DOKTER INTERNSIP
SESAK
Oleh
Pendamping
PUSKESMAS BADEGAN
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat,
dan para pengikutnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada
Puskesmas Badegan, yaitu dr. Agung Nugroho yang memberikan bimbingan dalam menempuh
program internsip ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Sesak”. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam
Tugas laporan kasus ini dibuat agar menjadi tambahan wawasan pengetahuan bagi
pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Kritik
dan saran untuk penyempurnaan semoga dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita
semua. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
3.1 Definisi............................................................................................................ 8
3.2 Etiologi............................................................................................................ 8
3.3 Epidemiologi................................................................................................... 9
ii
3.4 Patofisiologi .................................................................................................... 9
BAB V PENUTUP....................................................................................................... 24
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronik yang cenderung menetap sebagai
kondisi seumur hidup, dengan derajat keparahan yang berbeda sepanjang hidup pasien asma.
Asma sering mulai timbul pada masa kanak-kanak, meskipun juga dapat berkembang pada
orang dewasa, dan mempengaruhi orang-orang dari segala usia (Kemenkes, 2020). Asma dapat
dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Gejala asma yang berulang
sering menyebabkan sulit tidur, kelelahan di siang hari, berkurangnya aktivitas dan
produktivitas (Nunes et al, 2017). Saat ini banyak riset yang menunjukkan bahwa asma adalah
kelainan multifaktorial yang kompleks dan etiologinya dikaitkan dengan interaksi antara
kerentanan genetik, faktor penjamu, dan paparan lingkungan. Faktor lingkungan (alergen di
dalam dan di luar ruangan, makanan, obat-obatan, bahan yang mengiritasi, ekspresi emosi
berlebih, asap rokok, polusi di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, perubahan
cuaca), faktor penjamu (obesitas, faktor nutrisi, infeksi, sensitisasi alergi), dan faktor genetik
Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang adalah untuk meraih pengendalian gejala
yang baik, mengurangi angka mortalitas terkait asma, eksaserbasi, keterbatasan saluran napas
yang bersifat persisten, dan efek samping obat. Pengendalian asma yang baik juga dapat
menghemat biaya terkait penatalaksaan asma, seperti kunjungan ke unit gawat darurat, rawat
inap di rumah sakit, pengobatan, sumber daya manusia, pemeriksaan penunjang, dan biaya lain
1
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa saja yang perlu dipikirkan ketika pasien datang dengan keluhan sesak?
1.3 Tujuan
2. Mengetahui poin-poin yang perlu diperhatikan ketika pasien datang dengan keluhan
sesak.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
No. RM : 29860
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak
Pasien datang bersama keluarga ke UGD Puskesmas Badegan pada tanggal 13 Maret 2024
pukul 18.50 dengan keluhan sesak sejak tadi pagi dan memberat sejak 2 jam yang lalu. Pasien
merasakan sesak tiba-tiba. Kalau terlalu lelah atau ketika musim dingin pasien mengaku
terkadang sesak. Pasien merasakan batuk ringan namun tidak pilek. Pasien saat ini merasakan
demam. Saat ini ketika berbicara berupa penggalan kalimat. Pasien mengatakan terakhir sesak
2 bulan yang lalu, karena terlalu capek ditambah dengan cuaca dingin.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT : disangkal
Riwayat HT : disangkal
Riwayat alergi : ayah sesak kalau terlalu lelah atau cuaca dingin
Riwayat Alergi
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien terakhir kambuh 2 bulan yang lalu, berobat di puskesmas dan di nebul,
keluhan membaik.
Riwayat Kebiasaan
4
Riwayat olahraga : jalan-jalan pagi tetapi jarang
Riwayat Gizi
Pasien makan dua-tiga kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk-pauk, dan sayur-mayur.
