mengganggu
pengobatan gagal jantung, sehingga memperburuk kondisi yang mendasarinya (Budhwar,
2020).

3.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan tinjauan tanda-tanda vital (denyut jantung,
tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan berat badan) diikuti dengan pemeriksaan sistem
tubuh terkait berdasarkan diagnosis yang dicurigai, termasuk saluran hidung dan sinus,
orofaring, leher, dada, paru-paru, jantung, perut, ekstremitas, dan kulit (Budhwar, 2020).

Pulsus paradoxus (penurunan tekanan darah sistolik > 10 mm Hg selama fase inspirasi)
dikaitkan dengan PPOK berat, asma, efusi pleura bilateral besar, emboli paru, dan tamponade
jantung subakut (Van Dam, 2018; Budhwar, 2020).

Pemeriksaan leher dapat menunjukkan adanya pergeseran trakea, adenopati, distensi


vena jugularis, atau pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan kongesti jaringan atau efek
massa sehingga menimbulkan sensasi dispnea (Budhwar, 2020).

Sianosis, mengi, berkurangnya bunyi napas, dan bunyi jantung jauh konsisten dengan
diagnosis PPOK, begitu pula penggunaan otot bantu pernapasan, dada seperti barel, dan
penurunan bunyi napas saat bernapas dengan bibir mengerucut (Budhwar, 2020).

Refleks hepatojugular positif, hepatomegali, asites, dan distensi vena jugularis


menunjukkan gagal jantung sebagai penyebab utamanya. Irama auskultasi yang tidak teratur
dapat mengindikasikan aritmia penyebab dispnea kronis (Budhwar, 2020).

Pemeriksaan muskuloskeletal untuk mencari indikasi penyakit dinding dada, seperti


kyphoscoliosis parah, pectus excavatum, atau ankylosing spondylitis, dapat mengidentifikasi
elemen restriksi yang menyebabkan dispnea (Budhwar, 2020).

13
Gambar 3.2 Diagnosis Banding Sesak (Wahls, 2019)

14
Berkurangnya ekskursi dinding dada, perkusi tumpul, penurunan fremitus taktil,
egofoni, dan gesekan gesekan pleura merupakan tanda-tanda efusi pleura; pucat pada kulit dan
kuku dapat dilihat pada anemia kronis (Budhwar, 2020).

Clubbing finger harus segera dilakukan evaluasi untuk menyingkirkan kemungkinan


kanker paru-paru, abses paru-paru, bronkiektasis, atau fibrosis paru idiopatik (Budhwar, 2020).

3.6 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis asma ditegakkan berdasarkan (PDPI, 2021):

1. Anamnesis
Gejala utamanya adalah sesak napas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat
episodik dan bervariasi. Pasien dapat juga mangeluhkan rinitis atau atopi lainnya.
Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain:
- Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada orang
dewasa
- Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
- Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
- Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen, perubahan
cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat
2. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan normal sampai ditemukannya tanda obstruksi, seperti ekspirasi
memanjang, mengi yang terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada asma
berat, hiperinflasi (sela iga melebar, dada cembung, hipersonor dan suara napas
melemah).
3. Pemeriksaan Penunjang
- Foto toraks normal/hiperinflasi
- Arus puncak ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow (PEF): menurun, dengan
pemberian bronkodilator meningkat ≥ 20%
- Spirometri: VEP1/KVP < 75%, dengan pemberian bronkodilator meningkat ≥ 12% dan
200 ml.

15
Tabel 3.1 Gejala Asma (GINA, 2022)
1. HISTORY OF VARIABLE RESPIRATORY SYMPTOMS
Feature Symptoms or features that support the diagnosis of asthma
Wheeze, shortness of breath, • More than one type of respiratory symptom (in adults, isolated cough is seldom
chest tightness and cough due to asthma)
(Descriptors may vary between • Symptoms occur variably over time and vary in intensity
cultures and by age) • Symptoms are often worse at night or on waking
• Symptoms are often triggered by exercise, laughter, allergens, cold air
• Symptoms often appear or worsen with viral infections

2. CONFIRMED VARIABLE EXPIRATORY AIRFLOW LIMITATION


Feature Considerations, definitions, criteria
2.1 Documented* expiratory At a time when FEV1 is reduced, confirm that FEV1/FVC is reduced compared with
airflow limitation the lower limit of normal (it is usually >0.75–0.80 in adults, >0.90 in children17)

AND
2.2 Documented* excessive The greater the variations, or the more occasions excess variation is seen, the more
variability in lung function* confident the diagnosis. If initially negative, tests can be repeated during symptoms
(one or more of the following): or in the early morning.