GCS : 456
Nadi : 98 x/menit
RR : 24 x/menit
BB : 78 kg
TB : 170 cm
BMI : 27 (overweight)
Kepala-Leher
Bentuk normocephali, pucat (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), nafas cuping
hidung (-/-), bibir sianosis (-/-)
Thoraks
Cor
5
Palpasi: ictus cordis ICS V midclavicular line sinistra
Perkusi:
Auskultasi:
Pulmo
Inspeksi: Simetris
Wheezing: - +
+ +
+ -
Abdomen
Perkusi: Timpani
6
Ekstremitas
akral hangat (+), CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)
2.4 Diagnosis
Diagnosis banding:
Pneumonia
PPOK
Tuberkulosis
GERD
2.5 Tatalaksana
Farmakologi:
Non-farmakologi:
- Menghindari kehujanan
- Memakai selimut dan minyak kayu putih ketika sore-malam hari
- Memperbaiki pola tidur dan mengurangi konsumsi garam
- Menjaga lingkungan keluarga dari rokok
- KIE terkait terapi
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Asma merupakan penyakit kronis pada saluran pernafasan yang ditandai dengan
peradangan dan penyempitan saluran pernafasan. Asma ditandai dengan gejala mengi, sesak
napas, dada sesak dan/atau batuk yang bervariasi, dan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang
bervariasi. Asma memiliki tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari mengi yang sangat
ringan dan kadang-kadang hingga penutupan saluran napas akut yang mengancam jiwa.
Biasanya muncul pada masa kanak-kanak dan berhubungan dengan ciri-ciri atopi lainnya,
seperti eksim dan demam (Hashmi, 2023; GINA 2022).
Gejala dan keterbatasan aliran udara bervariasi seiring waktu dan intensitasnya. Variasi
ini sering kali dipicu oleh faktor-faktor seperti olahraga, paparan alergen atau iritan, perubahan
cuaca, atau infeksi virus saluran pernapasan. Gejala dan keterbatasan aliran udara dapat hilang
secara spontan atau respons terhadap pengobatan. Pasien dapat mengalami serangan asma
secara episodik (eksaserbasi) yang mungkin mengancam jiwa dan menimbulkan beban yang
signifikan bagi pasien (GINA 2022).
3.2 Etiologi
8
tumbuhan, lateks, gusi, diisosianat, anhidrida, debu kayu, dan fluks; berhubungan dengan asma
akibat kerja), faktor perinatal (prematuritas dan peningkatan usia ibu; ibu yang merokok dan
paparan asap tembakau sebelum melahirkan; menyusui belum terbukti memberikan efek
protektif; Hashmi, 2023; Morris, 2023).
3.3 Epidemiologi
Asma adalah penyakit umum yang menyerang sekitar 15% hingga 20% orang di negara
maju dan sekitar 2% hingga 4% di negara kurang berkembang. Hal ini jauh lebih umum terjadi
pada anak-anak. Hingga 40% anak-anak akan mengalami mengi pada suatu saat, yang jika
dapat disembuhkan dengan agonis beta-2, disebut asma, terlepas dari tes fungsi paru-paru (Yii,
2019).
3.4 Patofisiologi
Expert Panel Report 3 (EPR-3) tahun 2020 dari National Asthma Education and
Prevention Program (NAEPP) mencatat beberapa perubahan penting dalam pemahaman
patofisiologi asma: (NAEPP, 2020)
• Peran penting peradangan telah dibuktikan lebih lanjut, namun bukti-bukti yang
muncul menunjukkan variabilitas yang cukup besar dalam pola peradangan, sehingga
menunjukkan perbedaan fenotipik yang dapat mempengaruhi respon pengobatan.
• Dari faktor lingkungan, reaksi alergi tetap penting. Bukti juga menunjukkan peran
penting dan meluasnya infeksi virus pernapasan dalam proses ini
9
• Timbulnya asma pada sebagian besar pasien dimulai pada awal kehidupan, dengan pola
persistensi penyakit yang ditentukan oleh faktor risiko awal yang dapat dikenali,
termasuk penyakit atopik, mengi berulang, dan riwayat asma pada orang tua.
• Pengobatan asma saat ini dengan terapi anti inflamasi tampaknya tidak mencegah
perkembangan keparahan penyakit yang mendasarinya.
Mekanisme inflamasi pada asma dapat bersifat akut, subakut, atau kronis, dan adanya
edema saluran napas dan sekresi mukus juga berkontribusi terhadap obstruksi aliran udara dan
reaktivitas bronkus. Terdapat berbagai derajat infiltrasi sel mononuklear dan eosinofil,
hipersekresi mukus, deskuamasi epitel, hiperplasia otot polos, dan remodeling saluran napas.