• Positive bronchodilator (BD) Adults: increase in FEV1 of >12% and >200 mL (greater confidence if increase is
responsiveness (reversibility) >15% and >400 mL). Children: increase in FEV1 of >12% predicted
test Measure change 10–15 minutes after 200–400 mcg salbutamol (albuterol) or
equivalent, compared with pre-BD readings. Positive test more likely if BD withheld
before test: SABA ≥4 hours, twice-daily LABA 24 hours, once-daily LABA 36 hours

• Excessive variability in twice- Adults: average daily diurnal PEF variability >10%*
daily PEF over 2 weeks Children: average daily diurnal PEF variability >13%*

• Significant increase in lung Adults: increase in FEV1 by >12% and >200 mL (or PEF† by >20%) from baseline
function after 4 weeks of after 4 weeks of treatment, outside respiratory infections
anti-inflammatory treatment

• Positive exercise challenge test Adults: fall in FEV1 of >10% and >200 mL from baseline
Children: fall in FEV1 of >12% predicted, or PEF >15%

• Positive bronchial challenge test Fall in FEV1 from baseline of ≥20% with standard doses of methacholine, or ≥15%
(usually only for adults) with standardized hyperventilation, hypertonic saline or mannitol challenge

• Excessive variation in lung Adults: variation in FEV1 of >12% and >200 mL between visits, outside of respiratory
function between visits (good infections
specificity but poor sensitivity) Children: variation in FEV1 of >12% in FEV1 or >15% in PEF† between visits (may
include respiratory infections)

16
Gambar 3.3 Alur Diagnosis Asma (GINA, 2022)

Tabel 3.2 Derajat Asma Berdasarkan Serangan (GINA, 2022)


Parameter Ringan Sedang Berat Status
Asmatikus
Sesak Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Bisa berbaring Duduk Tripod position
Bicara Kalimat Penggalan Kata
kalimat
Kesadaran Compos mentis Compos mentis Compos mentis Delirium
Sianosis Tidak ada Tidak ada Bisa ada Ada
Wheezing Akhir ekspirasi Inspirasi dan Nyaring tanpa Silent chest
dengan ekspirasi stetoskop
stetoskop dengan
stetoskop
Otot bantu Tidak ada Ada Ada Paradoksal
torako-
nafas
abdominal
RR < 20 x/menit 20-30 x/menit > 30 x/menit 6-10 x/menit

17
Tabel 3.3 Derajat Asma Berdasarkan Kekerapan (PDPI, 2021)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
Intermiten • Gejala ≤ 2x/bulan • VEP1 ≥80% nilai
(Bulanan) <1x/minggu prediksi
• Tanpa gejala diluar • APE ≥80% nilai
serangan terbaik
• Serangan singkat • Variabiliti APE
<20%
Persisten Ringan • Gejala > 2x/bulan • VEP1 ≥80% nilai
(Mingguan) >1x/minggu, tetapi prediksi
<1x/hari • APE ≥80% nilai
• Serangan terbaik
mengganggu • Variabiliti APE
aktivitas dan tidur 20-30%
Persisten Sedang • Gejala setiap hari > 1x/minggu • VEP1 60-80%
(Harian) • Serangan nilai prediksi
mengganggu • APE 60-80% nilai
aktivitas dan tidur terbaik
• Membutuhkan • Variabiliti APE
bronkodilator >30%
setiap hari
Persisten Berat • Gejala terus Sering • VEP1 ≤60% nilai
(Kontinyu) menerus prediksi
• Sering kambuh • APE ≤60% nilai
• Aktivitas fisik terbaik
terbatas • Variabiliti APE
>30%

3.7 Terapi

Tujuan jangka panjang penatalaksanaan asma dari sudut pandang klinis adalah (GINA,
2022):

• Untuk mencapai pengendalian gejala yang baik dan mempertahankan tingkat aktivitas
normal
• Untuk meminimalkan risiko kematian terkait asma, eksaserbasi, keterbatasan aliran
udara persisten, dan efek samping.