(Han, 2020; Morris, 2023)
Beberapa sel utama yang diidentifikasi pada peradangan saluran napas meliputi sel
mast, eosinofil, sel epitel, makrofag, dan limfosit T teraktivasi. Limfosit T berperan penting
dalam regulasi inflamasi saluran napas melalui pelepasan berbagai sitokin. Sel-sel penyusun
saluran napas lainnya, seperti fibroblas, sel endotel, dan sel epitel, berkontribusi terhadap
kroniknya penyakit ini. Faktor lain, seperti molekul adhesi (misalnya selektin, integrin), sangat
penting dalam mengarahkan perubahan inflamasi pada saluran napas. Terakhir, mediator yang
berasal dari sel mempengaruhi tonus otot polos dan menghasilkan perubahan struktural serta
remodeling saluran napas (Gambar 3.1; Han, 2020; Morris, 2023).
10
Adanya hiperresponsif saluran napas atau hiperreaktivitas bronkus pada asma
merupakan respons berlebihan terhadap berbagai rangsangan eksogen dan endogen.
Mekanisme yang terlibat meliputi stimulasi langsung pada otot polos saluran napas dan
stimulasi tidak langsung oleh zat aktif farmakologis dari sel yang mensekresi mediator seperti
sel mast atau neuron sensorik yang tidak bermyelin. Derajat hiperresponsif saluran napas
umumnya berkorelasi dengan tingkat keparahan klinis asma (Han, 2020; Morris, 2023).
Sesak atau dispnea adalah gejala yang timbul dari interaksi kompleks antara penyakit
dan keadaan fisiologis dan umumnya ditemui di layanan kesehatan primer. Penyakit ini
dianggap kronis jika terjadi lebih dari satu bulan. Penyebab paling mungkin dari dispnea adalah
kondisi penyakit yang melibatkan sistem jantung atau paru seperti asma, penyakit paru
obstruktif kronik, gagal jantung, pneumonia, dan penyakit arteri koroner (Budhwar, 2020).
3.5.1 Anamnesis
Anamnesis yang komprehensif sangat penting untuk memulai pemeriksaan yang efektif
pada pasien dispnea. Dokter keluarga harus mempertimbangkan durasi gejala untuk
menentukan kronisitasnya, termasuk fluktuasi gejala, keterbatasan fungsional yang
11
diakibatkannya, faktor yang memperburuk, faktor pereda, riwayat medis dan pembedahan,
riwayat sosial, riwayat pekerjaan, usia, riwayat penggunaan tembakau, dan penggunaan obat-
obatan (Budhwar, 2020).
Penyakit parenkim paru, seperti fibrosis interstisial dan sarkoidosis, biasanya memiliki
perjalanan penyakit yang lambat dan progresif dengan sesak yang memburuk dan gangguan
seiring berjalannya waktu. Gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mempengaruhi
saluran pernafasan, termasuk asma, bronkitis kronis, atau bronkiektasis, dapat bertambah dan
berkurang seiring dengan peningkatan batuk dan produksi dahak selama kambuh (Budhwar,
2020).
Pada pasien dengan penyakit jantung, riwayat gejala yang konsisten dengan gagal
jantung (misalnya dispnea saat aktivitas, ortopnea, mengi, sensasi penuh di kuadran kanan atas
perut, edema ekstremitas bawah atau anasarka, paroxysmal nocturnal dyspnea) harus diketahui
(Budhwar, 2020).
Tingginya insiden kecemasan dan depresi terjadi pada pasien dengan penyakit jantung-
paru kronis, yang dapat menyebabkan gejala dispnea pasien menjadi tidak proporsional. Tidak
adanya perburukan dispnea akibat olahraga harus segera mempertimbangkan penyebab
fungsional, seperti gangguan kecemasan (Budhwar, 2020).
Riwayat merokok, termasuk paparan orang lain (paparan terhadap asap tembakau
lingkungan minimal 10 batang rokok per hari), secara signifikan meningkatkan risiko
terjadinya dispnea (Budhwar, 2020).
12
Penting untuk menanyakan tentang penggunaan herbal untuk menghindari potensi efek
samping. Misalnya, produk yang mengandung ephedra dapat meningkatkan tekanan darah;
bahan lain seperti St. John's wort, ginseng, hawthorn, danshen, dan teh hijau dapat mengganggu
pengobatan gagal jantung, sehingga memperburuk kondisi yang mendasarinya (Budhwar,
2020).