Penting juga untuk mengetahui tujuan pasien mengenai asmanya, karena tujuan
tersebut mungkin berbeda dari tujuan medis. Tujuan bersama dalam pengelolaan asma dapat
dicapai dengan berbagai cara, dengan mempertimbangkan perbedaan sistem layanan
kesehatan, ketersediaan obat, serta preferensi budaya dan pribadi. Penatalaksanaan asma yang
efektif memerlukan pengembangan kemitraan antara penderita asma (atau orang tua/pengasuh)
18
dan penyedia layanan kesehatan. Hal ini harus memungkinkan penderita asma memperoleh
pengetahuan, kepercayaan diri, dan keterampilan untuk mengambil peran utama dalam
penatalaksanaan asma mereka. Komunikasi yang baik oleh penyedia layanan kesehatan sangat
penting sebagai dasar untuk meningkatkan kepuasan pasien, hasil kesehatan yang lebih baik,
dan mengurangi penggunaan sumber daya layanan kesehatan (GINA, 2022).

Pilihan farmakologis untuk pengobatan asma jangka panjang terbagi dalam tiga
kategori utama berikut (GINA, 2022):

• Obat pengontrol (Controller): obat ini mengandung Inhaled Corticosteroids (ICS) dan
digunakan untuk mengurangi peradangan saluran napas, mengontrol gejala, dan
mengurangi risiko eksaserbasi dan penurunan fungsi paru terkait. Pada pasien dengan
asma ringan, pengobatan controller dapat diberikan sesuai kebutuhan. ICS-formoterol
diminum saat gejala muncul dan sebelum olahraga. Selain ICS, obat-obatan yang dapat
digunakan sebagai controller adalah kortikosteroid sistemik, Long-acting β2-agonist
(LABA), sodium kromoglikat, Long-Acting Muscarinic Antagonists (LAMA),
ketotifen, teofilin sistained release.
• Obat pereda (Reliever): obat ini diberikan kepada semua pasien untuk meredakan asma
memburuk atau eksaserbasi. Obat ini juga direkomendasikan untuk pencegahan jangka
pendek Exercise-Induced Bronchoconstriction (EIB). Obat reliever dibagi menjadi
ICS-formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan atau short-acting β2-agonist (SABA)
sesuai kebutuhan. Penggunaan SABA yang berlebihan meningkatkan risiko eksaserbasi
asma. Mengurangi dan idealnya menghilangkan kebutuhan akan obat reliever SABA
merupakan tujuan penting dalam manajemen asma dan ukuran keberhasilan
pengobatan asma. Selain ICS-formoterol dan SABA, obat-obatan yang dapat
digunakan sebagai reliever adalah Short-acting Muscarinic Antagonist (SAMA) dan
teofilin short acting.
• Terapi tambahan untuk pasien dengan asma berat: terapi tambahan ini dapat
dipertimbangkan jika pasien mengalami gejala terus-menerus dan/atau eksaserbasi
meskipun pengobatan telah dioptimalkan dengan obat controller dosis tinggi. Serta
pengobatan terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Pengobatan utama untuk orang dewasa dan remaja terdapat pada (Gambar 3.4). Pilihan
untuk pengobatan ditampilkan menjadi dua “track” pengobatan, dengan perbedaan utama
adalah obat reliever dimana ICS-formoterol dosis rendah di Track-1, dan SABA sesuai

19
kebutuhan di Track-2. Pengobatan serangan asma terdapat dalam (Gambar 3.5) dengan
layanan kesehatan primer (GINA, 2022).

Gambar 3.4 Terapi Asma (GINA, 2022)

20
Gambar 3.5 Alur Terapi Serangan Asma (GINA, 2022)

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny. S datang sore hari dengan keluhan sesak sejak tadi pagi dan memberat
sekitar 2 jam yang lalu. Pasien berbicara penggalan kalimat. Saat ini pasien juga merasakan
demam dan batuk ringan. Riwayat 2 bulan yang lalu sesak karena lelah dan cuaca dingin
membaik dengan nebul di puskesmas. Riwayat ayah pasien juga memiliki sesak ketika lelah
dan cuaca dingin. Pasien merupakan perokok pasif. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak lebih nyaman duduk, Tekanan darah pasien tinggi (150/80 mmHg). Namun, pasien
mengaku tekanan darah terakhit diukur seingatnya adalah 120-an dan diastole lupa.
Respiratory Rate meningkat (24x/menit), suhu meningkat (37,3 ℃), SpO2 turun (95%), dan
status gizi overweight. Didapatkan retraksi supraklavikula dan wheezing inspirasi dan ekspirasi
di kedua lapang paru. Anamnesis dan pemeriksaan fisik disesuaikan dengan guideline GINA
dan PDPI yang mengarahkan pasien pada diagnosis asma serangan sedang dengan kekerapan
intermiten (GINA, 2022; PDPI 2021).

PPOK memiliki gejala yang hampir mirip dengan asma. Namun, dari anamnesis yang
cenderung mengarah pada riwayat atopi, perkusi paru yang mengarah lebih ke sonor, tidak ada
barrel chest membuat PPOK dapat disingkirkan. TB-paru bisa disingkirkan karena pasien tidak
memiliki riwayat batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, keringat ketika malam hari, penurunan berat
badan, dan lingkungan keluarga pasien tidak ada riwayat TB. Pneumonia dapat disingkirkan
karena pasien kurang merasa batuk dan demam yang kurang dirasakan. Selain itu, tidak
didapatkan ronki halus di auskultasi paru. GERD dapat disingkirkan karena pasien tidak
mengeluhkan mulut pahit, tidak nyeri epigastrium, dan tidak mual atau muntah (Budhwar,
2020; Kemenkes, 2020).

Adanya gangguan terkait jantung dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki
irama jantung yang irreguler, ronki kasar di basal paru, sesak yang memberat ketika aktivitas,
nyeri dadak, ampek, sensasi penuh di kuadran kanan atas perut, edema ekstremitas bawah atau
anasarka, refleks hepatojugular, hepatomegali, dan tidak distensi vena jugularis (Budhwar,
2020).

Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien adalah oksigen, nebulisasi combiven
(sebagai terapi reliever), metilprednisolon (sebagai controller), salbutamol (sebagai controller

22
di rumah). Guaifenesin dan paracetamol diberikan terapi sesuai keluhan pasien yaitu batuk
ringan dan demam. Terapi yang dianjurkan GINA untuk serangan asma sedang yaitu
oksigenasi, SABA, dan prednisolon dengan dosis 40 mg. Pada pasien, sudah diberikan
oksigenasi dan combiven yang isinya adalah salbutamol (SABA) dan ipratropium bromida
(SAMA). Namun, pasien tidak diberikan prednisone dosis 40 mg karena ketersediaan yang
tidak ada dan dirasa dengan adanya kombinasi SABA dan SAMA yang diberikan melalui
inhalasi kepada pasien akan meredakan gejala pasien (GINA, 2022).

Selain terapi farmakologi, terapi non-farmakologi juga memberikan peranan penting


untuk terapi keseluruhan asma. Hindari asap rokok karena pada paparan asap rokok
meningkatkan risiko rawat inap dan kontrol asma yang buruk. Bagi penderita asma, seperti
halnya masyarakat umum, aktivitas fisik menengah secara teratur memiliki manfaat kesehatan
yang penting termasuk mengurangi risiko kardiovaskular dan meningkatkan kualitas hidup.
Menghindari pemakaian beta-bloker dan aspirin, karena obat-obatan ini dapat memicu asma.
Studi epidemiologi melaporkan bahwa pola makan tinggi buah dan sayur dikaitkan dengan
peningkatan pengendalian asma dan penurunan risiko eksaserbasi. Dalam beberapa penelitian,
penurunan berat badan telah meningkatkan kontrol asma, fungsi paru-paru, serta mengurangi
kebutuhan pengobatan pada pasien asma yang obesitas. Cuaca dan kondisi atmosfer tertentu
seperti badai petir dapat memicu eksaserbasi asma melalui berbagai mekanisme, termasuk debu
dan polusi, dengan meningkatkan tingkat alergen yang dapat terhirup, dan menyebabkan
perubahan suhu dan/atau kelembapan. Jika memungkinkan, selama kondisi lingkungan yang
kurang baik (cuaca sangat dingin, kelembapan rendah, atau polusi udara tinggi) mungkin
sebaiknya menghindari aktivitas fisik berat di luar ruangan dan tetap berada di dalam rumah
dan untuk menghindari lingkungan yang tercemar selama infeksi virus (GINA, 2022).