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan tinjauan tanda-tanda vital (denyut jantung,
tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan berat badan) diikuti dengan pemeriksaan sistem
tubuh terkait berdasarkan diagnosis yang dicurigai, termasuk saluran hidung dan sinus,
orofaring, leher, dada, paru-paru, jantung, perut, ekstremitas, dan kulit (Budhwar, 2020).
Pulsus paradoxus (penurunan tekanan darah sistolik > 10 mm Hg selama fase inspirasi)
dikaitkan dengan PPOK berat, asma, efusi pleura bilateral besar, emboli paru, dan tamponade
jantung subakut (Van Dam, 2018; Budhwar, 2020).
Sianosis, mengi, berkurangnya bunyi napas, dan bunyi jantung jauh konsisten dengan
diagnosis PPOK, begitu pula penggunaan otot bantu pernapasan, dada seperti barel, dan
penurunan bunyi napas saat bernapas dengan bibir mengerucut (Budhwar, 2020).
13
Gambar 3.2 Diagnosis Banding Sesak (Wahls, 2019)
14
Berkurangnya ekskursi dinding dada, perkusi tumpul, penurunan fremitus taktil,
egofoni, dan gesekan gesekan pleura merupakan tanda-tanda efusi pleura; pucat pada kulit dan
kuku dapat dilihat pada anemia kronis (Budhwar, 2020).
1. Anamnesis
Gejala utamanya adalah sesak napas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat
episodik dan bervariasi. Pasien dapat juga mangeluhkan rinitis atau atopi lainnya.
Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain:
- Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada orang
dewasa
- Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
- Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
- Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen, perubahan
cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat
2. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan normal sampai ditemukannya tanda obstruksi, seperti ekspirasi
memanjang, mengi yang terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar pada asma
berat, hiperinflasi (sela iga melebar, dada cembung, hipersonor dan suara napas
melemah).
3. Pemeriksaan Penunjang
- Foto toraks normal/hiperinflasi
- Arus puncak ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow (PEF): menurun, dengan
pemberian bronkodilator meningkat ≥ 20%
- Spirometri: VEP1/KVP < 75%, dengan pemberian bronkodilator meningkat ≥ 12% dan
200 ml.
15
Tabel 3.1 Gejala Asma (GINA, 2022)
1. HISTORY OF VARIABLE RESPIRATORY SYMPTOMS
Feature Symptoms or features that support the diagnosis of asthma
Wheeze, shortness of breath, • More than one type of respiratory symptom (in adults, isolated cough is seldom
chest tightness and cough due to asthma)
(Descriptors may vary between • Symptoms occur variably over time and vary in intensity
cultures and by age) • Symptoms are often worse at night or on waking
• Symptoms are often triggered by exercise, laughter, allergens, cold air
• Symptoms often appear or worsen with viral infections
AND
2.2 Documented* excessive The greater the variations, or the more occasions excess variation is seen, the more
variability in lung function* confident the diagnosis. If initially negative, tests can be repeated during symptoms
(one or more of the following): or in the early morning.
• Positive bronchodilator (BD) Adults: increase in FEV1 of >12% and >200 mL (greater confidence if increase is
responsiveness (reversibility) >15% and >400 mL). Children: increase in FEV1 of >12% predicted
test Measure change 10–15 minutes after 200–400 mcg salbutamol (albuterol) or
equivalent, compared with pre-BD readings. Positive test more likely if BD withheld
before test: SABA ≥4 hours, twice-daily LABA 24 hours, once-daily LABA 36 hours
• Excessive variability in twice- Adults: average daily diurnal PEF variability >10%*
daily PEF over 2 weeks Children: average daily diurnal PEF variability >13%*
• Significant increase in lung Adults: increase in FEV1 by >12% and >200 mL (or PEF† by >20%) from baseline
function after 4 weeks of after 4 weeks of treatment, outside respiratory infections
anti-inflammatory treatment
• Positive exercise challenge test Adults: fall in FEV1 of >10% and >200 mL from baseline
Children: fall in FEV1 of >12% predicted, or PEF >15%
• Positive bronchial challenge test Fall in FEV1 from baseline of ≥20% with standard doses of methacholine, or ≥15%
(usually only for adults) with standardized hyperventilation, hypertonic saline or mannitol challenge
• Excessive variation in lung Adults: variation in FEV1 of >12% and >200 mL between visits, outside of respiratory
function between visits (good infections
specificity but poor sensitivity) Children: variation in FEV1 of >12% in FEV1 or >15% in PEF† between visits (may
include respiratory infections)
16
Gambar 3.3 Alur Diagnosis Asma (GINA, 2022)
17
Tabel 3.3 Derajat Asma Berdasarkan Kekerapan (PDPI, 2021)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
Intermiten • Gejala ≤ 2x/bulan • VEP1 ≥80% nilai
(Bulanan) <1x/minggu prediksi
• Tanpa gejala diluar • APE ≥80% nilai
serangan terbaik
• Serangan singkat • Variabiliti APE
<20%
Persisten Ringan • Gejala > 2x/bulan • VEP1 ≥80% nilai
(Mingguan) >1x/minggu, tetapi prediksi
<1x/hari • APE ≥80% nilai
• Serangan terbaik
mengganggu • Variabiliti APE
aktivitas dan tidur 20-30%
Persisten Sedang • Gejala setiap hari > 1x/minggu • VEP1 60-80%
(Harian) • Serangan nilai prediksi
mengganggu • APE 60-80% nilai
aktivitas dan tidur terbaik
• Membutuhkan • Variabiliti APE
bronkodilator >30%
setiap hari
Persisten Berat • Gejala terus Sering • VEP1 ≤60% nilai
(Kontinyu) menerus prediksi
• Sering kambuh • APE ≤60% nilai
• Aktivitas fisik terbaik
terbatas • Variabiliti APE
>30%
3.7 Terapi
Tujuan jangka panjang penatalaksanaan asma dari sudut pandang klinis adalah (GINA,
2022):
• Untuk mencapai pengendalian gejala yang baik dan mempertahankan tingkat aktivitas
normal
• Untuk meminimalkan risiko kematian terkait asma, eksaserbasi, keterbatasan aliran
udara persisten, dan efek samping.
Penting juga untuk mengetahui tujuan pasien mengenai asmanya, karena tujuan
tersebut mungkin berbeda dari tujuan medis. Tujuan bersama dalam pengelolaan asma dapat
dicapai dengan berbagai cara, dengan mempertimbangkan perbedaan sistem layanan
kesehatan, ketersediaan obat, serta preferensi budaya dan pribadi. Penatalaksanaan asma yang
efektif memerlukan pengembangan kemitraan antara penderita asma (atau orang tua/pengasuh)
18
dan penyedia layanan kesehatan. Hal ini harus memungkinkan penderita asma memperoleh
pengetahuan, kepercayaan diri, dan keterampilan untuk mengambil peran utama dalam
penatalaksanaan asma mereka. Komunikasi yang baik oleh penyedia layanan kesehatan sangat
penting sebagai dasar untuk meningkatkan kepuasan pasien, hasil kesehatan yang lebih baik,
dan mengurangi penggunaan sumber daya layanan kesehatan (GINA, 2022).
Pilihan farmakologis untuk pengobatan asma jangka panjang terbagi dalam tiga
kategori utama berikut (GINA, 2022):
• Obat pengontrol (Controller): obat ini mengandung Inhaled Corticosteroids (ICS) dan
digunakan untuk mengurangi peradangan saluran napas, mengontrol gejala, dan
mengurangi risiko eksaserbasi dan penurunan fungsi paru terkait. Pada pasien dengan
asma ringan, pengobatan controller dapat diberikan sesuai kebutuhan. ICS-formoterol
diminum saat gejala muncul dan sebelum olahraga. Selain ICS, obat-obatan yang dapat
digunakan sebagai controller adalah kortikosteroid sistemik, Long-acting β2-agonist
(LABA), sodium kromoglikat, Long-Acting Muscarinic Antagonists (LAMA),
ketotifen, teofilin sistained release.
• Obat pereda (Reliever): obat ini diberikan kepada semua pasien untuk meredakan asma
memburuk atau eksaserbasi. Obat ini juga direkomendasikan untuk pencegahan jangka
pendek Exercise-Induced Bronchoconstriction (EIB). Obat reliever dibagi menjadi
ICS-formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan atau short-acting β2-agonist (SABA)
sesuai kebutuhan. Penggunaan SABA yang berlebihan meningkatkan risiko eksaserbasi
asma. Mengurangi dan idealnya menghilangkan kebutuhan akan obat reliever SABA
merupakan tujuan penting dalam manajemen asma dan ukuran keberhasilan
pengobatan asma. Selain ICS-formoterol dan SABA, obat-obatan yang dapat
digunakan sebagai reliever adalah Short-acting Muscarinic Antagonist (SAMA) dan
teofilin short acting.