23
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Seorang pasien datang dengan keluhan sesak, bicara penggalan kalimat, demam, batuk
ringan, riwayat sesak 2 bulan yang lalu karena cuaca dingin dan mereda setelah di nebul di
puskesmas. Riwayat keluarga memiliki keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
tampak pasien lebih nyaman duduk, takipnea, demam, SpO2 turun, gizi overweight, retraksi
supraklavikula, wheezing ekspirasi dan inspirasi. Keluhan ini mengarahkan pasien ke diagnosis
asma serangan sedang dengan kekerapan intermitten yang sesuai dengan teori.

Terapi yang diberikan ketika serangan asma adalah oksigen dan nebulisasi combiven.
Sebagai controller, diberikan metilprednisolon dan salbutamol. Selain itu, pasien juga
diberikan paracetamol dan guaifenesin untuk gejala yang menyertai. Semua intervensi sesuai
dilakukan berdasarkan teori. Namun, tidak diberikan prednison dosis tinggi ketika serangan
karena menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada.

24
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M., Moussa, M., & Akel, H. (2023). Type I Hypersensitivity Reaction. In StatPearls.
StatPearls Publishing.

Berliner D, Schneider N, Welte T, et al. The differential diagnosis of dyspnea. Dtsch Arztebl
Int. 2016;113(49):834-845.

Budhwar, N., & Syed, Z. (2020). Chronic Dyspnea: Diagnosis and Evaluation. American
family physician, 101(9), 542–548.

Expert Panel Working Group of the National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)
administered and coordinated National Asthma Education and Prevention Program
Coordinating Committee (NAEPPCC), Cloutier, M. M., Baptist, A. P., Blake, K. V.,
Brooks, E. G., Bryant-Stephens, T., DiMango, E., Dixon, A. E., Elward, K. S., Hartert,
T., Krishnan, J. A., Lemanske, R. F., Jr, Ouellette, D. R., Pace, W. D., Schatz, M.,
Skolnik, N. S., Stout, J. W., Teach, S. J., Umscheid, C. A., & Walsh, C. G. (2020). 2020
Focused Updates to the Asthma Management Guidelines: A Report from the National
Asthma Education and Prevention Program Coordinating Committee Expert Panel
Working Group. The Journal of allergy and clinical immunology, 146(6), 1217–1270.
https://doi.org/10.1016/j.jaci.2020.10.003

Gauvreau GM, Boulet LP, Cockcroft DW, et al. Effects of Interleukin-13 Blockade on Allergen-
induced Airway Responses in Mild Atopic Asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2011
Apr 15. 183(8):1007-14

GINA. 2022. GLOBAL STRATEGY FOR ASTHMA MANAGEMENT AND PREVENTION.


Available from: www.ginasthma.org

Han X, Krempski JW, Nadeau K. Advances and novel developments in mechanisms of allergic
inflammation. Allergy. 2020 Dec. 75 (12):3100-3111.

Hashmi MF, Tariq M, Cataletto ME. Asthma. [Updated 2023 Aug 8]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430901/

Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

25
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Tata Laksana TB 2020. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran. Jakarta.

Morris, M.J., Pearson, D.J. 2023. Asthma. Medscape. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#a1

Nunes C, Almeida MM dan Pereira AM. 2017. Asthma Costs and Social Impact. Asthma Res.
Pract.

Parvez F, Chen Y, Yunus M, et al. Arsenic impairs lung function: findings from the Health
Effects of Arsenic Longitudinal Study. Am J Respir Crit Care Med. 2013;188(7):813-
819.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di


Indonesia. Jakarta: PDPI; 2021.

Shyamali CD, Perret JL dan Custovic A. 2019. Epidemiology of Asthma in Children and
Adults. Front Pediatr. Hal.246.

Van Dam MN, Fitzgerald BM. Pulsus Paradoxus. Updated October 27, 2018. StatPearls
Publishing; 2018

Wahls SA. Causes and evaluation of chronic dyspnea. Am Fam Physician. 2012;86(2):173-
182. Accessed November 25, 2019.

Yii AC, Soh AZ, Chee CBE, Wang YT, Yuan JM, Koh WP. Asthma, Sinonasal Disease, and the
Risk of Active Tuberculosis. J Allergy Clin Immunol Pract. 2019 Feb;7(2):641-648.e1.
[PMC free article] [PubMed] [Reference list]

26

Anda mungkin juga menyukai