• Terapi tambahan untuk pasien dengan asma berat: terapi tambahan ini dapat
dipertimbangkan jika pasien mengalami gejala terus-menerus dan/atau eksaserbasi
meskipun pengobatan telah dioptimalkan dengan obat controller dosis tinggi. Serta
pengobatan terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Pengobatan utama untuk orang dewasa dan remaja terdapat pada (Gambar 3.4). Pilihan
untuk pengobatan ditampilkan menjadi dua “track” pengobatan, dengan perbedaan utama
adalah obat reliever dimana ICS-formoterol dosis rendah di Track-1, dan SABA sesuai
19
kebutuhan di Track-2. Pengobatan serangan asma terdapat dalam (Gambar 3.5) dengan
layanan kesehatan primer (GINA, 2022).
20
Gambar 3.5 Alur Terapi Serangan Asma (GINA, 2022)
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. S datang sore hari dengan keluhan sesak sejak tadi pagi dan memberat
sekitar 2 jam yang lalu. Pasien berbicara penggalan kalimat. Saat ini pasien juga merasakan
demam dan batuk ringan. Riwayat 2 bulan yang lalu sesak karena lelah dan cuaca dingin
membaik dengan nebul di puskesmas. Riwayat ayah pasien juga memiliki sesak ketika lelah
dan cuaca dingin. Pasien merupakan perokok pasif. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak lebih nyaman duduk, Tekanan darah pasien tinggi (150/80 mmHg). Namun, pasien
mengaku tekanan darah terakhit diukur seingatnya adalah 120-an dan diastole lupa.
Respiratory Rate meningkat (24x/menit), suhu meningkat (37,3 ℃), SpO2 turun (95%), dan
status gizi overweight. Didapatkan retraksi supraklavikula dan wheezing inspirasi dan ekspirasi
di kedua lapang paru. Anamnesis dan pemeriksaan fisik disesuaikan dengan guideline GINA
dan PDPI yang mengarahkan pasien pada diagnosis asma serangan sedang dengan kekerapan
intermiten (GINA, 2022; PDPI 2021).
PPOK memiliki gejala yang hampir mirip dengan asma. Namun, dari anamnesis yang
cenderung mengarah pada riwayat atopi, perkusi paru yang mengarah lebih ke sonor, tidak ada
barrel chest membuat PPOK dapat disingkirkan. TB-paru bisa disingkirkan karena pasien tidak
memiliki riwayat batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, keringat ketika malam hari, penurunan berat
badan, dan lingkungan keluarga pasien tidak ada riwayat TB. Pneumonia dapat disingkirkan
karena pasien kurang merasa batuk dan demam yang kurang dirasakan. Selain itu, tidak
didapatkan ronki halus di auskultasi paru. GERD dapat disingkirkan karena pasien tidak
mengeluhkan mulut pahit, tidak nyeri epigastrium, dan tidak mual atau muntah (Budhwar,
2020; Kemenkes, 2020).
Adanya gangguan terkait jantung dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki
irama jantung yang irreguler, ronki kasar di basal paru, sesak yang memberat ketika aktivitas,
nyeri dadak, ampek, sensasi penuh di kuadran kanan atas perut, edema ekstremitas bawah atau
anasarka, refleks hepatojugular, hepatomegali, dan tidak distensi vena jugularis (Budhwar,
2020).
Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien adalah oksigen, nebulisasi combiven
(sebagai terapi reliever), metilprednisolon (sebagai controller), salbutamol (sebagai controller
22
di rumah). Guaifenesin dan paracetamol diberikan terapi sesuai keluhan pasien yaitu batuk
ringan dan demam. Terapi yang dianjurkan GINA untuk serangan asma sedang yaitu
oksigenasi, SABA, dan prednisolon dengan dosis 40 mg. Pada pasien, sudah diberikan
oksigenasi dan combiven yang isinya adalah salbutamol (SABA) dan ipratropium bromida
(SAMA). Namun, pasien tidak diberikan prednisone dosis 40 mg karena ketersediaan yang
tidak ada dan dirasa dengan adanya kombinasi SABA dan SAMA yang diberikan melalui
inhalasi kepada pasien akan meredakan gejala pasien (GINA, 2022).
23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Seorang pasien datang dengan keluhan sesak, bicara penggalan kalimat, demam, batuk
ringan, riwayat sesak 2 bulan yang lalu karena cuaca dingin dan mereda setelah di nebul di
puskesmas. Riwayat keluarga memiliki keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
tampak pasien lebih nyaman duduk, takipnea, demam, SpO2 turun, gizi overweight, retraksi
supraklavikula, wheezing ekspirasi dan inspirasi. Keluhan ini mengarahkan pasien ke diagnosis
asma serangan sedang dengan kekerapan intermitten yang sesuai dengan teori.
Terapi yang diberikan ketika serangan asma adalah oksigen dan nebulisasi combiven.
Sebagai controller, diberikan metilprednisolon dan salbutamol. Selain itu, pasien juga
diberikan paracetamol dan guaifenesin untuk gejala yang menyertai. Semua intervensi sesuai
dilakukan berdasarkan teori. Namun, tidak diberikan prednison dosis tinggi ketika serangan
karena menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M., Moussa, M., & Akel, H. (2023). Type I Hypersensitivity Reaction. In StatPearls.
StatPearls Publishing.
Berliner D, Schneider N, Welte T, et al. The differential diagnosis of dyspnea. Dtsch Arztebl
Int. 2016;113(49):834-845.
Budhwar, N., & Syed, Z. (2020). Chronic Dyspnea: Diagnosis and Evaluation. American
family physician, 101(9), 542–548.
Expert Panel Working Group of the National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)
administered and coordinated National Asthma Education and Prevention Program
Coordinating Committee (NAEPPCC), Cloutier, M. M., Baptist, A. P., Blake, K. V.,
Brooks, E. G., Bryant-Stephens, T., DiMango, E., Dixon, A. E., Elward, K. S., Hartert,
T., Krishnan, J. A., Lemanske, R. F., Jr, Ouellette, D. R., Pace, W. D., Schatz, M.,
Skolnik, N. S., Stout, J. W., Teach, S. J., Umscheid, C. A., & Walsh, C. G. (2020). 2020
Focused Updates to the Asthma Management Guidelines: A Report from the National
Asthma Education and Prevention Program Coordinating Committee Expert Panel
Working Group. The Journal of allergy and clinical immunology, 146(6), 1217–1270.
https://doi.org/10.1016/j.jaci.2020.10.003
Gauvreau GM, Boulet LP, Cockcroft DW, et al. Effects of Interleukin-13 Blockade on Allergen-
induced Airway Responses in Mild Atopic Asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2011
Apr 15. 183(8):1007-14
Han X, Krempski JW, Nadeau K. Advances and novel developments in mechanisms of allergic
inflammation. Allergy. 2020 Dec. 75 (12):3100-3111.
Hashmi MF, Tariq M, Cataletto ME. Asthma. [Updated 2023 Aug 8]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430901/
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
25
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Tata Laksana TB 2020. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran. Jakarta.
Nunes C, Almeida MM dan Pereira AM. 2017. Asthma Costs and Social Impact. Asthma Res.
Pract.
Parvez F, Chen Y, Yunus M, et al. Arsenic impairs lung function: findings from the Health
Effects of Arsenic Longitudinal Study. Am J Respir Crit Care Med. 2013;188(7):813-
819.
Shyamali CD, Perret JL dan Custovic A. 2019. Epidemiology of Asthma in Children and
Adults. Front Pediatr. Hal.246.
Van Dam MN, Fitzgerald BM. Pulsus Paradoxus. Updated October 27, 2018. StatPearls
Publishing; 2018
Wahls SA. Causes and evaluation of chronic dyspnea. Am Fam Physician. 2012;86(2):173-
182. Accessed November 25, 2019.
Yii AC, Soh AZ, Chee CBE, Wang YT, Yuan JM, Koh WP. Asthma, Sinonasal Disease, and the
Risk of Active Tuberculosis. J Allergy Clin Immunol Pract. 2019 Feb;7(2):641-648.e1.
[PMC free article] [PubMed] [Reference list]
26